OLEH :
Novia Putri Luawo C014212184
Shahnaz Azis Ahmad Alamri C014212153
Zilhulaifa Husein C014212179
Nurvira Idrus C014212137
SUPERVISOR PEMBIMBING :
Dr. dr. Indra, Sp.B(K)OnK
Limfoma sel B besar difus (DLBCL) dan penyakit besar dengan laktat
dehidrogenase awal dua kali batas atas normal
Leukemia myeloid akut (AML) dengan jumlah sel darah putih lebih dari
atau sama dengan 10.000/mikroliter
AML dengan jumlah sel darah putih antara 25.000 dan 100.000/mikroliter
Leukemia limfositik akut (ALL) dengan jumlah sel darah putih kurang
dari 100.000/mikroL dan LDH kurang dari dua kali batas atas normal
DLBCL dengan peningkatan awal laktat dehidrogenase dua kali batas atas
normal tetapi penyakitnya tidak besar
Kanker padat
Mieloma multipel
Limfoma indolen
Talidomida
Bortezomib
Hidroksiurea
Paclitaxel
fludarabin
etoposida
Asam zoledronat
Dalam kasus yang jarang terjadi, sindrom lisis tumor telah diamati pada
pasien yang menjalani operasi dengan anestesi umum. Kejadian langka
lainnya dari sindrom lisis tumor terlihat pada kehamilan atau demam tinggi.
2.3 Epidemiologi
Insiden pasti dari sindrom lisis tumor tidak diketahui. Terdapat faktor
risiko inheren yang dapat meningkatkan kejadian sindrom lisis tumor, termasuk
namun tidak terbatas pada beban tumor, tumor dengan tingkat proliferasi tinggi,
tumor dengan sensitivitas tinggi terhadap kemoterapi, dan penyakit ginjal atau
gangguan ginjal yang sudah ada sebelumnya pada pasien. Kecenderungan sindrom
lisis tumor tidak berhubungan dengan ras atau jenis kelamin. Dalam sebuah
penelitian yang menanyakan database National Inpatient Sample, keganasan
paling umum yang terkait dengan sindrom lisis tumor termasuk limfoma non-
Hodgkin (30%), tumor padat (20%), leukemia myeloid akut (19%), dan
limfoblastik akut leukemia (13%). Angka kematian keseluruhan di rumah sakit
adalah sekitar 21%.8
Kairo dkk. menggambarkan kejadian sindrom lisis tumor berdasarkan
stratifikasi risiko yang diuraikan di atas. Persentase yang dinyatakan adalah
laporan kejadian sindrom lisis tumor berdasarkan masing-masing keganasan
tertentu, termasuk:
Leukemia myeloid akut dengan jumlah sel darah putih lebih dari 75.000
(18%)
Leukemia limfoblastik akut sel B (26,4%)
Leukemia myeloid akut dengan jumlah sel darah putih antara 25.000 dan
50.000 (6%)
Leukemia myeloid akut dengan jumlah WBC kurang dari 25.000 (1%)
Hipokalsemia
Kejang karpal
Kejang pedal
Tetani
Tanda Chvostek
tanda Trousseau
Mengi berhubungan dengan bronkospasme
Kejang
Asal-usul AKI lainnya harus disingkirkan. Dalam evaluasi sindrom lisis tumor,
diperlukan penelitian berikut:
Pencitraan
X-Ray dan CT scan dada untuk mengevaluasi keberadaan massa
mediastinum dan adanya efusi pleura yang terjadi bersamaan. CT scan dan
USG pada perut dan struktur retroperitoneal jika lesi massa terletak di perut
atau retroperitoneum. Perhatian harus diberikan dengan kontras intravena
(IV) karena adanya AKI pada sindrom lisis tumor.
Elektrokardiografi (EKG)
EKG adalah bagian dari pemeriksaan pasien dengan sindrom lisis
tumor untuk memeriksa temuan yang berhubungan dengan hiperkalemia dan
hipokalsemia. Hiperkalemia merupakan penyebab potensial aritmia fatal pada
sindrom lisis tumor.
Hitung Darah Lengkap (CBC)
CBC membantu dalam diagnosis keganasan yang berhubungan
dengan sindrom lisis tumor. Ciri khas sebagian besar keganasan adalah
leukositosis disertai anemia dan trombositopenia.
2.6 Tatalaksana
Medikamentosa
1. Alopurinol
Allopurinol dapat menurunkan produksi asam urat pada sindrom lisis tumor tetapi
tidak efektif dalam pengobatan hiperurisemia yang berhubungan dengan sindrom lisis tumor.
Allopurinol adalah agen yang sangat berguna untuk mencegah perkembangan sindrom lisis
tumor.
Dalam pengobatan sindrom lisis tumor, dokter harus mewaspadai potensi interaksi
obat dengan azathioprine, penggunaan obat imunosupresif pada pasien dengan transplantasi
organ padat, dan gangguan autoimun.
Versi rekombinan oksidase urat adalah obat yang digunakan untuk mengobati
hiperurisemia pada pasien leukemia, limfoma, dan tumor padat yang sedang menjalani
kemoterapi. Ini berasal dari Aspergillus dengan teknologi rekombinan. Mekanisme kerja
obat ini adalah mengkatalisis asam urat menjadi alantoin, karbon dioksida, dan hidrogen
peroksida.
Urin normal bersifat asam dengan pH sekitar 5. Kelarutan asam urat dalam urin
meningkat sekitar 10 kali lipat dengan alkalinisasi urin. Hal ini dapat dicapai dengan
menambahkan sekitar 40 hingga 50 mEq/liter natrium bikarbonat ke dalam cairan yang
digunakan untuk hidrasi pada sindrom lisis tumor.
Risiko alkalinisasi urin adalah penurunan kadar kalsium terionisasi karena
berkurangnya ikatan kalsium dengan albumin. Hal ini dapat memperburuk hipokalsemia
yang berhubungan dengan sindrom lisis tumor yang menyebabkan aritmia atau tetani. Selain
itu, alkalinisasi urin dapat mendukung pengendapan garam kalsium dan fosfat di tubulus
ginjal, sehingga memperburuk AKI pada sindrom lisis tumor.
Oleh karena itu, alkalinisasi urin dengan natrium bikarbonat hanya disarankan jika
rasburicase tidak tersedia. Meski begitu, kadar kalsium harus dipantau secara serial.
4. Kalsium
Kalsium klorida dan kalsium glukonat dapat diberikan secara parenteral untuk
mengobati hipokalsemia. Pada sindrom lisis tumor, hipokalsemia terjadi akibat
hiperfosfatemia; oleh karena itu, pemberian kalsium dapat meningkatkan pengendapan
kristal kalsium fosfat di jaringan lunak dan ginjal sehingga memperburuk AKI. Hal ini
terkadang memerlukan penggunaan hemodialisis.
5. Hemodialisis
Ini adalah pilihan yang tersedia untuk digunakan dalam situasi yang mengerikan jika
tingkat kalium dan fosfor terlalu tinggi dalam menghadapi sindrom lisis tumor terkait AKI.
Pada sindrom lisis tumor, terjadi pelepasan ion intraseluler yang berkelanjutan. Jika
hemodialisis intermiten digunakan untuk pembersihan ekstrakorporeal, hiperkalemia
rebound atau hiperfosfatemia dapat terjadi. Oleh karena itu, terapi penggantian ginjal
berkelanjutan merupakan modalitas terbaik untuk menghilangkan zat terlarut. Hal ini
dilakukan dengan laju aliran tinggi untuk dialisat atau cairan pengganti. Untuk hiperkalemia
yang mengancam jiwa, hemodialisis dini dianjurkan. Untuk hiperfosfatemia berat, terapi
penggantian ginjal berkelanjutan mungkin juga merupakan modalitas pengobatan terbaik.
6. Febuxostat
Obat ini juga merupakan penghambat xanthine oksidase yang relatif baru di pasaran.
Harganya lebih mahal dibandingkan alopurinol. Itu tidak menyebabkan reaksi
hipersensitivitas yang berhubungan dengan allopurinol. Dalam uji klinis, Febuxostat untuk
Pencegahan Sindrom Lisis Tumor pada Keganasan Hematologi (FLORENCE), febuxostat
memberikan kontrol yang lebih baik terhadap hiperurisemia sindrom lisis tumor dengan
profil keamanan yang baik dan pelestarian fungsi ginjal.
2.7 Pencegahan
Sindrom lisis tumor lebih baik dicegah daripada ditangani. Faktor terpenting yang
dipertimbangkan dalam penatalaksanaan sindrom lisis tumor adalah kemampuan mencegah
perkembangannya berdasarkan antisipasi. Beberapa pedoman mengelompokkan risiko
berkembangnya sindrom lisis tumor berdasarkan histologi tumor primer. Berbagai uji klinis
belum menunjukkan keunggulan resimen profilaksis tertentu untuk sindrom lisis tumor.
Untuk tumor dengan risiko tinggi melepaskan sejumlah zat intraseluler setelah memulai
kemoterapi, dianjurkan untuk memulai hidrasi agresif sebelum memulai pengobatan.
Disarankan minimal 3 liter per hari. Karena laju filtrasi glomerulus yang memadai
mendorong ekskresi kalium, fosfor, dan asam urat. Dianjurkan juga untuk menghindari zat
yang berpotensi menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah ginjal, seperti obat
antiinflamasi nonsteroid (NSAID) dan kontras beryodium.
Pasien dengan risiko sedang hingga tinggi terkena sindrom lisis tumor harus
diberikan inhibitor xanthine oksidase secara profilaksis. Untuk pasien dengan tumor risiko
tinggi, konsensus keseluruhannya adalah memulai terapi profilaksis penghambat oksidase
urat sebelum memulai kemoterapi. Dianjurkan untuk memulai rasburicase pada pasien yang
hiperurisemia akibat sindrom lisis tumor mungkin menunda inisiasi kemoterapi. Pasien-
pasien ini memerlukan pemantauan penuh di ICU, dan setiap penyimpangan pada tanda-
tanda vital harus segera dikomunikasikan kepada dokter. Hanya dengan komunikasi terbuka
antara perawat ICU dan dokter, angka kesakitan dan kematian akibat penyakit ini dapat
diturunkan.13,14
B. FIBRILE NEUTROPENIA
2.1 DEFINISI
Febrile neutropenia (FN) adalah suatu keadaan pasien ketika suhu tubuhnya melalui
temperatur oral mencapai >38,5oC atau >38,0oC selama 2 jam dan jumlah hitung
neutrofil <500 sel/mm3 atau <1000 sel/mm3 yang diprediksi akan menurun sampai <500
sel/mm3. Febrile neutropenia merupakan suatu perkembangan dari demam, sering disertai
tanda-tanda infeksi, seperti neutropenia, dengan jumlah hitung abnormal rendah dari
granulosit neutrofil (tipe sel darah putih).1,3,4,5,6,10,11
Neutrofil merupakan salah satu dari tipe dari sel darah putih. Ada lima tipe sel darah
putih, yaitu neutrofil, basofil, eosinofil, limfosit dan monosit. Beberapa sel darah putih
disebut granulosit, yang dipenuhi oleh granul-granul yang tiap kantong kecil mengandung
enzim. Neutrofil, eosinofil dan basofil merupakan granulosit-granulosit yang merupakan
bagian dari inisiasi sistem imun. Mereka tidak merespon secara eksklusif terhadap antigen
spesifik, sama halnya dengan limfosit-B dan limfosit-T. Neutrofil mengandung enzim yang
membantu sel membunuh dan mengolah mikroorganisme yang dikenal dengan fagosit.
Neutrofil yang matur memiliki nukleus yang bersegmen-segmen. Sedangkan neutrofil yang
immature memiliki nukleus yang berpita. Neutrofil diproduksi di sumsum tulang dan
dilepaskan ke saluran darah. Neutrofil memiliki waktu hidup selama 3 hari.1,3,10
White blood cell count (WBC) sejumlah seldarah putih dalam 1 volume darah. Jarak
normal WBC bervariasi antara 4300 dan 10800 sel per mikroliter atau milimeter kubik.
WBC sama halnya dengan jumlah hitung leukosit dan dapat dengan satuan Internasional
Unit 4,3 x 109 sampai 10,8 x 109 sel per liter. Jumlah persentase dari tipe-tipe sel darah
putih yang berbeda dari WBC disebut WBC differential. Absolute Neutrofil Count
(ANC) ditentukandari produk WBC dan fraksi neutrofil terhadap sel darah putih disebut
sebagai analisis differensial WBC. Sebagai contoh, jika WBC 10000 per mikroliter dan
sebanyak 70% adalah neutrofil, maka jumlah ANC adalah 7000 per mikroliter. Jika ANC
kurang dari 1500 per mikroliter, maka disebut sebagai neutropenia. Adapun klasifikasi
neutropenia.3,10
1. Mild, jika jarak jumlah ANC dari 1000-1500/ mikroLiter
2. Moderate, jika ANC 500-1000/ mikroLiter
3. Severe, jika ANC kurang dari 500/ mikroLiter
Hasil neutropenia merupakan meningkatnya kerentanan terhadap terjadinya infeksi
bakteri. Derajat resiko terjadinya neutropenia tergantung dari penyebab dan kegawatan dari
neutropenia, kondisi medis pasien, ada atau tidaknya pemmeriksaan sumsum tulang dan
cadangan dari produksi neutrofil. Infeksi yang paling sering terjadi disebabkan oleh bakteri
yang tempat normalnya adalah di kulit. (Staphylococcus Aureus) atau dari traktus
gastrointestinal dan traktus urinarius. Infeksi jamur juga sering terjadi pada pasien dengan
neutropenia. Infeksi terbatas di daerah mulut, genital dan kulit atau dapat menyebar
lewatsaluran darah sampai ke paru atau organ lain.10
Beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya neutropenia pada pasien dengan
kanker dalam pengobatan dengan kemoterapi, yaitu :3,4,5
1. Beberapa obat kemoterapi dapat menyebabkan sumsum tulang tidak dapat bekerja
dengan baik menyebabkan menurunnya produksi neutrofil
2. Kanker mempengaruhi sumsum tulang secara langsung, termasuk leukimia,
limfoma dan myeloma atau metastase dari kanker
3. Radioterapi juga mempengaruhi sumsum tulang terutama bila mengenai beberapa
temapat di tubuh, atau pelvis, abdomen, kaki dan dada
Pada 50% kasus dimana infeksi sudah terdeteksi, bakteremia dapat terjadi sebanyak
20% dari semua kasusnya. Febris neutropenia merupakan sebuah kedaruratan medis.
Penggunaan antibiotik yang broad spektrum secara signifikan mengurangi morbiditas dan
mortalitas dari komplikasi kemoterapi. Penegakkan diagnosis yang cepat dan pemberian
antibiotik yang akurat merupakan hal yang sangat penting. Pasien kemoterapi seharusnya
tidak menunggu dalam waktu yang lama di ruang gawat darurat hanya untuk penegakkan
diagnosis.3
2.2 EPIDEMIOLOGI
Epidemiologi pasien dengan neutropenia dan infeksi mengalami perubahan secara
periodik dan sering karena faktor geografi dan institusi kesehatan. Perkiraan setengah dari
pasien dengan demam dan neutropenia akan mengalami episode demam yang tidak dapat
dijelaskan, yang merupakan infeksi secara klinis tapi tanpa temuan infeksi pada
pemeriksaan mikrobiologi dan serologi. Perkiraan 20-30% infeksi akan terdokumentasi.1
Frekuensi spesifik agranulositosis tidak diketahui; Diperkirakan 1,0 hingga 3,4 kasus
per juta orang setiap tahun. Neutropenia terutama dikaitkan dengan infeksi HIV, leukemia
akut, dan sindrom myelodysplastic. Neutropenia yang diinduksi obat memiliki kejadian
satu kasus per juta orang per tahun. Sekitar 50% pasien dengan demam neutropenia akan
berkembang menjadi infeksi, dimana 20% dengan neutropenia berat akan mengalami
bakteremia.
Bakteri gram positif kini telah menjadi patogen paling umum yang menyebabkan
demam neutropenia. Banyak dari infeksi ini disebabkan oleh penggunaan kateter vena
sentral jangka panjang. Meskipun ada sedikit kecenderungan ke arah bakteri gram negatif,
rasio bakteri gram positif dan gram negatif sebagai penyebab bakteremia pada pasien
kanker adalah sekitar 60 sampai 40. Di antara bakteri gram positif, Staphylococcus aureus
(terutama strain yang resisten methicillin), enterococci (terutama strain yang resisten
terhadap vankomisin), dan beberapa streptokokus viridans dapat menyebabkan infeksi
serius.
Febris neutropenia terjadi pada 10-50% pasien setelah kemoterapi dengan tumor yang
padat. Dan lebih dari 80% setelah kemoterapi pada pasien dengan keganasan hematologi.
Perkiraan 30% pasien dengan regimen kemoterapi kombinasi, dapat terjadi jumlah hitung
neutrofil yang absolut rendah (<500 sel/mm3) atau febris neutropenia selama
kemoterapi yang pertama. Infeksi terjadi 20-40% pada pasien dengan febris neutropenia;
infeksi yang sering timbul dapat merupakan infeksi di aliran darah, infeksi gastrointestinal,
penumonia, infeksi kulit. Bakteremia terjadi 10-25% pasien. Mortalitas pada pasien dengan
tumor yang padat dengan febris neutropenia sekitar 5%. Rata-rata 1% pasien yang risiko
rendah. Mortalitas meningkat pada pasien dengan keganasan hematologi sekitar 11%.
Mortalitas pasien dengan infeksi gram negatif sekitar 18% dan infeksi gram positif sekitar
1,3,6
5%.
2.3 ETIOLOGI
Febrile neutropenia dapat timbul dari semua bentuk neutropenia. Tapi pada umumnya
dikenal sebagai komplikasi dari kemoterapi ketika terjadi myelosuppresif (supresi sumsum
tulang untuk memproduksi sel darah). Faktor-faktor seperti tipe kanker, defisit imunologi,
durasi neutropenia, rusaknya kulit karena pembedahan, pemakaian kateter, mukositis
karena agen sitotoksik, umur, defisiensi nutrisi, komorbid seperti COPD atau diabetes,
dapat merupakan faktor-faktor penyebab yang dapat digunakan untuk penentuan kriteria
risiko rendah, intermediet atau tinggi. Pencegahan, diagnosis, dan penatalaksanaan
komplikasi infeksi yang sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor diatas.2,9
The Multinational Association for Supportive Care in Cancer (MASCC) Risk Index
dapat digunakan untuk mengidentifikasi pasien dengan risiko rendah (skor ≥ 21) untuk
komplikasi berat febrile neutropenia (kematian, masuk ICU, komplikasi jantung, gagal
nafas, gagal ginjal, hipotensi, perdarahan atau komplikasi medis yang berat lainnya). Skor
tersebut dibuat untuk menyeleksi pasien untuk pemberian terapi yang nyaman atau
efektifitas biaya.4,5
a) Leukosit
b) Transaminase, bilirubin dan alkalin phospatase
c) Elektrolit
d) Kreatinin dan urea
e) Kultur darah : aerob dan anaerob
f) Urinalisis dan kultur urin
g) Sputum
Pemeriksaan radiologi : rontgent thorak tetap harus dilakukan meskipun tidak ada
gejala klinis dari paru. Infiltrat di paru tidak akan terbentuk sampai neutropenia mulai
pulih. CT Scan thorak belum dapat menunjukkan hasil yang memuaskan bila tidak
terdapat abnormalitas gejala klinis paru, namun dapat dipertimbangkan bila terdapat
gejala klinis yangabnormal tapi rontgent thorak normal.1,9
2.6 TERAPI
Tiga kelompok antibiotik yang dianjurkan secara empiris untuk pengobatan risiko
tinggi, antara lain terapi kombinasi aminoglikosida dengan penisilin antipseudomonas atau
dengan spektrum yang lebih luas seperti sefalosforin antipseudomonas atau dengan
carbapenem; monoterapi dengan carbapenem, cefepime, ceftazidime atau
piperacilin/tazobactam; kombinasi dari monoterapi atau ganda dengan vancomycin untuk
indikasi yang spesifik. Untuk pasien dengan risiko rendah, dapat menggunakan antibiotik oral
atau antibiotik intravena apabila terdapat indikasi lain. Regimen oral yang digunakan adalah
kombinasi dari ciprofloxacin atau ofloxacin oral ditambah dengan amoxicillin-clavulanate.16
Gambar 2.1 Algoritma Terapi
Sumber : Cancer symptom management
Gambar 2.2 Algoritma Pengobatan
Sumber : Cancer symptom management
2.7 KOMPLIKASI
Kebanyakan pasien dengan febrile neutropenia post kemoterapi pulih dengan cepat tanpa
komplikasi serius. Namun, tetap mengancam jiwa, toksisitas terkait pengobatan dan
berkorelasi dengan pengurangan dosis kemoterapi dan keterlambatan dalam melanjutkan
kemoterapi, berpotensi mengorbankan hasil pengobatan, yang menyebabkan syok dan
kematian.15
2.8 PROGNOSIS
Para peneliti memiliki beberapa faktor prognostik, dan ada kontroversi seputar faktor
prognostik. Parameter hematologi, pengukuran profilaksis, dan faktor risiko pasien individu
telah menghasilkan hasil yang tidak konsisten. Skor indeks risiko MASCC, awalnya
dirancang untuk mengidentifikasi pasien berisiko rendah, menunjukkan skor MASCC yang
lebih rendah berkorelasi dengan prognosis neutropenia demam yang lebih buruk. Tingkat
yang sangat rendah (<15) menunjukkan tingkat komplikasi yang tinggi. Pasien dengan
sepsis berat dan syok septik umumnya memiliki konsentrasi prokalsitonin lebih besar dari
2,0 ng / ml, yang layak dipertimbangkan untuk kemungkinan peningkatan prognosis yang
buruk.15