Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Audit
II.1.1 Pengertian Audit
Banyak para ahli yang memberikan batasan mengenai audit. Pada dasarnya
para ahli memiliki tujuan yang sama yaitu merumuskan pengertian audit yang
mudah dipahami. Perbedaanya hanya terletak pada sudut pandang yang digunakan
oleh masing-masing ahli dalam perumusannya. Oleh karena itu, terdapat beberapa
definisi mengenai audit. Salah satunya yang dikemukakan oleh Sukrisno Agoes
(2014:3)[3], yang dimaksud audit adalah sebagai berikut:

“Suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak
yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh
manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti
pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai
kewajaran laporan keuangan tersebut”.

Sedangkan menurut Mulyadi (2014:9)[4], menyatakan bahwa secara umum


auditing adalah:

“Suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara


objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian
ekonomi dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara
pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta
penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan”.

Dari beberapa definisi di atas dapat diketahui bahwa audit adalah suatu
pemeriksaan yang sistematis untuk mendapatkan bukti-bukti secara objektif
mengenai pernyataan-pernyataan tentang suatu kejadian atau kegiatan, dengan
tujuan untuk dapat memberikan pendapat kepada para pemakai yang
berkepentingan.
Dari definisi yang telah diungkapkan di atas, Bastian (2014:4)[5]
menyatakan bahwa ada beberapa bagian yang perlu mendapat perhatian, yaitu:

II-1
II-2

1. Proses sistematik. Audit merupakan aktivitas terstruktur yang mengikuti suatu


urutan yang logis.
2. Objektivitas. Hal ini berkaitan dengan kualitas informasi yang disediakan dan
juga kualitas orang yang melakukan audit. Secara esensial, objektivitas berarti
bebas dari prasangka (freedom from bias).
3. Penyediaan dan evaluasi bukti-bukti. Hal ini berkaitan dengan pengujian yang
mendasari dukungan terhadap asersi ataupun representasi.
4. Asersi tentang kegiatan dan kejadian ekonomi. Hal ini merupakan suatu
deskripsi luas tentang subjek permasalahan yang diaudit. Asersi merupakan
suatu proporsi yang secara esensial dapat dibuktikan atau tidak dapat dibuktikan.
5. Derajat hubungan kriteria yang ada. Hal ini artinya suatu audit memberikan
kecocokan antara asersi dengan kriteria yang ada.
6. Mengomunikasikan hasil. Secara sederhana, agar bermanfaat, hasil audit perlu
dikomunikasikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Komunikasi dapat
dilakukan secara lisan maupun tertulis.

II.1.2 Jenis Audit


Dalam melaksanakan pemeriksaan, terdapat beberapa jenis audit yang
dilakukan oleh para auditor sesuai dengan tujuan pelaksanaan pemeriksaan.
Menurut tujuannya, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004[1]
tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, audit
(pemeriksaan) dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. Audit Keuangan adalah audit atas laporan keuangan. Audit (pemeriksaaan)
keuangan bertujuan untuk memberikan informasi kepada pihak-pihak yang
berkepentingan, tentang kesesuaian antara laporan keuangan yang disajikan oleh
manajemen (dalam hal ini pemerintah) dengan standar akuntansi yang berlaku
(dalam hal ini Standar Akuntansi Pemerintah atau SAP).
2. Audit Kinerja (operational audit) adalah pemeriksaan secara objektif dan
sistematik terhadap berbagai macam bukti, untuk dapat melakukan penilaian
secara independen atas kinerja entitas atau program atau kegiatan pemerintah
yang diaudit. Audit kinerja dimaksudkan untuk dapat meningkatkan tingkat
akuntabilitas pemerintah dan memudahkan pengambilan keputusan oleh pihak
II-3

yang bertanggung jawab untuk mengawasi dan memprakarsai tindakan koreksi.


Audit kinerja mencakup audit tentang ekonomi, efisien dan program.
3. Audit dengan Tujuan Tertentu adalah pemeriksaan yang tidak termasuk
dalam pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja atau audit operasional.
Sesuai dengan definisinya, jenis audit ini dapat berupa semua jenis audit, selain
audit keuangan dan audit operasional. Dengan demikian dalam jenis audit
tersebut termasuk di antaranya audit ketaatan dan audit investigatif.
a. Audit Ketaatan adalah audit yang dilakukan untuk menilai kesesuaian antara
kondisi atau pelaksanaan kegiatan dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Kriteria yang digunakan dalam audit ketaatan adalah peraturan
perundang-undangan yang berlaku bagi auditi. Perundang-undangan di sini
diartikan dalam arti luas, termasuk ketentuan yang dibuat oleh yang lebih
tinggi dan dari luar audit asal berlaku bagi auditi dengan berbagai bentuk atau
medianya, tertulis maupun tidak tertulis.
b. Audit Investigatif adalah audit yang dilakukan untuk membuktikan apakah
suatu indikasi penyimpangan atau kesurangan benar terjadi atau tidak terjadi.
Jadi fokus audit investigatif adalah membuktikan apakah benar kecurangan
telah terjadi. Dalam hal dugaan kecurangan terbukti, audit investigatif harus
dapat mengidentifikasi pihak yang harus bertanggung jawab atas
penyimpangan atau kecurangan tersebut.

Fungsi audit dalam suatu perusahaan atau organisasi hanya bisa dilakukan
oleh seorang auditor. Auditor adalah seseorang yang memiliki kualifikais tertentu
dalam melakukan audit atas laporan keuangan dan kegiatan suatu perusahaan atau
organisasi. Rahayu dan Suhayati (2010:13)[6] membagi jenis auditor menjadi tiga,
yaitu:

1. Auditor Independen (Akuntan Publik)


Auditor independen berasal dari Kantor Akuntan Publik, bertanggung jawab
atas audit laporan keuangan hidtoris auditee-nya. Independen dimaksudkan
sebagai sikap mental auditor yang memiliki integritas tinggi, obyektif pada
permasalahan yang timbul dan tidak memihak pada kepentingan manapun.
Persyaratan profesional yang dituntut dari auditor independen adalah
seorang auditor yang memiliki pendidikan dan pengalaman praktik sebagai
II-4

auditor independen, dan bukan termasuk orang yang terlatih dalam profesi
dan jabatan lain (auditor tidak dapat bertindak dalam kapasitas sebagai
seorang penasihat hukum meskipun auditor mengetahui hukum).
2. Auditor Pemerintah
Auditor pemerintah adalah auditor yang berasal dari lembaga pemeriksa
pemerintah. Di Indonesia lembaga yang bertanggung jawab secara
fungsional atas pengawasan terhadap kekayaan atau keuangan Negara
adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai lembaga pada tingkat
tertinggi, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan
Inspektorat Jenderal (Itjen) yang ada pada departemen–departemen
pemerintah. Fungsi auditor pemerintah adalah melakukan audit atas
keuangan negara pada instansi-instansi atau oerusahaan yang sahmnya
dimiliki pemrintah.
3. Internal Auditor (Auditor Intern)
Auditor internal adalah pegawai dari suatu organisasi atau perusahaan yang
bekerja di organisasi tersebut untuk melakukan audit bagi kepentingan
manajemen perusahaan yang bersangkutan, dengan tujuan untuk membantu
manajemen organisasi untuk mengetahui kepatuhan para pelaksana
operasional organisasi terhadap kebijakan dan prosedur yang telah
ditetapkan oleh perusahaan. Orientasi pelaksanaan audit sebagian besar
tugasnya adalah melakukan audit kepatuhan (Compliance audit) dan audit
operasional (Management atau Operational Audit ) secara rutin.

II.2 Audit Investigasi


II.2.1 Pengertian Audit Investigasi
Audit investigasi umumnya merupakan pengembangan lebih jauh atas hasil
audit operaional yang menunjukkan adanya indikasi KKN, namun dapat juga
didasarkan atas berita di media massa maupun laporan atau pengaduan dari
masyarakat. Terdapat beberapa pengertian mengenai audit investigasi, salah
satunya menurut Pusdiklatwas BPKP (2008:78)[2] audit investigatif adalah :

“Audit Investigatif merupakan sebuah kegiatan sistematis dan terukur untuk


mengungkap kecurangan sejak diketahui atau diindikasinya sebuah
II-5

peristiwa atau kejadian atau transaksi yang dapat memberikan cukup


keyakinan serta dapat digunakan sebagai bukti yang memenuhi pemastian
suatu kebenaran dalam menjelasan kejadian yang telah diasumsikan
sebelumnya dalam rangka mencapai keadilan (search of the truth).”

Menurut G. Jack Balogna dan Robert J. Lindguist dalam Fraud Auditing


and Forensic Accounting (1997) dalam Karyono (2013:131)[7] audit investigatif
adalah:

“Investigative auditing invalues reviewing financial documentation for


special purpose which could relate to litigation support and insurance claim
it as well as criminal matter.”

Definisi di atas dapat diterjemahkan sebagai berikut:

“Audit investigasi melibatkan kaji ulang dokumentasi keuangan untuk


tujuan khusus yang dapat berkaitan dengan usaha mendukung tindakan
hukum dan tuntutan asuransi sebagaimana halnya masalah kejahatan.”
Dari definisi di atas dapat diketahui bahwa audit investigasi adalah suatu
cara yang dapat dilakukan untuk mendeteksi dan memeriksa kecurangan yang
kemungkinan sedang atau sudah terjadi dengan menggunakan keahlian tertentu dari
seorang auditor.

II.2.2 Jenis Audit Investigasi


Menurut Ikatan Akuntan Indonesia Edisi No. 20/Tahun IV/Maret/2008[8]
mengemukakan bahwa ada dua jenis audit investigasi, yaitu:
1. Audit investigatif Proaktif
Dilakukan pada entitas yang mempunyai resiko penyimpangan tetapi entitas
tersebut dalam proses awal auditnya belum atau tidak didahului oleh informasi
tentang adanya indikasi penyimpangan, yang berpotensi menimbulkan kerugian
keuangan atau kekayaan Negara dan atau perekonomian Negara.
2. Audit Investigatif Reaktif
Audit investigatif reaktif mengandung langkah-langkah pencarian dan
pengumpulan bahan bukti yang diperlukan untuk mendukung dugaan atau
sangkaan awal tentang adanya indikasi penyimpangan yang dapat menimbulkan
kerugian keuangan atau kekayaan Negara dan atau perekonomian Negara.
Dalam penelitian ini, hanya menggunakan jenis audit investigatif reaktif.
II-6

II.2.3 Prinsip Audit Investigasi


Menurut Karyono (2013:134)[7], prinsip-prinsip dalam pelaksanaan audit
investigasi adalah sebagai berikut:

1. Mencari kebenaran berdasarkan peraturan perundang-undangan.


2. Pemanfaatan sumber bukti pendukung fakta yang dipermasalahkan.
3. Selang waktu kejadian dengan respons: semakin cepat merespon, semakin besar
kemungkinan untuk dapat mengungkap tindak fraud besar.
4. Dikumpulkan fakta terjadinya sedemikian rupa sehingga bukti-bukti yang
diperoleh dapat mengungkap terjadinya fraud dan menunjukkan pelakunya.
5. Tenaga ahli hanya sebagai bantuan bagi pelaksanaan audit investigasi, bukan
merupakan pengganti audit investigasi.
6. Bukti fisik merupakan bukti nyata dan akan selalu mengungkap hal yang sama.
7. Keterangan saksi perlu dikonfirmasi karena hasil wawancara dengan saksi
depengaruhi oleh faktor kelemahan manusia.
8. Pengamatan, informasi dan wawancara merupakan bagian penting dari audit
investigasi.
9. Pelaku penyimpangan adalah manusisa, jika diperlakukan dengan bijak
sebagaimana layaknya ia akan merespons sebagaimana manusia.

Prinsip-prinsip itu dipakai sebagai acuan dan perlu dilaksanakan pada setiap
pelaksanaan audit investigasi. Pelaksanaan prinsip-prinsip audit investigasi
terutama pada proses pembuktian kejadian fraud berupa pengumpulan bukti akan
membawa dampak positif yaitu pelaksanaannya akan lebih efisien dan hasilnya
lebih efektif. Hal ini sejalan dengan pendekatan audit investigasi dalam penilaian
terhadap individu dan benda yang terkait dengan tindak kecurangan.

II.2.4 Aksioma Audit Investigasi


Aksioma atau postulate adalah pernyataan (proposition) yang tidak
dibuktikan atau diperagakan dan dianggap sudah jelas dengan sendirinya (self-
evident) (Tuanakotta, 2014:322)[9]. Menurut Karyono (2013:135)[7], ada beberapa
aksioma dalam audit investigasi di antaranya sebagai berikut:
II-7

1. Kecurangan pada hakekatnya tersembunyi, tidak ada keyakinan absolut yang


dapat diberikan bahwa kecurangan pada umumnya selalu menyembunyikan
jejaknya.
2. Untuk mendapatkan bukti bahwa kecurangan tidak terjadi, auditor juga harus
berupaya membuktikan kecurangan yang telah terjadi.
3. Dalam melakukan pembuktian, auditor harus mempertimbangkan kemungkinan
adanya penyangkalan dari pihak pelaku dan pihak lain yang terkait.
4. Dengan asumsi bahwa kasus tersebut akan dilimpahkan ke tingkat litigasi, maka
dalam melakukan pembuktian seorang auditor harus mempertimbangkan
kemungkinan yang terjadi di pengadilan. Penetapan final apakah kecurangan
terjadi, merupakan tanggung jawab pengadilan.

II.2.4 Metodologi Audit Investigasi


Pelaksanaan audit investigasi, diarahkan untuk menentukan kebenaran
permasalahan melalui proses pengujian pengumpulan dan pengevaluasian bukti-
bukti yang relevan dengan perbuatan fraud untuk mengungkapkan fakta-fakta
mencakup adanyan perbuatan fraud, mengidentifikasi pelaku, cara-cara melakukan
fraud, dan kerugiannya (Karyono, 2013:135)[7].
Metodologi fraud memberi batasan bahwa tindak kecurangan harus
ditangani secara prosedural dalam koridor hukum dan dibuktikan dalam kerangka
waktu tertentu. Penangganannya dimulai dengan adanya dugaan atau prediksi.
Metode audit kecurangan dilakukan dengan pengumpulan bukti, dari yang bersifat
umum sampai yang bersifat spesifik atau khusus. Pengumpulan bukti dilakukan
pula dengan tindakan untuk memperoleh bukti-bukti penguat berupa pengamatan,
inspeksi lapangan, dan operasi mendadak.

II.2.5 Tahapan Audit Investigasi


Ada beberapa tahapan yang harus dilakukan saat melakukan audit
investigasi. Karyono (2013:141)[7] membagi tahapan audit investigasi menjadi tiga
tahap di antaranya, yaitu:
II-8

1. Tahap perencanaan mencakup pembahasan, pengenalan dan evaluasi informasi


awal, menyusun hipotesa, perencanaan sumber daya, dan menyusun program
kerja audit investigasi.
2. Tahap pelaksanaan mencakup pengumpulan bukti dan evaluasi bukti dan
pemberkasan.
3. Pelaporan hasil audit investigasi termasuk ekspose hasil audit.

II.2.6 Perencanaan Audit Investigasi


Penanganan audit investigasi dimulai dengan suatu dugaan atau prediksi
terhadap suatu kejadian atau kegiatan yang mengandung kecurangan. Oleh karena
itu, perencanaan audit investigasi harus di awali dengan serangkaian tindakan untuk
menentukan apakah suatu kejadian atau kegiatan yang terindikasi ada kecurangan
yang dapat dilakukan audit investigasi. Kejadian atau kegiatan tersebut merupakan
informasi awal dan bila ternyata layak untuk dilakukan audit investigasi, maka akan
dilanjutkan dengan melakukan analisis dan evaluasi untuk bahan penyusunan
hipotesa. Karyono (2013:142)[7] membagi serangkaian tindakan atau langkah kerja
tahap praperencanaan menjadi delapan tahap di antaranya, yaitu:

1. Sumber Informasi Dugaan Tindak Fraud


Informasi awal yang diduga ada tindak fraud diperoleh dari pihak internal dan
eksternal yaitu dari:
a. Pengembangan audit ketaatan, audit keuangan, audit operasional, dan audit
lain.
b. Hasil deteksi kecurangan dari auditor intern atau dari petugas yang
berwenang.
c. Pengaduan masyarakat.
d. Dari media massa.
Di samping informasi awal dari berbagai pihak, audit investigasi dapat juga
dilakukan karena adanya permintaan dari instansi, lembaga tertentu baik
pemerintah maupun swasta. Sebagaimana informasi awal yang diperoleh dari
sumber lainnya, atas permintaan tersebut sebelum dilakukan audit investigasi
juga dilakukan indentifikasi kejadian untuk mencari dan menemukan adanya
indikasi kuat terjadinya tindak fraud.
II-9

2. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dilakukan dengan menelaah informasi awal dengan
melakukan analisis untuk kemudian dilakukan evaluasi terhadap hasil
analisisnya. Analisis informasi awal dilakukan dengan menguraikan seluruh
informasi awal ke dalam unsur-unsur 5W+1H atau apakah informasi awal
tersebut dapat menjawab 5W+1H.
3. Evaluasi Informasi Awal dan Penyusunan Hipotesa
Setelah informasi awal dapat mengidentifikasi 5W+1H, disusun hipotesa awal.
Hipotesa ini merupakan taksiran atau referensi yang sementara dapat diterima
untuk menerangkan fakta atau kondisi yang diduga mengandung penyimpangan.
Hipotesa ini digunakan sebagai petunjuk untuk menetapkan program kerja audit
investigasi. Dari hipotesa dapat digambarkan rekayasa indikasi kecurangan yang
dapat mengindikasi aset apa yang digelapkan atau hilang, siapa individu yang
mempunyai kesempatan berbuat, bagaimana kemungkinan cara menutupinya
dan cara mengalihkan. Diindentifikasi kemungkinan penyebab terjadinya
kecurangan, langkah dan metode pengungkapan yang mungkin dilakukan.
Hipotesa ini bermanfaat untuk mempersempit ruang lingkup audit,
mengidentifikasikan fakta dan hubungan antarfakta serta berbagai pedoman
pengujian dan hubungan antarfakta.
4. Identifikasi Risiko
Pada setiap kegiatan pasti menghadapi ketidakpastian yang identik dengan
risiko, demikian halnya pada kegiatan audit. Bila risiko tersebut tidak
dikendalikan, auditor akan menghadapi risiko yang berakibat ketidakefektifan
dan ketidakefisienan dalam pelaksanaan auditnya. Oleh karena itu, dalam
penelaahan informasi awal, auditor harus mengidentifikasikan risiko untuk
kemudian diatur strategi untuk memperkecil, mengendalikan, atau melakukan
tindakan-tindakan untuk mengantisipasi risiko yang akan terjadi. Risiko tersebut
antara lain berupa hilangnya bukti-bukti yang terkait atau pihak-pihak yang
terkait sulit dihubungi.
5. Simpulan Hasil Penelaahan Informasi Awal
Hasil penelaahan informasi awal dengan melakukan analisis, evaluasi dan
identifikasi risiko pada dasarnya untuk memperoleh simpulan guna menetapkan
II-10

layak tidaknya ditindaklanjuti ke audit investigasi. Simpulan atau resumenya


memuat:
a. Sumber informasi yang diperoleh dan dipakai dasar penelaahan. Bila
informasinya diperoleh dari pengaduan harus diungkap materi
pengaduannya.
b. Bukti-bukti awal yang diperoleh termasuk dari informasi tambahan.
c. Hasil analisi mengenai 5W+1H.
d. Hasil evaluasi, terutama hipotesis yang berhasil dihimpun.
e. Simpulan, yang mengungkap:
1. Rekayasa indikasi kasus yaitu status masing-masing unsur yang
ditelaah.
2. Identifikasi risiko dan kendala yang dihadapi.
3. Simpulan layak tidaknya dilakukan audit investigasi.
4. Rekomendasi untuk pengamatan auditnya.
6. Langkah Kerja Perencanaan Audit Investigasi
Langkah-langkah kerja audit investigasi meliputi
a. Penentuan tujuan
b. Penentuan ruang lingkup
c. Penentuan model perencanaan terstruktur yang dapat digunakan adalah
SMEAC sistem, yaitu:
1. Situation
2. Mission
3. Execution
4. Administration and logistic
5. Communication
d. Matriks perencanaan audit investigasi
Matriks yang digunakan dalam menyusun rencana audit investigasi di
antaranya adalah sebagai berikut:
1. Matriks Bukti
2. Matriks Sumber Daya
3. Matriks Penugasan
4. Matriks Penilaian risiko
II-11

e. Menyusun hipotesis rinci.

7. Menentukan Kebutuhan Sumber Daya


Penentuan sumber daya harus memperhatikan efektivitas, efisiensi dan
kehematan. Persyaratan sebagai auditor investigasi cukup berat antara lain
keahlian tentang kecurangan, hukum bukti, investigasi, teori psikologi. Auditor
investigasi juga harus memiliki kecakapan instuisi dan memiliki sifat skeptisme
yang tinggi, kualitas tersebut sulit dipenuhi, sehingga auditor yang ditugaskan
dalam audit diatur kualifikasinya agar saling melengkapi dan
mempertimbangkan tingkat kesulitan atau kerumitannya serta kompleksitas
kasus yang diaudit. Penentuan kebutuhan sumber daya harus ada keseimbangan
antara mutu biaya dan waktu.
8. Menyusun Program Kerja Audit (PKA) Investigasi
Program kerja audit investigasi memuat prosedur audit, teknik audit dan teknik
investigasi. Program kerja audit investigasi diarahkan untuk dapat mengungkap
kasus-kasus yang berindikasi kecurangan. Penyusunan program kerja audit
investigasi bergantung pada bukti-bukti yang aktual. Namun demikian bukti-
bukti lebih terfokus pada kelemahan yang terindikasi, adanya kesalahan dan
serangkaian tindakan yang harus diambil. Penggunaan teknik audit dan teknik
investigasinya tergantung kondisi yang ada pada hipotesa rinci kemudian
dikembangkan dan disesuaikan dengan kondisi lapangan. Teknik invetigasi
terdiri dari:
a. Pemetaan; adalah alat bantu untuk memahami suatu kejadian sejak awal
sampai akhir atau membantu merekonstruksi kejadian. Alat bantu tersebut
berbentuk flowchart (bagan alur).
b. Analisis dokumen; untuk memperoleh keyakinan bahwa dokumen yang
relevan telah disajikan dalam kegiatan audit untuk memperjelas kasus yang
diungkap. Pada analisis dokumen dilakukan pemeriksaan terhadap
kemungkinan adanya dokumen palsu.
c. Wawancara; adalah tanya jawab yang dirancang untuk memperoleh
informasi dalam bentuk terstruktur dan memiliki tujuan. Wawancara tersebut
II-12

mengacu pada berkas kasus untuk memperoleh informasi penting yang


belum diperoleh atau untuk memperkuat informasi yang telah diperoleh.

II.2.7 Pelaksanaan Audit Investigasi


Dalam pelaksanaan audit investigasi, auditor dituntut untuk
mengembangkan aktivitas dan menerapkan prosedur dan teknik audit atau teknik
investigasi yang tepat sesuai pengembangan temuannya. Sangat mungkin bila di
lapangan ditemui adanya penyimpangan atau kecurangan lain luar lingkup
penugasannya. Untuk itu, perlu dikaji lebih lanjut tentang peraturan perundang-
undangan dan aktivitas yang terkait temuan baru tersebut apakah masih dapat
dijangkau dengan surat tugas semula atau harus dibuat surat tugas yang baru. Bila
masih terjangkau atau dapat dicakup dengan surat tugas lama, auditor hanya perlu
menyusun program kerja audit tambahan atau perbaikan.(Karyono, 2013:153)[7]
Lebih lanjut mengenai pelaksanaan audit investigasi, Karyono (2013:154)[7]
membagi kegiatan pelaksanaan audit investigasi menjadi empat tahapan di
antaranya adalah sebagai berikut:
1. Bukti Audit Investigasi
Pada audit investigasi, bukti audit merupakan alat atau media untuk mengungkap
perbuatan fraud, mengungkap pelaku, menggambarkan cara melakukan dan
untuk menghitung akibat atau kerugian yang ditimbulkannya.
a. Jenis bukti audit investigasi
Jenis bukti audit ditinjau dari segi asal pembuktiannya terdiri dari bukti
kesaksian, bukti dokumen, bukti fisik, dan hasil pengamatan. Ditinjau dari
segi sifat bukti audit terdiri dari:
1) Bukti utama; yaitu bukti asli yang menunjang secara langsung transaksi
atau kejadian.
2) Bukti tambahan; merupakan copy atau salinan dari bukti utama atau
cerminan yang layak dari bukti utama. Bukti ini lebih rendah mutunya
dibanding bukti utama.
3) Bukti langsung; merupakan fakta tanpa simpulan atau anggapan seperti
cek atau bukti transfer. Bukti ini cenderung untuk menunjukkan fakta
atau materi yang dipersoalkan.
II-13

4) Bukti tak langsung; merupakan bukti secara tidak langsung mengungkap


suatu tindak pelanggaran atau fakta seseorang yang punya niat
melakukan pelanggaran misalnya surat sanggahan dari peserta lelang.
5) Bukti komparatif; merupakan bukti yang mengidentifikasi adanya
perbedaan sehingga menunjukkan adanya kecurangan.
6) Bukti statistik; merupakan bukti yang dapat digunakan untuk membantu
membuktikan adanya kecurangan. Bukti ini merupakan bukti tidak
langsung untuk menetapkan motif lain dari kecurangan atau untuk
membuktikan tuntutan kepada seseorang.
b. Sumber bukti
Sumber bukti mencakup bukti-bukti yang diperiksa saksi yang
diwawancarai, informasi yang diterima dari pengadu, masyarakat dan rekan
sejawat, dokumen-dokumen resmi yang dapat diuji, hasil penyelidikan atas
pelaku, indikasi awal, prasarana dan sarana yang digunakan untuk
melakukan perbuatan kecurangan dan hasil wawancara dengan pelaku.
Perolehan bukti-bukti audit adalah dari:
1. Saksi; merupakan sumber paling penting dan dari saksi ini auditor dapat
mengembangkan auditnya untuk memperoleh dokumen atau bukti lain
yang dapat mengungkap fakta atau kejadian. Namun demikian mungkin
juga saksi tidak mau bekerja sama.
2. Client agency atau unit yang menjadi subjek audit (instansi tersangka),
sumber informasi ini umumnya mudah diidentifikasi dan dikuasai untuk
analisis.
3. Instansi pemerintah terkait; merupakan sumber informasi yang relevan
dengan audit investigasi misalnya untuk mentrasir hasil kecurangan
(asset traceer).
4. Badan usaha swasta; badan usaha atau perusahaan swasta mungkin
diperlukan informasinya terutama yang terkait dengan pelaksanaan
auditnya. Namun audior terhalang oleh kewenangan hukum sehingga
perlu kehati-hatian karena pihak swasta dilindungi oleh undang-undang
tertentu sehingga tidak dapat memaksa mereka.
II-14

5. Informasi elektronik; auditor dapat mengakses data elektronik untuk


bukti audit, namun harus diperhitungkan keabsahan dan relevansinya
dengan permasalahan yang diaudit. Atas data ini harus didukung bukti
audit lain.
6. Buku forensik; hasil pengujian forensik merupakan informasi dan
bermanfaat bagi auditor forensik atau auditor investigasi karena
kaitannya dengan hukum dan tindakan litigasi yang mungkin akan
dilakukan.
7. Alat komunikasi elektronik; alat telekomunikasi pada masa sekarang
dapat membantu mengungkap kecurangan. Bahkan di Indonesia rekaman
elektronik sudah dipergunakan sebagai alat bukti (contoh dalam UU No.
20 Tahun 2001 dan UU No. 25 Tahun 2003).
8. Tersangka; informasi yang relevan yang secara langsung berkaitan
dengan masalah yang diaudit seharusnya banyak dimiliki oleh tersangka.
Informasi itu akan dapat digali dengan dukungan pembuktian lain
sehingga tersangka tidak dapat mengelak.
9. Kepolisian atau penegak hukum lain; Instansi ini memiliki berbagai data
atau informasi yang sangat berguna untuk mengungkap kasus terminal
termasuk kecurangan berupa data dari pihak satuan intelejen atau
rekaman data kriminal berupa catatan kriminal individu tertentu dan
modus-modus operandi kejahatan yang oernah terjadi dan ada kemiripan
dengan kasus yang sedang ditangani.
c. Sumber bukti yang tersedia untuk umum
Perolehan bukti dan sumber buktinya tergantung kasus yang diaudit. Bukti
apa dan sumber bukti mana berkaitan dengan pengungkapan kasus yang
sedang ditangani. Program kerja audit telah disusun secara cermat sesuai
hipotesa atau berpedoman pada rekayasa indikasi fraud. Perolehan bukti,
sumber bukti dan langkah kerja untuk mendapatkan bukti telah dirancang
cukup detail dalam program kerja auditnya. Namun demikian, pada
pelaksanaan di lapangan akan dilakukan perbaikan dan penyesuaian sesuai
pengembangan temuannya. Sebagaimana diungkap di muka, auditor
investigasi atau akuntan forensik mempunyai keterampilan dan keahlian
II-15

khusus berupa kombinasi antara auditor berpengalaman dan penyidik


kriminal. Sehingga dalam memncari bukti dan sumber bukti tidak jauh
berbeda dengan penyidik kriminal. Hal ini berkaitan pula dengan tindak
lanjut hasil audit investigasi ke proses litigasi, dimana bukti audit dan
sumber bukti audit akan diproses menjadi alat bukti sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
2. Pengumpulan Bukti
Pelaksanaan pengumpulan bukti diarahkan secara terfokus pada pengujian
hipotesa untuk mengungkap fakta-fakta dan hipotesa kejadian, sebab dampak
penyimpangan, dan pihak-pihak yang diduga terlibat bukti-bukti pendukungnya.
Pengumpulan bukti dilakukan dengan melaksanakan berbagai teknik audit dan
teknik investigasi yang telah diperintahkan dalam program kerja auditnya. Pada
pelaksanaannya program kerja audit sulit dipolakan secara tegas dan sangat
tergantung pada situasi, kondisi dan pengembangan indikasi temuan awal,
keahlian serta kepekaan auditornya. Teknik investigasi meliputi pemetaan,
analisis dokumen, dan wawancara.
1. Pemetaan
Pemetaan merupakan alat bantu untuk memahami proses sejak awal
kejadian sampai akhir atau membantu merekonstruksi kejadian dalam
bentuk bagan alur (flowchart). Bagan alur adalah abagan atau gambar dalam
bentuk simbol-simbol yang digunakan untuk menggambarkan urutan
pengerjaan serta logika yang akan dijalankan dalam suatu proses dan
menggambarkan suatu proses secara berurutan sejak dimulai sampai selesai
dengan menggunakan simbol-simbol beserta uraian singkat. Pemetaan
antara lain berupa:
a) Flowchart
b) Transactional flowchart
c) Process interfunction flowchart
2. Analisis Dokumen
Pada pengumpulan dokumen, tidak semua dokumen yang diperoleh dapat
berfungsi efektif untuk mendukung pengungkapan kasus. Analisis dokumen
dilakukan untuk memperoleh keyakinan bahwa semua dokumen yang
II-16

relevan telah disajikan dalam kegiatan audit untuk memperjelas kasus yang
sedang diungkap. Analisis dokumen dilakukan untuk memperjelas kasus
yang diungkap dengan melakukan pemeriksaan dokumen palsu, dokumen
tertanggal apakah sesuai dengan faktanya dan pemeriksaan dokumen
cetakan palsu. Analisis dokumen dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
a. Pemeriksaan dokumen palsu
b. Pemeriksaan dokumen bertanggal palsu
c. Pemeriksaan dokumen cetakan palsu
3. Wawancara
Wawancara adalah tanya jawab yang dirancang untuk memperoleh
informasi dengan bentuk tersendiri , terstruktur dan memiliki tujuan. Pada
audit investigasi, wawancara harus mengacu pada berkas kasus untuk
memperoleh informasi penting yang belum diperoleh pada langkah kerja
audit sebelumnya atau untuk memperkuat informasi yang telah diperoleh.
a. Jenis-jenis pertanyaan dalam wawancara
Dalam bukunya Fraud Examination, Steve W. Albrecht (dalam Karyono,
2013:168) mengelompokkan jenis-jenis pertanyaan dalam wawancara,
terdiri dari:
1) Pertanyaan pembuka (introductory question)
2) Pertanyaan untuk memperoleh informasi (informational question)
3) Pertanyaan menguji (assessment question)
4) Pertanyaan tertutup atau pertanyaan pendalaman (closing question)
5) Pertanyaan untuk memperoleh pengakuan (admission seekling
question)
b. Teknik wawancara khusus
Teknik wawancara khusus terdiri dari teknik wawancara kinesik dan
kognitif.
1. Teknik wawancara kinesik
Wawancara yang tidak perlu mencari pengakuan dari responden,
tetapi harus menaksir apakah responden telah menceritakan
kebenaran. Teknik wawancara kinesik diaplikasikan untuk membaca
reaksi responden dalam menghadapi tekanan,
II-17

2. Teknik wawancara kognitif


Pada teknik wawancara kognitif, pewawancara percaya pada
kesaksian para saksi untuk menyajikan fakta kasus kecurangan.
Kelemahan pada teknik ini adalah bahwa saksi adalah manusia yang
cenderung lupa dan tidak dapat mudah untuk memusatkan perhatian.
3. Evaluasi Bukti
Evaluasi bukti ialah tindakan penilaian apakah sangkaan kecurangan yang
digambarkan dalam hipotesa menunjukkan kondisi sebenarnya atau tindakan
untuk membuktikan ada atau tidak adanya tindak kecurangan. Evaluasi bukti
mencakup penilaian kualitas dan kuantitas bukti yang hasilnya saling
berhubungan dan saling mendukung serta dapat dipakai untuk dasar penarikan
simpulan secara keseluruhan.
1. Penilaian kualitas bukti
Penilaian kualitas bukti mencakup penilaian semua unsur yang mendukung
kualitas bukti meliputi relevansi, materialitas, dan kompetensi bukti.
Penialian relevansi, materialitas dan kompetensi bukti pada audit investigasi
sedikit berbeda dengan jenis audit lainnya terutama dengan audit keuangan,
karena pada audit investigasi terutama dengan audit keuangan, karena pada
audit investigasi dikaitkan dengan masalah hukum.
2. Kuantitas bukti
Pada audit investigasi, kecukupan bukti yang diperoleh ditujukan pada
jawaban pertanyaan apa, siapa, dimana, bilamana, dan bagaimana suatu
tindak kecurangan (fraud) dilakukan. Kecukupan bukti ini mengandung arti
bahwa semua unsur yang dipertanyakan tadi dapat dibuktikan, termasuk
dampak kerugian yang timbul. Bukti-bukti yang dikumpulkan dapat
menutup atau menangkal kemungkinan adanya bantahan dari pelaku.
3. Teknik evaluasi bukti
Evaluasi bukti dilakukan dalam bentuk bagan arus kejadian (flowchart
modus operandi) dan dalam bentuk narasi atau uraian cerita yang
menggambarkan kronologis fakta kejadian. Penyusunan bagan arus
kejadian dan uraian kronologis kejadian, bermanfaat untuk memahami
kondisi sesungguhnya dari kasus yang ditangani. Keduanya
II-18

menggambarkan secara ringkas san runtut kejadian dan bermanfaat untuk


membuat kasus posisi, untuk membuat bahan pemaparan (ekspose) dan
untuk bahan penyusunan laporan hasil audit investigasi.
4. Pemberkasan Kertas Kerja Audit Investigasi
Pemberkasan merupakan kumpulan Kertas Kerja Audit (KKA). Kertas kerja
audit adalah catatan (dokumentasi) yang dibuat oleh audior mengenai bukti-
bukti yang dikumpulkan, berbagai teknik dan prosedur audit yang diterapkan,
serta simpulan-simpulan yang dibuat selama melakukan audit, pendukung
pembahasan, bahan pembuktian dan sarana pengendalian mutu. Pemberkasan
audit investigasi berisi kertas kerja audit investigasi antara lain mencakup:
1. Penyimpanan dan penyebabnya
2. Hasil pengujian-pengujian yang dilaksanakan antara lain mengenai pengujian
pengendalian intern, pengujian peraturan perundangan, dan pengujian lain
yang dilakukan untuk pembuktian.
3. Bukti dan informasi yang diperoleh.
4. Hasil wawancara dan Berita Acara Permintaan Keterangan (BAPK) atau
Berita Acara Klarifikasi (BAK) dan surat pernyataan lainnya.
5. Gambaran tentang modus operandi termasuk bagan alur proses kejadian.
6. Simpulan dan saran.

II.2.8 Pelaporan Hasil Audit Investigasi


Menurut Karyono (2013:180)[7], ada beberapa hal yang harus diperhatikan
dalam pelaporan hasil audit investigasi, di antaranya sebagai berikut:

1. Prinsip-Prinsip Laporan Audit Investigatif


Laporan hasil audit adalah sarana mengkomunikasikan hasil audit kepada
pemakai laporan. Mengingat laporan hasil audit akan ditindaklanjuti ke litigasi,
laporan hasil audit investigasi merupakan sarana untuk memberikan informasi
yang berkaitan dengan kecurangan bagi penegak hukum. Oleh penyidik
laporan itu akan dipakai sebagai bahan tindak lanjuti pada proses hukum
selanjutnya. Menurut Fraud Examination Manual “Investigation” dari
Association of Certified Fraud Examination (ACFE) 2005 (dalam Karyono,
II-19

2013:180)[7], terdapat prinsip-prinsip pembuatan laporan hasil audit


investigasi, di antaranya sebagai barikut:
a. Keakurasian (accurancy); untuk menjaga keakurasian, auditor harus
melakukan konfirmasi ulang terhadap informasi dan data pendukung
lainnya sebelum penulisan laporan. Penjelasan dan pengungkapan secara
lengkap isi laporan sangat diperlukan karena ketidaklengkapan isi laporan
dengan alasan ketidaktahuan dan ketidakcermatan tidak dapat ditoleransi.
Konfirmasi tersebut merupakan salah satu ukuran untuk memastikan bahwa
seluruh fakta yang relevan telah dikumpulkan secara akurat.
b. Kejelasan (clarity); informasi dalam laporan audit investigasi harus
disampaikan dalam bahasa yang jelas, menyampaikan fakta jangan
diperhalus atau memberikan penilaian apa lagi opini. Jika menggunakan
kata-kata teknik,sertakan artinya dan jangan menguraikan jargon (ungkapan
khusus) yang mungkin tidak dimengerti oleh pengguna laporan.
c. Tidak memihak dan relevan (impartiality and relevan); laporan harus
menyajikan fakta tanpa bias, sajikan informasi yang relevan tanpa memilah-
milah apakah hal tersebut mendukung atau memperlemah pembuktian,
karena hasil investigasi adalah penyajian fakta apa adanya.
d. Ketepatan waktu (timeliness); ketepatan penerbitan laporan sangat penting
karena akan memperkaya keakurasian pengakuan para saksi. Di samping
itu, untuk menghindari faktor yang melekat pada manusia yakni sifat lupa
karena keterbatasan memori pewawancara. Makin cepat terbit laporan akan
makin cepat pula ditindak lanjutnya.
2. Materi Hasil Laporan Audit Bentuk Bab
Materi hasil laporan audit investigasi memuat hal yang bersifat umum seperti
dasar penugasan audit, sasaran dan ruang lingkup audit, dan data-data objek
audit yang perlu dinformasikan. Materi pokok laporan ialah simpulan hasil
audit dan uraian hasil audit. Uraian hasil audit memuat dasar hukum yang
diaudit meliputi peraturan perundang-undangan yang terkait dan ketentuan-
ketentuan intern, memuat uraian mengenai temuan hasil audit. Temuan hasil
audit memuat:
II-20

a. Jenis penyimpangan; yang secara singkat memuat uraian tentang klasifikasi


penyimpangan.
b. Pengungkapan fakta-fakta proses kejadian fraud atau modus operandi yaitu
uraian rinci mengenai apa, siapa, dimana, kapan dab bagaimana terjadinya
kecurangan.
c. Penyebab dan dampak penyimpanan; penyebab penyimpangan di sini
berupa kondisi yang ada dalam organisasi yang membuka peluang
terjadinya fraud dan adanya rekayasa untuk menutupi perbuatan fraud.
d. Pihak yang terlibat; pihak yang diduga terlibat atau bertanggung jawab
adalah pelaku fraud dan pada kondisi tertentu tidak boleh dicantumkan
nama jelas atau nama aslinya dalam laporannya tetapi diungkap dengan
kode tertentu.
e. Bukti-bukti yang dikumpulkan; bukti-bukti yang dikumpulkan dan
diungkap di laporan adalah bukti-bukti yang diperoleh selama audit
investigasi yang merupakan nukti pendukung tindak kecurangan. Karena
bukti cukup banyak, bukti-bukti yang dimasukkan dalam laporan adalah
bukti yang memenuhi ketentuan hukum.

Anda mungkin juga menyukai