Anda di halaman 1dari 3

Tugas Sejarah

Situs sejarah Singaperbangsa


Nama : Abdillah Hidayat

Kelas : X tkj

Melengok Situs Singa Perbangsa

(Makan Singaperbangsa kota Banjar)

SEBUAH papan pemberitahuan dengan ukuran sekira 60 cm x 100 cm, berdiri di tepi Jalan Siliwangi
Banjar-Jawa Tengah. Papan berwarna putih kusam dengan tulisan warna hitam itu bila amati
berukuran kecil, sehingga tidak bisa dilihat dengan jelas. Apalagi karena papan tersebut ternyata
terhalang oleh sejumlah dahan pepohonan.

Akibatnya, “pesan” yang ingin disampaikan papan tersebut bahwa di tempat itu ada sebuah situs,
yaknis Situs Budaya Singa Perbangsa, tidak bisa diketahui dengan mudah. Termasuk yang tidak bisa
dilihat dengan jelas tersebut adalah tulisan warna hitam yang tertera dalam papan mengenai isi UU No
5 Tahun 1992 Bab VIII Pasal 2.5.

Adapun bunyi uu tersebut, adalah “Barang siapa dengan sengaja merusak benda cagar budaya dan
situs serta lingkungan atau membawa, memindahkan, mengambil, mengubah bentuk dan/ atau
warna, memugar atau memisahkan benda cagar budaya tanpa seizin pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam uu tersebut…” akan dipidana penjara selama-lamanya sepuluh tahun, atau denda
setinggi-tingginya 100 juta rupiah.

Sebuah jalan setapak, tampak di tepi jalan utama Banjar-Jawa Tengah di dekat papan kusam
tersebut. Itulah jalan satu-satunya yang mengarah ke situs cagar budaya yang berada sekira 20 meter
dari tepi jalan.

Jalan setapak tersebut, bila dicermati terlihat sempit, lebarnya hanya sekira 60 cm saja Selain
sempit, jalan itu pun terbilang licin karena dipenuhi dedaunan kering dan rumput liar.

Itu artinya, tiap orang yang akan berkunjung ke situs budaya itu, haruslah hati-hati. Tidak sembrono.
Jika tidak hati-hati alias sembrono, bisa saja terpeleset. Apalagi karena di jalan tersebut, tidak ada
pegangan yang kokoh, selain pagar kayu yang sudah lapuk.

Sekira 20 meter dari tepi jalan, atau setelah melewati jalan setapak menanjak itu dengan susah
payah, kita akan melihat dua makam tua berukuran besar. Dua makam yang di atasnya berserakan
batu gunung itu, ukurannya beda. Yang satu berukuran lebih besar, sedangkan yang satunya lagi, agak
kecil. Makam yang berukuran besar, menurut warga setempat “dihuni” Singa Perbangsa, sedangkan
yang kecil, adalah istri Singa Perbangsa. Keduanya berada dalam areal kecil berpagar kayu dan bambu
lapuk, dan diteduhi pohonan besar.

Di luar areal situs, ada dua bangunan kecil (saung) yang juga sudah lapuk. Bangunan pertama
berada dekat makam, sedangkan yang satunya lagi agak jauh dari makam, dan berada di dalam
sebuah tempat mirip gua. Namun perlu diketahui, baik kedua makam maupun kedua saung itu,
berada di kawasan milik PT Perhutani.

Sebenarnya, tidak banyak keterangan yang memberi petunjuk ihwal keberadaan makam tersebut.
Hanya beberapa catatan menunjukkan bahwa yang bersemayam di makam tersebut memang Dalem
Singa Perbangsa. Catatan itu bahkan menyebutkan bahwa dia sebenarnya ayah dari Bupati Karawang
pertama yang berkuasa pada abad XVII, ketika Tatar Sunda dikuasai Mataram.

“Warga di sini meyakini bahwa yang bersemayam di sini memang ayah Bupati Karawang yang
dilantik menjadi Bupati oleh Sultan Agung tahun 1633, dan meninggal dunia tahun 1677 serta
dimakamkan di Desa Manggung Jaya Kec. Cilamaya, Karawang,” kata Sapri, warga sekitar situs yang
sering memberikan penjelasa kepada mereka yang berkunjung ke situs.

Menurut Sapri, berdasarkan keterangan yang diperoleh dan selalu ia ingat, Kanjeng Adipati
Singaperbangsa yang menjadi Bupati Karawang pertama tersebut berasal dari Kertabumi, Galuh. Bukti
bahwa Adipati Singa Perbangsa berasal dari Kertabumi, setelah dilantik Sultan Agung, ia diberi gelar
Adipati Kertabumi IV. Adapun Kertabumi, berdasarkan catatan, merupakan sebuah kerajaan kecil di
Tatar Galuh dan berpusat di Cimaragas.

Dai mengatakan, nama Adipati Singaperbangsa semula kurang terkenal. Namun ketika Sultan
Agung (1613 – 1645) berkuasa dan Kerajaan Mataram mulai mengembangkan wilayah kekuasaannya,
nama Adipati Singaperbangsa mulai muncul. Hal itu terjadi setelah Sultan Agung mengangkat
Singaperbangsa menjadi Adipati Kertabumi III. Singaperbangsa ini merupakan putra Prabu di Muntur.

Namanya Singa Perbangsa semakin terkenal, ketika Sultan Agung pada tahun 1632 menugaskan
Singaperbangsa mengamankan daerah Karawang dari gangguan tentara Banten. Saat itu,
Singaperbangsa melaksanakan tugas tersebut dengan sungguh-sungguh sehingga dipandang berhasil.
Setahun kemudian, tahun 1633, atas keberhasilannya dia diberi penghargaan oleh Sultan Agung
berupa keris, bernama “Karosinjang.”

Pulang dari Mataram, sedianya Singaperbangsa akan kembali ke Karawang karena sudah mendapat
tempat di hati masyarakat Karawang. Akan tetapi, di tengah perjalanan ia memutuskan untuk kembali
dulu ke Kertabumi, Galuh.

Pada akhirnya, dia tidak bisa kembali ke Karawang, karena ia ternyata meninggal dunia di tanah
kelahirannya, Galuh. Sultan Agung kemudian menunjuk penggantinya untuk jadi adipati di Karawang.
Penggantinya adalah Adipati Kertabumi IV yang tidak lain merupakan anak Singaperbangsa I yang
meninggal dunia di Galuh. Wallohualam bissawab.

Selasa,05 Desember 2023

Anda mungkin juga menyukai