Anda di halaman 1dari 18

BAB II

KAJIAN TEORI
A. Kajian Teori
a. Konsep Manajemen
Dalam buku Pengantar Manajemen: Teori dan Aplikasi mengenai
pengertian manajemen yakni, secara etimologis, kata manajemen berasal
dari berbagai bahasa, yang pertama yaitu dari Bahasa Prancis kuno yakni
management, yang berarti seni melaksanakan dan mengatur. Kemudian
pada Bahasa Italia yakni meneggiare yang mempunyai pengertian
mengendalikan. Sedangkan pada Bahasa Inggris yakni dari kata to manage
ialah yang berarti mengelola atau mengatur.
Adapun definisi manajemen secara etimologis bisa disimpulkan
bahwa manajemen adalah sebuah kegiatan mengatur atau mengelola.
Berikut ini disampaikan definisi manajemen dari para pakar yakni
diantaranya:
 George. R Terry: Manajemen merupakan sebuah proses khas yang
terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, serta
pengendalian tindakan yang dilakukan untuk menentukan dan
mencapai tujuan tertentu menggunakan SDM dan sumber lainnya.
 John F. Mee: Manajemen merupakan sebuah seni untuk meraih hasil
maksimal dengan upaya minimal agar teraih kesejahteraan serta
kebahagiaan maksimal, bagi manajer dan pegawai untuk memberikan
layanan terbaik kepada masyarakat.
 Marry Parker Follet: Manajemen merupakan suatu seni. Pekerjaan
apapun dapat dilakukan dengan orang lain.
 James A. F Stoner: Manajemen ialah merupakan proses perencanaan,
pengorganisasian, dan penggunaan sumber daya organisasi lainnya
untuk meraih tujuan yang sudah ditetapkan (Aditama, 2020, pp. 1–2).
Dalam buku Manajemen Pendidikan, manajemen adalah proses untuk
mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan melakukan kegiatan, yaitu
merencanakan (planning), mengorganisasi (organizing), mengarahkan

10
11

(directing), mengoordinasi (coordinating), mengawasi (controlling), dan


mengevaluasi (evaluation).
Dan menurut pendapat Stonier dalam Hani Handoko, dibuku
Manajemen Pendidikan ia mengatakan bahwa manajemen adalah proses
adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan
usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya
organisasi serta lainnya untuk meraih tujuan yang ditentukan (Budiwibowo
& Sudarmiani, 2018, p. 3).

b. Fungsi Manajemen
Dalam buku Pengantar Manajemen karya Sri Mulyono, dkk., menurut
pendapat Semuel Batlajery ia menjelaskan beberapa fungsi manajemen
dalam mengemban tugas ini adalah:
1) Perencanaan
Ikhwan berpendapat bahwa perencanaan adalah kegiatan yang
berkaitan dengan 5W1H, yakni: apa (what), mengapa (why), siapa
(who), dimana (where), kapan (when), serta bagaimana (how).
Pertanyaan-pertanyaan ini berikatan dengan tujuan yang akan
diterapkan teknik juga cara yang digunakan, serta sumber daya yang
digunakan untuk meraih tujuan itu.
Kurniadin dan Machali mereka menyatakan bahwa perencanaan itu
dasarnya adalah suatu proses kegiatan yang secara berurutan
mempersiapkan aktivitas yang akan dilaksanakan untuk meraih tujuan.
Sebagai salah satu fungsi manajemen, perencanaan memegang
peranan yang amat penting juga sentral, ini adalah peran pertama di
antara fungsi manajemen lainnya. Sebegitu amat pentingnya
perencanaan hingga dapat dikatakan “Bila perencanaan sudah selesai
serta dilaksanakan dengan benar, artinya sebagian besar pekerjaan
sudah dilakukan.
Secara umum, perencanaan adalah perhitungan dan penentuan dari
pada apa yang akan dijalankan didalam rangka mencapai suatu tujuan
12

(objective) yang tertentu, dimana (where), bila mana (when), oleh


siapa (who) dan bagaimana tata caranya. Oleh karena itu, setiap
rencana memiliki tiga karakteristik yaitu:
a. Selalu tentang masa depan,
b. Selalu sertakan aktivitas serta tujuan spesifik untuk dilaksanakan,
c. Harus memiliki alasannya, karena motif juga landasan yang
keduanya bersifat personal (pribadi, personal) dan
organisasional”.
2) Pengorganisasian
Sesuai dengan konsep manajemen yang telah banyak dikemukakan
oleh para ahli, bahwa: Organisasi is the establishing of effective
behavoural relationship among person, so that they may work
together efficiently and again personal satisfaction in doing selected
task under given environmental conditions for the purpose of
achieving some goal or objective.
Konsep diatas memberikan arti bahwa pengorganisasian merupakan
usaha penciptaan hubungan yang jelas antar personalia, sehingga
dengan demikian setiap orang dapat bekerja bersama-sama dengan
kondisi yang baik untuk mencapai tujuan organisasi.
Istilah organisasi biasanya digunakan untuk merujuk pada orang,
pekerjaan, maksud, informasi yang diorganisasikan secara bermakna.
Organisasian ini memberi makna pada unsur-unsur yang Bersatu serta
terpisah dalam tujuan, kesamaan, komponen juga seimbang. Beberapa
unsur yang mengintegrasikannya memiliki kesamaan tujuan yaitu
kesamaan maksud untuk mencapainya sedangkan unsur-unsur yang
memisahkannya mempunyai kekuasaan untuk mendistribusikan
kekuasaannya kepada pihak tertentu, juga memberikan arahan pada
tanggung jawab yang ada dibawahnya.
Hasibuan berpendapat dalam Syamsudin dibuku Pengantar
Manajemen, ia mengatakan bahwa Pengorganisasian merupakan
proses menentukan, mengelompokkan, dan mengatur berbagai
13

kegiatan yang dibutuhkan untuk meraih suatu tujuan. Memposisikan


orang untuk setiap kegiatan ini, memberikan alat yang dibutuhkan,
menentukan kekuasaan yang relatif didelegasikan pada setiap orang
yang melakukan kegiatan tersebut.
Pengorganisasian ialah bentuk tindakan dalam mengusahakan
hubungan perilaku yang efektif di antara orang-orang sehingga bisa
bekerja sama secara efesien, serta mendapatkan kepuasan individu
dalam hal melakukan tugas tertentu untuk meraih tujuan juga sasaran
tertentu. Seperti yang penulis katakan, organisasi adalah suatu tempat
dalam suatu perusahaan atau kelompok dimana manajer dapat
melaksanakan rencana organisasi untuk mencapai tujuan organisasi
yang diinginkan.
3) Pelaksanaan
Soewadji Lazaruth ia berpendapat bahwa Penggerakan/Pelaksanaan
(actuating), adalah kegiatan yang mendorong seluruh anggota
kelompok untuk bekerja secara sadar dan proaktif untuk mencapai
tujuan tertentu sesuai dengan rencana dan pola organisasi.
Permasalahan pelaksanaan didasari oleh yang berkaitan sekali dengan
komponen manusia sehingga keberhasilannya juga ditentukan oleh
kemampuan manajer dalam merespon pegawainya. Oleh karena itu,
dibutuhkan kemampuan manajemen komunikasi, kreativitas dan
inisiatif yang tinggi, serta dapat meningkatkan semangat kerja dan
pegawainya.
Penggerakan/Pelaksanaan ialah merupakan suatu aktivitas atau
kemampuan seorang pemimpin dalam merayu, memerintah serta
menugaskan pegawai atau anggota organisasi untuk melakukan suatu
pekerjaan dalam meraih tujuan yang sudah ditentukan dengan
semangat yang penuh. Dalam hal organisasi, actuating yakni
merupakan pengelolaan yang memberikan instruksi kepada pegawai
dan lainnya tentang implementasi tugas yang perlu dilaporkan,
14

memberikan instruksi lebih lanjut tentang cara meningkatkan dalam


bekerja, serta mengawasi pelaksanaan tugas.
Penggerakan/Pelaksanaan penting untuk membantu pegawai supaya
tidak menyimpang dari arah yang diberikan serta menghindari
kemungkinan kesalahan dalam pekerjaan. Fungsi penggerakan
(actuating) yang bertujuan untuk meningkatkan efesiensi proses
keberhasilan program yang telah ditetapkan. Ini dibutuhkan untuk
pembagian tugas, tanggung jawab dan wewenang dengan tujuan
meningkatkan aktivitas individu yang pada gilirannya berharap dapat
meningkatkan keberhasilan program.
4) Pengawasan
Menurut pendapat Terry pengawasan yakni merupakan “Controlling
is figuring out what's being accomplish, that comparing overall
performance and if essential making use of corrective degree so
overall performance take vicinity in line with plans”.
Kutipan di atas merupakan upaya sistematis dimana pemimpin
terlebih dahulu menetapkan kriteria pencapaian tujuan, cara mengukur
hasil yang dicapai serta upaya apabila terjadi penyimpangan dari
tujuan yang telah ditentukan bersama.
Penerapan fungsi pengawasan dalam kegiatan pembelajaran bertujuan
untuk memastikan bahwa anggota organisasi dapat melakukan apa
yang mereka inginkan dengan mengumpulkan, menganalisis, menilai
dan menggunakan informasi untuk mengelola organisasi. Oleh karena
itu pengawasan ini dapat dilihat dari segi input, proses bahkan hasil.
Adapun pemimpin memantau atau mengawasi program dan
menentukan apakah program yang dilaksanakan sesuai dengan
rencanan yang telah ditetapkan. Jika ada kekeliruan atau ada program
yang tidak dapat diselesaikan segera melakukan perbaikan dan
perencanaan ulang, sehingga tujuan yang sudah ditetapkan
sebelumnya secara maksimal dapat dipenuhi (Mulyono et al., 2021,
pp. 7–11).
15

Dapat disimpulkan penjelasan diatas bahwa fungsi manajemen yakni


terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan.

c. Konsep Pondok Pesantren Salafiyah


Salaf artinya “lama”, “dahulu”, atau “tradisional”. Pondok pesantren
salafiyah yakni merupakan pondok pesantren yang melaksanakan atau
menyelenggarakan program pembelajaran dengan pendekatan tradisional
yang telah dilakukan sejak awal keberadaannya. Pembelajaran ilmu
keagamaan Islam dilaksanakan secara personal ataupun kelompok dengan
pendalaman pada kitab-kitab klasik (kitab kuning) yang menggunakan
bahasa Arab. (Kompri, 2018, p. 38).
Dalam Suharyanto, menurut pendapat Muhtarom ia mengatakan
bahwa Pondok pesantren tradisional/salafiyah merupakan lembaga
pendidikan Islam yang mempertahankan pengajaran kitab-kitab klasik
(salaf) sebagai inti pendidikan. Adapun sistem madrasi diambil untuk
mempermudah metode sorogan juga bandongan. Satu hal yang
ditunjukkan dalam pesantren salafiyah itu bahwa pesantren tersebut
seorang kyai yang memegang kepemimpinan secara mutlak. Faktor
lainnya yang mencirikhaskan pesantren salafiyah bahwa perkembangan
keilmuan santri terbatas pada apa yang diajarkan oleh kyai, dan kurikulum
pondok pesantren salafiyah sepenuhnya tergantung pada kepemimpinan
kyai. Santri yang tinggal pada pondok atau mengabdikan dirinya kepada
sang kyai dinamakan santri mukim dan santri yang tidak bermukim di
pondok disebut santri kalong yakni santri yang hanya belajar dan tidak
tinggal di dalam pondok (Suharyanto, 2015, pp. 6–7).
Dalam buku Model Pendidikan Pesantren Salafi, pesantren salafiyah
adalah bentuk asli dari pesantren. Dari waktu pertama dibangun, bentuk
pendidikan pondok pesantren ini ialah sistemnya salafiyah. Dimaknai
pesantren salafiyah ialah karena pondok pesantren ini kurikulumnya asli
mengajarkan pada bidang studi ilmu keagamaannya saja seperti
16

menggunakan sistem madrasah diniyah juga pengajian sorogan serta


bandongan dan tidak ada pendidikan formalnya.
Penggunaan kata salafiyah untuk pesantren hanya terjadi di Indonesia.
Akan tetapi pondok pesantren salafiyah lebih kepada dipakai untuk
menyebut pondok pesantren yang tidak memakai kurikulum modern dari
pemerintah maupun dari hasil inovasi ulama saat ini. Sebab pondok
pesantren salafiyah secara umum diketahui dengan pondok pesantren yang
tidak mengadakan pendidikan formal seperti madrasah atau sekolah.
Jikalau mengadakan pendidikan keagamaan pun kurikulumnya berbeda
dengan kurikulum sekolah atau madrasah secara umumnya. Menurut
penulis, pondok pesantren salafiyah adalah pomdok pesantren yang
mengajarkan santri untuk belajar agama Islam dengan menggunakan kitab-
kitab klasik serta metode tradisional tanpa menyertakan pendidikan umum
(Tohir, 2020, p. 6).

d. Manajemen Pondok Pesantren Salafiyah


Dalam buku Manajemen Pondok Pesantren, bahwa yang dimaksud
dengan Manajemen adalah suatu proses atau upaya yang dilakukan oleh
seseorang yang didalamnya meliputi perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, pengawasan, sampai pada pengevaluasian untuk mencapai
suatu tujuan. Jika kaitkan dengan pendidikan, maka manajemen
Pendidikan adalah suatu upaya atau proses yang dilaksanakan oleh kepala
madrasah atau kyai untuk meraih tujuan pendidikan melalui perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan, serta evaluasi suatu program
pendidikan (Ridlwan, 2020, pp. 10–11).
Pesantren salafiyah sebagai lembaga pendidikan tertua di Indonesia
memiliki tradisi keilmuan yang berbeda dengan tradisi keilmuan yang ada
pada lembaga Pendidikan Islam lainnya, seperti madrasah. Ciri khas utama
pondok pesantren yang membedakannya dari lembaga pendidikan Islam
lainnya yakni diajarkan dalam kitab-kitab klasik (kitab kuning) sebagai
kurikulum. Kitab kuning memiliki tempat khusus dalam kurikulum
17

pondok pesantren. Sebab keberadaannya merupakan komponen utama


pondok pesantren, sehingga menjadi ciri khas pondok pesantren yang
membedakannya dengan pendidikan Islam lainnya (Tohir, 2020, p. 8).
Manajemen sangat penting untuk membimbing secara optimal pada
sistem, perkembangan dan kemajuan Pondok Pesantren. Pondok Pesantren
dengan sistem manajemen yang buruk atau kurang bagus dapat
menurunkan efisiensi pondok pesantren. Begitu pun dengan pengelolaan
pondok pesantren secara teratur dan sesuai keadaan merupakan salah satu
ciri kualitas ataupun peran fungsi pondok pesantren. Manajemen
senantiasa mengawasi dan mengarahkan proses pondok pesantren yang
sedang berlangsung. Seperti lembaga pendidikan lainnya, pondok
pesantren membutuhkan manajemen untuk mengembangkan ataupun
memanjukan pondok pesantren tersebut. (Kahfi & Kasanova, 2020, pp.
26–30).
Manajemen pendidikan pesantren memiliki arti penting dalam rangka
memenuhi harapan sistem pendidikan Islam. Oleh karena itu, manajemen
pendidikan dapat diartikan sebagai upaya penggunaan sumber daya
seefektif dan seefisien mungkin melalui perencanaan, pengorganisasian,
pengelolaan, dan pengendalian sumber daya pendidikan untuk mencapai
tujuan pendidikan yang diinginkan. Dalam konteks Pesantren, Kyai adalah
unsur terpenting dari Pondok Pesantren dan pengelola yang memiliki
kewenangan penuh untuk mengelola Pondok Pesantren. Peran kyai dalam
menjalankan pondok pesantren menentukan kemana tujuan tersebut akan
diraih.(Salim & Makhshun, 2018, pp. 58–69).
Jadi dapat disimpukan bahwa, manajemen pondok pesantren salafiyah
ialah segala bentuk pengelolaan dan proses fungsi-fungsi manajemen yang
dilakukan oleh seorang kyai seperti perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan dan pengawasan terhadap pondok pesantren salafiyah untuk
mencapai tujuan yang diinginkan.

e. Fungsi Manajemen Pondok Pesantren Salafiyah


18

a) Perencanaan Pondok Pesantren Salafiyah


Perencanaan adalah seluruh proses berpikir serta memutuskan secara
cermat apa yang akan terjadi di masa yang akan datang untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan dalam tiap-tiap intitusi pendidikan baik itu
berupa pondok pesantren atau sekolah-sekolah umum. Selain dari itu juga
perencanaan merupakan salah satu hal penting yang harus dibuat untuk
setiap usaha dalam mencapai tujuan. Seringkali, pelaksanaan suatu
aktivitas dalam meraih tujuan sulit untuk dicapai sebab tidak ada
perencanaan (Sarifudin Jupri, 2014, pp. 52–53).
Dalam jurnal Djamaluddin, bahwa perencanaan merupakan suatu
upaya organisasi untuk menetapkan fungsi serta tujuan yang diinginkan
juga dicapai dengan situasi saat ini dan yang akan datang, dan
perbandingan antara saat ini dan yang akan datang, yang kemudian analisis
perbandingan tersebut menjadi rumusan tujuan. Penetapan tujuan tersebut
memberikan dasar dan arah bagi pondok pesantren untuk melakukan
aktivitas pendidikan di lingkungan pondok pesantren. Pada perencanaan
pondok pesantren didefinisikan sebagai tindakan dalam menetapkan tujuan
pondok pesantren serta cara yang dilaksanakan untuk meraih tujuan.
Definisi ini mencakup 2 aktivitas utama yakni mengembangkan tujuan
pondok pesantren dan menetapkan aktivitass yang akan dilaksanakan
dalam meraih tujuan itu (Perawironegoro, 2019, p. 136).
Perencanaan jangka pendek dan jangka panjang meliputi perencanaan
mingguan, bulanan dan tahunan. Perencanaan mingguan dianggap sebagai
perencanaan yang terbilang cukup banyak. Di antaranya yakni
perencanaan dalam melaksanakan program pengajian, perencanaan
kegiatan tausyiah pada pagi hari, kegiatan bakti sosial, muhadloroh dan
rapat mingguan (Nurmela et al., 2016, p. 398).

b) Pengorganisasian Pondok Pesantren Salafiyah


Dalam jurnal Djamaluddin, bahwa pengorganisasian adalah usaha
yang dilakukan oleh organisasi dalam mengoptimalkan sumber daya yang
19

dimiliki untuk mencapai tujuan organisasi melalui proses pembagian kerja,


pengelompokan dalam bagian-bagian, rantai komando, rentang
pengawasan, sentralisasi dan desentralisasi, dan formalisasi.
Pengorganisasian di sini yang berarti kejelasan pekerjaan, kelompok yang
bertanggung jawab, keputusan, dan standar pekerjaan yang dilaksanakan.
Objek pengorganisasian pada pondok pesantren ialah para pengurus
pondok dan santri. Pengurus pondok pesantren menempati bagian
struktural penting yang ada di pondok pesantren seperti ketua pondok,
wakil ketua pondok, bagian keamanan, bahasa, serta kebersihan. Adapun
untuk para santri diikutsertakan sebagai pengurus pada kelompok yang
tingkatannya dibawah pengurus pondok yakni sebagai ketua kamar serta
bagian yang terkait dengan organisasi kamar. Organisasi kamar dibentuk
dengan struktur organisasi kamar, sesuai dengan kemauan dan kebutuhan
penghuni kamar dalam membuat struktur organisasi yang diperlukan.
Dalam jenjang ini, santri diajarkan untuk mengelola organisasi juga diberi
kebebasan dalam membentuk organisasi yang dianggap bisa berlajan
dengan efektif mengatur organisasi kamar tersebut.
Hubungan antara subjek maupun objek kepengurusan di pondok
pesantren mengadakan kolaborasi yang efektif antara pengurus pondok
sebagai subjek dan santri sebagai objek. Ketua kamar juga berperan
sebagai anggota pondok juga merupakan bagian dari pengurus pondok.
Manfaat yang didapatkan adalah komunikasi dan koordinasi tidak menjadi
penghalang antara bagian dan unit dan anggota organisasi. Antara
pengurus pondok serta penghuni pondok diharapkan bisa membantu para
santri untuk dapat hidup dengan nyaman serta tertib dan tidak menjadi
penghalang terhadap aktivitas sekolah dan pembelajaran pada pondok.
Di pondok pesantren, pengorganisasian dilaksanakan dengan menata
struktur organisasi pondok yang terdiri dari wali pondok yang menjadi
wakil pengasuh di pondok, kemudian ketua pondok, wakil ketua pondok,
bidang kedisiplinan, keamanan, kebersihan, bahasa serta ketua-ketua
kamar. Setiap bagian memiliki ketua dan anggota yang memiliki hak dan
20

kewajiban sebagai pelaksana dan penanggungjawab kegiatan. Juga,


memiliki tugas pekerjaan masing-masing yang berbeda dengan bagian
yang lain. Seorang pengurus pondok tidak diperbolehkan untuk memegang
berbeda jabatan sekaligus dalam lintas bidang, hal itu akan merangkap
tugas dan kekuasaan yang tidak akan efektif juga efisien dalam
melaksanakan tugasnya. Formalisasi pada struktur organisasi pondok
merupakan uraian tugas tertulis yang dibuat dengan uraian sesuai
bagiannya sehingga setiap santri dapat mengetahui secara sah tentang hal
yang mesti dilakukannya. Formalisasi di pondok dilakukan pada prosedur
kedisiplinan dalam kegiatan, keamanan almari, penjagaan dan petugas
kebersihan, perizinan dan kehadiran di asrama, kegiatan-kegiatan tradisi
pesantren seperti membaca al-Qur’an, kegiatan Bahasa, olah raga wajib,
dan tradisi pesantren lainnya (Perawironegoro, 2019, pp. 138–139).

c) Pelaksanaan Pondok Pesantren Salafiyah


Pondok pesantren salafiyah/klasik yaitu pondok pesantren yang di
dalamnya terdapat sistem pendidikan salafiyah (weton dan sorogan), dan
sistem klasikal (madrasah) salafiyah.
Pondok Pesantren Salafiyah merupakan sebuah pondok pesantren
yang menyelenggarakan pendidikan dengan menggunakan Kitab-Kitab
Islam Klasik (Salaf) sebagai inti pendidikan di pondok pesantren
Salafiyah. Sistem sorogan ini digunakan oleh lembaga pengajian (pondok
pesantren) yang dalam bentuk lama dengan tidak memperkenalkan
pembelajaran ilmu pengetahuan umum.
Pondok pesantren Salafiyah yaitu pondok pesantren yang masih
bertahan dalam pembelajaran menggunakan kitab-kitab klasik juga tidak
diberi ilmu pengetahuan umum. Model pembelajarannya pun sebagaimana
yang umum dilaksanakan dalam pondok pesantren salafiyah yakni dengan
metode sorogan dan wetonan.(Kompri, 2018, pp. 39–40).
Pelaksanaan atau penyelenggaraan pendidikan di pondok pesantren
salafiyah pada umumnya dengan menggunakan metode sorogan,
21

bandongan atau wetonan. Sistem sorogan ialah suatu proses pembelajaran


yang bersifat perseorangan di pondok pesantren atau pendidikan secara
tradisional, serta merupakan sistem pembelajaran yang dasar dan tersulit
untuk para santri, karena santri diharuskan menguji kesabaran, kerajinan,
ketaatan juga disiplin dirinya dalam mencari ilmu. Terkadang santri tidak
menyadari bahwa ia harusnya memantaskan diri pada tahapan sorogan ini
sebelum untuk mengikuti sistem pembelajaran selanjutnya yang berada di
pondok pesantren. Santri yang sudah mampu dalam menguasai sistem
sorogan ini dapat menjadi pegangan dalam menguasai ilmu agama yang
alim.
Jikalau sang kyai sedang tidak bisa hadir dalam memberi
pembelajaran sistem sorogan ini, biasanya kyai menunjuk salah seorang
santri lama untuk dapat mewakilinya atau bisa disebut dengan ustadz.
Sistem sorogan ini juga terdapat musyawaroh mengenai kajian Islam
klasik dengan sumber kitab yang jelas. Kemudian bahan dan hasil
musyawaroh tersebut disetorkan pada kyai untuk diperiksa dan diberi
penguatan jika hasil musyawaroh tersebut tidak menyimpang dan sudah
sesuai dengan bacaan kitab klasik (Rosyid et al., 2020, p. 11).
Dalam Sarifudin, menurut buku panduan Depag RI, definisi weton
berasal dari kata wektu dalam bahasa Jawa yang artinya waktu sedangkan
definisi orang Jawa Barat menyebutnya yakni bandongan, sebab metode
pengajian tersebut diberikan pada waktu khusus, yaitu sebelum ataupun
sesudah melakukan shalat fardu akan tetapi umumnya dilaksanakan
sesudah shalat fardhu. Adapun menurut pendapat Mujahidin, Weton ialah
merupakan metode pengajaran secara berkelompok serta bersifat klasikal
untuk semua santri pada kelas-kelas tertentu yang mengikuti kyai dalam
membaca serta menjelaskan macam-macam kitab. Sedangkan menurut
pendapat Bawani ia juga mengatakan bahwa weton merupakan aktivitas
pembelajaran seorang ustadz atau kyai dalam membaca, menerjemahkan,
dan memaknai kitab khusus, sementara itu para santri dalam jumlah yang
lumayan banyak akan berkelompok untuk duduk didepan ataupun
22

mengelilingi ustadz kemudian mereka membawa kitabnya masing-masing


untuk diberikan syakal (harokat) juga memaknai isi kitab selama pengajian
berlangsung yang kitab tersebut dibacakan oleh kyai nya.
Diantara metode sorogan maupun weton atau bandongan dalam
pelaksanaannya hampir sama saja, sebab sama-sama memaknai isi kitab,
namun yang membedakannya hanya pada jumlah dan waktu
dilaksanakannya saja. Dinamakan weton atau bandongan sebab dalam
pelaksanaan pembelajarannya setiap habis melakukan sholat fardhu secara
berjamaah dan pembelajarannya diikuti oleh sekelompok santri dengan
jumlah yang tidak menentu (Sarifudin Jupri, 2014, p. 106).

d) Pengawasan Pondok Pesantren Salafiyah


Dalam jurnal Djamaluddin, mengatakan bahwa pengawasan ialah
merupakan suatu proses dalam mengawasi, membandingkan, serta
memperbaiki hasil dari sebuah kinerja. Sebagai suatu proses, pengawasan
dilakukan dengan melakukan berbagai metode yaitu; 1) pengawasan
internal dan eksternal; 2) langsung ataupun tidak langsung; 3) preventif
ataupun represif; dan 4) formal dan nonformal.
Pengawasan di pondok pesantren dilaksanakan pada beberapa objek;
1) Pengawasan kepada para pengurus pondok dalam melaksanakan
amanahnya; 2) Pengawasan kepada para santri dalam melaksanakan
program pendidikan di pondok pesantren; dan 3) Pengawasan kepada
kinerja pondok pesantren secara menyeluruh. Objek yang bermacam-
macam dalam melakukan pengawasan, mengaharuskan para pengurus
pondok untuk senantiasa komunikasi dan bersosialisasi kepada sesama
pengurus pondok dan santri sebagai anggota (Perawironegoro, 2019, p.
141).
Kyai merupakan unsur terpenting dalam menentukan keberhasilan
pendidikan di pondok pesantren. Tidak jarang Kyai merupakan pendiri
sekaligus pemilik pondok pesantren tersebut bahkan keluarga juga
keturunannya. Dengan begitu pertumbuhan serta perkembangan pondok
23

pesantren sangat bergantung pada sosok kyai. Oleh karena itu, perkiraan
yang paling utama bagi seorang santri yang akan mondok terletak pada
kebesaran dan kemashuran nama kyai tersebut.
Kyai selain sebagai pendiri serta pengelola, ia berperan sebagai
supervisor atau pengawas bagi para ustadz dan ustadzah. Dalam hal
aktivitas pengawasannya kyai dibantu oleh santri lama yang terstruktur
dalam suatu organisasi yang berbeda-beda bidangnya dalam satu pondok
pesantren. Para ustadz dan ustadzah merasa termotivasi dengan adanya
aktivitas pengawasan baik yang dilakukan oleh kyai sendiri maupun oleh
para pembantu kyai. Pengaruh pengawasan yang dilakukan dengan efektif
serta efesien dapat memberikan dampak positif bagi perkembangan
pondok pesantren selanjutnya (Sarifudin Jupri, 2014, pp. 141–142).

B. Penelitian Terdahulu
Untuk membuktikan dari keaslian penelitian ini, maka peneliti akan
menunjukkan karya ilmiah lain yang temanya berkaitan dalam membahas
tentang Manajemen Pondok Pesantren Salafiyah di lingkungan Pondok
Pesantren Salafiyah yang telah dikerjakan oleh peneliti sebelumnya.
Berdasarkan pencarian studi pustaka yang peneliti lakukan ada beberapa
penelitian yang menunjukkan keberkaitan dengan tema yang diambil oleh
peneliti sebelumnya diantaranya sebagai berikut:
1. Jurnal yang berjudul “Manajemen Pendidikan Pesantren Salafiyah Darul
Hikam Pagaralam” yang ditulis oleh Maisun, M. yang merupakan salah
satu jurnal yang ada di An-Nizom pada tahun 2016. Latar belakang
penelitian ini adalah untuk menjelaskan tentang rencana pengelolaan
pendidikan dan metode pengajaran pondok pesantren Darul Hikam
Pagalaram. Permasalahan dalam penelitian ini ditekankan perencanaan
juga pelaksanaan pendidikan pada Pondok Pesantren Salafiyah Darul
Hikam Pagaralam. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan
data yang dikumpulkan menggunakan observasi participant, wawancara,
dan penelitian dokumen. (Maisun, 2016, pp. 59–69).
24

2. Jurnal yang berjudul “Manajemen Pendidikan Pesantren Salafiyah dalam


Meningkatkan Kualitas Santri” yang ditulis oleh Nurmela, S., Rifa’i, A.B.,
& Herman, H. yang merupakan salah satu jurnal yang ada di Tabdir:
Jurnal Manejemen Dakwah pada tahun 2016. Pada penelitian ini
dilatarbelakangi dalam mendeskripsikan manajemen pondok pesantren
salafiyah seperti perencanaan, pengorganisasian, pengawasan juga
pengarahan dalam meningkatkan kualitas santri, baik kualitas tafaqquh fii
ad-din, kualitas akhlak serta kualitas life skill Santri di Pondok Pesantren
Salafiyah Al-Muawanah. Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif
dengan menggunakan data yang dikumpulkan dari fakta-fakta yang
ditemukan dalam proses pengelolaan pondok pesantren Salafiyah Al-
Muawanah untuk meningkatkan kualitas santri.(Nurmela et al., 2016, pp.
390–406).
3. Tesis yang berjudul “Manajemen Pendidikan Pondok Pesantren Salafiyah
(Studi pada Pondok Pesantren Fathul ‘Ulum Srimulyo Tapus Kecamatan
Madang Suku II Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur)” yang ditulis oleh
Sarifudin Jupri yang merupakan salah satu mahasiswa dari Program
Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Raden Fatah Palembang
pada tahun 2014. Pada penelitian ini dilatarbelakangi untuk mengetahui
bagaimana manajemen pendidikan yang dilihat dari fungsi perencanaan,
pelaksanaan, pendanaan dan pengawasan pendidikan pondok pesantren
Fathul ‘Ulum. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan
data yang dikumpulkan menggunakan observasi, dokumentasi, dan
wawancara (Sarifudin Jupri, 2014, pp. 1–158).
Dari beberapa kajian pada penelitian terdahulu tersebut, maka kiranya
dapat dijadikan sebuah tolak ukur untuk penelitian ini. Supaya penelitian ini
lebih tertuju dan tidak memiliki kesamaan dalam pembahasannya. Maka dari
itu pembahasan penelitian yang ditekankan penulis yaitu pada manajemen
pondok pesantren salafiyah yang berada pada pondok Al-‘Afiyah Buntet
Pesantren Kecamatan Astanajapura Kabupaten Cirebon.
25

C. Kerangka Pemikiran
Dengan latar belakang penelitian dan teori yang sudah dijelaskan diatas
dapat disimpulkan bahwa kerangka pemikiran dalam penelitian ini mengenai
manajemen pondok pesantren salafiyah di pondok Al-‘Afiyah Buntet Pesantren
Kecamatan Astanajapura Kabupaten Cirebon yakni pada fungsi dari
manajemen pondok pesantren salafiyah diantaranya perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan dalam pondok Al-‘Afiyah
Buntet Pesantren. Dalam hal ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana
pengelolaan pondok tersebut sehingga mengenai fungsi manajemen pondok
pesantren salafiyah di pondok Al-‘Afiyah dapat dilakukan yaitu dengan
menerapkan serta mengembangkan fungsi-fungsi dari manajemen pondok
pesantren salafiyah tersebut di pondok Al-‘Afiyah Buntet Pesantren Kecamatan
Astanajapura Kabupaten Cirebon.
Manajemen Pondok Pesantren Salafiyah merupakan tata cara pengelolaan
mengenai pondok pesantren salafiyah yang dimana bahwa untuk mengelola
pondok pesantren juga dibutuhkan fungsi manajemen seperti perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pondok pesantren
meskipun bersifat salafiyah. Manajemen Pondok Pesantren Salafiyah ini
kiranya dapat membantu terhadap tujuan yang diinginkan dalam perkembangan
mengenai segala perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan
pondok pesantren salafiyah di pondok Al-‘Afiyah Buntet Pesantren Kecamatan
Astanajapura Kabupaten Cirebon.
Berdasarkan tentang manajemen pondok pesantren salafiyah di pondok
pesantren disesuaikan dengan objek dan subjek penelitian dipondok Al-‘Afiyah
Buntet Pesantren Kecamatan Astanajapura Kabupaten Cirebon. Sebagaimana
fungsi-fungsi manajemen terhadap pondok pesantren salafiyah diantaranya
sebagai berikut:
1) Perencanaan Pondok Pesantren Salafiyah
2) Pengorganisasian Pondok Pesantren Salafiyah
3) Pelaksanaan Pondok Pesantren Salafiyah
4) Pengawasan Pondok Pesantren Salafiyah
26

BAGAN KERANGKA PEMIKIRAN


MANAJEMEN PONDOK PESANTREN SALAFIYAH
DI PONDOK AL-‘AFIYAH BUNTET PESANTREN

Perencanaan
Pondok Pesantren
Salafiyah

Pengorganisasian
Pondok Pesantren
Fungsi Salafiyah
Manajemen
Pondok Pesantren
Salafiyah Pelaksanaan
Pondok Pesantren
Salafiyah

Pengawasan
Pondok Pesantren
Salafiyah

(Gambar 2.1)

Anda mungkin juga menyukai