DOSEN PENGAMPUH:
DISUSUN OLEH:
2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat
tersusun sampai selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak
yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materi.
Kami sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktikkan dalam
kehidupan.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah
ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Seringkali sebelum lewatnya periode neonate, keterangsangan umum pada bayi yang baru
lahir dapat dibedakan menjadi reaksi yang sederhana yang mengesankan kesenangan dan
ketidaksenangan. Reaksi yanag tidak menyenangkan dapat diperoleh dengan cara mengubah posisi
secara tiba-tiba, sekonyong-konyong membuat suara keras, merintangi gerakan bayi, membiarkan
bayi tetap mengenakan popok yang basah, dan menempelkan sesuatu yang dingin pada kulitnya.
Rangsangan seperti itu menyebabkan munculnya tangisan dan aktivitas besar. Sebaliknya reaksi
yang menyenangkan tampak jelas tatkala bayi menetek. Reaksi semacam itu juga dapat diperoleh
dengan cara mengayun-ayunkannya, menepuk-nepuknya, memberikanya kehangatan, dan
membopongnya dengan mesra. Rasa senang pada bayi dapat dilihat dari relaksasi yang
menyeluruh pada tubuhnya, dan dari suara yang menyenangkan berupa mendekut dan mendeguk.
Bahkan sebelum bayi berusia 1 tahun, ekspresi emosional diketahui serupa dengan ekspresi
pada orang dewasa. Lebih jauh lagi, bayi menunjukan berbagai rekasi emosional yang semakin
banyak antara lain kegembiraan, kemarahan, ketakutan, dan kebahagiaan. Reaksi ini dapat
ditimbulkan dengan cara memberikan berbagai macam rangsangan yang meluputi manusia serta
obyek dan situasi yang tidak efektif bagi bayi yang lebih muda.
Dengan meningkatnya usia anak, reaksi emosional mereka menjadi kurang menyebar,
kurang sembarangan, dan lebih dapat dibedakan. Sebagai contohnya, anak yang lebih mudah
memperlihatkan ketidaksenangan semata-mata hanya dengan menjerit dan menangis. Kemudian
reaksi mereka semakin bertambah yang meliputi perlawanan, melemparkana benda,
mengejangkan tubuh, lari menhindar, bersembunyi, dan mengeluarkan kata-kata. Dengan
bertambanya umur, maka reaksi yang berwujud bahasa meningkat, sedangkan reaksi grak oto
berkurang.
Bukan hanya pola emosi umum yang mengikuti alur yang dapat diramalkan, tetapi pola
dari berbagai macam emosi juga dapat diramalkan. Sebagai contohnya, reaksi ledakan marah
(temper tantrums) mencapai puncaknya pada usia antara 2 dan 4 tahun dan kemudian di ganti
dengan pola ekspresikemarahan yang lebih matang seperti cemberut dan sikap bengal. Pola
perkembangan dari berbagai macam emosi yang dapat diramalkan akan dibicarakan pada bagian
yang membahas pola emosi yang secara umum.
meskipun pola perkembangan emosi dapat diramalkan, tetapi terdapat variasi dalam segi
frekuensi, intensitas serta jangka waktu dari berbagai macam emosi, dan juga usia pemunculannya.
Variasi ini sudah mulai terlihat sebelum masa bayi berakhir dan semakin sering terjadi dan lebih
menyolok dengan meningkatnya usia kanak-kanak.
Dengan meningkatnya usia anak, semua emosi di ekspresikan secara lebih lunak karena
mereka harus mempelajari reaksi orang lain terhadap ucapan emosi yang berlebihan, sekalipun
emosi itu berupa kegembiraan atau emosi yang menyenangkan lainnya selain itu, karena anak-
anak mengekang sebagian ekspresi emosi mereka, emosi cenderung bertahan lebih lama daripada
dengan jika emosi itu di ekspresikan secara lebih kuat. Variasi itu sebagian disebabkan oleh
keadaan fisik anak pada saat itu dan taraf kemampuan intelektualnya, dan sebagian lagi disebabkan
oleh kondisi lingkungan. Anak yang sehat cenderung kurang emosiaonal dibandingkan dengan
anak yang kurang sehat. Sedangkan di tinjau sebagai suatu kelompok, anak-anak yang pandai
bereaksi lebih emosional terhadap berbagai macam rangsangan dibandingkan dengan anak-anak
yang kurang pandai. Mereka juga cenderung lebih mampu mengendalikan ekspresi emosi. Variasi
dipengaruhi oleh reaksi sosial terhadap perilaku emosional. Apabila reaksi sosial ini tidak
menyenangkan, misalnya, pada rasa takut atau cemburu, emosi tersebut akan jarang tampak dana
terwujud dalam bentuk yang lebih terkendali dibandingkana dengan apabila reaksi sosial mereka
terima menyenagkan.
Pematangan dan pelajar berjalin erat satu sama lain dalam mempengaruhi perkembangan
emosi sehingga pada saatnya akan sulit untuk menentukan pada relatifnya. Bukti tentang peran
yang dimainkan faktor pematangan dan faktor belajar dalam perkembangan emosi disajikan di
bawah ini
C. peran pematangan
D. Peran belajar
Terlepeas dari metode yang digunakan, dari segi perkembangan anak harus siap untuk
belajar sebelum tiba saatnya masa belajar. Sebagai contoh, bayi yabng baru lahir tidak mampu
mengepresikan kemarahan kecuali dengan menangis. Dengan adanya pematangan sistem syaraf
dan otot, anak-anak mengembangkan potensi untuk berbagai macam reaksi. Pengalaman belajar
mereka akan menentukan reaksi potensial mana yang akan mereka gunakan untuk menyatakan
kemarahan.
Sebagai contoh, telah ditemukan bahwa perubahan lingkungan yang mendadak dapat
mempengaruhi emosi anak. Anak yang sudah terbiasa dengan ibu yang memberi perhatian penuh
dapat mendendam kepada ibunya yang sangat memperhatikan adiknya yang baru lahir dan
mungkin mengungkapkan kemarahan dan kecemburuan dengan luapan emosi berulang kali dan
kuat. Hal ini dapat dicegah dengan mengkaji masalahnya sehingga anak memperoleh bagian
perhatian yang adil dari ibunya. Melalui ajaran dan bimbingan, anak dapat dibantu memahami
mengapa ada saat- nya bayi memerlukan waktu sang ibu. Dan anak tersebut, sekali lagi melalui
manipulasi lingkungan, dapat diberi perhatian tambahan apabila ibu sedang tidak menjaga bayinya
BELAJAR SECARA COBA DAN RALAT Belajar secara coba dan ralat (trial and error learning)
terutama melibatkan aspek reaksi. Anak belajar secara coba-coba untuk mengekspresikan emosi
dalam bentuk perilaku yang memberikan pemuasan terbesar kepadanya dan menolak perilaku yang
memberikan pemuasan sedikit atau sama sekali tidak memberikan pemuasan. Cara belajar ini lebih
umum digunakan pada masa kanak-kanak awal dibandingkan dengan sesudahnya, tetapi tidak
pernah ditinggalkan sama sekali.
BELAJAR DENGAN CARA MENIRU Belajar dengan cara meniru (learning by imitation)
sekaligus mempengaruhi aspek rangsangan dan aspek reaksi. Dengan cara mengamati hal- hal
yang membangkitkan emosi tertentu pada orang lain, anak-anak bereaksi dengan emosi dan
metode ekspresi yang sama dengan orang- orang yang diamati. Sebagai contoh, anak yang peribut
mungkin menjadi marah terhadap tegoran guru. Jika ia seorang anak yang populer di kalangan
teman sebayanya, mereka juga akan ikut marah kepada guru tersebut.
PELATIHAN Pelatihan (training) atau belajar di bawah bimbingan dan pengawasan, terbatas pada
aspek reaksi. Kepada anak diajarkan cara bereaksi yang dapat diterima jika sesuatu emosi
terangsang. Dengan pelatihan, anak-anak dirangsang untuk bereaksi terhadap rangsangan yang
biasanya membangkitkan emosi yang menyenangkan dan dicegah agar tidak bereaksi secara
emosional terhadap rangsangan yang membangkitkan emosi yang tidak menyenangkan. Hal ini
dilakukan dengan cara mengendalikan lingkungan apa bila memungkinkan.
Dapat dipahami bahwa emosi anak kecil seringkali sangat berbeda dari emosi anak yang
lebih tua atau orang dewasa. Orang dewasa yang belum memahami hal ini cenderung menganggap
anak kecil sebagai “tidak matang” sebetulnya tidak logis jika kita menuntut agar semua anak pada
usia tertentu mempunyai pola emosi yang sama. Perbedaan individu tidak dapat dielakan karena
adanya perbedaan taraf pematangan dan kesempatan belajar. Terlepas dari adanya perbedaan
individu, ciri khas anak membuatnya berbeda dari emosi orang dewasa.
Rasa Takut
Kekuatan tertentu secara khas dijumpai pada usia tertentu dan karenanya disebut sebagai
"ketakutan yang khas" untuk taraf usia tersebut. Tidak ada peralihan yang sekonyong-konyong
dari suatu jenis ketakutan ke jenis ketakutan lainnya, tetapi lebih merupakan peralihan yang
bertahap dari ketakutan yang spesifik ke ketakutan yang bersifat umum.
Rangsangan yang umumnya menimbulkan rasa takut pada masa bayi ialah suara yang
keras, binatang, kamar yang gelap, tempat yang tinggi, berada seorang diri, rasa sakit, orang yang
tidak dikenal, tempat dan obyek yang tidak dikenal.
Anak kecil lebih takut kepada benda-benda di bandingkan dengan bayi atau anak yang
lebih tua. Usia antara 2 sampai 6 tahun merupakan masa puncak bagi rasa takut yang khas di dalam
pola perkembangan yang normal. Alasannya karena anak kecil lebih mampu mengenal bahaya
dibandingkan dengan bayi, tetapi kurangnya pengalaman menyebabkan mereka kurang mampu
mengenal apakah sesuatu bahaya merupakan ancaman pribadi atau tidak.
Anak kecil bereaksi dengan intensitas yang sama, baik terhadap situasi yang remeh maupun
yang serius. Anak praremaja bahkan bereaksi dengan emosi yang kuat terhadap hal-hal yang
tampaknya bagi orang dewasa merupakan soal sepele.
Semua bayi yang baru lahir pola reaksinya sama. Secara bertahap, dengan adanya pengaruh
faktor belajar dan lingkungan, perilaku yang menyertai berbagai macam emosi semakin diin.
dividualisasikan. Seorang anak akan berlari ke luar dari ruangan jika mereka ketakutan, sedangkan
anak lainnya mungkin akan menangis, dan anak lainnya lagi mungkin akan bersembunyi di
belakang kursi atau di balik punggung seseorang.
Dengan meningkatnya usia anak, pada usia tertentu emosi yang sangat kuat berkurang
kekuatannya, sedangkan emosi lainnya yang tadinya lemah berubah menjadi kuat. Variasi ini
sebagian disebabkan oleh perubahan dorongan, sebagian lagi oleh perkembangan intelektual, dan
sebagian lainnya oleh perubahan minat dan nilai.
Intelegensi
Anak-anak yang terlalu cepat dewasa mempunyai ciri khas rasa takut seperti yang dimiliki
oleh anak-anak pada tingkat usia yang lebih tua, dan anak-anak yang terbelakang mentalnya
mempunyai ciri khas rasa takut seperti yang dimiliki oleh anak-anak pada tingkat usia yang lebih
muda. Sebagai contoh, sebagian besar anak berusia 3 tahun mempunyai rasa takut yang ditentukan
situasi, sedangkan anak usia 3 tahun yang terlalu cepat matang umumnya mempunyai rasa takut
yang bersifat lebih umum dan tertuju pada hal-hal yang dikhayalkan. Lebih jauh lagi, anak-anak
yang terlalu cepat dewasa cenderung mempunyai ketakutan yang lebih banyak dibandingkan
dengan teman sebaya mereka karena anak-anak tersebut lebih sadar terhadap kemungkinan
bahaya.
Jenis kelamin
Pada semua tingkat usia dan ditinjau sebagai suatu kelompok, anak-anak perempuan
memperlihatkan ketakutan lebih banyak dibandingkan dengan anak laki-laki. Di samping itu,
ketakutan anak-anak perempuan kepada obyek tertentu seperti ular dan binatang kecil lebih dapat
diterima secara sosial.
Anak-anak dari keluarga berstatus sosial ekonomi rendah pada semua tingkat usia
mempunyai ketakutan yang lebih banyak dibandingkan dengan anak anak dari keluarga kelas
menengah dan keluarga kelas tinggi.
Kondisi fisik
Jika anak-anak dalam keadaan letih, lapar, dan kurang sehat, mereka bereaksi dengan
ketakutan yang lebih besar dibandingkan dengan dalam keadaan normal, dan mereka lebih mudah
takut terhadap berbagai macam situasi yang dalam keadaan normal tidak menimbulkan rasa takut.
Hubungan sosial
Berada bersama anak lain yang sedang ketakutan juga menimbulkan rasa takut. Jika jumlah
individu di dalam kelompok bertambah, maka ketakutan akan dirasakan bersama dan jumlah rasa
takut dari setiap anak akan bertambah.
Urutan kelahiran
Anak pertama cenderung mempunyai ketakutan yang lebih banyak dibandingkan dengan
anak yang lahir kemudian karena mereka dibayangi sikap orang tua yang terlalu melindungi.
Semakin banyak anak yang lebih muda berhubungan dengan kakak mereka, semakin banyak
ketakutan yang mereka alami.
kepribadian
Anak yang emosinya tidak tenteram cenderung lebih mudah merasa takut dibandingkan
dengan anak yang tenteram. Anak yang berkepribadian ekstrovert belajar rasa takut lebih-banyak
dengan cara menirukan orang lain dibandingkan dengan anak berkepribadian introvert.
Ada sejumlah pola emosi yang berkaitan dengan rasa takut dalam arti bahwa aspek yang
paling berpengaruh dalam pola ini ialah rasa takut. Yang paling penting di antaranya ialah rasa
malu (shyness), rasa canggung (embarrassment), rasa khawatir (worry) dan rasa cemas (anxiety).
Setiap pola emo- si tersebut akan diterangkan berikut ini.
RASA MALU Rasa malu merupakan bentuk ketakutan yang ditandai oleh penarikan diri dari
hubungan dengan orang lain yang tidak dikenal atau tidak sering berjumpa. Rasa malu selalu
ditimbul kan oleh manusia, bukan oleh binatang atau situa si. Studi terhadap bayi telah
menunjukkan bahwa selama pertengahan tahun pertama kehidupan, rasa malu merupakan reaksi
yang hampir universal.
RASA CANGGUNG Seperti halnya rasa malu, rasa canggung adalah reaksi takut terhadap
manusia, bukan pada obyek atau situasi. Rasa canggung berbeda dari rasa malu dalam hal bahwa
kecanggungan tidak disebabkan oleh adanya orang yang tidak dikenal atau orang yang sudah
dikenal yang memakai pakaian tidak seperti biasanya, tetapi lebih disebabkan oleh keragu-raguan
tentang penilaian orang lain terhadap perilaku atau diri seseorang. Oleh karena itu, rasa canggung
merupakan keadaan khawatir yang menyangkut kesadaran-diri (self- conscious distress).
Karena rasa canggung bergantung pada kemampuan seseorang untuk mengetahui hal-hal yang
dituntut para anggota kelompok sosial dan kemampuan menilai apakah diri-sendiri dapat
memenuhi tuntutan sosial tersebut, rasa canggung ini berkembang lebih kemudian dibandingkan
dengan rasa malu. Perasaan ini biasanya tidak muncul sebelum anak berusia 5 atau 6 tahun.
Dengan meningkatnya usia anak, rasa canggung bertambah karena mengingat pengalaman pada
saat perilaku mereka berada di bawah standar tuntutan sosial. Hal ini mengakibatkan mereka
membesar-besarkan ketakutan pada penilaian orang lain di kemudian hari. Karena rasa canggung
dapat membingungkan anak dan berbicara terputus-putus, hal itu seringkali menimbulkan perilaku
yang secara sosial dinilai kurang baik.
Sejumlah studi menunjukkan bahwa ingatan tentang rasa terhina dan pengalaman kehilangan. diri
(ego-deflating experience) memainkan peran penting dalam peningkatan rasa canggung. Para
remaja dan orang dewasa melaporkan bahwa ingatan semacam itu membentuk dasar konsepdiri
yang kurang baik. Hal ini menjadi lingkaran setan Semakin kuat ingatan tentang rasa canggung di
masa lampau, semakin jelek konsep diri, dan semakin mudah seseorang menafsirkan reaksi orang
lain sebagai hal yang kurang baik, dan kemudian hal ini akan menambah rasa canggung yang baru.
Reaksi paling umum dari rasa malu antara lain muka yang memerah, tingkah yang gugup, bicara
menggagap, dan penghindaran diri dari situasi yang semula membangkitkan emosi - semuanya
juga merupakan ciri khas rasa canggung. Karena reaksi yang sama pada rasa malu dan rasa
canggung, maka tidak selalu mudah mengenal apakah perilaku seorang anak merupakan indikasi
rasa malu atau rasa canggung.
RASA KHAWATIR Rasa khawatir biasanya dijelaskan sebagai "khayalan ketakutan" atau
"gelisah tanpa alasan." Tidak seperti ketakutan yang nyata, rasa khawatir tidak langsung
ditimbulkan oleh rangsangan dalam lingkungan tetapi merupakan produk pikiran anak itu sendiri.
Rasa khawatir timbul karena membayangkan situasi berbahaya yang mungkin akan meningkat.
Kekhawatiran adalah normal pada masa kanak-kanak, bahkan pada anak-anak yang
penyesuaiannya paling baik sekalipun.
Sebelum anak-anak mampu merasa khawatir, mereka harus mencapai suatu tahap perkembangan
intelektual yang memungkinkan untuk membayangkan hal-hal yang tidak akan muncul secara
sekonyong-konyong. Hal ini tidak akan terjadi sampai menjelang anak berusia 3 tahun. Rasa
khawatir menjadi lebih sering terjadi dan lebih kuat dengan semakin besarnya anak. Biasanya
kekhawatiran mencapai puncaknya pada saat hampir mencapai kematangan seksual, dan sesudah
itu akan berkurang. Penurunan ini ada kaitannya dengan perkembangan intelektual.
RASA CEMAS Rasa cemas ialah keadaan mental yang tidak enak berkenaan dengan sakit yang
mengancam atau yang dibayangkan. Rasa cemas ditandai oleh kekhawatiran, ketidakenakan, dan
prarasa yang tidak baik yang tidak dapat dihindari oleh seseorang; disertai dengan perasaan tidak
berdaya karena merasa menemui jalan buntu; dan disertai pula dengan ketidakmampuan
menemukan pemecahan masalah yang dihadapi. Ciri-ciri keadaan mental yang tidak enak dalam
rasa cemas pada suatu saat mungkin meningkat menjadi kecemasan yang disebut "kecemasan yang
mengambang" (free floating anxiety). Pada kecemasan yang mengam- bang ini anak mengalami
keadaan takut yang ri- ngan setiap menghadapi situasi yang dianggap sebagai ancaman yang
potensial.
Meskipun rasa cemas berkembang dari rasa ta- kut dan khawatir, namun dalam pelbagai segi
berbeda satu sama lain. Rasa cemas bersifat lebih samar-samar dibandingkan dengan rasa takut.
Tidak seperti rasa takut, rasa cemas tidak disebabkan oleh situasi yang nyata, tetapi oleh situasi
yang dibayangkan.
I. Rasa Marah
Rasa marah adalah ekspresi yang lebih sering diungkapkan pada masa kanak-kanak jika
dibandingkan dengan rasa takut. Alasannya ialah karena rangsangan yang menimbulkan rasa
marah lebih banyak, dan pada usia yang dini anak-anak mengetahui bahwa kemarahan merupakan
cara yang efektif untuk memperoleh perhatian atau memenuhi keinginan mereka. Sebaliknya,
reaksi takut semakin berkurang karena kemudian anak-anak menyadari bahwa umumnya tidak ada
perlunya merasa takut.
Frekuensi dan intensitas kemarahan yang dialami setiap anak berbeda-beda. Sebagian anak
dapat melawan rangsangan yang menimbulkan ke- marahan secara lebih baik dibandingkan
dengan anak lainnya. Kemampuan melawan rangsangan semacam itu pada seorang anak bervariasi
yang bergantung pada kebutuhan yang dirintangi, kondisi fisik dan emosi pada saat itu, dan situasi
di mana rangsangan itu terjadi.
Bayi bereaksi dengan ledakan marah terhadap ketidakenakan fisik yang ringan, rintangan terhadap
aktivitas fisik, dan pembebanan paksaan dalam hal perawatan, misalnya pada
saat mandi dan dikenakan pakaian. Ketidakmampuan untuk membuat diri mereka dimengerti
melalui ocehan atau usaha berbicara yang belum saatnya juga menyebabkan mereka jengkel. Di
samping itu, mereka menjadi marah jika orang tidak memberikan perhatian sebanyak yang mereka
inginkan, atau jika milik mereka diambil.
Anak-anak prasekolah menjadi marah karena kondisi yang banyak kesamaannya dengan kondisi
yang menimbulkan kemarahan bayi. Mereka terutama tidak menyukai gangguan terhadap milik
mereka, dan selalu melawan anak lain yang men coba meraih mainan mereka atau mengganggu
me reka selagi bermain. Mereka marah jika mainan atau obyek lainnya tidak sebagaimana yang
mere ka kehendaki dan jika mereka melakukan kesalahan dalam hal yang mereka lakukan. Mereka
juga marah jika disuruh melakukan sesuatu yang enggan mereka lakukan pada saat itu.
nakan pakaian. Ketidakmampuan untuk membuat diri mereka dimengerti melalui ocehan atau
usaha berbicara yang belum saatnya juga menyebabkan mereka jengkel. Di samping itu, mereka
menjadi marah jika orang tidak memberikan perhatian sebanyak yang mereka inginkan, atau jika
milik mereka diambil.
Anak-anak prasekolah menjadi marah karena kondisi yang banyak kesamaannya dengan kondisi
yang menimbulkan kemarahan bayi. Mereka terutama tidak menyukai gangguan terhadap milik
mereka, dan selalu melawan anak lain yang men coba meraih mainan mereka atau mengganggu
me reka selagi bermain. Mereka marah jika mainan atau obyek lainnya tidak sebagaimana yang
mere ka kehendaki dan jika mereka melakukan kesalahan dalam hal yang mereka lakukan. Mereka
juga marah jika disuruh melakukan sesuatu yang enggan mereka lakukan pada saat itu.
J. Rasa Cemburu
Rasa cemburu adalah reaksi normal terhadap kehilangan kasih sayang yang nyata,
dibayangkan, atau ancaman kehilangan kasih sayang. Rasa cemburu timbul dari kemarahan yang
menimbulkan sikap jengkel dan ditujukan kepada orang lain. Pola rasa cemburu seringkali berasal
dari rasa takut yang dikombinasikan dengan rasa marah. Orang yang cemburu merasa tidak
tenteram dalam hubungannya dengan orang yang dicintai dan takut kehilangan status dalam
hubungan kasih sayang. itu. Situasi yang menimbulkan rasa cemburu selalu merupakan situasi
sosial. Ada tiga sumber utama. yang menimbulkan rasa cemburu, dan kadar penting masing-
masing sumber bervariasi menurut tingkatan umur.
Pertama, rasa cemburu pada masa kanak-kanak umumnya ditumbuhkan di rumah: artinya
timbul dari kondisi yang ada di lingkungan rumah. Karena bayi yang baru lahir meminta banyak
waktu dan perhatian ibu maka anak yang lebih tua menjadi terbiasa menerima rasa diabaikan.
Kemudian ia merasa sakit hati terhadap adik yang baru dan ibunya.
K. Dukacita
Dukacita adalah trauma psikis, suatu kesengsaraan emosional yang disebabkan oleh
hilangnya sesuatu yang dicintai. Dalam bentuk yang lebih ringan keadaan ini dikenal sebagai
kesusahan atau kesedihan Terlepas dari intensitas dan umur tatkala hal tersebut dialami, dukacita
adalah salahsatu dari emosi yang paling tidak menyenangkan.
Bagi anak-anak umumnya, dukacita bukan emosi yang sangat umum. Ada tiga alasan
mengenai hal ini. Pertama, para orang tua, guru, dan orang dewasa lainnya berusaha mengamankan
anak tersebut dari berbagai aspek dukacita yang menyakitkan karena hal itu dianggap dapat
merusak kebahagiaan masa kanak-kanak dan dapat menjadi dasar bagi masa dewasa yang tidak
bahagia. Kedua, anak-anak, terutama apabila mereka masih kecil, mempunyai ingatan yang tidak
bertahan terlalu lama, sehingga mereka dapat dibantu melupakan dukacita apabila perhatian
mereka dialihkan ke sesuatu yang me nyenangkan. Ketiga, tersedianya pengganti untuk sesuatu
yang telah hilang itu, mungkin mainan yang dicintai atau ayah atau ibu yang dicintai seringkali
dapat memalingkan mereka dari kesedihan kepada kebahagiaan. Setiap tahun, anak-anak secara
normal semakin banyak mengalami dukacita karena mereka tidak lagi terhindar sepenuhnya
sebagaimana ketika mereka masih lebih muda.
Tekanan sosial dalam bentuk peringatan dan hukuman mengendalikan melakukan penjelajahan
untuk memuaskan keingintahuan mereka. Oleh ka rena itu, segera setelah mampu mengajukan
pertanyaan, mereka menanyakan tentang benda-benda atau hal-hal yang telah menimbulkan
keingintahuan mereka. Anak mulai bertanya sekitar usia 3 tahun dan mencapai puncaknya kira-
kira pada saat anak memasuki kelas satu sekolah dasar. Ketika mereka telah pandai membaca,
sebagian besar anak-anak mulai mengganti cara bertanya itu dengan membaca, jika mereka
menganggap bahwa pertanyaan mereka tidak dijawab dengan memuaskan.
Kegembiraan adalah emosi yang menyenangkan," yang juga dikenal dengan keriangan,
kesenangan, atau kebahagiaan. Setiap anak berbeda-beda intensitas kegembiraan dan jumlah
kegembiraannya serta cara mengekspresikannya sampai batas-batas tertentu dapat diramalkan.
Sebagai contoh, ada kecenderungan umur yang dapat diramalkan, yaitu anak-anak yang lebih
muda merasa gembira dalam bentuk yang lebih menyolok daripada anak-anak yang lebih tua.
Anak prasekolah bereaksi terhadap rangsangan yang lebih banyak dibandingkan dengan
bayi. Rasa senang mereka umumnya timbul dari aktivitas yang menyertakan anak lain, terutama
teman sebaya, dan rasa senang sangat kuat apabila prestasi mereka melebihi teman sebaya.
Pada anak yang lebih tua, rangsangan yang me- nimbulkan emosi yang menyenangkan
pada umur yang lebih muda masih tetap memberikan kesenangan. Keadaan fisik yang sehat, situsi
yang ganjil, permainan kata-kata, malapetaka yang ringan, dan suara yang datangnya tiba-tiba atau
tidak diduga tetap mampu menimbulkan senyum dan tawa mereka. Mungkin sebab yang paling
umum dari ke- gembiraan dan keriangan pada anak-anak yang lebih tua adalah keberhasilan
mencapai tujuan yang telah mereka tetapkan untuk diri mereka sendiri. Semakin keras mereka
harus berusaha untuk mencapai tujuan, semakin besar kegembiraan mereka jika akhirnya mereka
berhasil.
Pada usia puber, ketika perubahan fisik terjadi, kegembiraan semakin lama semakin
menurun. Hal ini bukan karena rangsangan yang menimbulkan kegembiraan berkurang di
lingkungan mereka, tetapi karena pandangan anak terhadap kehidupan telah berubah. Anak-anak
pada masa puber sering diliputi kecemasan tentang diri mereka dan cara fisik mereka berkembang.
Mereka hampir selalu merasa bahwa kondisi kesehatan mereka tidak dalam keadaan yang terbaik
dan seringkali sangat tidak puas dengan prestasi yang dicapai dalam berbagai segi
kehidupan merekayang sehat. Emosi yang menyenangkan juga berkaitan dengan aktivitas bayi
seperti mendekut, mengoceh, merangkak, berdiri, berjalan, dan berlari.
Anak prasekolah bereaksi terhadap rangsangan yang lebih banyak dibandingkan dengan
bayi. Rasa senang mereka umumnya timbul dari aktivitas yang menyertakan anak lain, terutama
teman sebaya, dan rasa senang sangat kuat apabila prestasi mereka melebihi teman sebaya.
Pada anak yang lebih tua, rangsangan yang me- nimbulkan emosi yang menyenangkan
pada umur yang lebih muda masih tetap memberikan kesenangan. Keadaan fisik yang sehat, situsi
yang ganjil, permainan kata-kata, malapetaka yang ringan, dan suara yang datangnya tiba-tiba atau
tidak diduga tetap mampu menimbulkan senyum dan tawa mereka. Mungkin sebab yang paling
umum dari ke- gembiraan dan keriangan pada anak-anak yang lebih tua adalah keberhasilan
mencapai tujuan yang telah mereka tetapkan untuk diri mereka sendiri. Semakin keras mereka
harus berusaha untuk mencapai tujuan, semakin besar kegembiraan mereka jika akhirnya mereka
berhasil.
Pada usia puber, ketika perubahan fisik terjadi, kegembiraan semakin lama semakin
menurun. Hal ini bukan karena rangsangan yang menimbulkan kegembiraan berkurang di
lingkungan mereka, tetapi karena pandangan anak terhadap kehidupan telah berubah. Anak-anak
pada masa puber sering diliputi kecemasan tentang diri mereka dan cara fisik mereka berkembang.
Mereka hampir selalu merasa bahwa kondisi kesehatan mereka tidak dalam keadaan yang terbaik
dan seringkali sangat tidak puas dengan prestasi yang dicapai dalam berbagai segi
kehidupan mereka
REAKSI KEGEMBIRAAN Ada berbagai macam ekspresi kegembiraan yang berkisar dari diam,
tenang, puas diri, sampai meluap-luap dalam kegembiraan yang besar. Tertawa mulai tampak
sekitar empat tahun pertama kehidupan dan menjadi semakin sering dan kuat dengan
meningkatnya usia. Beberapa kondisi yang meningkatkan tawa pada lima tahun pertama
kehidupan adalah rangsangan pendengaran (letupan bibir, misalnya, "bum, bum"), rangsangan
perabaan (belaian pada rambut. bayi), rangsangan sosial (permainan ciluk-ba), dan rangsangan
penglihatan (pura-pura mengisap botol bayi atau merangkak di lantai
Tertawa sifatnya menular. Apabila sedang bersama-sama dengan anak lain, anak-anak lebih
banyak tertawa daripada ketika sendirian. Hal ini benar pada bayi dan menjadi semakin benar
ketika usia anak sudah lebih meningkat dan anak ingin melakukan semua hal yang dilakukan oleh
teman sebaya mereka.
Dengan meningkatnya usia, anak-anak belajar mengekspresikan kegembiraan mereka dalam pola
yang diterima secara sosial oleh kelompok tempat mereka mempersamakan diri. Mereka belajar
bah- wa merasa puas atas kesusahan orang lain yang telah mereka kalahkan adalah perilaku yang
tidak jantan. Oleh karena itu, mereka belajar untuk ti dak memperlihatkan kegembiraan mereka
walaupun dalam hati penuh dengan kesukacitaan.
Emosi kegembiraan selalu disertai dengan senyuman dan tawa dan suatu relaksasi tubuh
sepenuhnya (69). Hal ini sangat bertentangan dengan ketegangan yang terjadi pada emosi yang
tidak menyenangkan. Anak kecil juga mengekspresikan kebahagiaan mereka dengan aktivitas otot.
Mereka melompat-lompat; berguling-guling di lantai bersorak dengan riang bertepuk tangan
memeluk orang, binatang, atau obyek yang menimbulkan kegembiraan mereka dan tertawa dengan
hingar-bingar.
Tekanan sosial memaksa anak-anak yang lebih. tua untuk mengendalikan ekspresi kegembiraan
agar tidak dikatakan "belum dewasa".
M. Kasih Sayang
Kasih sayang adalah reaksi emosional terhadap seseorang, binatang, atau benda. Hal itu
menunjukkan perhatian yang hangat, dan mungkin terwujud dalam bentuk fisik atau kata-kata
(verbal). Faktor belajar memainkan peran penting untuk menentukan kepada siapa kasih sayang
itu ditujukan pada orang atau obyek yang khusus. Anak-anak cenderung paling suka kepada orang
yang menyukai mereka dan anak-anak bersikap "ramah-tamah" terhadap orang itu. Kasih sayang
mereka terutama ditujukan kepada manusia. "Obyek kasih-sayang" yang berupa binatang atau
benda kadang-kadang merupakan pengganti bagi obyek kasih sayang kepada manusia.
Agar menjadi emosi yang menyenangkan dan dapat menunjang penyesuaian yang baik,
kasih sayang harus berbalas. Harus ada tali penyambung antara anak-anak dengan orang-orang
yang berarti dalam kehidupan mereka. Bossard dan Boll memberi nama pada hubungan yang
timbal balik ini sebagai "komplek empati" (14) ("the empathic com- plex"). Garrison menekankan
kebutuhan keseimbangan dalam hubungan tersebut
REAKSI KASIH SAYANG Kasih sayang terutama diperlihatkan dengan perilaku yang ramah-
tamah, penuh perhatian, dan akrab. Bayi yang berusia di bawah 5 bulan terus-menerus menatapkan
matanya ke wajah seseorang, menyepakkan kaki, mengulurkan dan melambaikan tangan, berusaha
mengangkat tubuh, tersenyum, dan memalingkan leher mereka. Pada usia 6 bulan, bayi telah cukup
mampu mengendalikan gerak lengan untuk menggapai orang yang dicintai. Mereka bereaksi
terhadap rangkulan dengan meraih muka dan memegang mulut orang yang dicintai.
Setelah berumur satu tahun, anak kecil memperlihatkan kasih sayang kepada orang lain dalam
tingkah yang sama tak terkendalikannya dengan tingkat mereka pada saat mengekspresikan emosi
lainnya. Mereka memeluk, meraba, membelai, dan mencium orang atau obyek yang mereka cintai.
Mencium adalah ekspresi yang jarang dilakukan oleh anak kecil dibandingkan dengan memeluk
atau menepuk, meskipun mereka suka dicium oleh orang lain. Anak kecil ingin terus-menerus
berada bersama orang yang mereka cintai dan mereka mencoba membantu apa pun yang dilakukan
oleh orang tersebut.
Umumnya perilaku yang hampir serupa itu tam- pak dalam hubungan mereka dengan binatang
kesayangan atau mainan. Mainan yang disukai, akan dipeluk dan ditepuk habis-habisan. Binatang
kesayangan dipeluk dan dibelai sampai hampir kesesakan. Umumnya anak kecil membawa mainan
dan binatang kesayangan yang selalu menjadi sahabat bermain mereka.
Emosi yang dominan adalah dari semua emosi, salah satu atau beberapa di antaranya,
menimbulkan pengaruh yang terkuat terhadap perilaku seseorang. Anak tidak lahir dengan
dominasi emosi yang menyenangkan atau emosi yang tidak menyenangkan, atau dengan deminasi
satu emosi yang spesifik. Akan tetapi, emosi yang akan mempunyai kekuatan dominan dalam
kehidupan mereka terutama bergantung pada lingkungan tempat mereka tumbuh, hubungan
mereka dengan orang-orang yang berarti bagi kehidupan mereka, dan bimbingan yang mereka
terima dalam mengendalikan emosi.
Emosi yang dominan mempengaruhi kepribadian anak, dan kepribadi anak mempengaruhi
penyesuaian pribadi dan sosial mereka. Emosi yang dominan akan menentukan temperamen atau
"suasana hati yang dirasakan" anak.
Temperamen bersifat menetap. Temperamen mempengaruhi ciri khas penyesuaian anak terhadap
kehidupan. Seseorang yang "berpembawaan periang, atau yang bertemperamen periang, akan
memandang ringan rintangan yang menghalangi langkahnya dan hanya akan sedikit terganggu
atau tidak akan terganggu sama sekali oleh rintangan tersebut. Seseorang yang berpembawaan
buruk" akan mengekspresikan kemarahan melebihi proporsi rangsangan yang ada. Anak yang
bertemperamen khawatir akan cenderung mengalami lebih banyak ketakutan daripada anak-anak
lain. Pada suatu saat di masa yang lampau orang-sorang beranggapan bahwa temperamen adalah
warisan, dan temperamen ditentukan oleh "cairan didalam tubuh", kelenjar, dan
bahkan bentuk tubuh.
P. Keseimbangan Emosi
Pada keseimbangan emosi, dominasi emosi yang tidak menyenangkan dapat dilawan
sampai pada batas tertentu dengan emosi yang menyenangkan dan sebaliknya. Pada keseimbangan
emosi yang ideal, timbangan harus condong ke arah emosi yang menyenangkan sehingga emosi
itu mempunyai kekuatan melawan kerusakan psikologis yang ditimbulkan oleh dominasi emosi
yang tidak menyenangkan.
Dalam masa tahun pertama dan kadang-kadang sampai dengan tahun kedua kehidupan,
masih mungkin mengendalikan lingkungan sehingga bayi akan mengalami emosi yang
menyenangkan semaksimal mungkin dan emosi yang tidak menyenangkan seminimal mungkin.
Begitu anak mampu bergerak bebas, pengendalian ini tidak mungkin lagi dilakukan.
Denganb erkembangnya keterampilan otot dan meningkatnya kebebasan, sangat banyak hal dalam
lingkungan yang dapat menimbulkan kemarahan, ketakutan, kecemburuan, dan emosi lainnya
yang tidak menyenangkan. Keseimbangan emosi dapat diperoleh melalui dua cara.
Q. Pengendalian Emosi
Konsep ilmiah tentang pengendalian emosi sangat berbeda dari konsep yang populer
tersebut. Dengan menggunakan kata "control" seperti yang didefinisikan pada setiap kamus
standar yang berarti "berusaha sekuat-kuatnya mengendalikan atau mengarahkan pengaruh
terhadap sesuatu", maka konsep ilmiah tentang pengendalian emosi berarti mengarahkan energi
emosi ke saluran ekspresi yang bermanfaat dan dapat diterima secara sosial. Memang, konsep
ilmiah menitikberatkan pada pengendalian, tetapi hal itu tidak sama artinya dengan penekanan.
Persiapan fisik dan mental untuk bertindak timbul apabila emosi yang timbul dapat
dilepaskan dengan berbagai cara. Cara yang biasanya dilakukan seseorang untuk bereaksi sebagian
besar bergantung pada faktor yang memberikan kepuasan terbesar padanya, pada perilaku yang
dapat diterima secara sosial, dan pada perilaku yang tidak menimbulkan penolakan dari orang-
orang yang berarti bagi anak. Di antara sejumlah cara yang digunakan anak untuk menyalurkan
energi yang terpendam.
Beberapa cara yang umumnya dipakai anak un- tuk bereaksi terhadap rangsangan yang
menimbulkan kemarahan Karena di antara berbagai cara mengekspresikan emosi secara terkendali
itu tidak ada satu pun yang terbaik, anak-anak akan memilih salah satu yang dapat memenuhi
kebutuhan mereka, dan jika mungkin, juga diterima secara sosial. Akan tetapi apabila cara itu tidak
menyalurkan semua energi yang ditimbulkan oleh emosi, akan ada akibat lanjutan yang tidak
menyenangkan pada kesehatan fisik dan mental anak. Sebagai contoh, ekspresi kemarahan yang
tidak langsung yang paling konstruk· tif pun tidak akan memadai, apabila hal itu tidak dapat
membersihkan sistem energi yang dihasilkan oleh kemarahan. Letusan kemarahan mungkin da pat
membersihkan sistem tersebut, tetapi akan ga gal untuk mendapatkan penerimaan sosial dari
kelompok. Akibatnya, hal itu tidak akan menimbulkan kepuasan.
S. Katarsis Emosi
Pembersihan sistem energi yang terkurung, yang terjadi apabila ekspresi emosi
dikendalikan, dikenal sebagai "katarsis emosi." Apabila energi fisik yang dibina untuk persiapan
bertindak tidak dile paskan, keseimbangan tubuh akan terganggu. Demikian pula halnya, apabila
keadaan mental yang menyertai emosi tidak ditangani secara tepat, hal itu akan menimbulkan sikap
yang tidak menyenangkan sehingga penyesuaian pribadi dan sosial anak kurang baik.
Ketika tubuh disiapkan untuk bertindak, maka emosi yang ditimbulkan, apakah itu berupa
kecemasan, kecemburuan, atau permusuhan, dapat memperlama goncangan fisik. Hal itu akan
memperlama pula kekacauan mental. Akibatnya, terdapat lingkaran hubungan sebab akibat yang
tidak ada hentinya sampai dilakukan sesuatu untuk mengakhirinya. Kebutuhan yang terhalang
harus dipenuhi, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Jika anak tidak dapat
menggunakan energi itu sepenuhnya dalam ekspresi emosi yang langsung, mereka harus
membuangnya dengan cara yang tidak langsung. Kebutuhan untuk membersihkan tubuh dari
energi emosional yang terkurung sudah dikenal pada zaman Hippocrates pada masa Yunani
Kuno,dalam abad keempat Sebelum Masehi.
KATARSIS FISIK Setiap aktivitas yang menggunakan seluruh energi yang dihasilkan oleh
perubahan fisik yang menyertai emosi akan menimbulkan suatu katarsis bagi energi ini dan
memulihkan keseimbangan. Di kalangan anak-anak, tiga macam aktivitas katarsis yang paling
umum dan paling menguntungkan adalah menyibukkan diri, tertawa, dan menangis. Akan tetapi
kadar penerimaan aktivitas itu oleh kelompok sosial tidak sama.
Menyibukkan diri, apakah melalui permainan atau kerja dapat diterima secara sosial. Anak-anak
dapat menyalurkan energi emosional dengan cara berlari, berenang, bermain bola, memotong
rumput, menyekop salju, atau menggunakan palu dan gergaji. Untuk mencapai hasil katarsis yang
diinginkan, aktivitas tidak hanya harus dapat diterima secara sosial, tetapi juga harus memuaskan
anak. Sebagai contoh, anak yang dipaksa memotong rumput tidakakan memperoleh nilai katarsis
dari aktivitas ini seperti yang dapat diperolehnya apabila melakukan hal ini dengan sukarela.
Kekesalan hati mereka akan menyebabkan keadaan emosional yang semula tetap hidup dan
bukannya berkurang.
KATARSIS MENTAL Untuk mencapai katarsis mental, anak-anak harus mengubah sikap
terhadap situasi yang menimbulkan emosi mereka. Hal ini berarti bahwa mereka harus belajar
mentolerir emosi dan menyadari sebab kemarahan, dukacita ketakutan, kecemburuan mereka, dan
sebagainya. Bagaimanapun juga, mereka sangat tidak berpenga laman untuk menangani masalah
ini tanpa bantuan.
"Oleh karena itu, bimbingan mutlak diperlukan. Akan tetapi, anak-anak tidak akan memperoleh
manfaat bimbingan kecuali jika mereka mau.
komunikasi dengan orang lain. Tidak seorang pun dapat membantu mereka kecuali apabila mereka
menghendakinya. Bimbingan dapat dilakukan secaBantuan Bagi Katarsis Emosi
Sekalipun lingkungan anak sedemikian rupa sehingga mereka hanya dituntut sedikit saja untuk
mengendalikan emosi; namun semua anak harus belajar bagaimana cara menyalurkan energi
emosional yang berlebihan, agar mereka tidak menderita kerusakan fisik dan psikologis terlalu
besar apabila sewaktu-waktu diperlukan pengendalian.
Bantuan tersebut menunjukkan bagaimana anak dapat didorong belajar menggunakan katarsis
emosi pada usia dini sebelum mereka mengembang. kan kebiasaan mengendalikan emosi dengan
cara yang merugikan bagi penyesuaian pribadi dan sosial yang baik. Jika anak-anak belajar
bagaimana cara menggunakan katarsis emosi, mereka akan memperoleh kepuasan, baik dari segi
emosional maupun dari segi penerimaan sosial.ra langsung, yaitu melalui diskusi dan pengkajian
masalah; atau secara tidak langsung, misalnya dengan teknik terapi permainan-boneka. Anak-anak
yang lebih tua yang tidak mau berkomunikasi dengan orang lain mungkin dapat menolong diri
sendiri sampai batas tertentu dengan cara mempersamakan diri (identification) dengan karakter di
media massa atau dengan melamun. diskusi langsung tentang masalah mereka dengan orang yang
dapat membantu mereka untuk memperoleh perspektif yang lebih baik.
V. Keterlantaran Emosional
Dalam artian yang paling sempit, keterlantaran emosional ada hubungannya dengan
keterlantaran kasih sayang. Ini berarti meniadakan kesempatan anak untuk mengalami emosi yang
menyenangkan seperti gembira, bahagia, dan kasih sayang dari orang lain. Anak yang tumbuh
dalam kondisi semacam itu "lapar emosional" (emotionally star- ved). Hal ini dapat
mengakibatkan kerusakan fisik dan psikologis. Mereka tidak hanya terampas dalam hal
pengalaman yang memuaskanego karena dicintai oleh orang lain, tetapi mereka juga terampas
dalam segi hubungan sosial yang akrab yang hanya dapat timbul oleh kasih sayang dan cinta.
DAMPAK KETERLANTARAN KASIH SAYANG Beberapa studi pada bayi dan anak kecil serta
studi Harlow yang terkenal terhadap bayi kera secara keseluruhan menunjukkan bahwa
keterlantaran kasih sayang pada usia yang dini dapat menghambat perkembangan fisik, mental,
emosional, dan sosial anak. Dari pelbagai segi perkembangan yang kemungkinan besar rusak oleh
keterlantaran kasih sayang, yang paling umum di antaranya disajikan berikut ini.
Pertama, bayi yang terlantar dari kasih sayang mengalami keterlambatan pertumbuhan dan
perkembangan yang normal. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa keadaan sedih
pada bayi karena kurangnya perawatan kasih sayang menghambat kresi hormon kelenjar di bawah
otak (pituitary hormones), termasuk di dalamnya hormon pertumbuhan. Akibatnya, pertumbuhan
mereka terhambat. sedangkan kembar perempuan menerima kasih sayang secara normal. Pada usia
13 bulan kembar perempuan hampir mencapai ukuran normal sedangkan kembar laki-laki baru
mencapai ukuran bayi yang berusia 7 bulan. Tentang hal ini Gardner menyebutnya sebagai kasus
"kekerdilan karena terlantar" ("depri- vation dwarfism"). Ia menerangkan keseriusan hal ini
sebagai berikut: "Kekerdilan karena keterlan- taran adalah contoh konkret. yang menunjuk- kan
bahwa interaksi orang tua anak adalah sesuatu yang halus, rumit, dan sangat penting" .Di samping
menimbulkan hembatan pertumbuhan, keterlantaran kasih sayang juga terbukti mengakibatkan
kelesuan, kekurusan, pendiam, kehilangan selera makan, sikap masa bodoh, dan penyakit
psikosomatik. Dalam keterlantaran emosio nal yang ekstrem dan berlarut-larut, bayi meninggal.
Keterlantaran kasih sayang bukan merupakan satu-satunya sebab timbulnya malasuai (malad
justment) pada masa remaja dan masa dewasa, tetapi hal itu merupakan faktor penunjang yang
penting.
W. Terlalu Banyak Kasih Sayang
Bila dinyatakan bahwa keterlantaran kasih sayang. akan merugikan bagi penyesuaian
pribadi dan sosial yang baik; maka hal itu tidak berarti bahwa semakin banyak anak menerima
kasih sayang akan semakin baik penyesuaian mereka. Kenyataannya, terlalu banyak kasih sayang
dapat sama berbahayanya bagi penyesuaian yang baik sebagaimana terlalu sedikit kasih sayang.
Orang tua yang terlalu khawatir akan keselamatan anak-anaknya atau terlalu demonstratif
menunjukkan kasih sayang tidak akan mendorong anak untuk belajar mengekspresikan kasih
sayang kepada orang lain. Bahkan, hal itu mendorong anak untuk memusatkan kasih sayang
kepada diri sendiri dan menuntut serta mengharapkan kasih sayang dari orang lain. Akibatnya,
anak semacam itu tidak mampu membina komplek empatik (empathic complex), yaitu pertalian
emosional dengan orang lain. Hal ini menimbulkan kesan bahwa anak itu tidak menaruh minat
kepada orang lain dan menaruh kasih sayang sedikit saja kepada mereka, suatu kesan yang
menghalangi penerimaan mereka sebagai anggota kelompok teman sebaya.
Dominasi emosi yang tidak-l menyenangkan berbahaya bagi penyesuaian pribadi dan
sosial yang baik karena emosi yang tidak menyenangkan cenderung mewarnai pandangan anak
terhadap kehidupan dan konsepdirinya. Hal ini juga mendorong perkembangan pola
penyesuaian yang merupakanrintangan bagi hubungan sosial yang baik. Beberapa contoh emosi
yang tidak menyenangkan yang terlalu berat dan seringkali dialami dan dapat mempengaruhi
penyesuaian anak cukup memperlihatkan betapa berbahayanya hal tersebut.
Apabila rasa malu hanya merupakan tahap yang harus dilalui pada awal masa bayi, hal itu
tidak mengkhawatirkan. Karena rasa malu merupakan reaksi yang hampir-hampir bersifat
universal pada usia ini, dan bayi tidak dinilai buruk apabila mereka memperlihatkan sikap malu.
Meskipun demikian, jika rasa malu menjadi pola perilaku emosional yang menetap, hal itu dapat
menimbulkan dampak yang serius terhadap penyesuaian pribadi dan sosial anak dan
tidak bermanfaat.
Emosionalitas yang meninggi berarti suatu frekuensi dan intensitas pengalaman emosional
di luar ukuran yang normal. Dalam menilai emosionalitas yang meninggi, kita harus
mempertimbangkan pola emosionalitas yang normal bagi anak yang dinilai.
Sesuatu emosi mungkin dialami secara lebih sering dan lebih kuat pada saat tertentu
daripada pada saat lainnya. Sebagai contoh, dalam beberapa hari segala sesuatu tampak berjalan
lancar; sehingga seseorang mengalami perasaan lebih bahagia dan pada hari-hari tersebut bentuk
kebahagiaannya lebih kuat dibandingkan dengan biasanya. Jika emosi bahagianya lebih kuat
dibandingkan dengan biasanya. Jika emosi bahagia paling dominan, maka seseorang dikatakan
berada dalam keadaan "euphoria" yaitu perasaan sehat dan gembira.
Jika emosionalitas yang meninggi diekspresikan dengan kemurungan, kemungkinan besar anak
akan cemberut, muram, bermuka masam, atau bersikap kasar. Jika emosi yang menyenangkan
lebih dominan, anak-anak akan tampak bahagia, riang, menyanyi, menawarkan bantuan kepada
orang lain.
Tidak seorang pun mengharapkan anak kecil mengendalikan emosi, baik emosi yang
menyenang- kan maupun yang tidak menyenangkan. Mereka mengerti bahwa merupakan hal yang
normal jika anak kecil meledakkan kemarahan tatkala mengalami frustrasi dan lari, menangis, atau
bersembunyi jika mereka ketakutan atau memeriksa segala sesuatu yang membangkitkan
keingintahuan dan menimbulkan banyak pertanyaan tentang hal itu; dan tertawa gelak apabila
mereka senang atau bahagia. ini membahayakan bagi penyesuaian pribadi dan sosial yang baik.
Sumber kegagalan terbesar dalam belajar mengendalikan emosi ialah karena anak tidak
belajar menganalisis situasi sebelum bereaksi secara emosional. Nasihat lama yang berbunyi
"hitunglah sampai sepuluh sebelum engkau berbicara" untuk seseorang yang marah merupakan
latihan yang baik bagi anak masa kini karena dapat mendorong mengambil waktu sejenak untuk
menganalisis si tuasi sebelum bereaksi secara emosional. Nasihat semacam ini baik untuk semua
macam emosi, tidak semata-mata untuk emosi kemarahan.
Kegagalan belajar toleransi emosi tidak hanya berbahaya bagi penyesuaian sosial yang baik karena
anak-anak semacam ini akan dinilai "belum ma- tang", tetapi juga berbahaya bagi penyesuaian
pribadi yang baik. Anak-anak yang harus menghadapi pengalaman yang tidak menyenangkan akan
mera- sa tidak tenteram, rendah diri, dan tidak mampu. Mereka merasa teraniaya karena
mengalami hal- hal yang tidak menyenangkan. Sebagai contoh, pengalaman dukacita yang
pertama pada anak mungkin sangat membingungkan jika mereka telah terbiasa dilindungi dari
semua pengalaman yang menimbulkan dukacita pada tahun-tahun awal kehidupan.
Sebagian besar anak dapat menemukan sum ber katarsis fisik, tetapi ada sebagian yang
tidak dapat menemukannya. Sebagai contoh, anak yang tidak populer mungkin tidak mempunyai
teman bermain seorang pun. Karena bermain sendirian ternyata kurang menyenangkan, mereka
menggunakan wak- tu untuk membaca, melamun, menonton televisi, atau berpikir-pikir tentang
apa yang akan mereka lakukan untuk mengisi waktu. Demikian pula anak yang cacat fisik atau
yang terlalu dilindungi orang tua, mereka akan terputus dari sumber-yang-siap- untuk-katarsis-
fisik. Memang, mereka masih dapat membersihkan sistem energi yang terhalang de- ngan tertawa
atau menangis, tetapi anak yang tidak mempunyai teman bermain hanya menemu- kan sedikit saja
bahan yang dapat ditertawak an. Meskipun ingin menangis, mereka menahan diri karena
mengetahui bahwa hal itu hanya akan meng- akibatkan mereka semakin tidak diterima secara
sosial dan memperkecil kesempatan untuk mem- peroleh penerimaan sosial pada saat-saat selanjut
nya. Dengan meningkatnya usia, maka lingkungan sosial anak meluas, sehingga tidak ada lagi
orang yang dapat melindungi mereka dari pengalaman yang menimbulkan emosi tidak
menyenangkan. Jika mereka tidak belajar mentolerir emosi yang tidak menyenangkan setahap
demi setahap selagi Akan tetapi, pada saat anak siap menduduki bangku sekolah, mereka dituntut
untuk mengenda- likan emosi. Dengan bertambahnya usia mereka setiap tahun, mereka dituntut
pula agar lebih mampu mengendalikan emosi.
Bicara sebagai alat komunikasi dapat diartikan sebagai salah satu sarana dalam bertukar pikiran
dan juga informasi. Selama masa anak-anak tidak segala pembicaraan bisa digunakan saat
berkomunikasi. Berbeda dengan pada waktu bermain, dan melakukan aktivitas lainnya.
A. Esensi Komunikasi
Komunikasi dapat dikatakan memenuhi fungsi sebagai alat bertukar pikiran juga perasaan jika
memenuhi kedua unsur yang pertama adalah anak mesti menggunakan bahasa yang mengandung
makna terhadap orang yang berkomunikasi bersama mereka. Kedua, dalam berkomunikasi anak
dituntut untuk mengerti dan memahami Bahasa yang digunakan orang lain. Ketika anak-anak
tumbuh menjadi dewasa, mereka tentunya akan memiliki pemahaman yang semakin baik
meskipun kosa kata mereka harus lebih besar dari kosa kata bicaranya.
Anak memahami bagaimana pentingnya komunikasi dengan orang banyak. Anak awal kali
melakukan komunikasi dengan menangis. Namun mereka juga belajar berbicara sebab mereka
sudah memahami jika bicara adalah salah satu alat komunikasi yang mana selama pada masa
kanak-kanak bicara memiliki fungsi yang berbeda, tetapi sejauh ini belum ada yang berhasil
membuktikan jika bicara tidak termasuk dalam hal penting bagi anak-anak dalam hal penyesuaian
pribadi dan sosial anak.
Belajar berbicara membutuhkan proses yang tidak sebentar. Sebelum anak berumur 12 hingga 15
bulan, komunikasi anak masih dikatakan dalam bentuk persiapan bicara.
Bicara bisa mempengaruhi penyesuaian sosial dan pribadi anak berdasarkan beberapa faktor
berikut:
Supaya komunikasi yang dilakukan tidak sulit dipahami orang lain maka ada perbedaan antara
kualitas suara tangis. Semakin lama, semakin keras dan semakin kencang maka bayi semakin
menunjukkan kebutuhannya. Meskipun tidak hanya dapat menyampaikan komunikasi melalui
tangisan, melainkan bisa juga melalui gerakan tangan atau tubuh bayi yang bisa menafsirkan arti
penting, namun penafsiran melalui gerakan tersebut tidak selalu bisa dibaca dengan benar.
Sehingga memiliki nilai komunikatif yang rendah atau kurang komunikatif.
Sejauh ini, cara komunikasi bayi yang dianggap paling komunikatif dan efektif adalah tangis, itu
juga yang menggiring opini orang tua agar bayinya menangis. Hingga akhirnya ketika pemikiran
tersebut dapat terwujud, hal itu hanya akan membiasakan bayi menangis jika tidak mendapatkan
apa yang mereka inginkan.
MENURUNNYA TANGISAN, Dalam 2 minggu pertama biasanya tangisan terjadi dengan jarak
waktu tak tetap. Sekalipun bayi sudah bisa mulai berbicara sepatah kata namun hal tersebut tidak
memiliki arti jika bayi akan berhenti menangis. Sehingga dapat dikatakan selama bayi belum
memiliki kosa kata yang cukup untuk mengungkapkan keinginan mereka, Hasrat, kebutuhan dan
perasaan mereka agar orang lain memahaminya, bayi akan tetap menangis agar orang lain dapat
memahami apa yang mereka rasakan, inginkan, dan butuhkan.
Komunikasi Prabicara dapat disebut dengan Ocehan atau Celoteh. Ocehan dapat diartikan sebagai
suara rengekan, menguap, bersin hingga mengeluh mengerang hal tersebut dapat dikatakan sebagai
ocehan.
OCEHAN, ocehan merupakan bunyi eksplosif yang disebabkan oleh perubahan gerakan suara
yang sebagian besar tergantung dengan mulut bayi. Ocehan juga bisa dikatakan sebagai suatu
kegiatan bermain yang dilakukan oleh bayi. Ocehan dapat berkembang menjadi celoteh.
CELOTEH, Kapan bayi dapat berhenti berceloteh dan mulai berbicara tergantung pada dorongan
yang diberikan kepada bayi tersebut. Berdasarkan penelitian ilmiah yang pernah dilakukan, celoteh
dapat dikatakan sebagai bermain bicara yang mana hal tersebut menuai kesan jika celoteh tidak
punya makna lain selain kesenangan. Dengan berceloteh bayi akan merasakan jika dirinya
dianggap ada dan bagian dari suatu kelompok di sekelilingnya.
F. Isyarat
ini merupakan gerakan anggota badan yang fungsinya melengkapi pembicaraan atau pengganti
bicara. Isyarat berperan sebagai pengganti kata yang kebutuhannya tidak langsung berakhir
meskipun bayi sudah mengucakpan kata pertama. Intinya sebelum anak bisa memiliki kosa kata
yang banyak mereka akan terus menerus memakai isyarat untuk menciptakan kalimat yang tidak
lengkap namun memiliki arti penuh. Oleh sebab itu kalimat awal yang diucapkan dan diciptakan
anak itu adalah gabungan dari isyarat dan kata. Yang mana kebutuhan tersebut akan berkurang
saat kemampuan berbicara anak semakin membaik dan sebelum anak menduduki bangku sekolah
anak tersebut diharapkan sudah harus memiliki kosa kata yang cuku dan mumpuni supaya bisa
dipahami. Selain itu perlu dipahami bahwa isyarat mengandung pemahaman bahwa bayi punya
tujuan komunikasi yang lebih serius sehingga isyarat juga berperan sebagai pemberi gagasan yang
dilakukan bayi kepada orang lain.
G. Ungkapan Emosional
Ungkapan emosional adalah ungkapan emosi yang ditunjukkan melalui perubahan tubuh dan
roman muka. Seperti contohnya saat bayi gembira maka bayi akan mengendurkan badan, saat bayi
marah maka mereka akan menunjukkan wajah tegang dan tentunya menangis.
Bayi belum mampu menahan dan mengendalikan emosi dirinya sehingga roman muka tak jarang
mampu menghilangkan nilai komunikasi. Sehingga orang dewasa saja tidak bisa benar-benar
mengendalikan roman muka bayi yang mengungkapkan berbagai ekspresi. Tak jauh beda dengan
isyarat, ungkapan emosi menjadi salah satu komunikasi yang cukup berguna tak berbeda dengan
isyarat yang menjadi pelengkap daripada pengganti bicara. Hanya saja ungkapan emosi lebih
menetap daripada isyarat.
Bicara termasuk dalam bentuk keterampilan yang harus dipelajari seperti kemampuan bunyi yang
dikombinasikan sehingga menghasilkan kata yang mengeluarkan aspek motoric bicara, dan
kemampuan dalam merangkai arti kata dengan aspek mental dari bicara. Kombinasi suara yang
disebut sebagai kata itu memiliki kerumitan tersendiri. Dan mengaitkan kata termasuk salah satu
praktek yang diharuskan serta membutuhkan waktu yang lama karena tata Bahasa membuat rumit
keterampilan dalam berbicara.
Dalam pelatihannya anak tidak sekedar diberikan model atau contoh yang baik untuk ditiru
melainkan mereka juga menerima bimbingan yang baik dan bantuan untuk mengikuti model yang
diajarkan dengan tepat. Yang terpenting adalah kita dapat memperlihatkan kepada mereka cara
membenahi peniruan model yang salah sebelum praktek yang diajarkan menjadi kebiasaan.
Belajar mengaitkan arti bisa dilakukan dengan mencoba dan ralat, bisa juga dengan meniru dan
berlatih. Jika peniruan digunakan, sesekali mungkin anak tersebut akan bisa mengaitkan arti yang
benar, namun bisa juga tidak. Salah satu contohnya adalah jika ada seseorang menyampaikan
kepada anak “ini pisau dan garpu” lalu menunjukkan kepada anak tersebut dua piranti tanpa adanya
pembedaan antara pisau, garpu dan piranti maka anak tersebut akan menunjuk pisau sebagai garpu.
Sehingga membimbing anak dengan pelatihan dapat menjadi hal yang efektif untuk mencegah
kemungkinan adanya kesalahan umum dalam pembelajaran lain.
Pola belajar berbicara untuk semua anak umumnya sama. Namun, laju perkembangannya berbeda.
Dari berbagai studi perkembangan pengendalian motorik dan bicara telah terungkap bahwa pola
perkembangan bicara hamper sejalan dengan pola perkembangan motoric dan juga sangat sejalan
dengan pola perkembangan mental. Dalam perkembangan bicara, pola tersebut merupakan
dorongan yang diikuti oleh periode mendatar yakni saat tidak terjadi perbaikan yang nyata. Kapan
saja Tindakan motoric yang baru terbentuk, ada masa nmendasar temporer dalam pola
perkembangan bicara.
karena perkembangan bicara sangat rumit karena adanya kenyataan bahwa bicara menyangkut
pemahaman terhadap apa yang dikatakan orang lain dan kemampuan berbicara dalam cara yang
dapat dipahami orang lain, mau tidak mau terdapat banyak bahaya dalam bidang perkembangan
bicara. Apabila bahaya tersebut tidak dapat diketahui dan di cegah atau perkecil, kemampuan anak
berbicara tidak akan berkembang dengan baik.
L. Tangisan berlebihan
Berarti tangis yang lebih banyak ketimbang yang normal untuk umur dan tingkat perkembangan
anak. Tangisan yang normal merupakan kesempatan latihan yang diperlukan untuk koordinasi dan
pertumbuhan otot bayi, dan juga muntuk merangsang nafsu makan mereka dan mendorong tidu
yang lelap. Bagi anak yang tangisnya normal, hal itu seringkali merupakan jalan keluar bagi
ketegangan emosianal. Pada waktu keinginan mereka terhalangi anak akan merasa marah dan ini
dapat menimbulkan ketegangan dan kegugupan. Tangis yang baik menyalurkan tenaga yang
terkekang itu dan memulihkan homeostasis (keseimbangan) tubuh. Tangis juga dapat meredakan
pertentangan dengan orang yang menghalangi mereka, dan karenanya membantu pembinaan
hubungan yang lebih menyenangkan dengan mereka.
Sebaliknya, tangis yang berlebihan pada setiap tingkatan umur akan merugikan, baik fisik maupun
psikologis. Semakin lama tangis berakhir dan semakin keras tangis tersebut, semakin berbahaya
pengaruhnya.
Tangis yang berlebihan dan berkepanjangan mungkin akan berkembang menjadi suatu kebiasaan.
Kebiasaan yang telah terbentuk sukar untuk ditanggulangi dan tidak akan hilang begitu saja.
Sebaiknya kebiasaan ini harus dihilangkan dan digantikan dengan bentuk komunikasi yang lebih
dapat diterima secara social.
1. Kosa kata anak mungkin sangat terbatas sehingga kata-kata yang digunakan orang lain
tidak dapat mereka ketahui. Contohnya: dalam kasus ucapan popular dan ungkapan
sumpah, anak mungkin tidak mengetahui apa yang diucapkan pembicara yang mengacu
pada seseorang sebagai “memble” atau “bloon”
2. Saat orang berbicara dengan cepat, anak mengalami kesulitan dalam menangkap kata kata
tersebut. Akibatnya, pemahaman mereka kabur. Setelah berumur 6 tahun, pemahaman
anak meningkat dengan cepat meskipun lebih lambat dalam memahami percakapan yang
cepat dan bahan yang lebih sulit.
3. Jika anak besar dalam rumah yang memiliki dua bahasa dan keluarga tersebut tidak
berbahasa ibu, kosa kata Bahasa ibu mereka mungkin sangat terbatas sehingga, pada waktu
mereka berbicara dengan orang orang diluar rumah, mereka akan menemukan bahwa
banyak dari kata-kata itu tidak mereka ketahui. Ini akan sangat mengganggu mereka
tentang apa yang dikatakan oleh pembicara
4. Kesulitan dalam pemahaman sangat sering timbul dari ketidakmampuan mendengarkan
apa yang dikatakan orang lain dengan penuh perhatian. Khususnya bagi anak yang begitu
egonstrik sehingga mereka lebih tertarik pada apa yang ingin mereka katakana ketimbang
pada apa yang dikatakan orang lain kepada mereka.
N. Keterlambatan bicara
Apabila tingkat perkembangan bicara berada di bawah tingkat kualitas perkembangan bicara anak
yang umurnya sama dapat diketahui dari ketepatan penggunaan kata, maka hubungan sosial anak
akan terhambat sama halnya apabila keterampilan bermain mereka berada di bawah keterampilan
teman sebayanya. Ini mempengaruhi penyesuaian sosial anak. Kesan anggota kelompok sosial
terhadap mereka sebagai "bayi petangis" akan menimbulkan pengaruh yang merusak pada konsep
diri mereka.
Apabila pada saat teman sebaya mereka berbicara dengan menggunakan kata-kata, sedangkan si
anak terus menggunakan isyarat dan gaya bicara bayi, maka anak yang demikian dianggap orang
lain terlalu muda untuk diajak bermain. Keadaan ini akan menghilangkan kesempatan anak
mempelajari keterampilan bermain seperti yang sedang membahayakan penerimaan sosial mereka.
Keterlambatan bicara tidak hanya mempengaruhi penyesuaian sosial dan pribadi anak, tetapi juga
mempengaruhi penyesuaian akademis mereka. Pengaruh yang paling serius adalah terhadap
kemampuan membaca yang merupakan mata pelajaran pokok pada awal karier sekolah anak.
Kemudian, keadaan ini dapat mempengaruhi kemampuan mereka mengeja. Ketidakmampuan
berprestasi di sekolah, digabungkan dengan masalah penerimaan sosial, akan menimbulkan rasa
benci mereka untuk bersekolah. Lebih jauh lagi, ini akan menghambat prestasi akademis mereka.
Banyak penyebab keterlambatan bicara, yang paling umum adalah rendahnya tingkat kecerdasan
yang membuat anak tidak mungkin belajar berbicara sama baiknya seperti teman sebaya mereka
yang kecerdasannya normal atau tinggi. Salah satu penyebab yang tidak diragukan lagi paling
umum dan paling serius adalah ketidakmampuan mendorong anak berbicara, bahkan pada saat
anak mulai berceloteh. Apabila anak tidak didorong berceloteh, hal itu akan menghambat peng-
gunaan kata-kata dan mereka akan terus tertinggal di belakang teman seusia mereka yang
mendapat dorongan berbicara lebih banyak.
N. Bicara cacat
Bicara cacat adalah bicara yang tidak tepat secara kualitatif kemampuan anak tidak memenuhi
norma usia anak dan berisi lebih besar kesalahan biasa untuk umur tersebut. Bicara cacat berbeda
dari keterlambatan bicara seperti yang digambarkan sebelumnya, yang berada di bawah norma
untuk anak tersebut yang secara kuantitatif karena kurangnya kosa kata, jeleknya pengucapan, dan
kurang baiknya kalimat yang dibentuk dibandingkan dengan anak yang normal
pada umur tersebut.
Istilah "cacat" secara populer hanya digunakan bagi cacat pengucapan. Tetapi, dalam pengertian
yang lebih luas istilah cacat dapat diterapkan pada setiap bentuk bicara yang tidak betul. Sebagian
besar cacat bicara dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yakni
Sebagian besar cacat pengucapan adalah akibat kesalahan belajar dan relatif dapat dibetulkan
dengan mudah. Sebagian diakibatkan malabentuk bagian dari mekanisme bicara seperti gigi,
langit-langit, bibir, atau rahang. Mungkin juga disebabkan oleh pendengaran yang tidak baik dan
kelemahan otot atau kelumpuhan sebagian dari lidah dan bibir, seperti halnya dalam sebagian
kasus lumpuh karena luka otak. Karena berbagai kondisi, cacat bicara lebih menetap dan
perbaikannya jauh lebih sulit. Dari usia 18 bulan sampai dengan 3 atau 4 tahun sebagian besar
anak mungkin membuat kesalahan pengucapan.
Kesalahan yang mewarnai bicara bayi biasanya berasal dari kesalahan belajar yang belum
dibetulkan. Kesalahan belajar yang menyebabkan bicara anak cacat lebih sering timbul dari
persepsi anak yang tidak tepat atas kata ketimbang dari ketidakmampuan anak mengucapkan bunyi
dasar. Biasanya keinginan untuk berbicara dengan orang lain, anak seringkali berbicara begitu
cepat sehingga menghilangkan bagian kata yang lebih sukar.
Pada waktu anak bertambah besar, kesalahan pengucapan tidak hilang otomatis, meskipun kadar.
keseringannya berkurang. Anak yang berasal dari rumah yang mempunyai model bicara yang jelek
untuk terus ditiru, membuat kesalahan dalam pengucapan bahkan pada waktu kesalahan pengu
capannya dibetulkan di sekolah.
Bahkan cacat ringan dalam pengucapan, seperti bicara bayi, hal itu tetap merupakan hambatan
bagi penyesuaian sosial dan pribadi anak. Anak sekolah yang salah mengucapkan kata-kata akan
merasa malu dan asing dari orang lain. Mereka tidak senang disuruh berbicara dalam kelas karena
takut ditertawakan oleh teman-teman mereka.
Q. Cacat dalam struktur kalimat
Kelompok umum cacat bicara yang ketiga adalah kesalahan tata bahasa. Anak membuat banyak
kesalahan tata bahasa meskipun di rumah terdapat model bicara yang baik. Persoalan Utama anak
dalam struktur kalimat ialah dalam menggunakan kata ganti dan kata kerja. Hanya sedikit anak
yang berumur 2 tahun dapat menggunakan kata ganti dengan betul, sedangkan di kalangan anak
yang berumur 3 tahun 75 persen di antaranya dapat menggunakan kata ganti dengan baik.
Seringkali kesalahan tata bahasa anak terdengar lucu bagi orang dewasa, tetapi secara psikologis
hal itu merusak bagi anak. Itulah sebabnya mengapa kesalahan tersebut tidak boleh dipandang
enteng atau diabaikan dengan harapan bahwa anak akan mengatasinya atau memperbaikinya pada
waktu mereka mempelajari tata bahasa di sekolah.
R. Kerancuan bicara
Istilah kerancuan bicara mengacu pada cacat pengucapan yang serius. Perbedaannya dari cacat
dalam pengucapan ialah kerancuan bicara tidak disebabkan oleh kesalahan belajar tetapi oleh cacat
yang terjadi dalam mekanisme suara atau oleh ketegangan emosional yang menetap dan karena
hal itu agaknya tidak dapat dibetulkan dengan mempelajari pengucapan yang betul, maka
penyebab gangguan yang menimbulkan kerancuan tersebut harus dihilangkan. Kerancuan bicara
umum terjadi dalam keluarga yang salah seorang atau kedua orang tuanya sakit jiwa, yang
hubungan anak dengan orang tua jelek, yang ibunya lebih dominan daripada ayah atau yang ibunya
mengabaikan anak, yang terlalu melindungi atau terlalu menuntut, atau menaruh harapan yang
berlebih-lebihan pada anak. Kerancuan seringkali berkaitan dengan ketergantungan, kekotoran,
kerusakan, kegelisahan tidur, watak marah, kenegatifan, malu-malu, dan kerewelan. Suara
keseluruhan hal itu menimbulkan kesan bahwa kerancuan bicara merupakan bagian dari sindrom
malasuai yang jelek.
S. Dwibahasa
Dwibahasa (biligualism) adalah kemampuan menggunakan. dua bahasa. Kemampuan ini tidak
hanya dalam berbicara dan menulis tetapi juga kemampuan memahami apa yang dikomunikasikan
orang lain, baik secara lisan maupun secara tertulis. Anak-anak yang benar-benar berkemampuan
dwibahasa, mereka memahami bahasa asing dengan baik seperti halnya pemahaman mereka
dengan bahasa ibunya. Mereka mampu berbicara, membaca, dan menulis dalam dua bahasa
dengan kemampuan yang sama. Sebenarnya hanya sedikit anak yang berkemampuan dwibahasa.
Sebagian besar lebih pandai menggunakan bahasa yang satu ketimbang bahasa yang lainnya.
Terdapat banyak kombinasi kedwibahasaan. Anak mungkin mampu memahami dan menggunakan
dua bahasa dengan sama baik, mereka mungkin mampu memahami keduanya tetapi hanya dapat
menggunakan satu di antaranya untuk berbicara.
Pada waktu anak diharapkan mempelajari dua bahasa secara serempak, mereka harus mempelajari
dua kata yang berbeda untuk setiap obyek yang mereka sebutkan dan untuk setiap pikiran yang
ingin mereka ungkapkan. Mereka harus mempelajari dua bentuk tata bahasa, yang seringkali
bertentangan satu sama lain. Selain itu, mereka harus mempelajari bagaimana mengucapkan huruf
yang sama atau kombinasi huruf yang sama secara berbeda.
Bagi sebagian anak, dwibahasa merupakan gangguan yang serius untuk belajar berbicara dengan
benar. Akan tetapi, penting disadari bahwa pengaruhnya terhadap bicara anak dan terhadap
penyesuaian sosial dan pribadi anak tidak sangat bergantung pada kedwibahasaan, tetapi pada
kondisi yang menimbulkannya. Dari sekian banyak kondisi yang mempengaruhi dampak
kedwibahasaan terhadap bicara anak dan terhadap penyesuaian sosial dan pribadi mereka.
Sebagian besar anak menghadapi dua kesulitan dalam percakapan dengan orang lain. Kedua
kesulitan itu menimbulkan bahaya bagi penyesuaian sosial mereka. Dan karena reaksi sosial
terhadap mereka tidak menyenangkan, hal itu membahayakan penyesuaian sosial mereka dengan
orang lain.
Kesulitan pertama yang dihadapi anak dalam percakapan dengan orang lain, berkaitan dengan
jumlah percakapan yang mereka lakukan. Sebagian anak berbicara terlalu banyak dan mencoba
mendominasi percakapan tersebut sedangkan yang lain berbicara terlalu sedikit dan memperoleh
julukan sebagai "Pendiam".
Berbicara terlalu banyak sering mengganggu orang lain dan menimbulkan kesan bahwa pembicara
bersifat egosentrik. Lebih lanjut, anak yang tidak putus-putus berbicara cenderung membosankan
orang lain karena anak yang "ceriwis" jarang mempunyai minat yang cukup untuk memperhatikan
pendengarnya. Sebaliknya, anak yang tidak atau sedikit ikut serta dalam percakapan mungkin
menimbulkan kesan bahwa mereka "'bodoh" atau mereka merasa unggul atas yang lain karena
tidak mau menghabiskan waktu untuk berbicara dengan mereka. Akan tetapi, kegagalan mereka
berbicara dinilai memiliki pengaruh yang tidak menyenangkan terhadap penyesuaian sosial
mereka.
Persoalan kedua yang dihadapi anak yang dalam percakapan dengan orang lain adalah isi
pembicaraan. Jika berbicara tentang diri sendiri, kekayaan, prestasi, atau minat, mereka
menemukan bahwa pendengar mereka mulai bosan atau terganggu oleh percakapan yang
egosentrik itu. Jika mereka membicarakan hal-hal yang merupakan pantangan, seperti seks atau
jika mereka mengeritik orang tua atau anggota keluarga lainnya, mereka menemukan bahwa
percakapan mereka menimbulkan kecaman social.
Sebagian besar anak menemukannya bahkan lebih sulit mengetahui apa yang dikatakan kepada
orang dewasa ketimbang kepada teman seusia mereka. Jika mereka diperkenankan bahkan
didorong berbicara tentang diri mereka sendiri di rumah, mereka tidak mengetahui apa yang akan
dibicarakan dengan orang dewasa. di luar rumahnya. Hal yang sama juga benar, pada waktu
mereka bersa ma-sama dengan teman seusia. Akibatnya, mereka mungkin akan berbicara
mengenai diri, mereka sen-diri atau berdiam diri, yang keduanya akan menim: bulkan kesan yang
tidak menyenangkan bagi pendengar mereka.
Anak yang pembicaraannya menyangkut hal-hal yang tidak direstui masyarakat menimbulkan
kesan jelek dan seringkali memperoleh reputasi yang tidak menvenangkan. Pengaruhnya terhadap
penyesuaian sosial dan pribadi mungkin merusak. Lebih lanjut, jika percakapan dilakukan dengan
cara yang tidak diterima secara sosial menjadi kebiasaan, maka hal itu akan menjadi hambatan
serius yang semakin berat setiap tahun. Survai mengenai sebagian dari jangkauan
pengaruh yang jaüh dari bicara yang tidak diterima secara sosial menyoroti arti pentingnya sebagai
berikut.
Pertama, anak yang berbicara paling banyak mengenai dirinya sendiri berarti lebih memikirkan
dirinya sendiri ketimbang orang lain. Dengan demikian, bicara egosentrik bukanlah pola perilaku
yang terpisah melainkan, hal itu merupakan sindrom egosentrisme. Sejumlah studi mengenai
penerimaan sosial mengungkapkan bahwa anak yang egosentrik kurang populer ketimbang anak
yang memikirkan orang lain dan mempertimbangkan kepentingan orang lain. Ini akan dibahas
lebih banyak dalam bab mengenai kepribadian dan penyesuaian sosial.
Sebaliknya, hanya karena anak berbicara mengenai orang dan hal-hal lain tidak lantas berarti
bahwa mereka akan membicarakannya dengan cara yang. menimbulkan penyesuaian sosial yang
baik. Sebagai contoh, anak yang senantiasa membual membuat anak lain merasa rendah. Mereka
juga membenci kesimpulan bahwa si pembual tersebut unggul. Anak pembual mungkin
memperoleh reputasi sebagai anak yang "besar kepala" atau makhluk "'menonjol' reputasi ini yang
akan membahayakan penyesuaian sosial mereka.
Bualan juga mempengaruhi penyesuaian pribadi anak. Walaupun mereka mungkin merasa puas
dari bualan itu secara temporer, mereka membangun konsep diri dan kemampuan yang tidak
realistis. Pada waktu kemampuan penalaran mereka meningkat, mereka akan menyadari adanya
jurang pemisah antara apa yang mereka katakan tentang diri mereka dan siapa mereka
sesungguhnya, jurang pemisah ini yang akan menimbulkan ketidakpuasan diri dan perasaan tidak
senang. Untuk memperkecil kesenjangan itu, mereka seringkali mencari penyebab kesalahan,
yakni orang yang dapat dipersalahkan atas bualan mereka.
Kedua, kritik dalam bentuknya yang berkaitan membukakan rahasia, julukan, dan komentar yang
merendahkan, mungkin meninggikan ego anak tersebut, tetapi hal itu berarti memperendah ego
yang dikritik. Kritik dapat menyinggung perasaan orang dan memutuskan persahabatan. Dalam
keluarga kritik merupakan salah satu penyebab memburuknya hubungan keluarga pada waktu anak
bertambah besar. Orang tua dan saudara yang lebih tua memandang komentar kritik anak sebagai
kurang ajar atau kurang hormat dan memarahi anak tersebut. Saudara kandung juga tidak suka
dipanggil dengan nama ejekan, pembukaan rahasia, dan komentar yang mengritik, dan umumnya
mereka membahas dengan cara yang sama. Jika orang tua mencoba menghentikan pertengkaran
yang terjadi, mereka dituduh pilih kasih, dan hubungan orang tua dengan anak akhirnya
memburuk.
Ketiga, sikap yang sinis dan suka berkelahi merugikan, baik bagi anak maupun bagi mereka yang
dituju oleh sikap seperti itu. Anak tidak hanva menciptakan kebiasaan bicara yang akan
meninbulkan penolakan sosial yang disertai dengan kerusakan psikologis, tetapi juga
menimbulkan konsep keangkuhan yang menyimpang tentang keunggulan dan hak mereka untuk
mengganggu orang lain. Anak yang merasa terpukul karena komentar tersebut bertanya-tanya
apakah mereka memang tidak mampu dan rendahnya seperti yang dinyatakan oleh orang yang
mengganggu mereka.
Keempat, anak dapat terpukul secara permanen oleh kritik yang dilontarkan berulang-ulang.
Sebagai contoh, “kompleks rasa rendah diri wanita" sebagian besar disebabkan oleh kritik dan
komentar merendahkan yang dilontarkan terhadap adik perempuan oleh saudara laki-laki dan
teman pria sekelasnya. Semakin penting orang yang mengeritik bagi anak, semakin besar pengaruh
kritik tersebut terhadap anak. Dengan demikian, tidak banyak bukti yang membenarkan pepatah
lama yang mengatakan "Tongkat dan batu akan menyakiti tulang saya, tetapi kata-kata tidak akan
pernah merugikan saya". Sesungguhnya kata-kata kritik dan hinaan akan merugikan anak.
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Bicara adalah salah satu dari sekian banyak bentuk bahasa, tetapi paling berguna dan paling luas
digunakan bicara juga merupakan lketerampilah yang pakling sulit dikuasai karena aspek
mentalnya, bicara turut mempengaruhi penyesuaian sosial dan pribadi anak dengan memasuki
kebutuhan dan keinginan mereka, dengan memperoleh perhatian dari orang lain. Perkembangan
emosi dikendalikan oleh proses pematangan dan proses belajar lima bentuk cara yang paling
penting ialah belajar dengan coba-ralat, dengan menirukan, dengan mempersamakan, dengan
pengkondisisan, dan dengan pelatihan.
DAFTAR PUSTAKA
HURLOCK, E. B. (1978). PERKEMBANGAN ANAK Jilid 1. (S. M. Agus Dharma, Ed.) Jakarta: Airlangga.