OLEH:
LINDA SEFTIANA
1912011017
1
2
JUDUL :
Pemanfaatan Koleksi Museum Anak Agung Pandji Tisna Sebagai Media
Pembelajaran Bahasa Dan Sastra Indonesia
IDENTITAS PENELITI
Nama : Linda Seftiana
NIM : 1912011017
Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas : Bahasa dan Seni
Pembimbing 1 : Dr. I Gde Artawan,M.Pd.
Pembimbing 2 : Dra. Sang Ayu Putu Sriasih, M.Pd.
3
A. Latar Belakang
Bahasa merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam hal
berkomunikasi dan juga berinteraksi. Bahasa juga menjadi hal penting dalam
pembelajaran sehingga pelajaran bahasa menjadi salah satu mata pelajaran
pokok yang ada di sekolah, baik sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan
juga sekolah menengah atas. Bahasa juga menjadi sumber pembelajaran yang
banyak digunakan, salah staunya dalam membuat media pembelajaran. Bahasa
dan sastra digunakan di Indonesia seperti tertera dalam UUD 1945 yang
bertujuan untuk meningkatkan kualitas bahasa dan sastra Indonesia seutuhnya.
Berbagai masalah terjadi pada dunia pendidik Indonesia, antara lain tentang
pengertian bahasa dan sastra Indonesia dan juga sejarah perkembangan bahasa
dan sastra Indonesia yang menjadi tantangan besar dan membuat siswa trauma
dan juga berdampak pada hasil pembelajaran dan juga pengetahuan mengenai
bahasa dan sastra Indonesia. Dalam kehidupan sehari-hari kita menggunakan
bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi.
Bahasa sebagai alat komunikasi ialah salah satu sarana kita untuk
merumuskan maksud dan tujuan, ketika menggunakan bahasa sebagai alat
komunikasi, kita sudah memiliki tujuan tertentu. Selaku makhluk sosial yang
memerlukan orang lain, manusia dapat menggunakan beberapa cara untuk
berkomunikasi yaitu melalui verbal dan non-verbal. Bahasa juga digunakan
sastrawan menjadi alat untuk menyampaikan ide atau gagasannya kepada
masyarakat luas. Bahasa menjadi ‘jembatan’ yang menghubungkan sastrawan
dengan khalayak.
Melalui karya sastra, pengarang (penulis) memanfaatkan potensi bahasa
untuk menyampaikan gagasannya untuk tujuan tertentu. Melalui bahasa kita
dapat berkomunikasi, interaksi, juga mengembangkan diri. Bahasa memegang
peran utama. Ungkapan “Berbahasalah kamu maka saya akan tahu siapa kamu”
telah terbukti. Melalui bahasa kita dapat mengetahui cerminan pribadi
seseorang, sudut pandang, asal-usul bahasa dan negara, pemahaman,
pendidikan, dan karakter watak atau pribadi seseorang dapat ditelaah dari
ujaran bahasa yang diucapkan. Bahasa sudah dikenal peserta didik dari
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.
4
Lingkungan ini mempunyai pengaruh yang sangat penting bagi peserta didik.
Maka dari itu lingkungan pendidikan harus diciptakan seefektif dan semenarik
mungkin dan harus bisa memberi kontribusi lebih bagi siswa.
Tidak lepas dari bahasa, siswa juga dapat belajar melalui tempat yang
memiliki sejarah yang berkaitan dengan bahasa. Salah satu tempat belajar
bahasa adalah museum. Museum memiliki arti sebagai gedung atau bangunan
yang digunakan sebagai tempat untuk pameran tetap benda-benda yang patut
mendapat perhatian umum, seperti peninggalan sejarah, seni, sastra dan ilmu.
Selain itu, museum juga berarti sebagai tempat menyimpan barang kuno.
Selain menjadi tempat peninggalan sejarah dan pameran, museum juga bisa
digunakan sebagai tempat belajar bagi masyarakat umum atau bagi pelajar.
Museum berasal dari bahasa Yunani, MUSEION. Museion merupakan sebuah
bangunan tempat suci untuk memuja Sembilan Dewi Seni dan llmu
Pengetahuan. Salah satu dari sembilan Dewi tersebut ialah: MOUSE, yang
lahir dari maha Dewa Zeus dengan istrinya Mnemosyne. Museum dalam arti
modern adalah lembaga yang secara aktif melakukan tugasnya dalam hal
menerangkan dunia manusia dan alam. Museum adalah sebuah lembaga yang
bersifat tetap, tidak mencari keuntungan, melayani masyarakat dan
poerkembangannya, terbuka untuk umum, yang memperoleh , merawat,
menghubungkan dan memamerkan untuk tujuan-tujuan studi, pendidikan dan
kesenangan, barang-banrang pembuktian manusia dan lingkungannya.
Museum, baik yang bergerak di bidang ilmu-ilmu pengetahuan sosial maupun
yang bergerak di bidang ilmu-ilmu poengetahuan alam dan teknologi
merupakan Unit-Unit Pelaksana teknis dalam kerangka administrasi
perlindungan dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan perlindungan dan
pengawetan itu kemudian p[rofesi permuseuman diarahkan untuk bersikap
konservatif.
Salah satu museum yang bisa digunakan sebagai media belajar Bahasa
dan Sastra adalah museum Anak Agung Pandji Tisna atau biasa disebut
sebagai Museum A.A Pandji Tisna. Museum A.A Pandji Tisna ini terletak di
Bali Utara yaitu dekat dengan pantai Lovina. I Gusti Nyoman Panji Tisna lahir
11 Februari 1908 di Puri Buleleng, Bali, dan meninggal 2 Juni 1978, dalam
5
usia 70 tahun. Belakangan dia menggunakan nama ‘Anak Agung’, gelar yang
dianggap lebih tinggi dari ‘I Gusti’. Meski sudah lama meninggal, namanya
tetap populer dalam dunia sastra Indonesia sebagai bagian dari Angkatan
Pujangga Baru. Panji Tisna lahir sebagai anak laki-laki pertama dari keluarga
Raja Buleleng X, I Gusti Putu Jelantik yang memerintah di bawah kekuasaan
kolonial Belanda. Dia anak ketiga (Nyoman) dari lima bersaudara; dua
kakaknya perempuan, dua adiknya laki-laki. Sebagai putra mahkota, dia berhak
atas tahta Kerajaan Buleleng jika waktunya tiba. Setahun kemudian, 1924,
Panji Tisna dipanggil pulang untuk dinikahkan dengan sepupu jauhnya.
Setelah menikah dalam usia 16 tahun, dia sempat kembali ke Batavia
tanpa ditemani istri. Tidak lama kemudian, Panji Tisna pulang ke Singaraja
mungkin karena kesepian. Sekolahnya pun gagal. Pantas dicatat bahwa ketika
bersekolah di Batavia itulah untuk pertama kalinya Panji Tisna mulai menulis
sajak dan syair. Bakat Panji Tisna sebagai penulis berkembang karena faktor
pendidikan dan lingkungan. Kakek dan ayahnya memiliki banyak koleksi
lontar. Di Puri Buleleng sering dilaksanakan apresiasi sastra Bali dan Jawa
Kuna dalam bentuk mabebasan (menembangkan karya sastra kakawin dan
memberikan arti secara estetis baris demi baris). Ibunya juga penggemar sastra
yang kerap menuturkan legenda dan mendongengkan cerita kepada Panji Tisna
kecil. Lukisan kegiatan mabebasan muncul dalam bagian awal novel
pertamanya, Ni Rawit Ceti Penjual Orang (1935). Jelas bahwa aktivitas sastra
di Puri Buleleng menjadi salah satu sumber inspirasinya dari karya ini. anji
Tisna pindah ke tanah milik ayahnya di pantai (yang kemudian terkenal dengan
nama) Lovina tahun 1940. Bali masih dijajah Belanda. Namun, tahun 1942,
Jepang datang dan merampas buku-buku Panji Tisna. Dia sendiri ikut ditahan
mungkin atas tuduhan dekat dengan orang-orang Belanda. Setelah ayahnya
meninggal 1945 dan Indonesia merdeka, Panji Tisna diangkat menjadi
pimpinan Dewan Raja-raja Bali, posisinya selevel gubernur. Tak lama setelah
itu, 11 Februari 1946.
saat ulang tahun ke-38, Panji Tisna, istri ketiga, dan anakanaknya
dibaptis oleh A.F. Ambisa asal Ambon, menjadi pemeluk Kristen. Dia pensiun
sebagai raja karena tunduk pada konvensi bahwa raja di Bali mestinya pemeluk
6
G. KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penelitian sejenis
Penulis telah menemuka beberapa penelitian yang seejenis yang menjadi
pendukung penelitian yang sedang dilakukan. Penulis menemukan tiga penelitian
sejenis yang mendukung penelitian ini, yaitu :
a. Pemanfaatan Fungsi Museum Sebagai Sumber Belajar Sejarah Dalam
Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis
Penelitian yang dilaksanakan oleh Okta Evitasari, dkk memaparkan mengenai
Pemanfaatan Fungsi Museum yang akan digunakan sebagai sumber belajar Sejarah
dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis, dalam hal ini persamaan
penelitian diatas dengan penulis yaitu sama-sama menggunakan objek museum
sebagai media penelitian. Selain itu, penelitian diatas juga menggunakan museum
sebagai sumber pembelajaran dan mengembangkan kemampuan peserta didik.
Namun jika ada persamaan tentu ada perbedaan. Perbedaan dari penelitian diatas
dengan penelitian penulis yaitu penelitian diatas menggunakan museum sebagai
sumber belajar dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis, namun penulis
menggunakan museum sebagai media pembelajaran bahasa Indonesia. Selain itu,
penulis mencantumkan nama museum yang akan digunakan sedangkan penelitian
diatas tidak mencantumkan nama museum yang digunakan pada judul.
b. Pemanfaatan Museum Sebagai Media Pembelajaran Untuk Meningkatkan
Pemahaman Siswa Terhadap Materi Prasejarah Guru-Guru SMA Kota
Semarang.
Penelitian diatas karya Karyono, dkk yang mengambil judul “Pemanfaatan
Museum Sebagai Media Pembelajaran Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa
Terhadap Materi Prasejarah Guru-Guru SMA Kota Semarang” adapun kesamaan
antara penelitian diatas dengan penulis yaitu penelitian diatas menggunakan museum
sebagai objek, hal ini sama dengan yang penulis lakukan yaitu menggunakan
museum sebagai objek penelitian. Adapun perbedaan dari penelitian diatas dengan
penulis yaitu penulis diatas menggunakan mesuem sebagai media pembelajaran
Prasejarah sedangkan penulis menggunakan museum sebagai media pembelajaran
bahasa Indonesia, penulis diatas juga menggunakan media tersebut untuk guru-guru
SMA Kota Semarang, sedangkan penulis menggunakan media untuk peserta didik.
10
b. Manfaat Museum
Museum sering kali dimanfaatkan sebagai sarana pembelajaran ataupun
sarana rekreasi. Adapun beberapa manfaat museum menurut (Suratmin,
2019:3), yaitu:
Edukasi
Manfaat pertama dirasakan cukup dominan bagi seseorang yang
secara sadar berkunjung ke museum. Dengan mengunjungi museum
seseorang akan belajar dan menambah pengetahuannya terutama dengan
benda-benda yang dikoleksi dalam museum tersebut. Seseorang
pengunjung dapat mengetahui perkembangan peradaban pada suatu massa
di suatu daerah, atau perkembangan peradaban secara mutakhir lewat
koleksi museum, ilmu-ilmu yang berkepentingan dengan koleksi museum
antara lain sejarah,arkeologi,antropologi,sosiologi,politik,biologi, serta
cabang ilmu lainnya yang juga mempunyai museum-museum khusus.
Inovatif
Dengan mengunjungi museum seseorang akan menemukan ide baru,
sehingga menghasilkan karya baru. Seorang peneliti tidak akan segan
untuk orang pergi ke museum tertentu karena koleksi museum tersebut
menarik bahan perhatiannya. Ia akan segera saja menghasilkan
Interpretasi baru, teori baru yang sebelumnya tidak terpikirkan.
Imajinatif
Manfaat ini telah dibuktikan oleh kalangan seniman. Misalnya
seorang pelukis dapat menjadikan salah satu koleksi museum. Dengan
mengunjungi museum seorang seniman dapat melakukan kontemplasi
sehingga mampu mengembangkan daya Imajinasinya untuk menghasilkan
suatu karya seni.
2.2.2 Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah
berarti „tengah‟, „perantara‟ atau „pengantar‟. Dalam bahasa Arab, media
adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan.
Media adalah pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan, dengan
demikian media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur
pesan. Berdasarkan Asosiasi Pendidikan Nasional (National Education
12
tujuan untuk memahami dan mengingat atau pesan yang terkandung dalam
gambar.
d. Fungsi kompensatoris media pembelajaran terlihat dari hasil penelitian bahwa
media visual yang memberikan konteks untuk memahami teks membantu
peserta didik yang lemah dalam membaca untuk mengorganisasikan informasi
dalam teks dan mengingatnya kembali.
2.2.4 Manfaat Media Pembelajaran
Sudjana dan Rivai mengemukakan manfaat media pembelajaran dalam
proses belajar peserta didik, yaitu : a. Pembelajaran akan lebih menarik
perhatian peserta didik sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar Bahan
pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh
peserta didik dan memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan
pembelajaran c. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata
komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh pendidik, sehingga peserta
didik tidak bosan dan pendidik tidak kehabisan tenaga, apalagi kalau pendidik
mengajar pada setiap jam pelajaran. d. Peserta didik dapat lebih banyak
melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengarkan uraian pendidik,
tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan,
memerankan, dan lain-lain.
2.2.5 Museum Anak Agung Pandji Tisna
I Gusti Nyoman Pandji Tisna lahir 11 Februari 1908 di Puri Buleleng,
Bali, dan meninggal 2 Juni 1978, dalam usia 70 tahun. Belakangan dia
menggunakan nama ‘Anak Agung’, gelar yang dianggap lebih tinggi dari ‘I
Gusti’. Meski sudah lama meninggal, namanya tetap populer dalam dunia sastra
Indonesia sebagai bagian dari Angkatan Pujangga Baru. Pandji Tisna lahir
sebagai anak laki-laki pertama dari keluarga Raja Buleleng X, I Gusti Putu
Jelantik yang memerintah di bawah kekuasaan kolonial Belanda. Dia anak
ketiga (Nyoman) dari lima bersaudara; dua kakaknya perempuan, dua adiknya
laki-laki. Sebagai putra mahkota, dia berhak atas tahta Kerajaan Buleleng jika
waktunya tiba. Lahir sebagai putra bangsawan memungkinkan Pandji Tisna
untuk bersekolah ke luar Bali tanpa halangan finansial. Tahun 1923, dia masuk
ke sekolah lanjutan pertama (MULO) di Batavia. Di sini dia belajar bahasa
Inggris, Jerman, dan Perancis. Setahun kemudian, 1924, Pandji Tisna dipanggil
pulang untuk dinikahkan dengan sepupu jauhnya.
14
Setelah menikah dalam usia 16 tahun, dia sempat kemBali ke Batavia tanpa
ditemani istri. Tidak lama kemudian, Pandji Tisna pulang ke Singaraja mungkin
karena kesepian. Sekolahnya pun gagal. Pantas dicatat bahwa ketika bersekolah di
Batavia itulah untuk pertama kalinya Pandji Tisna mulai menulis sajak dan syair.
Bakat Pandji Tisna sebagai penulis berkembang karena faktor pendidikan dan
lingkungan. Kakek dan ayahnya memiliki banyak koleksi lontar. Di Puri Buleleng
sering dilaksanakan apresiasi sastra Bali dan Jawa Kuna dalam bentuk mabebasan
(menembangkan karya sastra kakawin dan memberikan arti secara estetis baris demi
baris). Ibunya juga penggemar sastra yang kerap menuturkan legenda dan
mendongengkan cerita kepada Pandji Tisna kecil. Lukisan kegiatan mabebasan
muncul dalam bagian awal novel pertamanya, Ni Rawit Ceti Penjual Orang (1935).
Jelas bahwa aktivitas sastra di Puri Buleleng menjadi salah satu sumber inspirasinya
dari karya ini. Walau sempat gagal bersekolah, minat Pandji Tisna untuk belajar tetap
tinggi. Tahun 1926 dia ke Surabaya untuk kursus bahasa Belanda dan Jerman. Di sini
dia mulai gemar membaca, tetapi tidak ada informasi buku apa saja yang dibacanya
waktu itu.
Dia adalah pelopor pariwisata di Bali Utara. Pemerintah Provinsi Bali
mempersembahkan anugerah Karya Karana Pariwisata tahun 2003 kepadanya
bersama sekitar tokoh lainnya seperti pemandu wisata kawakan Nang Lecir atas jasa-
jasa pengembangan pariwisata. Berkat sentuhan dan promosi yang dilakukan Pandji
Tisna dengan caranya sendiri, Lovina memang menjadi daerah wisata yang
berkembang. Di Lovina yang tenang ini, tepat pada Hari Natal 1953, dia menulis
novel I Made Widiadi kemBali Kepada Tuhan (terbit 1957), mengisahkan insan
penuh cobaan hidup yang akhirnya menemukan Tuhan dalam Kristiani, sesuatu yang
mencerminkan keyakinannya. Pandji Tisna meninggal 2 Juni 1978 akibat serangan
jantung. Dia meninggalkan empat istri dan 15 anak. Jasadnya dikuburkan di dekat
gereja di Desa Seraya secara Kristiani. Selang 27 tahun, tepatnya 12 Agustus 2005,
keluarganya melakukan kremasi (ngaben) secara Hindu. Keluarganya yang memeluk
Hindu melakukan itu sebagai tanda pembayaran utang kepada leluhur (pitra rna). Di
antara sekian banyak jasanya, pendidik, perintis pariwisata. Sosok Pandji Tisna
sebagai pengarang angkatan Pujangga Baru-lah yang lebih banyak dikenang sejalan
dengan popularitas novelnya terutama Sukreni Gadis Bali yang terus dicetak ulang
sampai sekarang bahkan diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Sejarah mencatat,
Bali yang kaya akan sastra tradisional bisa melahirkan penulis sastra modern yang
15
ikut mengibarkan sastra Indonesia pada masa kolonial. Kepeloporan Pandji Tisna
dalam sastra modern diikuti penulis generasi berikutnya dan terus sampai sekarang.
Kalau dulu hanya ada nama Bali, Pandji Tisna saja, dalam jagat sastra Indonesia, kini
nama-nama Bali banyak sekali seperti I Nyoman Rasta Sindhu, Putu Wijaya, Gde
Aryantha Soethama, Fajar Arcana, Oka Rusmini, Cok Sawitri, dan sejumlah penulis
lainnya yang berkarya di Bali termasuk Sunaryono Basuki dan Tan Lio Ie. Tidak
berlebihan untuk mengatakan bahwa mereka adalah penulis-penulis yang mengagumi
Pandji Tisna sebagai orang yang secara tidak langsung membukakan mereka jalan
untuk masuk ke dalam jagat sastra nasional, tepat seperti kata Putu Wijaya bahwa
langkah Pandji Tisna ‘menjadi angin yang selalu akan meniup perahu para pengarang
Bali untuk melihat bahwa Bali juga punya potensi sastra yang tinggal diasah saja.
16
H. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah langkah-langkah kerja yang sesuai dengan
karakteristik objek dan subjek kajian penelitian dalam upaya peneliti menjawab
permasalahan (Wendra, 2019).
3.1 Rancangan Penelitian
Dalam sebuah penelitian sangat di butuhkan suatu rancangan untuk dapat
memudahkan proses penelitian. Jenis penelitian yang di gunakan adalah penelitian
kualitatif istilah penelitian kualitatif menurut kirk dan miller (dalam Nasution,
1988:23) pada mulanya bersumber pada pengamatan kualitatif yang dipertentangkan
dengan pengamatan kuantitatif. Lalu mereka mendefinisikan bahwa metodologi
kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara
fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam keasaanya sendiri dan
berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam
peristilahannya. Penelitian kualitatif memiliki ciri atau karakteristik yang
membedakan dengan penelitian jenis lainya. Penulis mengambil metode ini karena
dalam penelitian ini tidak mencari hasil berupa data dalam bentuk angka.
Pada penelitian yang berjudul “ Pemanfaatan Museum Anak Agung Pandji
Tisna sebagai media pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia “ menggunakan
penelitian Deskripsi kualitatif. Karena penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
apa saja kendala yang di alami oleh pelajar dalam memanfaatkan koleksi yang ada di
museum pandji tisna.
3.2 Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini berasal dari subjek penelitian. Subjek
penelitian merupakan merupakan suatu batasan yang dapat berupa benda, hal, atau
orang yang menempel pada variabel penelitian (Suandi, 2008). Subjek penelitian ini
adalah Museum Anak Agung Pandji Tisna yang berlokasi di Desa Kaliasem,
Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali. Penentuan subjek ini sebagai
sumber data didasari atas pertimbangan. Menurut ( Wendra, 2019 ) sumber data
dalam penelitian ini adalah subjek dan objek dan penelitian. Subjek penelitian yang di
maksud adalah benda, orang dan masalah yang di permasalahkan dalam penelitian.
Sementara itu objek penelitian adalah suatu yang diamati oleh peneliti.
1. Museum ini cocok digunakan sebagai media pembelajaran bahasa Indonesia
karena banyak koleksi yang berhubungan dengan sastra dan juga bahasa.
17
2. Selain koleksi yang mumpuni, museum ini juga mengandung sejarah yang
menarik untuk di bahas dan digunakan sebagai sumber belajar siswa
3.3 Lokasi Penelitian
Penelitian yang akan di lakukan di Museum Anak Agung Pandji
Tisna . Museum Anak Agung Pandji Tisna Jl Raya Seririt, Lovina, Desa kaliasem,
Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, Provensi Bali. Peneliti memilih Museum
Anak Agung Pandji Tisna sebagai objek penelitian karena saat observasi peneliti
menemukan bahwa museum Anak Agung Pandji Tisna cocok di gunakan atau di
manfaatkan sebagai tempat belajar dan pembelajaran.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), tenik artinya metode atau
sistem mengerjakan sesuatu, sedangkan pengumpulan artinya proses,cara,perbuatan
mengumpulkan, perhimpunan dan penegarahan. Lalu, data berarti keterangan atau
bahan nyata yang dapat dijadikan dasar kajian (analisis atau kesimpulan). Jadi,
secara singkat, teknik pengumpulan data adalah metode yang digunakan untuk
mengumpulkan bahan nyata yang digunakan dalam penelitian. Selain itu Metode
Pengumpulan data adalah tahapan atau cara-cara yang ditempuh peneliti dalam
proses pengumpulan data penelitian (Wendra, 2019). Pengumpulan data dalam
penelitian ini menggunakan teknik pencatatan dokumen. Dokumen adalah catatan
dalam bentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang
(Sugiyono, 2013). Teknik pengumpulan data dilakukan sebagai berikut :
1. Peneliti melakukan pengamatan terhadap subjek penelitian secara berkala.
Teknik pengamatan ini juga bisa disebut sebagai teknik observasi. Morris
(1973: 906) mendefinisikan observasi sebagai aktivitas mencatat suatu gejala
dengan bantuan instrumen-instrumen dan merekamnya dengan tujuan ilmiah
atau tujuan lain. Peneliti mengamati museum dari segi kelayakan, pengunjung,
dan mengamati buku serta benda yang ada di museum.
2. Peneliti menandai koleksi museum yang masih layak untuk di lihat agar
pembaharuan museum dari segi koleksi dapat berjalan dengan baik.
3. Hasil pencatatan koleksi akan dikelompokkan agar mempermudah penataan
museum dan agar mempermudah promosi museum.
4. Membuat kesimpulan dalam bentuk laporan.
18
No Kegiatan Keterangan
2. Metode Wawancara
Metode yang penulis gunakan adalah metode wawancara
Wawancara merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan untuk
mengumpulkan data penelitian. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa
19
No Pertanyaan Jawaban
1. Apa saja fasilitas yang di
sediakan di Museum Anak
Agung Pandji Tisna ?
2. Apakah fasilitas di Museum
Anak Agung Pandji Tisna
sudah mencukupi ?
3. Apa saja kendala-kendala yang
anda alami selama belajar di
Museum Anak Agung Pndji
Tisna ?
4. Menurut anda kelebihan apa
yang ada di Museum Anak
Agung Pandji Tisna ?
5. Apa yang anda ketahui tentang
sejaran anak agung pandji tisna
?
3. Metode Dokumentasi
Dalam penelitian kualitatif, tentu diperlukan yang namanya
pengumpulan data untuk menyusun sebuah laporan penelitian. Berdasarkan
20
c. Penyajian data
meliputi hasil akhir dari data yang sudah terkumpul. Penyajian data adalah
bentuk pengemasan suatu data secara visual sedemikian sehingga data lebih
mudah dipahami. Tanpa ada penyajian yang tepat, sorang peneliti akan kesulitan
untuk menganalisis hasil akhir penelitian. Penyajian data bisa dilakukan dalam
bentuk tabel, diagram, maupun grafik. Pemilihan bentuk penyajian ini
disesuaikan dengan jenis datanya, ya. Misalnya, diagram atau grafik sesuai untuk
data kuantitatif.
d. Penarikan simpulan sementara sesuai dengan hasil analisis.
Tahap yang terakhir adalah tahap penarikan kesimpulan. Tahap ini adalah
tahap dimana peneliti memberikan kesimpulan terhadap hasil analisis atau
penafsiran data dan evaluasi kegiatan yang mencakup pencarian makna serta
pemberian penjelasan dari data yang telah diperoleh. Pada tahap inilah peneliti
harus dapat memberikan kesimpulan mengenai apa saja yang menjadi kendala
guru dalam implementasi kurikulum Merdeka Belajar dalam pembelajaran bahasa
Indonesia yang akan menjadi hasil akhir dari penelitian ini. Kesimpulan dalam
penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada.
Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya
masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas.
22
DAFTAR PUSTAKA
Latuheru, Johan D. 1988. Media Pembelajaran Dalam Proses Belajar Mengajar Masa
Kini. Jakarta. Depdikbud
Joharnoto, Puji, dkk. 2005. Panduan Mengenal Museum Jawa Tengah Ronggowarsito.
Semarang. Dinas P &b K Propinsi Jawa Tengah
Mahbub, A. 2021. Pemanfaatan Museum Bank Indonesia Sebagai Media Dan Sumber
Belajar Pada Mata Pelajaran Ekonomi. Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan
Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Prasetyo, Danang, dkk. (2021). "Pemanfaatan Museum Sebagai Objek Wisata
Edukasi". Jurnal Ilmiah, Volume 15, Nomer 1. (hlm. 1-11).
Rijali, A. (2019). Analisis Data Kualitatif. Jurnal Ilmu Dakwah, 17(33), 81.