Anda di halaman 1dari 18

TINJAUAN ATAS MAKAM-MAKAM TUA

DI PASAREAN KYAI DEMAKIJO,


BANYURADEN, GAMPING, SLEMAN, DI
YOGYAKARTA

Oleh:

M. Yaser Arafat

(Peneliti makam-makam tua, penulis buku “Nisan Hanyakrakusuman: Batu Keramat Dari
Pasarean Tua di Yogyakarta [2021)
PAMBUKA
Pasarean ini memiliki “koleksi”
kijing-nisan yang cukup sepuh,
antara 1500 akhir sampai 1600
awal. Dengan demikian, pasarean
ini merupakan bukti tinggalan
budaya material dari zaman
Pajang-Mataram Islam era Kyai
Ageng Pamanahan-Panembahan
Senopati hingga era Sultan Agung.
MAKAM PALING SEPUH

Ada dua makam sepuh di pasarean ini yang diperkirakan sebagai


makam tetua desa, yaitu dua makam yang berada di trap Utara
sisi paling Barat. Saya memperkirakan sosok inilah yang disebut
Kyai Demak Ijo. Photo nisannya berada di halaman selanjutnya.
MAKAM PALING SEPUH:
KYAI DEMAKIJO?
Saya memperkirakan bahwa sosok
pemilik nisan yang berada di trap Utara
paling Barat inilah yang disebut Kyai
Demak Ijo. Tokoh ini saya perkirakan
sebagai pembabat alas atau pembuka
kampung ini sejak 1400 akhir-1500
awal.
Nisan seperti ini jamak dipakai oleh
kesultanan demak-mataram pada era
1400 akhir-1500 akhir hingga 1600 awal.
Tinggi nisan makam ini mencapai hingga 62
sentimeter. Bila ditambah dengan bagian patok di
bawah kaki nisan, ada kemungkinan tinggi utuhnya
mencapai 70 sentimeter. Ukuran nisan ini agak
jarang ditemukan pada masa Mataram Islam
1600-an atau pada era Sultan Agung
KIJING-NISAN MAKAM
TERSEPUH SATU LAGI

Saya tidak sempat menghitung tinggi nisan


ini. Tapi dilihat dari karakter bentuk
nisannya, makam ini milik tokoh berjenis
kelamin perempuan. Besar kemungkinan ia
adalah istri dari tokoh pemilik kijing-nisan
tersepuh di sebelah Baratnya. Sebut saja
tokoh ini: Nyai Demakijo
TUMENGGUNG YUDONAGARA

Tumenggung Yudonagara, sebagaimana diberitakan oleh cerita tutur warga, juga


dimakamkan di pasarean ini. Ia merupakan salah-satu panglima perang Sultan
Agung Hanyakrakusuman (1613-1645). Dalam catatan naskah “Sejarah Ratu” yang
menghimpun silsilah para ratu dan wali di tanah Jawa, nasab tokoh ini sebagai
berikut:

TumenggungYudonagara bin Pangeran Adipati


Mandurareja I bin Ki Adipati Manduranegara bin Ki
Adipati Mandaraka (Ki Juru Martani)
YANG MANA MAKAM TUMENGGUNG YUDONAGARA?

Tumenggung Yudonagara dimakamkan di pasarean ini. Hanya saja,


makamnya bukan satu di antara dua makam yang berada di trap Utara
paling Barat. Melainkan di antara makam-makam lainnya. Besar
kemungkinan satu di antara makam di trap Utara sebelah Timur dua
makam tersepuh seperti telah dijelaskan sebelumnya. Mengapa? Sebab
tokoh ini hidup di zaman Sultan Agung. Salah-satu karakter nisan-makam
zaman Sultan Agung atau yang saya sebut Nisan Hanyakrakusuman, adalah
nisan yang memakai hiasan tumpal, kembang awan, dan untuk tokoh
tertentu memiliki kembang patran. Mengenai ciri-ciri ini, dapat dibaca di
buku saya, “Nisan Hanyakrakusuman” (2021)
Selain nisan dengan ciri di atas, ada juga nisan dengan ciri seperti nisan
Kyai Juru Kiting di pasarean Gambiran,Yogyakarta. Hanya saja, biasanya
nisan seperti itu, bila dipakai di zaman Sultanagungan, itu menunjukkan
bahwa tokoh yang dimakamkan adalah tokoh dari zaman sebelum Sultan
Agung. Lagipula, Tumenggung Yudonagara adalah cicit Ki Juru Martani. Ia
berada di dalam “peringkat kesepuhan” yang sebanding dengan Sultan
Agung, bukan dengan Ki Juru Martani atau Ki Juru Kiting. Jadi, sulit untuk
memperkirakan makam Tumenggung Yudonagara adalah makam dengan
nisan sepuh yang di trap Utara sisi Barat. Ditambah lagi, tinggi nisan
sepuh di trap Utara paling Barat itu tidak lazim dipakai pada zaman
Sultan Agung.
CONTOH NISAN HANYAKRAKUSUMAN DI PASAREAN KYAI DEMAKIJO
CONTOH NISAN HANYAKRAKUSUMAN DI PASAREAN KYAI DEMAKIJO
CONTOH NISAN HANYAKRAKUSUMAN DI PASAREAN KYAI DEMAKIJO
PERADABAN DEMAKIJO:
TAFSIR SEJARAH ATAS BUKTI PASAREAN KYAI DEMAKIJO
Berdasarkan bukti budaya material berupa makam-makam tua dari masa 1500 akhir-
1600 awal, dapat dikatakan bahwa usia kampung Demakijo ini sudah sangat sepuh.
Logika atau penalarannya dapat dirunut dengan penalaran sebagaimana saya kemukakan
di bawah ini.

Makam paling sepuh berasal dari tahun 1500 akhir. Itu artinya tokoh yang
dimakamkan dengan ciri nisan-kijing itu meninggal pada tahun 1500-an. Dengan
demikian, makam tokoh dari tahun 1500-an ini menunjukkan bahwa ada sudah
ada peradaban setidaknya 100 tahun sebelum 1500-an atau sejak era hidup Kyai
Demakijo. Kyai Demakijo adalah pembabat alasnya atau pembuka kampung ini
sejak 1400 akhir atau tepat masa Demak. Apalagi, dalam cerita tutur yang saya
dapat di sana, Kyai Demakijo datang ke sini dari Demak.
Mengapa disebut ada peradaban 100 tahun sebelumnya. Diibaratkan
saja mereka rata-rata berusia 60-70 tahun sebagaimana umumnya
usia umat Nabi Muhammad saw. Lalu dilihat saja bahwa makam
tertua itu, sebagaimana telah dijelaskan di atas, adalah makam
dengan ciri dari tahun 1500-an. Bila diambil angka tahun 1550,
maka bisa dikurangi dengan usia rata-rata umat Nabi Muhammad
saw. Alhasil, 1550 dikurangi 60 berarti: 1490. Bila dikurangi 70
berarti: 1480.
Ini artinya apa? Kampung Demakijo dan sekitarnya kurang-lebih telah dibuka,
dibangun, dan disemarakkan sejak tahun 1400 akhir atau dibulatkan saja sejak
tahun 1500. Ini perkiraan paling gampang. Jika dihitung mundur mulai tahun
2022, berarti kampung Demakijo dan sekitarnya ini sudah berusia 522 tahun atau
digenapkan saja 500 tahun. Besar kemungkinan kampung ini telah dibuka
berbarengan dengan rombongan Sunan Bayat, Panembahan Bodho, Panembahan
Karanglo, Panembahan Jayaprana, Syekh Maulana Maghribi, dan para “patok”
lainnya yang ditugaskan oleh Sunan Kalijaga untuk bermukim di sini sebelum
peradaban baru, Mataram Islam, dibuka pada pasca pertengahan 1550.
Makam-makam tua di pasarean Demakijo ini semoga dapat
dijaga kelestariannya. Jika ada anak-cucu yang mau memugar
makam, hendaknya tidak menyingkirkan kijing dan nisan
aslinya. Biar kijing-nisan asli itu menjadi bukti sejarah bahwa
sejak lebih kurang 500 tahun lalu di kampung ini telah
dikumandangkan azan, puji-pujian pada Kanjeng Nabi
Muhammad saw, telah ditegakkan salat, tahlil, kenduri,
salawatan, dan ajaran Islam berlandaskan rumusan para wali
sejak Sunan Ampel dan dewan wali sebelumnya. Semoga
makam-makam ini bisa dirawat, diziarahi, dan dijaga terus
hingga akhir zaman. Amin.
Demikian ulasan dan tinjauan dari saya.
Atas segala kekurangan, saya memohon
maaf kepada warga sekitar pasarean. Saya
juga memohon maaf kepada para tokoh
pepunden ingkang sumare atas
ketidaktepatan dan kebodohan saya untuk
membaca jejak-jejak yang mereka tinggalkan
di pasarean ini. Lalu saya memohon ampun
kepada Allah SWT dan Kanjeng Nabi saw.
Semoga arwah para pepunden dan leluhur
di Demakijo ditempatkan Allah swt di surga,
dijembarkan kuburnya, dan dijauhkan dari
fitnah kubur. Amin.
Uluk syukur:
• Pak Dukuh, Pak RT/RW Kampung Demakijo

WALLAHU A’LAM • Masyarakat Kampung Demakijo


• Komunitas Kandang Kebo
Yogyakarta, Senin Pon
• Komunitas Kekandhangan
28 Rabi’ul Awal 1444 H
28 Mulud 1956 J • Kangmas Rasyid Juliansyah
24 Oktober 2022

Anda mungkin juga menyukai