Anda di halaman 1dari 26

BAGIAN ILMU BEDAH REFERAT

DIVISI BEDAH ONKOLOGI SEPTEMBER 2023


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

KEGAWATDARURATAN DI BIDANG ONKOLOGI

OLEH :
Novia Putri Luawo C014212184
Shahnaz Azis Ahmad Alamri C014212153
Zilhulaifa Husein C014212179
Nurvira Idrus C014212137

SUPERVISOR PEMBIMBING :
Dr. dr. Indra, Sp.B(K)OnK

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU BEDAH
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2023
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

Kanker merupakan penyebab kematian terbanyak kedua di Amerika Serikat


dengan lebih dari 500.000 orang yang meninggal tiap tahunnya. Meskipun telah ada
peningkatan dalam angka keselamatan dan penurunan prevalensi pada kasus kanker
tertentu, rata-rata prevalensi kasus kanker secara keseluruhan diprediksi akan
meningkat. Pasien kanker dapat datang dengan kondisi kegawatdaruratan yang terkait
dengan kanker, dan kebanyakan hal ini merupakan manifestasi awal dari kanker yang
diderita. Diagnosis yang efisien dan tatalaksana yang baik dari komplikasi yang
mengancam jiwa dapat memfasilitasi terapi definitif atau paliatif dari kanker yang
diderita.1,3,6,8
Pasien kanker berada dalam risiko terjadinya kondisi kegawatdaruratan medis
yang luas yang berada dalam subspesialisasi yang berbeda. Kondisi-kondisi ini bisa
terjadi akibat efek lokal langsung dari tumor dan metastasis pada jaringan yang terlibat
atau dari efek umum yang berkaitan dengan penyakit yang lebih dikenal sebagai
sindrom paraneoplastik. Kondisi seperti ini memerlukan terapi gawat darurat yang
spesifik sehingga pengenalan terhadap sindrom ini oleh klinisi merupakan hal yang
penting, karena kondisi-kondisi ini biasanya dapat diprediksi dan dapat dicegah atau
ditangani dengan baik. 2,5
Kegawatdaruratan onkologi dapat terjadi setiap waktu dalam perjalanan kasus
malignansi, dari gejala-gejala klinis sampai tahap akhir penyakit. Meskipun beberapa
kondisi- kondisi ini berhubungan dengan terapi kanker, namun tidak terbatas pada
periode awal diagnosis dan terapi aktif. Pada kasus keganasan berulang, kondisi-
kondisi ini dapat terjadi bertahun-tahun setelah penderita kanker ditransfer dari ahli
onkologi ke dokter pelayanan primer, sehingga kewaspadaan terhadap riwayat
penderita kanker dan kemungkinan komplikasi yang akan terjadi merupakan bagian
penting dari pengetahuan seorang klinisi. Identifikasi dan intervensi yang tepat pada
kondisi-kondisi kegawatdaruratan ini dapat memperpanjang angka harapan hidup dan
meningkatkan kualitas hidup, bahkan untuk penderita dengan penyakit terminal.3,5
Pasien kanker yang datang dengan kegawatdaruratan akut dilakukan
pendekatan yang sama dengan pasien non-kanker dengan tetap memperhatikan stadium
tumor dan respon terhadap terapi yang dijalani. Prognosis umum dan keinginan pasien
dan keluarga juga diperhatikan agar dapat direncanakan terapi yang sesuai. 3,5
BAB II
PEMBAHASAN
A. TUMOR LYSIS SYNDROME
2.1 Definisi
Sindrom lisis tumor adalah suatu kondisi klinis yang dapat terjadi secara
spontan atau setelah inisiasi kemoterapi yang berhubungan dengan kelainan
metabolisme berikut: hiperkalemia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, dan
hiperurisemia yang menyebabkan kerusakan organ akhir. Hal ini paling sering
terjadi pada pasien dengan tumor padat. Sindrom lisis tumor adalah keadaan
darurat onkologis yang paling umum. Kondisi ini umum terjadi pada pasien
onkologi dewasa dan anak yang menjalani kemoterapi, meski bisa juga terjadi
secara spontan. Sebagian besar gejala yang terlihat pada pasien dengan sindrom
lisis tumor berhubungan dengan pelepasan zat kimia intraseluler yang
menyebabkan gangguan fungsi organ target. Hal ini dapat menyebabkan cedera
ginjal akut (AKI), aritmia yang fatal, dan bahkan kematian.
2.2 Etiologi
Sindrom lisis tumor paling sering terjadi pada pasien yang didiagnosis
menderita leukemia yang memiliki jumlah sel darah putih (WBC) yang sangat
tinggi. Hal ini juga dapat dilihat pada limfoma tingkat tinggi, terutama setelah
dimulainya kemoterapi agresif. Tumor padat lain yang dapat menyebabkan
sindrom lisis tumor adalah hepatoblastoma atau neuroblastoma. 6,7 Ada laporan
sindrom lisis tumor yang terjadi secara spontan sebelum dimulainya kemoterapi.
Panel ahli internasional telah mengelompokkan tumor berdasarkan risiko
berkembangnya sindrom lisis tumor.

Tumor Berisiko Tinggi

 Limfoma Burkitt stadium lanjut

 Leukemia stadium lanjut

 Leukemia tahap awal atau limfoma Burkitt dengan peningkatan laktat


dehidrogenase
 Leukemia limfositik akut dengan jumlah sel darah putih lebih dari
100.000/mikroliter, atau jika peningkatan laktat dehidrogenase dari nilai
dasar dua kali lipat batas atas normal

 Limfoma sel B besar difus (DLBCL) dan penyakit besar dengan laktat
dehidrogenase awal dua kali batas atas normal

 Leukemia myeloid akut (AML) dengan jumlah sel darah putih lebih dari
atau sama dengan 10.000/mikroliter

Tumor Risiko Menengah

 AML dengan jumlah sel darah putih antara 25.000 dan 100.000/mikroliter

 Leukemia limfositik akut (ALL) dengan jumlah sel darah putih kurang
dari 100.000/mikroL dan LDH kurang dari dua kali batas atas normal

 DLBCL dengan peningkatan awal laktat dehidrogenase dua kali batas atas
normal tetapi penyakitnya tidak besar

 Leukemia stadium awal dan limfoma Burkitt dengan laktat dehidrogenase


kurang dari dua kali batas atas normal

Tumor Berisiko Rendah

 Kanker padat

 Mieloma multipel

 Limfoma indolen

 Leukemia limfositik kronis

 Leukemia mieloid kronis

 AML dengan jumlah WBC kurang dari 25.000/mikroliter dan peningkatan


laktat dehidrogenase kurang dari dua kali batas atas normal

Jarang, sindrom lisis tumor dikaitkan dengan pemberian steroid,


imunomodulator biologis, dan antibodi monoklonal. Agen yang berhubungan
dengan perkembangan sindrom lisis tumor meliputi:

 Talidomida
 Bortezomib

 Hidroksiurea

 Paclitaxel

 fludarabin

 etoposida

 Asam zoledronat

Dalam kasus yang jarang terjadi, sindrom lisis tumor telah diamati pada
pasien yang menjalani operasi dengan anestesi umum. Kejadian langka
lainnya dari sindrom lisis tumor terlihat pada kehamilan atau demam tinggi.

2.3 Epidemiologi
Insiden pasti dari sindrom lisis tumor tidak diketahui. Terdapat faktor
risiko inheren yang dapat meningkatkan kejadian sindrom lisis tumor, termasuk
namun tidak terbatas pada beban tumor, tumor dengan tingkat proliferasi tinggi,
tumor dengan sensitivitas tinggi terhadap kemoterapi, dan penyakit ginjal atau
gangguan ginjal yang sudah ada sebelumnya pada pasien. Kecenderungan sindrom
lisis tumor tidak berhubungan dengan ras atau jenis kelamin. Dalam sebuah
penelitian yang menanyakan database National Inpatient Sample, keganasan
paling umum yang terkait dengan sindrom lisis tumor termasuk limfoma non-
Hodgkin (30%), tumor padat (20%), leukemia myeloid akut (19%), dan
limfoblastik akut leukemia (13%). Angka kematian keseluruhan di rumah sakit
adalah sekitar 21%.8
Kairo dkk. menggambarkan kejadian sindrom lisis tumor berdasarkan
stratifikasi risiko yang diuraikan di atas. Persentase yang dinyatakan adalah
laporan kejadian sindrom lisis tumor berdasarkan masing-masing keganasan
tertentu, termasuk:

Tumor Berisiko Tinggi

 Leukemia limfositik akut (5,2% hingga 23%)

 Leukemia myeloid akut dengan jumlah sel darah putih lebih dari 75.000
(18%)
 Leukemia limfoblastik akut sel B (26,4%)

 Limfoma Burkitt (14,9%)

Tumor Risiko Menengah

 Leukemia myeloid akut dengan jumlah sel darah putih antara 25.000 dan
50.000 (6%)

 Limfoma sel B besar yang menyebar (6%)

Tumor Berisiko Rendah

 Leukemia myeloid akut dengan jumlah WBC kurang dari 25.000 (1%)

 Leukemia limfositik kronis (0,33%)

 Leukemia myelogenous kronis (Laporan kasus)

 Tumor padat (Laporan kasus)

Sindrom lisis tumor paling sering dikaitkan dengan inisiasi kemoterapi


sitotoksik. Namun, ada laporan kasus sindrom lisis tumor yang dipicu oleh terapi
radiasi, termasuk penggunaan thalidomide, terapi deksametason, dan penggunaan
agen kemoterapi baru seperti rituximab dan bortezomib
2.4 Patofisiologi
Patofisiologi sindrom lisis tumor rumit. Sindrom lisis tumor disebabkan
oleh pelepasan ion intraseluler secara masif seperti kalium, fosfor, dan asam
nukleat yang telah dimetabolisme menjadi asam urat. Organ utama yang
bertanggung jawab atas ekskresi zat-zat ini adalah ginjal. Ketika respons
kompensasi ginjal habis akibat pelepasan ion intraseluler secara masif, uropati
obstruktif asam urat berkembang, yang kemudian dapat berkembang menjadi
cedera ginjal akut.
Molekul yang disebut nukleotida terdiri dari DNA. Nukleotida ini adalah
unit yang terbuat dari gugus fosfat, gugus gula, dan basa nitrogen. Basa
nitrogennya adalah adenin, timin, guanin, atau sitosin. Adenin dan guanin
merupakan purin, sedangkan timin dan sitosin merupakan pirimidin.
Asam ribonukleat, bagaimanapun, terdiri dari gula ribosa dan basa
nitrogen adenin, timin, dan urasil.
Metabolisme purin adenin dan guanin dalam proses bertahap
menghasilkan produksi xantin. Adenin dimetabolisme menjadi hipoksantin,
sedangkan guanin dimetabolisme menjadi xantin. Xantin kemudian
dimetabolisme lebih lanjut menjadi asam urat melalui reaksi yang
dikatalisis oleh xantin oksidase. Kebanyakan mamalia memiliki enzim urat
oksidase yang dapat mengubah asam urat menjadi allantoin, yang merupakan zat
lebih larut yang mudah dikeluarkan oleh ginjal. Manusia kekurangan enzim ini.
Karena pergantian sel tumor yang cepat, terjadi produksi asam urat yang
berlebihan, yang kemudian mengkristal di tubulus ginjal menyebabkan uropati
obstruktif dan penurunan laju filtrasi glomerulus. Pada model tikus, nefropati urat
menyebabkan peningkatan tekanan tubulus proksimal dan distal. Tekanan kapiler
peritubular dan resistensi pembuluh darah juga meningkat. Asam urat
membersihkan oksida nitrat, yang merupakan vasodilator kuat. Pembersihan
oksida nitrat menghasilkan vasokonstriksi dan iskemia ginjal. Asam urat juga
merupakan agen pro-inflamasi yang potensial dan dapat menyebabkan pelepasan
faktor nekrosis tumor-alfa seperti sitokin lainnya, protein I. Sitokin ini menarik sel
darah putih dan memfasilitasi cedera lebih lanjut pada ginjal.
Ketidakseimbangan
elektrolit Hiperkalemia
Konsentrasi kalium di dalam sel adalah sekitar 120 hingga 130 meq/L.
Lisis sel tumor menyebabkan pelepasan kalium intraseluler secara besar-
besaran. Kelebihan kalium biasanya diambil oleh hati dan otot rangka. Sisanya
dikeluarkan melalui sistem pencernaan atau ginjal. Uropati obstruktif akibat
garam asam urat dapat membatasi ekskresi kalium. Terkadang hiperkalemia
akibat tumor padat dapat mencapai tingkat yang berpotensi mengancam nyawa.
Risiko hiperkalemia adalah serangan jantung akibat aritmia.
Hiperfosfatemia
Hiperfosfatemia adalah ketidakseimbangan elektrolit lain yang terkait
dengan sindrom lisis tumor. Asam nukleat memiliki gugus fosfat, dan pemecahan
sel tumor akan menyebabkan pelepasan sejumlah besar fosfor ke dalam aliran
darah. Sebagian besar fosfor diekskresikan melalui ginjal. Kemampuan ginjal
untuk menangani kandungan fosfor yang tinggi terhambat oleh cedera ginjal akut atau
penyakit ginjal kronis.
Hiperfosfatemia lebih jarang terjadi pada sindrom lisis tumor spontan dibandingkan
pada sindrom lisis tumor yang disebabkan oleh kemoterapi. Ini menyebabkan khelasi
kalsium, menyebabkan hipokalsemia. Endapan garam kalsium dan fosfor di ginjal dan
jaringan lunak juga bisa terjadi.
Hipokalsemia
Hipokalsemia pada sindrom lisis tumor sebagian besar disebabkan oleh khelasi
fosfor. Kondisi ini lebih berpotensi mengancam nyawa dibandingkan hiperfosfatemia.
Kemungkinan komplikasi dari hipokalsemia termasuk aritmia, tetani, kejang, dan kematian.
Tingkat kalsium mungkin masih relatif rendah bahkan setelah normalisasi tingkat fosfor
karena kekurangan 1,25 vitamin D.
2.5 Diagnosis
2.5.1 Anamnesis
Waktu timbulnya keganasan harus diketahui dengan memperhatikan
adanya gejala konstitusional seperti penurunan berat badan atau anoreksia.
Adanya gejala pernapasan dispnea, ortopnea, dan takipnea dapat menjadi
tanda adanya kompresi saluran napas akibat tumor primer. Gejala saluran
kemih seperti disuria, nyeri panggul, dan hematuria. Tanda dan gejala yang
dapat dikaitkan dengan hipokalsemia antara lain mual, muntah, kejang,
kejang tetanik, dan perubahan status mental. Manifestasi klinis lain dari
sindrom lisis tumor termasuk namun tidak terbatas pada, serangan sinkop,
kelesuan palpitasi, edema pitting, edema wajah, distensi perut, dan tanda
kelebihan cairan lainnya.
2.5.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik harus fokus pada kelainan elektrolit yang
berhubungan dengan sindrom lisis tumor. Temuan fisik yang terkait dengan
kelainan ini tercantum di bawah ini.

Hipokalsemia
 Kejang karpal
 Kejang pedal
 Tetani
 Tanda Chvostek
 tanda Trousseau
 Mengi berhubungan dengan bronkospasme
 Kejang

Uremia untuk hiperurisemia dan uropati obstruktif


 Kelemahan
 Kelesuan
 Rasa tidak enak
 Mual
 Muntah
 Rasa metalik di mulut
 Sifat lekas marah
 Pruritis umum
 Rales dan Ronchi karena kelebihan volume
 Bunyi jantung teredam akibat perikarditis akibat uremia
 Nyeri sendi
 Nyeri kolik ginjal
 Deposit kristal kalsium fosfat di kulit
 Pruritis
 Ganggren

Tanda dan gejala sindrom lisis tumor dapat berkembang secara


spontan atau sekitar 72 jam setelah dimulainya kemoterapi.

2.5.3 Pemeriksaan Penunjang


Sindrom lisis tumor didiagnosis berdasarkan kriteria yang
dikembangkan oleh Kairo dan Bishop.7,9 Kriteria yang ditetapkan oleh Kairo
dan Bishop memiliki beberapa keterbatasan. Kelemahan yang paling krusial
adalah definisi sindrom lisis tumor berdasarkan kriteria ini memerlukan
inisiasi kemoterapi. Namun, dalam praktik klinis, sindrom lisis tumor dapat
berkembang secara spontan tanpa dimulainya kemoterapi.
Batasan kedua adalah penggunaan kadar kreatinin lebih besar dari 1,5,
yang merupakan batas atas usia dan jenis kelamin. Hal ini tidak standar
karena pasien dengan CKD (Penyakit Ginjal Kronis) akan mengalami
peningkatan kreatin tanpa adanya AKI.
Kriteria Cairo-Bishop juga memperhitungkan tingkat keparahan
sindrom lisis tumor berdasarkan tingkat keparahan penyakit dari tingkat 0
(tanpa gejala) hingga 4 (kematian).

Diagnosis Laboratorium Sindrom Lisis Tumor


Memerlukan 2 atau lebih kriteria berikut yang dicapai dalam periode
24 jam yang sama dari 3 hari sebelum hingga 7 hari setelah inisiasi
kemoterapi:
 Asam urat meningkat 25% dari nilai awal atau lebih besar atau sama
dengan 8,0 mg/dL
 Kalium meningkat 25% dari nilai awal atau lebih besar atau sama dengan
6,0 mEq/L
 Fosfor meningkat 25% dari nilai awal atau lebih besar atau sama dengan
4,5 mg/dL (lebih besar atau sama dengan 6,5 mg/dL pada anak-anak)
 Kalsium 25% turun dari nilai awal atau kurang dari atau sama dengan 7,0
mg/dL

Diagnosis Klinis Sindrom Lisis Tumor


Sindrom lisis tumor laboratorium ditambah 1 atau lebih gejala berikut:
 Kreatinin lebih besar dari 1,5 kali batas atas normal rentang referensi
yang disesuaikan dengan usia
 Kejang
 Aritmia jantung atau kematian mendadak

Asal-usul AKI lainnya harus disingkirkan. Dalam evaluasi sindrom lisis tumor,
diperlukan penelitian berikut:
Pencitraan
X-Ray dan CT scan dada untuk mengevaluasi keberadaan massa
mediastinum dan adanya efusi pleura yang terjadi bersamaan. CT scan dan
USG pada perut dan struktur retroperitoneal jika lesi massa terletak di perut
atau retroperitoneum. Perhatian harus diberikan dengan kontras intravena
(IV) karena adanya AKI pada sindrom lisis tumor.

Elektrokardiografi (EKG)
EKG adalah bagian dari pemeriksaan pasien dengan sindrom lisis
tumor untuk memeriksa temuan yang berhubungan dengan hiperkalemia dan
hipokalsemia. Hiperkalemia merupakan penyebab potensial aritmia fatal pada
sindrom lisis tumor.
Hitung Darah Lengkap (CBC)
CBC membantu dalam diagnosis keganasan yang berhubungan
dengan sindrom lisis tumor. Ciri khas sebagian besar keganasan adalah
leukositosis disertai anemia dan trombositopenia.

Panel Metabolik Komprehensif (CMP)


Gangguan metabolik yang berhubungan dengan sindrom lisis tumor
adalah hiperkalemia, hipokalsemia, hiperfosfatemia, dan hiperurisemia.
Nitrogen urea darah (BUN), kreatinin, dan laktat dehidrogenase juga
meningkat pada sindrom lisis tumor. CMP harus dipantau antara dua hingga
tiga kali sehari sebelum dan sesudah memulai terapi. Peningkatan nilai
laboratorium mungkin merupakan indikasi awal dari sindrom lisis tumor.
Analisa urin
Pengendapan garam asam urat dapat menyebabkan uropati obstruktif.
Dalam pengobatan sindrom lisis tumor, alkalinisasi urin dengan natrium
bikarbonat adalah standar perawatan. Analisis urin yang sering dengan
penilaian pH urin, berat jenis, dan keluaran adalah wajib.

2.6 Tatalaksana

Ekspansi Volume Intravaskular yang Cepat


Pengobatan sindrom lisis tumor dimulai dengan perluasan volume yang cepat.
Dianjurkan untuk menggunakan kristaloid dalam perluasan volume karena ini akan
membantu meningkatkan laju filtrasi glomerulus (GFR) dengan cepat. Peningkatan GFR
membantu ekskresi zat terlarut yang berhubungan dengan sindrom lisis tumor.
Kekurangannya adalah fungsi ginjal harusnya tetap utuh. Cairan intravena harus
diberikan 48 jam sebelum dimulainya kemoterapi dan dilanjutkan selama 48 jam setelah
kemoterapi. Hidrasi dengan sekitar 3 hingga 3,5 liter/m2 per hari atau 4 hingga 5 liter per
hari mungkin diperlukan untuk memberikan hidrasi yang cukup. Ini akan menghasilkan
keluaran urin sekitar 3 liter per hari.10,11,12

Medikamentosa

1. Alopurinol

Ini adalah isomer struktural hipoksantin. Xantin oksidase mengubah allopurinol


menjadi oksipurinol. Ini adalah metabolit aktif, dan diekskresikan terutama oleh ginjal. CKD
atau AKI mengganggu eliminasi oxypurinol. Kadar xantin dalam urin dan serum dapat
meningkat setelah pemberian allopurinol karena terhambatnya konversi xantin menjadi asam
urat. Xanthine dengan sendirinya memiliki kelarutan yang terbatas dan dapat mengkristal di
tubulus ginjal sehingga memperburuk uropati obstruktif yang berhubungan dengan sindrom
lisis tumor.

Allopurinol dapat menurunkan produksi asam urat pada sindrom lisis tumor tetapi
tidak efektif dalam pengobatan hiperurisemia yang berhubungan dengan sindrom lisis tumor.
Allopurinol adalah agen yang sangat berguna untuk mencegah perkembangan sindrom lisis
tumor.

Penggunaan allopurinol dikaitkan dengan perkembangan ruam kulit, eosinofilia, dan


hepatitis akut. Kombinasi gejala-gejala ini disebut sindrom hipersensitivitas allopurinol.

Dalam pengobatan sindrom lisis tumor, dokter harus mewaspadai potensi interaksi
obat dengan azathioprine, penggunaan obat imunosupresif pada pasien dengan transplantasi
organ padat, dan gangguan autoimun.

2. Oksidase Urat Rekombinan

Versi rekombinan oksidase urat adalah obat yang digunakan untuk mengobati
hiperurisemia pada pasien leukemia, limfoma, dan tumor padat yang sedang menjalani
kemoterapi. Ini berasal dari Aspergillus dengan teknologi rekombinan. Mekanisme kerja
obat ini adalah mengkatalisis asam urat menjadi alantoin, karbon dioksida, dan hidrogen
peroksida.

Hidrogen peroksida adalah zat pengoksidasi kuat dan dapat menyebabkan


methemoglobinemia parah atau anemia hemolitik pada pasien dengan defisiensi glukosa 6
fosfat dehidrogenase G6PD. Food and Drug Administration menyetujui oksidase urat
rekombinan pada tahun 2009. Obat ini dapat diberikan secara intramuskular. Ini juga dapat
diberikan secara intravena dengan dosis antara 50 hingga 100 U/kg per hari.

3. Natrium Bikarbonat untuk Alkalinisasi Urine

Urin normal bersifat asam dengan pH sekitar 5. Kelarutan asam urat dalam urin
meningkat sekitar 10 kali lipat dengan alkalinisasi urin. Hal ini dapat dicapai dengan
menambahkan sekitar 40 hingga 50 mEq/liter natrium bikarbonat ke dalam cairan yang
digunakan untuk hidrasi pada sindrom lisis tumor.
Risiko alkalinisasi urin adalah penurunan kadar kalsium terionisasi karena
berkurangnya ikatan kalsium dengan albumin. Hal ini dapat memperburuk hipokalsemia
yang berhubungan dengan sindrom lisis tumor yang menyebabkan aritmia atau tetani. Selain
itu, alkalinisasi urin dapat mendukung pengendapan garam kalsium dan fosfat di tubulus
ginjal, sehingga memperburuk AKI pada sindrom lisis tumor.

Oleh karena itu, alkalinisasi urin dengan natrium bikarbonat hanya disarankan jika
rasburicase tidak tersedia. Meski begitu, kadar kalsium harus dipantau secara serial.
4. Kalsium

Kalsium klorida dan kalsium glukonat dapat diberikan secara parenteral untuk
mengobati hipokalsemia. Pada sindrom lisis tumor, hipokalsemia terjadi akibat
hiperfosfatemia; oleh karena itu, pemberian kalsium dapat meningkatkan pengendapan
kristal kalsium fosfat di jaringan lunak dan ginjal sehingga memperburuk AKI. Hal ini
terkadang memerlukan penggunaan hemodialisis.
5. Hemodialisis

Ini adalah pilihan yang tersedia untuk digunakan dalam situasi yang mengerikan jika
tingkat kalium dan fosfor terlalu tinggi dalam menghadapi sindrom lisis tumor terkait AKI.
Pada sindrom lisis tumor, terjadi pelepasan ion intraseluler yang berkelanjutan. Jika
hemodialisis intermiten digunakan untuk pembersihan ekstrakorporeal, hiperkalemia
rebound atau hiperfosfatemia dapat terjadi. Oleh karena itu, terapi penggantian ginjal
berkelanjutan merupakan modalitas terbaik untuk menghilangkan zat terlarut. Hal ini
dilakukan dengan laju aliran tinggi untuk dialisat atau cairan pengganti. Untuk hiperkalemia
yang mengancam jiwa, hemodialisis dini dianjurkan. Untuk hiperfosfatemia berat, terapi
penggantian ginjal berkelanjutan mungkin juga merupakan modalitas pengobatan terbaik.

6. Febuxostat

Obat ini juga merupakan penghambat xanthine oksidase yang relatif baru di pasaran.
Harganya lebih mahal dibandingkan alopurinol. Itu tidak menyebabkan reaksi
hipersensitivitas yang berhubungan dengan allopurinol. Dalam uji klinis, Febuxostat untuk
Pencegahan Sindrom Lisis Tumor pada Keganasan Hematologi (FLORENCE), febuxostat
memberikan kontrol yang lebih baik terhadap hiperurisemia sindrom lisis tumor dengan
profil keamanan yang baik dan pelestarian fungsi ginjal.

2.7 Pencegahan

Sindrom lisis tumor lebih baik dicegah daripada ditangani. Faktor terpenting yang
dipertimbangkan dalam penatalaksanaan sindrom lisis tumor adalah kemampuan mencegah
perkembangannya berdasarkan antisipasi. Beberapa pedoman mengelompokkan risiko
berkembangnya sindrom lisis tumor berdasarkan histologi tumor primer. Berbagai uji klinis
belum menunjukkan keunggulan resimen profilaksis tertentu untuk sindrom lisis tumor.
Untuk tumor dengan risiko tinggi melepaskan sejumlah zat intraseluler setelah memulai
kemoterapi, dianjurkan untuk memulai hidrasi agresif sebelum memulai pengobatan.
Disarankan minimal 3 liter per hari. Karena laju filtrasi glomerulus yang memadai
mendorong ekskresi kalium, fosfor, dan asam urat. Dianjurkan juga untuk menghindari zat
yang berpotensi menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah ginjal, seperti obat
antiinflamasi nonsteroid (NSAID) dan kontras beryodium.
Pasien dengan risiko sedang hingga tinggi terkena sindrom lisis tumor harus
diberikan inhibitor xanthine oksidase secara profilaksis. Untuk pasien dengan tumor risiko
tinggi, konsensus keseluruhannya adalah memulai terapi profilaksis penghambat oksidase
urat sebelum memulai kemoterapi. Dianjurkan untuk memulai rasburicase pada pasien yang
hiperurisemia akibat sindrom lisis tumor mungkin menunda inisiasi kemoterapi. Pasien-
pasien ini memerlukan pemantauan penuh di ICU, dan setiap penyimpangan pada tanda-
tanda vital harus segera dikomunikasikan kepada dokter. Hanya dengan komunikasi terbuka
antara perawat ICU dan dokter, angka kesakitan dan kematian akibat penyakit ini dapat
diturunkan.13,14
B. FIBRILE NEUTROPENIA

2.1 DEFINISI
Febrile neutropenia (FN) adalah suatu keadaan pasien ketika suhu tubuhnya melalui
temperatur oral mencapai >38,5oC atau >38,0oC selama 2 jam dan jumlah hitung
neutrofil <500 sel/mm3 atau <1000 sel/mm3 yang diprediksi akan menurun sampai <500
sel/mm3. Febrile neutropenia merupakan suatu perkembangan dari demam, sering disertai
tanda-tanda infeksi, seperti neutropenia, dengan jumlah hitung abnormal rendah dari
granulosit neutrofil (tipe sel darah putih).1,3,4,5,6,10,11
Neutrofil merupakan salah satu dari tipe dari sel darah putih. Ada lima tipe sel darah
putih, yaitu neutrofil, basofil, eosinofil, limfosit dan monosit. Beberapa sel darah putih
disebut granulosit, yang dipenuhi oleh granul-granul yang tiap kantong kecil mengandung
enzim. Neutrofil, eosinofil dan basofil merupakan granulosit-granulosit yang merupakan
bagian dari inisiasi sistem imun. Mereka tidak merespon secara eksklusif terhadap antigen
spesifik, sama halnya dengan limfosit-B dan limfosit-T. Neutrofil mengandung enzim yang
membantu sel membunuh dan mengolah mikroorganisme yang dikenal dengan fagosit.
Neutrofil yang matur memiliki nukleus yang bersegmen-segmen. Sedangkan neutrofil yang
immature memiliki nukleus yang berpita. Neutrofil diproduksi di sumsum tulang dan
dilepaskan ke saluran darah. Neutrofil memiliki waktu hidup selama 3 hari.1,3,10
White blood cell count (WBC) sejumlah seldarah putih dalam 1 volume darah. Jarak
normal WBC bervariasi antara 4300 dan 10800 sel per mikroliter atau milimeter kubik.
WBC sama halnya dengan jumlah hitung leukosit dan dapat dengan satuan Internasional
Unit 4,3 x 109 sampai 10,8 x 109 sel per liter. Jumlah persentase dari tipe-tipe sel darah
putih yang berbeda dari WBC disebut WBC differential. Absolute Neutrofil Count
(ANC) ditentukandari produk WBC dan fraksi neutrofil terhadap sel darah putih disebut
sebagai analisis differensial WBC. Sebagai contoh, jika WBC 10000 per mikroliter dan
sebanyak 70% adalah neutrofil, maka jumlah ANC adalah 7000 per mikroliter. Jika ANC
kurang dari 1500 per mikroliter, maka disebut sebagai neutropenia. Adapun klasifikasi
neutropenia.3,10
1. Mild, jika jarak jumlah ANC dari 1000-1500/ mikroLiter
2. Moderate, jika ANC 500-1000/ mikroLiter
3. Severe, jika ANC kurang dari 500/ mikroLiter
Hasil neutropenia merupakan meningkatnya kerentanan terhadap terjadinya infeksi
bakteri. Derajat resiko terjadinya neutropenia tergantung dari penyebab dan kegawatan dari
neutropenia, kondisi medis pasien, ada atau tidaknya pemmeriksaan sumsum tulang dan
cadangan dari produksi neutrofil. Infeksi yang paling sering terjadi disebabkan oleh bakteri
yang tempat normalnya adalah di kulit. (Staphylococcus Aureus) atau dari traktus
gastrointestinal dan traktus urinarius. Infeksi jamur juga sering terjadi pada pasien dengan
neutropenia. Infeksi terbatas di daerah mulut, genital dan kulit atau dapat menyebar
lewatsaluran darah sampai ke paru atau organ lain.10
Beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya neutropenia pada pasien dengan
kanker dalam pengobatan dengan kemoterapi, yaitu :3,4,5
1. Beberapa obat kemoterapi dapat menyebabkan sumsum tulang tidak dapat bekerja
dengan baik menyebabkan menurunnya produksi neutrofil
2. Kanker mempengaruhi sumsum tulang secara langsung, termasuk leukimia,
limfoma dan myeloma atau metastase dari kanker
3. Radioterapi juga mempengaruhi sumsum tulang terutama bila mengenai beberapa
temapat di tubuh, atau pelvis, abdomen, kaki dan dada
Pada 50% kasus dimana infeksi sudah terdeteksi, bakteremia dapat terjadi sebanyak
20% dari semua kasusnya. Febris neutropenia merupakan sebuah kedaruratan medis.
Penggunaan antibiotik yang broad spektrum secara signifikan mengurangi morbiditas dan
mortalitas dari komplikasi kemoterapi. Penegakkan diagnosis yang cepat dan pemberian
antibiotik yang akurat merupakan hal yang sangat penting. Pasien kemoterapi seharusnya
tidak menunggu dalam waktu yang lama di ruang gawat darurat hanya untuk penegakkan
diagnosis.3

2.2 EPIDEMIOLOGI
Epidemiologi pasien dengan neutropenia dan infeksi mengalami perubahan secara
periodik dan sering karena faktor geografi dan institusi kesehatan. Perkiraan setengah dari
pasien dengan demam dan neutropenia akan mengalami episode demam yang tidak dapat
dijelaskan, yang merupakan infeksi secara klinis tapi tanpa temuan infeksi pada
pemeriksaan mikrobiologi dan serologi. Perkiraan 20-30% infeksi akan terdokumentasi.1
Frekuensi spesifik agranulositosis tidak diketahui; Diperkirakan 1,0 hingga 3,4 kasus
per juta orang setiap tahun. Neutropenia terutama dikaitkan dengan infeksi HIV, leukemia
akut, dan sindrom myelodysplastic. Neutropenia yang diinduksi obat memiliki kejadian
satu kasus per juta orang per tahun. Sekitar 50% pasien dengan demam neutropenia akan
berkembang menjadi infeksi, dimana 20% dengan neutropenia berat akan mengalami
bakteremia.

Bakteri gram positif kini telah menjadi patogen paling umum yang menyebabkan
demam neutropenia. Banyak dari infeksi ini disebabkan oleh penggunaan kateter vena
sentral jangka panjang. Meskipun ada sedikit kecenderungan ke arah bakteri gram negatif,
rasio bakteri gram positif dan gram negatif sebagai penyebab bakteremia pada pasien
kanker adalah sekitar 60 sampai 40. Di antara bakteri gram positif, Staphylococcus aureus
(terutama strain yang resisten methicillin), enterococci (terutama strain yang resisten
terhadap vankomisin), dan beberapa streptokokus viridans dapat menyebabkan infeksi
serius.
Febris neutropenia terjadi pada 10-50% pasien setelah kemoterapi dengan tumor yang
padat. Dan lebih dari 80% setelah kemoterapi pada pasien dengan keganasan hematologi.
Perkiraan 30% pasien dengan regimen kemoterapi kombinasi, dapat terjadi jumlah hitung
neutrofil yang absolut rendah (<500 sel/mm3) atau febris neutropenia selama
kemoterapi yang pertama. Infeksi terjadi 20-40% pada pasien dengan febris neutropenia;
infeksi yang sering timbul dapat merupakan infeksi di aliran darah, infeksi gastrointestinal,
penumonia, infeksi kulit. Bakteremia terjadi 10-25% pasien. Mortalitas pada pasien dengan
tumor yang padat dengan febris neutropenia sekitar 5%. Rata-rata 1% pasien yang risiko
rendah. Mortalitas meningkat pada pasien dengan keganasan hematologi sekitar 11%.
Mortalitas pasien dengan infeksi gram negatif sekitar 18% dan infeksi gram positif sekitar

1,3,6
5%.

2.3 ETIOLOGI
Febrile neutropenia dapat timbul dari semua bentuk neutropenia. Tapi pada umumnya
dikenal sebagai komplikasi dari kemoterapi ketika terjadi myelosuppresif (supresi sumsum
tulang untuk memproduksi sel darah). Faktor-faktor seperti tipe kanker, defisit imunologi,
durasi neutropenia, rusaknya kulit karena pembedahan, pemakaian kateter, mukositis
karena agen sitotoksik, umur, defisiensi nutrisi, komorbid seperti COPD atau diabetes,
dapat merupakan faktor-faktor penyebab yang dapat digunakan untuk penentuan kriteria
risiko rendah, intermediet atau tinggi. Pencegahan, diagnosis, dan penatalaksanaan
komplikasi infeksi yang sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor diatas.2,9

Tabel 2.1 Etiologi Infeksi pada Pasien dengan Kanker

Tabel 1. Etiologi Infeksi pada Pasien dengan Kanker


Faktor Defek Tipe infeksi
Malignansi
Leukimia akut Neutropenia Bakteri, jamur, virus
Defek kualitatif
Leukimia limfositik kronik Imunitas humoral Streptococcus pneumoniae
Multipel myeloma Haemofilus influenza
Neiseriae meningitidis
Limfoma Hodgkin Imunitas seluler Viral, fungal
Limfoma non Hodgkin
Penatalaksanaan
Kemoterapi myelosupresif Neutropenia Bakteri, jamur, virus
Barier mukosa berubah Kolonisasi gram negatif
Radiasi Neutropenia Bakteri, jamur, virus
Integritas kulit berubah Kolonisasi gram negatif
Barier mukosa berubah
Kortikosteroid Imunosupresi Bakteri, jamur, virus
Pneumocistis jirovecii
Transplantasi sumsum tulang Neutropenia Bakteri, jamur, virus
Imunosupresi Citomegalovirus
Pneumocistis jirovecii
Malnutrisi kalori-protein Imunosupresi
Splenektomi Imunitas humoral Streptococcus pneumoniae
Haemofilus influenza
Neiseriae meningitidis
Nosokomial
Tunnel central venous Integritas kulit berubah Staphylococcus koagulase
catheter, presedur invasif negatif
Staphylococcus aureus
Makanan Kolonisasi organisme E. coli, Salmonella, Listeria,
eksogen Campylobacter jejuni
Tanah, material organik Spora jamur udara Aspergillus

Sumber : Cancer symptom management

The Multinational Association for Supportive Care in Cancer (MASCC) Risk Index
dapat digunakan untuk mengidentifikasi pasien dengan risiko rendah (skor ≥ 21) untuk
komplikasi berat febrile neutropenia (kematian, masuk ICU, komplikasi jantung, gagal
nafas, gagal ginjal, hipotensi, perdarahan atau komplikasi medis yang berat lainnya). Skor
tersebut dibuat untuk menyeleksi pasien untuk pemberian terapi yang nyaman atau
efektifitas biaya.4,5

2.4 PEMERIKSAAN KLINIS


Anamnesis yang lengkap tentang gejala yang baru, terpapar infeksi dan tipe kanker.
Pemeriksaan yang lengkap dengan perhatian khusus terhadap :4,5
1. Status kardiovaskular untuk gejala dari dehidrasi dan sepsis
2. Traktus respiratorius atas untuk otitis media dan sinusitis
3. Orofaring untuk abses gigi dan mukositis
4. Traktus respiratorius bawah untuk gejala dari pneumosistis jirovesi (PCP) pneumonia
(batuk, takipneu, hipoksia, infiltrat interstitial pada rontgent thorak)
5. Abdomen untuk gejala dari Colitis clostridium difficle (seluruh perut teraba supel)
dan typhlitis (tenderness pada caecum)
6. Kulit untuk selulitis atau lesi vesikular
7. Perineum dan perianal untuk fissura anal, selulitis atau abses
8. Central venous access device (CVAD) untuk infeksi dari saluran
9. Gejala anemia atau
trombositopenia Gejala respiratori :
1. Rontgent thorak (mungkin tidak ada perubahan selama neutropenia)
2. Swab tenggorokan jika trombositopenia
3. Pemeriksaan sputum pada anak-anak yang lebih
besar Diare :
1. Pemeriksaan tinja dan virus
2. Pemeriksaan tinja untuk toksin Clostridium difficile jika menggunakan
antibiotik Kulit, CVAD, atau lesi mulut :
1. Swab bakteri
2. Swab virus dari lesi vesikular dan ulkus di mulut untuk virus
PCR CNS :
1. CT-Scan otak dan pungsi lumbal mungkin dapat diindikasikan jika terdapat
gejalabaru dari CNS
2. Koreksi dari trombositopenia dan atau koagulopati dapat terjadi pada pungsi lumbal
2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium yang lengkap harus dilakukan. Adapun


pemeriksaanlaboratorium yang harus diperiksa :1

a) Leukosit
b) Transaminase, bilirubin dan alkalin phospatase
c) Elektrolit
d) Kreatinin dan urea
e) Kultur darah : aerob dan anaerob
f) Urinalisis dan kultur urin
g) Sputum

h) Pungsi lumbal dan cairan serebrospinal

Pemeriksaan radiologi : rontgent thorak tetap harus dilakukan meskipun tidak ada
gejala klinis dari paru. Infiltrat di paru tidak akan terbentuk sampai neutropenia mulai
pulih. CT Scan thorak belum dapat menunjukkan hasil yang memuaskan bila tidak
terdapat abnormalitas gejala klinis paru, namun dapat dipertimbangkan bila terdapat
gejala klinis yangabnormal tapi rontgent thorak normal.1,9

2.6 TERAPI

Pada umumnya pasien dengan febris neutropenia diterapi dengan antibiotik


empiris sampai jumlah hitung neutrofil membaik (jumlah hitung neutrofil > 500/mm3
dan demam mereda. Jika jumlah hitung neutrofil tidak naik, pengobatan mungkin dapat
dilanjutkan selama 2 minggu atau lebih. Jika terjadi berulang atau demam yang menetap
maka antijamur harus diberikan.4,5,13,14
Berikut langkah-langkah dalam penanganan terhadap pasien yang diduga
mengalamifebrile neutropenia :13,14
 Cek suhu badan, tekanan darah, nadi, pernafasan dan saturation oksigen
(sebaiknya dilakukan secara manual)
 Beritahu team medisnya
 Kultur darah baik secara peripheral atau dari CVDA sebelum memberikan anti-
piretik)
 Pemeriksaan darah FBC and UEC
 Urinalisis dan sampel sputum
 Swab pada CVAD atau dari luka jika ada
 Rontgent thorak
 Obat antipiretik seperti paracetamol
 Monitor vital sign 2-4 jam sekali atau sesuai dengan kondisi pasien
 Monitor keseimbangan cairan tubuh
 Antibiotik setelah pengambilan Kultur ( Cefepime 2 g BD
and Gentamycin 3mg/kg/hari)
Antibiotik secara empiris sesegera mungkin diberikan tanpa menunggu konfirmasi
infeksi melalui pemeriksaan laboratorium, karena infeksi dapat memburuk dengan sangat
cepat pada pasien dengan FN. Faktor-faktor yang dapat membantu klinisi dalam memilih
antibiotik, antara lain situasi epidemiologi lokal (gejala infeksi lokal dan kecurigaan isolasi
bakteri lokal), keadaan klinis pasien pada onset demam, risiko yang dihubungkan dengan
perkembangan infeksi, komplikasi medis yang serius, terapi antibiotik sebelumnya, riwayat
alergi pengobatan oleh pasien, serta disfungsi organ yang sudah ada sebelumnya.16

Terapi kombinasi menggunakan aminoglikosida memiliki cakupan yang luas, potensi


efek sinergik melawan batang gram negatif dan perlindungan terhadap pasien, pada kasus
terinfeksi organisme yang resistan terhadap pengobatan yang diberikan secara empiris
(biasanya beta-lactam). Terapi gabungan dengan aminoglikosida direkomendasikan untuk
pasien dengan riwayat kolonisasi Pseudomonas aeroginosa atau penyakit yang invasif.
Kerugian yang paling utama adalah terapi tersebut kurang bereaksi terhadap beberapa bakteri
gram positif, serta memiliki efek samping nefrotoksik, ototoksik, dan hipokalemia yang
dihubungkan dengan penggunaan aminoglikosida.16

Tiga kelompok antibiotik yang dianjurkan secara empiris untuk pengobatan risiko
tinggi, antara lain terapi kombinasi aminoglikosida dengan penisilin antipseudomonas atau
dengan spektrum yang lebih luas seperti sefalosforin antipseudomonas atau dengan
carbapenem; monoterapi dengan carbapenem, cefepime, ceftazidime atau
piperacilin/tazobactam; kombinasi dari monoterapi atau ganda dengan vancomycin untuk
indikasi yang spesifik. Untuk pasien dengan risiko rendah, dapat menggunakan antibiotik oral
atau antibiotik intravena apabila terdapat indikasi lain. Regimen oral yang digunakan adalah
kombinasi dari ciprofloxacin atau ofloxacin oral ditambah dengan amoxicillin-clavulanate.16
Gambar 2.1 Algoritma Terapi
Sumber : Cancer symptom management
Gambar 2.2 Algoritma Pengobatan
Sumber : Cancer symptom management

2.7 KOMPLIKASI
Kebanyakan pasien dengan febrile neutropenia post kemoterapi pulih dengan cepat tanpa
komplikasi serius. Namun, tetap mengancam jiwa, toksisitas terkait pengobatan dan
berkorelasi dengan pengurangan dosis kemoterapi dan keterlambatan dalam melanjutkan
kemoterapi, berpotensi mengorbankan hasil pengobatan, yang menyebabkan syok dan
kematian.15

2.8 PROGNOSIS
Para peneliti memiliki beberapa faktor prognostik, dan ada kontroversi seputar faktor
prognostik. Parameter hematologi, pengukuran profilaksis, dan faktor risiko pasien individu
telah menghasilkan hasil yang tidak konsisten. Skor indeks risiko MASCC, awalnya
dirancang untuk mengidentifikasi pasien berisiko rendah, menunjukkan skor MASCC yang
lebih rendah berkorelasi dengan prognosis neutropenia demam yang lebih buruk. Tingkat
yang sangat rendah (<15) menunjukkan tingkat komplikasi yang tinggi. Pasien dengan
sepsis berat dan syok septik umumnya memiliki konsentrasi prokalsitonin lebih besar dari
2,0 ng / ml, yang layak dipertimbangkan untuk kemungkinan peningkatan prognosis yang
buruk.15

Anda mungkin juga menyukai