TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Audit
II.1.1 Pengertian Audit
Banyak para ahli yang memberikan batasan mengenai audit. Pada dasarnya
para ahli memiliki tujuan yang sama yaitu merumuskan pengertian audit yang
mudah dipahami. Perbedaanya hanya terletak pada sudut pandang yang digunakan
oleh masing-masing ahli dalam perumusannya. Oleh karena itu, terdapat beberapa
definisi mengenai audit. Salah satunya yang dikemukakan oleh Sukrisno Agoes
(2014:3)[3], yang dimaksud audit adalah sebagai berikut:
“Suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak
yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh
manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti
pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai
kewajaran laporan keuangan tersebut”.
Dari beberapa definisi di atas dapat diketahui bahwa audit adalah suatu
pemeriksaan yang sistematis untuk mendapatkan bukti-bukti secara objektif
mengenai pernyataan-pernyataan tentang suatu kejadian atau kegiatan, dengan
tujuan untuk dapat memberikan pendapat kepada para pemakai yang
berkepentingan.
Dari definisi yang telah diungkapkan di atas, Bastian (2014:4)[5]
menyatakan bahwa ada beberapa bagian yang perlu mendapat perhatian, yaitu:
II-1
II-2
Fungsi audit dalam suatu perusahaan atau organisasi hanya bisa dilakukan
oleh seorang auditor. Auditor adalah seseorang yang memiliki kualifikais tertentu
dalam melakukan audit atas laporan keuangan dan kegiatan suatu perusahaan atau
organisasi. Rahayu dan Suhayati (2010:13)[6] membagi jenis auditor menjadi tiga,
yaitu:
auditor independen, dan bukan termasuk orang yang terlatih dalam profesi
dan jabatan lain (auditor tidak dapat bertindak dalam kapasitas sebagai
seorang penasihat hukum meskipun auditor mengetahui hukum).
2. Auditor Pemerintah
Auditor pemerintah adalah auditor yang berasal dari lembaga pemeriksa
pemerintah. Di Indonesia lembaga yang bertanggung jawab secara
fungsional atas pengawasan terhadap kekayaan atau keuangan Negara
adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai lembaga pada tingkat
tertinggi, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan
Inspektorat Jenderal (Itjen) yang ada pada departemen–departemen
pemerintah. Fungsi auditor pemerintah adalah melakukan audit atas
keuangan negara pada instansi-instansi atau oerusahaan yang sahmnya
dimiliki pemrintah.
3. Internal Auditor (Auditor Intern)
Auditor internal adalah pegawai dari suatu organisasi atau perusahaan yang
bekerja di organisasi tersebut untuk melakukan audit bagi kepentingan
manajemen perusahaan yang bersangkutan, dengan tujuan untuk membantu
manajemen organisasi untuk mengetahui kepatuhan para pelaksana
operasional organisasi terhadap kebijakan dan prosedur yang telah
ditetapkan oleh perusahaan. Orientasi pelaksanaan audit sebagian besar
tugasnya adalah melakukan audit kepatuhan (Compliance audit) dan audit
operasional (Management atau Operational Audit ) secara rutin.
Prinsip-prinsip itu dipakai sebagai acuan dan perlu dilaksanakan pada setiap
pelaksanaan audit investigasi. Pelaksanaan prinsip-prinsip audit investigasi
terutama pada proses pembuktian kejadian fraud berupa pengumpulan bukti akan
membawa dampak positif yaitu pelaksanaannya akan lebih efisien dan hasilnya
lebih efektif. Hal ini sejalan dengan pendekatan audit investigasi dalam penilaian
terhadap individu dan benda yang terkait dengan tindak kecurangan.
2. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dilakukan dengan menelaah informasi awal dengan
melakukan analisis untuk kemudian dilakukan evaluasi terhadap hasil
analisisnya. Analisis informasi awal dilakukan dengan menguraikan seluruh
informasi awal ke dalam unsur-unsur 5W+1H atau apakah informasi awal
tersebut dapat menjawab 5W+1H.
3. Evaluasi Informasi Awal dan Penyusunan Hipotesa
Setelah informasi awal dapat mengidentifikasi 5W+1H, disusun hipotesa awal.
Hipotesa ini merupakan taksiran atau referensi yang sementara dapat diterima
untuk menerangkan fakta atau kondisi yang diduga mengandung penyimpangan.
Hipotesa ini digunakan sebagai petunjuk untuk menetapkan program kerja audit
investigasi. Dari hipotesa dapat digambarkan rekayasa indikasi kecurangan yang
dapat mengindikasi aset apa yang digelapkan atau hilang, siapa individu yang
mempunyai kesempatan berbuat, bagaimana kemungkinan cara menutupinya
dan cara mengalihkan. Diindentifikasi kemungkinan penyebab terjadinya
kecurangan, langkah dan metode pengungkapan yang mungkin dilakukan.
Hipotesa ini bermanfaat untuk mempersempit ruang lingkup audit,
mengidentifikasikan fakta dan hubungan antarfakta serta berbagai pedoman
pengujian dan hubungan antarfakta.
4. Identifikasi Risiko
Pada setiap kegiatan pasti menghadapi ketidakpastian yang identik dengan
risiko, demikian halnya pada kegiatan audit. Bila risiko tersebut tidak
dikendalikan, auditor akan menghadapi risiko yang berakibat ketidakefektifan
dan ketidakefisienan dalam pelaksanaan auditnya. Oleh karena itu, dalam
penelaahan informasi awal, auditor harus mengidentifikasikan risiko untuk
kemudian diatur strategi untuk memperkecil, mengendalikan, atau melakukan
tindakan-tindakan untuk mengantisipasi risiko yang akan terjadi. Risiko tersebut
antara lain berupa hilangnya bukti-bukti yang terkait atau pihak-pihak yang
terkait sulit dihubungi.
5. Simpulan Hasil Penelaahan Informasi Awal
Hasil penelaahan informasi awal dengan melakukan analisis, evaluasi dan
identifikasi risiko pada dasarnya untuk memperoleh simpulan guna menetapkan
II-10
relevan telah disajikan dalam kegiatan audit untuk memperjelas kasus yang
sedang diungkap. Analisis dokumen dilakukan untuk memperjelas kasus
yang diungkap dengan melakukan pemeriksaan dokumen palsu, dokumen
tertanggal apakah sesuai dengan faktanya dan pemeriksaan dokumen
cetakan palsu. Analisis dokumen dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
a. Pemeriksaan dokumen palsu
b. Pemeriksaan dokumen bertanggal palsu
c. Pemeriksaan dokumen cetakan palsu
3. Wawancara
Wawancara adalah tanya jawab yang dirancang untuk memperoleh
informasi dengan bentuk tersendiri , terstruktur dan memiliki tujuan. Pada
audit investigasi, wawancara harus mengacu pada berkas kasus untuk
memperoleh informasi penting yang belum diperoleh pada langkah kerja
audit sebelumnya atau untuk memperkuat informasi yang telah diperoleh.
a. Jenis-jenis pertanyaan dalam wawancara
Dalam bukunya Fraud Examination, Steve W. Albrecht (dalam Karyono,
2013:168) mengelompokkan jenis-jenis pertanyaan dalam wawancara,
terdiri dari:
1) Pertanyaan pembuka (introductory question)
2) Pertanyaan untuk memperoleh informasi (informational question)
3) Pertanyaan menguji (assessment question)
4) Pertanyaan tertutup atau pertanyaan pendalaman (closing question)
5) Pertanyaan untuk memperoleh pengakuan (admission seekling
question)
b. Teknik wawancara khusus
Teknik wawancara khusus terdiri dari teknik wawancara kinesik dan
kognitif.
1. Teknik wawancara kinesik
Wawancara yang tidak perlu mencari pengakuan dari responden,
tetapi harus menaksir apakah responden telah menceritakan
kebenaran. Teknik wawancara kinesik diaplikasikan untuk membaca
reaksi responden dalam menghadapi tekanan,
II-17