Anda di halaman 1dari 44

HUKUM TATA NEGARA (HTN)

Kelas A-1
PERTEMUAN 1 | 23.02.2022
Dr. Rosa Ristawati
081330099911

Pengantar
Nilai ujian mengukur lemah kuatnya argumen dan originalitas jawaban mahasiswa.
Jawaban ujian perlu menyebutkan dasar konstitusionalitasnya, peraturan teknis/pelaksana,
menjelaskan dasar hukum, baru masuk dalam argumen.
Menggunakan opini ahli dan teori-teori untuk memperkuat argumen, tidak hanya
menggunakan bahan PPT.

1. Sebutkan istilah “Hukum Tata Negara” yang digunakan di negara-negara lain!


• Staatrecht (Hukum Negara) dan Constitutional Law (Hukum Konstitusi) karena
subyek hukum adalah negara dengan konstitusi sebagai dasar hukumnya.
2. Mengapa Hukum Tata Negara identik dengan hukum konstitusi? Jelaskan para ahli
memberikan definisi ruang lingkup Hukum Tata Negara dan Hukum Konstitusi
• Karena sumber Hukum Tata Negara adalah konstitusi sehingga HTN dapat
diistilahkan sebagai hukum konstitusi.
3. Jimly Asshiddiqie membuat pembedaan Hukum Tata Negara formil vs materiil, Hukum
Tata Negara umum vs Hukum Negara positif, Hukum Negara statis vs Hukum Negara
dinamis. Jelaskan mengenai masing-masing pembedaan!
• Hukum Tata Negara formil berbicara tentang tata hukum acara/prosedural, sedangkan
Hukum Tata Negara berbicara tentang substansi/isi dari Hukum Tata Negara.
4. Jelaskan hubungan Hukum Tata Negara dengan Ilmu Negara dan cabang-cabang ilmu
yang lainnya (ilmu politik dan ilmu sosial)!
5. Jelaskan bagaimana Hukum Tata Negara mempunyai interkoneksi dengan Hukum
Administrasi Negara!
• Hukum Administrasi tentang penyelenggaraan negara, HTN sebagai “payung” atau
dasar dari Hukum Administrasi Negara sehingga dapat dikatakan bahwa Hukum
Administrasi negara adalah bagian dari Hukum Tata Negara sebab sebelum memasuki
ranah Hukum Administrasi suatu negara diperlukan pemahaman Hukum Tata Negara
tersebut dulu.
6. Jelaskan bagaimana Hukum Tata Negara mempunyai bersinggungan erat dengan Hukum
International Public!
• Hukum internasional memiliki subyek hukum berupa negara dalam ruang lingkup
internasional, namun sebelum memasuki lingkup internasional diperlukan
pemahaman Indonesia sebagai negara secara internal.
7. Sebutkan obyek dan lingkup kajian Hukum Tata Negara!
8. Sebutkan dan jelaskan pendekatan apa saja yang digunakan dalam Hukum Tata Negara!
• Konstitusi sebagai sumber HTN memuat tentang Hak Asasi Manusia (HAM)
sehingga HTN bersinggungan dengan Hukum Pidana merupakan pengaturan lanjut
dari HAM.
• HTN menjadi ranah hukum yang melingkupi ranah hukum lainnya di Indonesia
karena HTN menggunakan konstitusi sebagai sumber hukumnya, sedangkan
konstitusi menjadi sumber hukum utama di Indonesia sehingga hukum-hukum
lainnya di Indonesia turut berdasar pada konstitusi yang merupakan obyek dan
sumber HTN.

PERTEMUAN 2 | 24.02.2022
Dr. M. Syaiful Aris, S.H., M.H., LL.M

UUD NRI Tahun 1945: Kedudukan, Materi Muatan, Prinsip Dasar


1. Konstitusi adalah objek Hukum Tata Negara yang mana konstitusi juga merupakan
sumber hukum tata negara. Apa yang dimaksud dengan hal ini?
- Konstitusi merupakan sumber utama dari peraturan yang secara hierarki berada di
bawahnya
2. Di samping sumber hukum tata negara yang tertulis, juga dikenal sumber hukum tata
negara yang disebut sebagai konvensi. Apa yang dimaksud dengan hal ini? Berikan pula
contoh!
- Konvensi adalah suatu kesepakatan bersama yang tidak tertulis dan dijadikan dasar
dalam penyelenggaraan bernegara, contohnya kesepakatan yang diambil dalam rapat
MPR berdasarkan suara terbanyak atau musyawarah mufakat.

Kata Kunci:
Konstitusi, Hukum dasar, Hukum tertinggi, Lembaga negara, HAM, Bentuk negara,
Kedaulatan negara hukum, Pemisahan kekuasaan

Substansi materi:
• Konstitusi adalah obyek Hukum Tata Negara. UUD NRI 1945 adalah hukum dasar
sekaligus hukum tertinggi dalam sistem hukum nasional Indonesia.

Peristilahan Konstitusi
• Jerman; Grund Gezets • Belanda; Grond Wet
• Inggris; Constitution • Indonesia; Undang-Undang Dasar

Muatan Konstitusi secara Umum


• Piagam yang menyatakan cita-cita bangsa
• Dasar organisasi ketatanegaraan suatu bangsa
• Kerangka kerja suatu negara
• Otobiografi dari hubungan kekuasaan lembaga dalam suatu negara

Definisi Konstitusi
• Menurut Black Law’s Dictionary; konstitusi adalah hukum dasar dari suatu negara, baik
dalam bentuk tertulis maupun tidak tertulis, yang menegakkan karakter dan konsep
pemerintahannya, meletakkan prinsip dasar yang sesuai untuk kehidupan internal
masyarakat, mengatur pemerintah, dan juga mengatur, membagi, dan membatasi fungsi
berbagai departemen negara, serta merumuskan luas dan cara penyelenggaraan kekuasaan
yang berdaulat.
Konstitusi sebagai sumber utama HTN dan peraturan perundang-undangan yang
• dilihat dari materi muatan konstitusi karena mengatur hal mendasar dan pokok tentang
pemerintahan suatu negara; serta
• dilihat dari fungsi konstitusi.

Hierarki
1. Pancasila (dasar negara)
2. Pembukaan UUD (Grund Norm; norma dasar)
3. Isi UUD dan TAP MPR (Grund Gezets; aturan dasar)
4. UU (Formele Gezets; aturan yang dibentuk secara demokratis)
5. Peraturan Pelaksana/Delegated Legislation (Automous Zatsungens; aturan pelaksana)
Belaku asas preferensi lex superiori derogat legi lex inferiori

Materi Muatan Konstitusi


Menurut Henc van Maarseveen; konstitusi adalah hukum dasar suatu negara;
• kumpulan dari aturan dasar yang menegakkan prinsip institusi dari suatu negara;
• mengatur institusi-institusi penting dari suatu negara yang berkaitan dengan kewenangan
dan hubungan antar institusi tersebut;
• mengatur hak-hak dasar masyarakat dan kewajiban warga negara serta pemerintah,
keduanya dipisah dan tentang satu sama lain;
• mengatur dan membatasi kewenangan dari suatu negara dan institusinya;
• menegakkan ideologi dari kekuasaan elit yang terdapat dalam peraturan; dan
• menentukan hubungan antara negara dan masyarakat, seperti HAM.

Prinsip Dasar UUD 1945 = Prinsip Dasar Konstitusi


• Sebagai hukum dasar berkedudukan hukum tertinggi, UUD mengatur hal pokok dan
fundamental sebagai prinsip dasar bernegara. Hal ini meliputi kedaulatan, bentuk negara,
prinsip negara hukum, dan dianutnya pemisahan kekuasaan. Aspek yang juga selalu diatur
dalam konstitusi adalah lemabag negara sehingga UUD 1945 merupakan peta organisasi
suatu organisasi yang mengatur organ dan fungsi kekuasaan negara.
Pasal 1
(1) Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik.
(2) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.
(3) Negara Indonesia adalah negara hukum.

Fungsi Konstitusi Negara


menurut Jimly Asshiddiqie
• Fungsi penentu/pembatas kekuasaan negara
• Fungsi pengatur hubungan kekuasaan antar organ negara
• Fungsi pengatur hubungan kekuasaan antara organ negara dengan warga negara
• Fungsi pemberi atau sumber legitimasi terhadap kekuasaan negara ataupun kegiatan
penyelenggaraan kekuasaan negara
• Fungsi penyalur atau pengalih kewenangan dari sumber kekuasaan yang sah kepada organ
negara
Fungsi Konstitusi dalam Paham Negara Demokrasi
menurut CF Strong
• Konstitusi hakekatnya berisi pembatasan kekuasaan dan hak warga negara untuk
- menghilangkan kesewenang-wenangan
- melindungi hak warga negara

PERTEMUAN 3 | 02.03.2022
Haidar Adam, S.H., LL.M

Sejarah dan Perkembangan Konstitusi Indonesia


Konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia
1. UUD 1945 (18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949)
2. UUD RIS (27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950)
3. UUD Sementara (17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959)
4. UUD NRI 1945 Hasil Amandemen (5 Juli 1959 - sekarang)

BPUPKI dibentuk oleh Jepang dengan tujuan utama merumuskan konstitusi. Terdapat
panitia kecil dalam BPUPKI yang membuat rangkuman pikiran-pikiran tokoh mengenai dasar
pemikiran filosofis untuk berdirinya negara. Sebelum terjadi transfer kekuasaan, Jepang
dibom Amerika sehingga Jepang menyerah tanpa syarat. Hal tersebut menyebabkan
kekosongan kekuasaan di Hindia Belanda. Setelah mendapat dorongan dari golongan muda
maka tokoh-tokoh nasional memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17
Agustus 1945.
Konvensi ketatanegaraan adalah praktik-praktik yang mengatur ketatanegaraan oleh
praktisi politik. Perubahan sistem pemerintahan presidensiil menjadi parlementer tercantum
dalam konvensi ketatanegaraan, yaitu maklumat pemerintah. Lalu, Belanda tidak mengakui
kemerdekaan negara Indonesia jika bentuk negaranya bukan negara serikat. Oleh karena itu
Indonesia pernah menjadi negara federal dengan konstitusinya adalah UUD RIS, namun
karena tidak sesuai dengan keinginan elit politik maka Indonesia kembali menjadi negara
kesatuan dengan menggunakan UUD Sementara sebagai konstitusinya. Presiden Soekarno
mengeluarkan Dekrit Presiden untuk memberlakukan kembali UUD 1945 karena kondisi
Indonesia yang tidak stabil dan Konstituante yang gagal menyusun UUD baru.
UUD 1945 digunakan kembali dalam Era Orde Lama sampai Era Orde Baru, namun
disalahgunakan oleh Presiden Soeharto sehingga pada Era Reformasi dilakukan amandemen
pada UUD 1945 menjadi UUD NRI 1945 yang telah diamandemen sebanyak 4 (empat) kali.

DISKUSI
1. Sistematika 3. Jaminan perlindungan HAM
2. Konsep pembagian kekuasaan negara 4. Mekanisme perubahan
Breakout Room 1: UUD 1945 (https://docs.google.com/document/d/
1fbSEAQduZEpQVn03tTo5S6nCBFJmIzp4ndrLemCis2w/edit#)

PERTEMUAN 4 | 09.03.2022
Zendy Wulan WP., S.H., LL.M
Tutorial 1: Pendalaman “UUD NRI Tahun 1945: Kedudukan, Materi Muatan, Prinsip
Dasar”
Breakout Room 5: https://docs.google.com/document/d/
1c1XJkGhKJmqRdv1_dxSJ8qHSDZCQD3zbx2Aq2blNG2c/edit

PERTEMUAN 5 | 10.03.2022
Dr. Radian Salman, S.H., LL.M

Tutorial 2: Pengantar “Konstitusionalisme, Negara Hukum, dan Good Governance”


Breakout Room 3: https://docs.google.com/document/d/1TzbwIBX9Uaji3RLiWzq-
f0D_8_jqwNkxLZHKHIAozRE/edit

PERTEMUAN 6 | 16.03.2022
Zendy Wulan WP., S.H., LL.M

Konstitusionalisme, Negara Hukum, dan Good Governance


Hakikat konstitusi adalah gagasan konstitusionalisme. Konstitusi tanpa
konstituonalisme tidak dapat disebut sebagai konstitusi. Inti konstitusionalisme adalah
pembatasan kekuasaan. Hal ini memang tidak pernah disebut dalam UUD tetapi dapat
ditemukan gagasanya melalui beberapa cara, seperti pemisahan kekuasaan. UUD NRI 1945
juga menegaskan dianutnya negara hukum sebagai nilai fundamental bernegara. Adapun
gagasan Good Governance dapat diketemukan dalam beberapa aspek utamanya dari segi
politik dan kekuasaan kehakiman.

Konsep Konstitusi
• Constitution dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Latin constitut yang bermakna
“established, appointed” yang berasal dari kata kerja constituere; con berarti “together”
dan statuere bermakna “set up”
• Menurut Hanna Fenichel Pitkin dalam “The Idea of Constitution”, Konstitusi sebagai
pendirian (set up) atau penetapan (enactment), maka yang harus di ’constitute’ (ditetapkan)
adalah bersifat lasting, inclusive, principled, and fundamental.
• Menurut M. Laica Marzuki, Konstitusi adalah permakluman tertinggi yang menetapkan
hal-hal mengenai antara lain pemegang kedaulatan tertinggi, struktur negara, bentuk
negara, bentuk pemerintahan, kekuasaan legislatif, kekuasaan peradilan dan pelbagai
lembaga negara serta hak-hak rakyat.”
• Menurut Giovani Sartori dalam “Constitutionalism: A Preliminary Discussion”, Konstitusi
adalah kumpulan aturan-aturan hukum yang ditetapkan oleh pemegang kedaulatan.

Pendekatan Politik atas Konstitusi


• Menurut Duchacek, Konstitusi sebagai manifesto politik dan bagan organisasi dari peta
kekuasaan.
• Menurut Giovani Sartori, Konstitusi sebagai kerangka masyarakat politik, yang diatur
melalui dan oleh hukum, dengan tujuan untuk membatasi kekuasaan yang sewenang-
wenang.
• Menurut Carl J. Friedrich dan Zbigniew K. Brzezinki, Konstitusi sebagai manifesto politik
dengan menyatakan bahwa setiap konstitusi mengandung unsur ideologis yang kuat. Tidak
hanya undang-undang hak yang dikandungnya, tetapi juga fiksasi organisasi yang
dilakukan, berorientasi ideologis.

Pendekatan Hukum atas Konstitusi


• Menurut Hans Kelsen, Konstitusi mewakili tingkat tertinggi dari hukum positif,
mempertimbangkan hanya tatanan hukum nasional.
Konstitusi hanya berisi aturan-aturan hukum dan dibedakan dalam dua bentuk yaitu
secara formal dan material. Konstitusi dalam arti formal adalah dokumen tunggal yang
berisi institusi-institusi negara dan kekuasaan serta hubungan antar institusi tersebut.
Konstitusi dalam arti material sebagai norma hukum positif yang menjadi dasar bagi
pembentukan norma-norma umum lainnya sehingga sebagai hukum tertinggi, konstitusi
merupakan sumber dan dasar semua keberlakuan norma-norma dalam jenjang hierarki
peraturan.
• Menurut S.E. Finer, Vernon Bogdanor, dan Bernard, Konstitusi adalah kode norma yang
bercita-cita untuk mengatur alokasi kekuasaan, fungsi dan tugas antara berbagai lembaga
dan kantor pemerintah dan untuk menentukan hubungan antara mereka dan publik.
• Menurut Heringa dan Kiiver, Konstitusi memiliki dua arti, yaitu
- Arti yang sempit/formal; Konstitusi adalah dokumen tertulis yang terkodifikasi yang
berisi aturan-aturan dasar yang mengatur Pemerintahan sebagai entitas sosio-politik
pada negara-negara tertentu.
- Arti yang luas/substantif; Konstitusi adalah seluruh aturan-aturan dasar yang
mengatur entitas sosial-politik dimana bentuknya dapat terkodifikasi dalam satu
dokumen atau tersebar dalam beberapa dokumen, baik tertulis maupun dalam bentuk
kebiasaan-kebiasaan.
• Menurut Thomas Paine, Konstitusi adalah Badan unsur-unsur yang memuat asas yang
menjadi dasar pendirian pemerintah, cara penyelenggaraannya, kekuasaan yang
dimilikinya, cara pemilihan, lamanya parlemen, atau dengan nama lain apa badan-badan
tersebut disebut; kekuasaan yang harus dimiliki oleh bagian eksekutif pemerintah, dan,
dengan baik, segala sesuatu yang berhubungan dengan kelengkapan organisasi
pemerintahan sipil, dan prinsip-prinsip yang menjadi dasar tindakannya, dan yang
dengannya ia akan terikat.

Isi Konstitusi
• Peta Kekuasaan • Norma
• Alokasi Kekuasaan • Regulasi atau Peraturan
• Prinsip-Prinsip Kekuasaan • Hubungan Organ
Menurut Sartori, Konstitusi bertujuan untuk mengekang kekuasaan yang sewenang-wenang

Konstitusionalisme
• Menurut Charles Howard Mac Iwan, esensi gagasan awal hingga kontemporer
konstitusionalisme tetap, yaitu pembatasan pemerintahan oleh hukum.
“Konstitusionalisme memiliki satu kualitas esensial: Ini adalah batasan hukum
pemerintah; itu adalah antitesis dari aturan yang sewenang-wenang; kebalikannya
adalah pemerintahan despotik; pemerintahan kehendak bukan hukum. Yang paling
kuno, yang paling gigih dan yang paling abadi dari esensi konstitusionalisme sejati
masih tetap, seperti yang hampir sejak awal, pembatasan pemerintahan oleh hukum”
• Menurut Thomas Paine, Konstitusi bukanlah tindakan Pemerintah, tetapi orang-orang yang
membentuk Pemerintah; dan Pemerintah tanpa Konstitusi adalah kekuasaan tanpa hak.
Konstitusi adalah sesuatu yang mendahului pemerintahan; dan pemerintah hanyalah
makhluk Konstitusi.
Menunjukkan konstitusi itu mendahului (antecedent) kekuasaan pemerintahan,
maka konstitusi mengatur kekuasaaan di mana rakyat akan berkomitmen atas
pemerintahan dan dalam pelaksanaan kekuasaan tersebut dibatasi oleh aturan yang telah
ditetapkan terlebih dahulu tersebut.
Makna mendahului (antecedent) dari konstitusi bukan secara faktual karena
proses, tetapi sifatnya yang fundamental dan menjadi dasar dan sekaligus tidak bisa
diubah atau digantikan dengan cara-cara seperti pembuatan perundang-undangan biasa.
Karena posisinya yang mendahului, maka makna “constituting“ (menetapkan,
mendirikan) membawa konsekuensi “superior in character to the acts of any
government” (unggul dalam karakter terhadap tindakan pemerintah manapun).

Konstitusionalisme dan Konstitusi


• Menurut Laica Marzuki, Constitutionalism atau Konstitusionalisme membangun the limited
state (negara terbatas), agar penyelenggaraan negara dan pemerintahan tidak sewenang-
wenang dan hal tersebut dinyatakan serta diatur secara tegas dalam pasal-pasal konstitusi.
• Menurut Martin Loughlin, Konstitusionalisme merupakan teori tentang pemerintahan yang
dibatasi dan utamanya berkaitan dengan norma-norma yang harus ada dalam konstitusi
modern.
Elemen-elemen dari konstitusionalisme adalah kekuasaan kehakiman yang merdeka,
pemisahan kekuasaan, penghormatan terhadap hak-hak individual, dan peran badan
peradilan sebagai penjaga norma-norma konstitusi.
• Menurut Dieter Grimm, karakter konstitusionalisme dalam konstitusi, antara lain
- Konstitusi merupakan seperangkat norma-norma hukum.
- Norma-norma hukum tersebut adalah untuk mendirikan dan mengatur kekuasaan.
- Norma-norma hukum tersebut adalah komprehensif dalam arti tidak dimungkinkan
adanya kekuasaan dan penggunaan kekuasaan yang bertentangan dengan norma-
norma konstitusi.
- Konstitusi adalah berasal dari rakyat sebagai sumber kekuasaan (constituent powers)
- Konstitusi adalah hukum tertinggi

Elemen Konstitusionalisme
Menurut Louis Henkin
• Pemerintahan berdasarkan konstitusi • Pemerintahan yang dibatasi berkaitan
• Pemisahan kekuasaan dengan hak-hak dasar
• Kedaulatan rakyat dan pemerintah yang • Kontrol atas kepolisian
demokratis • Kontrol sipil atas militer
• Uji konstitusionalitas (constitutional • Ti a d a n y a k e k u a s a a n y a n g d a p a t
review) menghalangi pelaksanaan konstitusi baik
• Kekuasaan kehakiman yang merdeka seluruhnya atau sebagian
UUD NRI 1945
Pasal 1
(1) Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik.
(2) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.
(3) Negara Indonesia adalah negara hukum.
Paham konstitusionalisme tidak disebutkan secara eksplisit dalam UUD NRI 1945, namun
terkandung dalam Pasal 1 Ayat (2) dan Ayat (3).

Negara Hukum
• Konsep Negara Hukum dapat dilacak pertama-tama pada Yunani Kuno (ancient Greek)
• Konsep ini berkaitan dengan pertanyaan dasar; apa yang akan menjadi bentuk
pemerintahan terbaik: diperintah oleh manusia yang berarti orang-orang terbaik seperti
seorang filsuf, atau diperintah oleh hukum yang awalnya dianggap sebagai pilihan terbaik.
• Plato menyatakan bahwa pemerintah harus terikat oleh hukum karena di mana hukum
tunduk pada beberapa otoritas dan tidak memiliki otoritas sendiri, runtuhnya negara tidak
jauh; tetapi jika hukum adalah penguasa pemerintah dan pemerintah adalah budaknya,
maka situasi penuh janji dan manusia menikmati semua berkat yang dicurahkan Tuhan
kepada negara.

Rechtstaat (Negara Hukum)


• Konsep Negara Hukum Modern (Rechtsstaat) pada perkembanganya di Eropa (sistem
kontinental) bertumpu pada pemikiran dari:
- John Locke - Montesquieu
- Immanuel Kant - JJ Rousseau
menghasilkan pemikiran Negara Hukum Liberal Demokratis (Liberal Democratische
Rechtstaat)
• Setelah PD II, lahir konsep Negara Kesejahteraan (welvaartsstaat) yang kemudian secara
yuridis lahirlah konsep “sociale rechtsstaat”.
• Rechtsstaat bersifat revolusioner dan berkarakter administratif.

Unsur Rechtstaat
• Pemerintahan berdasarkan UU (Asas Legalitas)
- sebagai landasan bertindak bagi penguasa, setiap tindakan penguasa harus didasarkan
kepada hukum (konstitusi); supremasi hukum (konstitusi).
- sebagai sarana menguji/mengukur keabsahan (konstitusionalitas) tindakan penguasa;
kekuasaan yang satu dibatasi oleh kekuasaan yang lain (power limits power).
• Pembagian Kekuasaan Negara
- kekuasaan di dalam negara hukum harus didistribusikan (tidak boleh dipegang oleh
satu orang atau satu lembaga secara absolut).
- harus ada check-and-balance antar kekuasaan.
• Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Dasar (Fundamental Rights)
- Konstitusi dan UU harus menjamin adanya perlindungan hukum bagi rakyat oleh
penguasa.
- Jaminan hak.
• Peradilan Administrasi
- Setiap tindak pemerintahan yang melanggar kebebasan individu, melahirkan hak
untuk menggugat di muka peradilan (Peradilan Tata Usaha Negara).

Rule of Law
• Lahir di Inggris (Anglo American/Common Law System) yang berwatak evolusioner
dengan karakter yudisiil.
• Konsep ini bertumpu pada pemikiran Albert Venn Dicey, dalam bukunya “Introduction to
the Study of the Law of the Constitution (1885)”
• Dicey tidak mendefinisikan “The Rule Of Law”, tetapi mendeskripsikan karakter/unsurnya

Unsur Rule of Law


Menurut A.V. Dicey
• Asas Legalitas
Tidak ada orang yang dapat dihukum kecuali untuk pelanggaran hukum yang ditetapkan
dengan cara biasa di depan pengadilan negeri biasa.
• Persamaan Hukum
Tidak ada manusia yang kebal hukum; bahwa setiap orang, apa pun pangkat dan
kondisinya, tunduk pada hukum biasa dan tunduk pada yurisdiksi pengadilan biasa, atau
persamaan di depan hukum dan ini tidak termasuk pengecualian pejabat atau orang lain
dari kewajiban untuk mematuhi hukum yang mengatur warga negara.
• Supremasi Hukum
Prinsip-prinsip umum konstitusi adalah hasil keputusan pengadilan yang menentukan
hak-hak orang pribadi dalam kasus-kasus tertentu yang dibawa ke pengadilan.

Meski terdapat perbedaan latar belakang, sifat dan unsur dari Rechtsstaat dan Rule of
Law, keduanya pada dasarnya menekankan pada perlindungan HAM. Dibandingkan dengan
Negara Hukum Klasik (Ancient Greek), maka negara hukum modern lebih menekankan pada
pembatasan kekuasaan (limitation).

Persamaan Hukum dalam Pasal 28D Ayat (1) UUD NRI 1945
Indonesia lebih condong pada Rechtstaat daripada Rule of Law karena (1) menganut Civil
Law System yang sama dengan rechtstaat, (2) kedaulatan terletak pada tangan rakyat yang
dilaksanakan dalam aturan hukum, tidak pada supremasi hukum

Negara Hukum Indonesia


• Pasal 1 Ayat (2) dan (3) UUD NRI Tahun 1945: Negara hukum Indonesia juga sekaligus
sebagai negara demokrasi.
• Karakter Negara Hukum Indonesia sebagaimana tercermin dalam pasal-pasal UUD 1945
adalah sama dengan negara hukum pada umumnya.

Negara Hukum dan Demokrasi


• Sejarah lahirnya prinsip negara hukum bersamaan dengan lahirnya demokrasi.
- Liberale democratische rechtsstaat
- Sociale democratische rechtsstaat
• Tujuan; meniadakan absolutisme kekuasaan dan perlindungan HAM.
• Pada Abad XXI lahir Liberale en democratische rechtstaat, yang kemudian melahirkan
istilah Good Governance.

Dimensi Utama Good Governance


• Ekonomi, politik, dan administrasi; yang kesemuanya berada dalam kawasan state (negara)
dan masyarakat yang saling berinteraksi (bersinergi) secara setara untuk menjalankan
fungsinya masing-masing dengan mengacu kepada prinsip demokrasi: legitimasi,
akuntabilitas, perlindungan HAM, kebebasan, transparansi, pembagian kekuasaan, dan
kontrol masyarakat.

Makna Good Governance


• Menurut OECD dan Bank Dunia, Good Governance adalah penyelenggaraan manajemen
pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan demokrasi dan pasar
yang efisien. Juga, penghindaran salah alokasi dan investasi yang langka serta mencegah
korupsi secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran berikut
penciptaan kerangka politik dan hukum yang kondusif bagi tumbuhnya aktivitas
kewiraswastaan.
• Menurut UNDP, Good Governance adalah suatu hubungan sinergis antara negara, sektor
swasta (pasar), dan masyarakat yang berlandaskan kepada 9 karakteristik:
- Partisipasi (participation); - Kesederajatan/kesamaan (Equality);
- The rule of law; - Efektif dan efisien (Effectiveness &
- Transparansi (Transparency); efficiency);
- Sikap responsif (Responsiveness); - Akuntabilitas (Accountability); dan
- Berorientasi konsensus (Consensus); - Visi strategis (Strategic vision).

Relasi Konsep
• Otoritarian Government
Market ⇄ State ⇄ Society
• Good Governance
State → Society → Market → State (Sinergi)

Good Governance dalam UUD NRI 1945


• Democracy/Popular Sovereign
• Rule of Law/Rechtstaat
Tidak ada norma yang eksplisit dan detail yang mengatur prinsip Good Governance dalam
UUD NRI Tahun 1945.

1. Kekuasaan presiden sebelum dan seudah amandemen UUD 1945, peruabahan diharapkan
menegaskan paham konstitusionalisme seperti dalam pembatasan kekuasaan, terutama
kekuasaan Presiden. Lalu bandingkan dengan gagasan konstitusionalisme.
2. Negara Hukum tidak hanya mendasarkan atau identik dengan Kekuasaan Kehakiman saja
3. -

PERTEMUAN 7 | 17.03.2022
Dr. Sukardi, S.H., M.H
Demokrasi dan Hak Asasi Manusia dalam UUD
Mengapa munculnya demokrasi erat hubungannya dengan negara hukum?
Negara Hukum (Rechtstaat)
Demokrasi lahir dari pemberontakan rakyat terhadap negara otoriter/absolut. Dalam
demokrasi, kedaulatan berada pada tangan rakyat sehingga rakyat menjadi pembatas
kekuasaan negara yang melahirkan kebebasan rakyat, dan negara menjadi Penjaga Malam
(Liberal democratische rechtstaat).
Dalam kebebasan tersebut muncul kompetisi “semua melawan semua” yang
melahirkan pemenang-pemenang yang kemudian menjadi raja-raja kecil atau pengusaha-
pengusaha kaya (individual). Kemudian rakyat protes dan muncul Asas Kebersamaan, negara
menjadi Sosial democratische rechtstaat yang mana negara harus memberikan kebahagiaan
sebesar-besarnya pada rakyat, terutama yang tidak mampu dengan memberi subsidi.
Negara kehabisan SDA dan uang, para pengusaha swasta sebelumnya menawarkan
diri untuk ikut serta dalam pembangunan negara sehingga negara menjadi Liberale en
democratische rechtstaat. Rakyat tetap diperhatikan dengan subsidi, namun terdapat
batasannya. Negara yang demikian kemudian disebut dengan Good Governance. Tuntutan
rakyat untuk kesejahteraan tetap (sosial), dan pasar terbuka bebas (liberal).

Rule of Law
Ketika Kerajaan Inggris akan bangkrut karena revolusi Inggris di Perancis, maka Raja
memanggil para bangsawan dan konglomerat untuk menanyakan alasan mereka tidak mau
membayar upeti. Lalu mereka mau membayar kembali namun minta untuk diikutsertakan
dalam pengambilan keputusan negara sehingga terbentuklah parlemen. Parlemen
menimbulkan sistem demokrasi perwakilan. Jika demokrasi perwakilan didominasi oleh para
liberalis maka menjadi demokrasi formal. Pada abad 20 dan 21, rakyat minta keterlibatan
dalam parlemen sehingga timbul demokrasi partisipasi sebab tanpa kontrol rakyat maka
parlemen memiliki kelompok tersendiri yang mementingkan kepentingan golongan.

Secara konsep, HAM terbagi menjadi fundamental/constitutional rights yaitu hak


dasar yang tercantum dalam konstitusi negara, dan human rights yaitu hak yang dimiliki
dalam masing-masing diri manusia. Setiap negara punya kemampuan yang berbeda sehingga
timbul pemahaman berbeda. Secara teoritik, dalam fundamental rights terdapat hak klasik
dan hak sosial. Hak klasik contohnya jaminan negara meliputi hak untuk hidup, bebas, dan
memiliki kekayaan. Hak sosial contohnya hak untuk menerima sesuatu dari negara sehingga
lahirnya hak sosial berasal dari negara bergantung pada kemampuan masing-masing negara.
Oleh karena itu terdapat perbedaan HAM dalam masing-masing negara yang menuntut HAM
secara internasional, padahal tidak semua negara mempunyai kemampuan yang sama.
Pembatasan kekuasaan negara terwujud dalam pembagian kekuasaan negara dengan
check-and-balance, sedangkan dalam pemisahan kekuasaan dengan power limits power.
Kekuasaan pemerintah = kekuasaan negara - kekuasaan legislatif - kekuasaan yudisiil yang
tercantum dalam UUD NRI Pasal 4 Ayat (1).
Pembatasan terhadap hak rakyat tidak berdasar kesewenangan negara, melainkan
harus terdapat reasoning atau alasannya (ratio legis) yang tertuang dalam UU yang pada
perancangannya terdapat partisipasi rakyat. Pembatasan hak tersebut dilakukan untuk
melindungi hak warga lainnya.
Tuntutan Negara Hukum adalah menjamin kesejahteraan rakyat. Negara tidak abai
dengan kepentingan rakyat meskipun tidak absolut terhadap rakyat. Indonesia menganut
kebebasan rakyat yang bertanggungjawab. Kebebasan rakyat dibatasi saat suatu kebebasan
dilihat bersinggungan atau mengganggu kebebasan orang lain.

Landasan Demokrasi adalah kebebasan dan persamaan.


Kebebasan negatif adalah kebebasan orang untuk tidak diganggu oleh orang lain.
Kebebasan positif adalah kebebasan orang untuk berbuat sebebas-bebasnya. Muncul
kebebasan bertanggungjawab untuk mengatur kebebasan negatif dan kebebasan positif.
Contohnya Menteri Agama Indonesia yang mengatur mengenai suara masjid maksimal
terakhir jam 10 malam sesuai dengan anjuran kesehatan yang mana jam 10 malam adalah
waktu orang untuk tidur, juga untuk menjamin kebebasan negatif warga non-Islam.
Persamaan abstrak formal adalah persamaan yang menuntut semua orang harus
diperlakukan sama dalam segala hal. Persamaan proporsional adalah persamaan yang
menuntut setiap orang dengan kondisi sama harus diperlakukan sama, jika kondisinya
berbeda maka harus diperlakukan berbeda juga. Contohnya hak pemilu untuk masyarakat
berumur 17 tahun ke atas (persamaan proporsional), baik untuk laki-laki maupun perempuan
(persamaan abstrak formal).

Demokrasi
• Istilah demokrasi berasal dari Bahasa Yunani demos, yang berarti rakyat dan kratein berarti
pemerintahan. Dengan demikian demokrasi berarti sistem kekuasaan yang berada di tangan
rakyat.
• Menurut Abraham Lincoln, Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan
untuk rakyat.
• Menurut Ciced (1999), Demokrasi dipandang sebagai kerangka berpikir dlm melakukan
pengaturan urusan umum atas dasar prinsip dari, oleh, dan untuk rakyat diterima baik
sebagai ide, norma, dan sistem sosial maupun sebagai wawasan, sikap, dan perilaku
individual yg secara konstektual diwujudkan, dipelihara dan dikembangkan.
Dimensi Demokrasi
- Filosofis; sebagai ide, norma,
- Sosiologis; sebagai sistem sosial
- Psikologis; sebagai wawasan, sikap dan perilaku dalam hidup bermasyarakat

Macam Demokrasi
berdasarkan Cara Penyaluran Kehendak Rakyat
• Demokrasi Langsung
Demokrasi langsung adalah paham demokrasi yang mengikut sertakan setiap warga
negara dalam permusyawaratan untuk menentukan kebijaksanaan umum negara.
• Demokrasi Tidak Langsung
Demokrasi tidak langsung adalah demokrasi yang dilaksanakan melalui sistem
perwakilan. Penerapan demokrasi ini berkaitan dengan kenyataan suatu negara yang
jumlah penduduknya banyak, wilayahnya luas, dan permasalahan yang dihadapinya
semakin rumit dan kompleks.
berdasarkan Dasar Titik Perhatiannya
• Demokrasi Formal (negara-negara liberal)
Demokrasi yang menjunjung tinggi persamaan dalam bidang politik tanpa disertai
upaya untuk mengurangi/menghilangkan kesenjangan dalam bidang ekonomi.
• Demokrasi Material (negara-negara komunis)
Demokrasi yang menitik beratkan pada upaya-upaya menghilangkan perbedaan dalam
bidang ekonomi, sedangkan persamaan bidang politik kurang diperhatikan dan bahkan
kadang-kadang dihilangkan.
• Demokrasi Gabungan (negara-negara nonblok)
Demokrasi yang mengambil kebaikan serta membuang keburukan dari demokrasi
formal dan demokrasi material.

Bentuk-Bentuk Demokrasi
• Secara umum para sarjana membedakan demokrasi ke dalam dua jenis, yaitu Demokrasi
langsung (Direct Democracy) dan Demokrasi Tidak Langsung (Representative
Democracy).
• Menurut Torres, demokrasi terbagi menjadi
- Formal democracy menunjuk pada demokrasi dalam arti sistem pemerintahan,
misalnya sistem pemerintahan parlementer atau sistem pemerintahan presidensil.
- Substansive democracy menunjuk pada proses demokrasi itu dilakukan, misalnya
melalui pemilihan umum secara langsung atau pemilihan perwakilan.

Bentuk Demokrasi
menurut Sklar
• Demokrasi Liberal
Pemerintahan dibatasi oleh undang-undang dan pemilihan umum diselenggarakan
dalam waktu yang ajeg.
• Demokrasi Terpimpin
Para pemimpin percaya bahwa tindakan mereka dipercayai rakyat, tetapi menolak
persaingan dalam pemilihan umum untuk menduduki kekuasaan.
• Demokrasi Sosial
Pemerintah menaruh kepedulian pada keadaan sosial dan egalitarianisme bagi
persyaratan untuk memperoleh kepercayaan politik.
• Demokrasi Partisipasi
Pemerintahan menekankan hubungan timbal balik antara penguasa dan yang dikuasai.
• Demokrasi Konstitusional
Pemerintahan menekankan pada proteksi khusus bagi kelompok-kelompok budaya dan
menekankan kerja sama yang erat diantara elit yang mewakili bagian budaya
masyarakat utama.

Prinsip Demokrasi
• Pengakuan Hak Asasi Manusia
• Pemisahaan atau pembagian kekuasaan (Trias Politika)
• Pemerintahan menurut hukum
• Jaminan hak individu secara konstitusional, termasuk prosedurnya
• Badan kehakiman yang bebas dan tidak memilih
• Pemilihan umum yang bebas dan kebersamaan politik
• Kebebasan mengemukakan pendapat
• Kebebasan berserikat dan berposisi
• Pendidikan politik/kewarganegaraan (civil education)
Perkembangan Demokrasi Indonesia
1. Periode 1945-1959, masa Demokrasi Parlementer yang menonjolkan peranan parlemen
serta partai-partai.
2. Periode 1959-1965, masa Demokrasi Terpimpin yang dalam banyak aspek telah
menyimpang dari Demokrasi Konstitusional dan lebih menampilkan dominasi presiden
dan terbatasnya peran partai politik, serta peran ABRI sebagai unsur sosial-politik
semakin meluas.
3. Periode 1966-1998, masa Demokrasi Pancasila era Orde Baru yang merupakan
Demokrasi Konstitusional yang menunjukkan sistem presidensil.
4. Periode 1999-sekarang, masa Demokrasi Pancasila, Demokrasi Konstitusional era
Reformasi dengan berakar pada kekuatan multi-partai yang berusaha mengembalikan
perimbangan kekuatan antar lembaga negara, antara eksekutif, legislatif dan yudisial.

Dalam UUD NRI Tahun 1945, tidak penyebutan kata “Demokrasi” secara eksplisit (tersurat),
akan tetapi nilai-nilai demokratis termuat dalam:
• Pasal 1 Ayat (2), “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-
Undang Dasar.”
• Pasal 22E tentang Pemilu yang berasaskan “Luber Jurdil” dan pemilihan kepala daerah
secara demokratis.

Dalam sistem pemerintahan yang demokratis, secara umum mengandung unsur:


• Keterlibatan warga negara dalam pembuatan keputusan politik
• Tingkat persamaan tertentu di antara warga negara
• Tingkat kebebasan atau kemerdekaan tertentu yang diakui dan dipakai oleh warga negara
• Suatu sistem perwakilan
• Suatu sistem pemilihan kekuasaan mayoritas

Prinsip Persamaan dalam Demokrasi


memberlakukan semua orang sama atau sederajat
• Abstrak Formal
Setiap orang diperlakukan sama, tidak memperhatikan kondisi.
• Abstrak Proporsional
Setiap orang yang kondisinya sama harus diperlakukan sama, namun jika kondisinya
berbeda harus diperlakukan berbeda pula.
“similar treatment for those similar circumstances”
“different character must be treated differently”

Prinsip Kebebasan
kebebasan manusia terhadap segala bentuk kekangan dan kekuasaan sewenang-wenang baik
di bidang agama, pemikiran, politik, dan sebagainya.
• Kebebasan Negatif
Setiap individu harus bebas dari gangguan yang datangnya dari luar.
• Kebebasan Positif
Kebebasan untuk mengembangkan diri/berekspresi.

PERTEMUAN 8 | 23.03.2022
Zendy Wulan WP., S.H., LL.M

Pemisahan dan Pembagian Kekuasaan


*self-study

PERTEMUAN 9 | 24.03.2022
Dr. Sukardi, S.H., M.H

Tutorial 3: Pendalaman “Demokrasi dan Hak Asasi Manusia dalam UUD”


Breakout Room 1: https://docs.google.com/document/d/
1CMybv0v4UfWV0ckoJgK82r5a3JPUexPMQApqEs8vDKc/edit

PERTEMUAN 10 | 30.03.2022
Dr. M. Syaiful Aris, S.H., M.H., LL.M

Susunan Negara dan Hubungan antar Susunan Negara


Bentuk dan Kedaulatan
UUD NRI 1945 Pasal 1
(1) Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik.
(2) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang
Dasar.
(3) Negara Indonesia adalah negara hukum.
• Bentuk negara Indonesia adalah Negara Kesatuan (Unitary State)
• Negara Kesatuan adalah konspesi tentang bentuk negara, dan Republik adalah konsepsi
mengenai bentuk pemerintahan yang dipilih dalam kerangka UUD 1945

Susunan Negara terbagi menjadi vertikal dan horisontal

Pembagian Kekuasaan
• Vertikal
- Kekuasaan menurut tingkatnya, yaitu antara tingkat pemerintahan (pembagian
kekuasaan secara teritorial), antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah
• Horisontal
- Kekuasaan menurut fungsinya, menunjukkan perbedaan fungsi-fungsi pemerintahan
bersifat legislatif, eksekutif, dan yudikatif

Pembagian Kekuasaan Vertikal


• Pembagian kekuasan antara beberapa tingkat pemerintahan
• Carl J. Friedrich memakai istilah Pembagian Kekuasaan secara Teritorial (Territorial
Division of Power)
• Dalam Negara Kesatuan terlihat jelas sekali bahwa pembagian kekuasaan secara vertikal
melahirkan garis hubungan antara pusat dan daerah dalam sistem
- Desentralisasi
- Dekonsentrasi
- Medebewind (Tugas Pembantuan)

Dasar Kewenangan
• Wewenang pemerintahan secara umum terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV,
yaitu untuk melindungi dan mensejahterakan masyarakat
• UUD NRI 1945 Pasal 18 merupakan pembagian daerah ke dalam wilayah yang lebih kecil;
pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota
• UUD NRI 1945 Pasal 18A Ayat (1) menjelaskan hubungan antara Pemerintah Pusat dengan
Pemerintah Daerah yang diatur dengan UU dengan memperhatikan kekhususan dan
keragaman daerah, contohnya Yogyakarta sebagai daerah istimewa, lalu Aceh dan Papua
sebagai daerah khusus

Pemerintahan Pusat (Pemerintah)


• Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan negara
Pemerintahan Daerah
• Penyelenggaraan urusan dan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem
NKRI

Wujud Hubungan Pemerintah dengan Pemerintahan Daerah


• Otonomi
Hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai peraturan perundang-
undangan.
• Dekonsentrasi
Pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur (sebagai wakil)
dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.
• Desentralisasi
Penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem NKRI.
• Tugas Pembantuan
Penugasan dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah dan/atau desa, dari pemerintah
provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa, serta dari pemerintah kabupaten/kota
kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.

Desentralisasi
• Dasar Hukum; UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 angka 8
• Desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada
daerah otonom berdasarkan Asas Otonomi

Dekonsentrasi
• Dasar Hukum; UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 angka 9
• Dekonsentrasi adalah pelimpahan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
Pemerintah Pusat kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, kepada instansi
vertikal di wilayah tertentu, dan/atau kepada gubernur dan bupati/walikota sebagai
penanggungjawab urusan pemerintahan umum

Medebewind (Tugas Pembantuan)


• Dasar Hukum; UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 angka 11
• Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah Pusat kepada daerah otonom untuk
melaksanakan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat,
atau dari Pemerintah Daerah provinsi kepada daerah kabupaten/kota untuk melaksanakan
sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah provinsi

Wewenang Daerah berdasarkan Cara Perolehan Wewenang


• Otonomi; atribusi • Dekonsentrasi; mandat
• Desentralisasi; delegasi • Tugas Pembantuan; mandat

Pembagian Kekuasaan Horisontal


• pembagian kekuasaan berdasarkan fungsi kekuasaan yang berbeda-beda dan menimbulkan
berbagai macam lembaga negara
• Tujuannya untuk mencegah kesewenang-wenangan
• Konstitusi berfungsi untuk membatasi kekuasaan pemerintahan sedemikian rupa sehingga
penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang, dengan demikian melindungi
hak rakyat
• Konstitusi mempunyai fungsi khusus yang tertinggi (supreme) sehingga harus ditaati oleh
pemerintah/penguasa dan rakyat

Lembaga Konstitusional berdasarkan UUD NRI 1945


Lembaga Konstitusional Inti
• DPR; berdasarkan UUD NRI 1945 Pasal 20 Ayat (1) memegang kekuasaan membentuk UU
(legislatif)
• Presiden; berdasarkan UUD NRI 1945 Pasal 4 Ayat (1) memegan kekuasaan pemerintahan
(eksekutif)
• MA dan MK; berdasarkan UUD NRI 1945 Pasal 24 Ayat (1) memegang Kekuasaan
Kehakiman yang merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan
guna menegakkan hukum dan keadilan

PERTEMUAN 11 | 31.03.2022
Dr. M. Syaiful Aris, S.H., M.H., LL.M

Tutorial 4: Pengantar “Susunan Negara dan Hubungan antar Susunan Negara”


Kelompok 1: https://docs.google.com/document/d/1CL_dXAafNt02i0-KJuIY-
VvYhq5ePNT_LANmR48GAnQ/edit

PERTEMUAN 12 | 06.04.2022
Dr. Sukardi, S.H., M.H

Lembaga Perwakilan menurut UUD NRI 1945


Demokrasi berasal dari kata Demos (oleh rakyat) dan Kratos (pemerintahan) sehingga
demokrasi berarti “pemerintahan oleh rakyat”
• Demokrasi lahir di Athena kuno antara 461 dan 322 SM. Athena adalah polis (komunitas
kota) terkemuka di Yunani kuno.
• Polis terdiri dari sekitar 40.000 warga.
• Ekklesia (majelis rakyat) 'tertinggi dari semua penyebab'. Pertemuan-pertemuan panjang,
faksional dan kuat.

Demokrasi
• Austin Ranney
- Demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang diselenggarakan menurut prinsip
kedaulatan rakyat, persamaan politik, konsultasi populer, dan kekuasaan mayoritas
• JJ Rousseau
- Kedaulatan rakyat; cara atau sistem pemecahan suatu masalah menurut cara atau
sistem tertentu yang memenuhi kehendak umum.
• Kehendak Rakyat adalah unsur penentu
• Demokrasi menemukan cara tentang bagaimana melibatkan rakyat dalam pemerintahan dan
bagaimana membangun sistem yang mewujudkan kehendak rakyat

Tantangan Demokrasi
• Bertambahnya penduduk
• Luasnya wilayah negara
• Bertambah rumitnya urusan kenegaraan
Lembaga Parlemen
• Bermula dari Inggris saat hampir mengalami kebangkrutan sehingga merangkul dan
melibatkan pengusaha dalam pemerintahan
• Lembaga Parlemen di Inggris dibagi menjadi House of Lord dari keluarga yang
menyelamatkan Kerajaan Inggris di masa lalu, dan House of Common dari Pemilu ->
dikameral (dua kamar)
• Lembaga Parlemen di Amerika dibagi menjadi Senat dari Negara Bagian, dan House of
Representative dari Pemilu -> dikameral (dua kamar)
• Lembaga Parlemen di Indonesia dibagi menjadi DPR, MPR, dan DPD -> trikameral (tiga
kamar)

Perjanjian Rakyat dan Negara


• Pactum unionis (the first treaty), adalah perjanjian antar individu membentuk masyarakat
politik dan negara. Saat rakyat memilih anggota MPR dan DPR.
• Pactum subjectionis (the second treaty), adalah perjanjian antarindividu untuk membentuk
negara tersebut menimbulkan kewajiban kepada mereka untuk menaati negara yang
terbentuk itu. Saat MPR dan DPR memilih calon Presiden dan Wakil Presiden, untuk
kemudian dipilih secara langsung oleh rakyat.

Lembaga Perwakilan = Parlemen = MPR, DPD, DPR, DPRD


Lembaga Perwakilan ≠ Badan Legislatif
• Badan Legislatif (dari kata Lex; UU) adalah DPR sebagai badan pembuat UU, lalu DPD
dan MPR juga
• Di bawah UU terdapat regulasi/peraturan
• DPRD bukan Badan Legislatif, melainkan badan pembuat perda
• Badan Legislatif hanya terdapat di tingkat pusat

Fungsi Lembaga Perwakilan


• Fungsi pengaturan/legislasi
• Fungsi pengawasan; penyeimbang cabang kekuasaan lain
• Fungsi budgeting; pengelolaan kekayaan bersama yang dimiliki oleh negara

Fungsi Legislasi
• CF Strong; lembaga legislatif merupakan cabang kekuasaan pertama yang mencerminkan
kedaulatan rakyat
• Jimly Asshidique
- Prakarsa
- Pembahasan rancangan
- Persetujuan atas pengesahan
- Pemberian persetujuan pengikatan/ratifikasi atas perjanjian atas perjanjian atau
persetujuan internasional dan dokumen hukum yang mengikat lainnya

Perkembangan Fungsi Lembaga Perwakilan


• Fungsi perwakilan/representasi
• Fungsi rekrutmen politik
Lembaga Perwakilan dibekali atribut untuk menjalankan fungsinya
• Hak inisiatif • Hak interpelasi • Hak amandemen
• Hak angket • Hak mosi

Perwakilan
• Represent; untuk bertindak menggantikan atau atas nama orang lain
• Perwakilan dalam konteks politik; aktivitas menghadirkan suara, opini, dan perspektif
warga negara dalam proses pembuatan kebijakan publik

Tiga Elemen Perwakilan


• Pihak/Pihak-Pihak yang mewakili
- representatif, legislatif, organisasi
- demokrasi modern; partai politik menjadi aktor kunci
• Pihak/Pihak-Pihak yang diwakili
- konstituen, klien, contohnya orang atau grup/komunitas minoritas
• Sesuatu yang diwakilkan
- opini, perspektif, kepentingan, wacana, kebijakan

Badan Perwakilan/Majelis/Dewan
• sebuah institusi politik
• terpilih secara demokratis
• mewakili penduduk atau wilayah; atau
• mewakili ideologi dan kepentingan yang berbeda

Unsur Keterwakilan
• Berdasarkan populasi
• Berdasarkan teritori (wilayah, kelas sosial, kepentingan ekonomi)

Pilihan Struktur Badan Perwakilan


• Unikameral (satu kamar)
- Sistem unikameral banyak diterapkan di negara kesatuan.
- Tidak membedakan representasi politik dalam pengisian jabatannya
- Keuntungan unikameral
a) Cepat meloloskan UU
b) Tanggung jawab lebih besar
c) Biaya lebih rendah bagi pemerintah dan pembayar pajak
• Bikameral (dua kamar)
- Diterapkan oleh negara dengan populasi besar dengan ciri masyarakat yang plural.
(populasi dan heterogenitas)
- Mencerminkan unsur keterwakilan yang benar-benar berbeda
- “two houses with the same constituencies would work as unicameral system” atau
dua rumah dengan konstituen yang sama akan bekerja sebagai sistem unikameral
- Kegunaan bikameral
a) membangun mekanisme checks and balances dalam struktur parlemen
b) menjamin keterwakilan yang memadai (konsekuensi dari struktur dualis
negara – federalism)
- Keuntungan bikameral
a) Secara resmi mewakili beragam pemilih
b) Memfasilitasi pendekatan yang bersifat musyawarah terhadap penyusunan
perundang-undangan
c) Mencegah disahkannya perundang-undangan yang cacat atau ceroboh
d) Melakukan pengawasan atau pengendalian yang lebih baik atas lembaga
eksekutif
• Trikameral (tiga kamar)

Pengisian Jabatan
• Amerika; Pemilihan langsung oleh rakyat
• India, Jerman, Argentina, Austria; Pemilihan secara tidak langsung (oleh pemerintah lokal/
provinsi)
• Zimbabwe; Lower House memilih Upper House
• Thailand, Canada; Pengangkatan oleh kepala pemerintahan atau kepala negara
• Pengangkatan berdasarkan keturunan (hereditary, inheritance)
Cara pemilihan menentukan legitimasi/akuntabilitasnya, kedudukan, fungsi dan wewenang
yang berbeda

PERTEMUAN 13 | 07.04.2022
Dr. Sukardi, S.H., M.H

Tutorial 5: Pendalaman “Susunan Negara dan Hubungan antar Susunan Negara”

PERTEMUAN 15 | 27.04.2022
Bu Dri Utari

Tutorial 6: Pengantar “Pembentukan Undang-Undang”


Kelompok 1
Link GDocs: https://docs.google.com/document/d/1WgPsGu5zRKz551DBwy-
vHV68ZFkffcBSiip8bdQs-Y8/edit?usp=sharing

PERTEMUAN 16 | 28.04.2022
Bu Dri Utari

Pembentukan Undang-Undang
*self-study
Undang-Undang dan Perpu
Undang-Undang (UU)
• Berdasarkan UU 12/2011 Pasal 1 angka 3 “Undang-Undang adalah Peraturan Perundang
undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama
Presiden.”
• Wewenang pembentukan UU berada pada Presiden, DPR, dan DPD
• Tahapan umum pembentukan UU
1) Tahap pengajuan rancangan undang-undang
Terdapat 4 istilah, yaitu
- Pasal 5 ayat (1) UUD NRI 1945 “Presiden berhak mengajukan RUU kepada
DPR.”
- Pasal 20 ayat (1) UUD NRI 1945 “DPR memegang kekuasaan membentuk
UU.”
- Pasal 21 UUD NRI 1945 “Anggota DPR berhak mengajukan usul RUU”
- Pasal 22D ayat (1) UUD NRI 1945 “DPD dapat mengajukan kepada DPR
RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,
pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan SDA
dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan
keuangan pusat dan daerah.”
2) Tahap pembahasan rancangan undang-undang
Terdapat 2 istilah, yaitu
- Pasal 20 ayat (2) UUD NRI 1945 “Setiap RUU dibahas oleh DPR dan Presiden
untuk mendapat persetujuan bersama.”
- Pasal 22D ayat (2) UUD NRI 1945 “DPD ikut membahas RUU yang berkaitan
dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran,
dan penggabungan daerah; pengelolaan SDA dan sumber daya ekonomi
lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan
pertimbangan kepada DPR atas RUU APBN dan RUU yang berkaitan dengan
pajak, pendidikan, dan agama.”
3) Tahap pengambilan keputusan atau pemberian persetujuan
Terdapat istilah dalam
- Pasal 20 ayat (2) UUD NRI 1945 “Setiap RUU dibahas oleh DPR dan Presiden
untuk mendapat persetujuan bersama.”

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)


• Dasar Hukum; Pasal 20 UUD NRI 1945
Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
• Dasar Hukum; Pasal 22D UUD NRI 1945

Kewenangan DPD terhadap RUU


• Dapat mengajukan, ikut membahas, dan dapat melakukan pengawasan terhadap RUU yang
berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan
pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan SDA dan sumber daya ekonomi
lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.
• Dapat memberi pertimbangan dan dapat melakukan pengawasan terhadap RUU yang
berkaitan dengan RAPBN, pajak, pendidikan, dan agama.

Materi Muatan UU
UU 12/2011 Pasal 10 ayat (1)
Materi muatan yang harus diatur dengan undang-undang berisi:
a. Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
b. Perintah suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang;
c. Pengesahan perjanjian internasional tertentu;
d. Tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; dan/atau
e. Pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.
Tambahan:
• UU yang pembentukannya diperintahkan oleh UUD 1945, terdapat dua macam rumusan
norma: “diatur dengan” dan “diatur dalam”
• UU yang pembentukanya diperintahkan oleh UUD 1945 dengan rumusan “diatur dengan”,
disebut UU organik

Alur Pembentukan UU

Alur Pembentukan UU dengan Kewenangan DPD


Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu/Perppu)
• UU 12/2011 Pasal 1 angka 4 “Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah
Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan
yang memaksa.”
• UUD NRI 1945 Pasal 22
(1) Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan
peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang.
(2) Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
dalam persidangan yang berikut.
(3) Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut.
• Perpu memiliki materi muatan yang sama dengan UU
• Alur pembentukan Perpu

• Perpu sebagai bentuk “emergency legislation”, adalah produk peraturan yang mempunyai
kekuatan yang sama dan sederajat dengan UU. Hal ini ditunjukkan dengan posisi dari
Perpu dalam jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan menurut ketentuan Pasal 7
ayat (1) UU 12/2011.
• Dari segi bentuk, Perpu itu adalah Peraturan Pemerintah (PP), tetapi dari segi isinya Perpu
itu identik dengan undang-undang. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 11 UU 12/2011 “Materi
muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang sama dengan materi muatan
Undang-Undang.”
• Karena itu, Perpu itu dapat disebut sebagai UU dalam arti materiil atau “wet in materiele
zin”. Sebagai produk UU dalam arti materiil, penerbitan dan pelaksanaan Perpu harus
diawasi dengan ketat oleh pemegang kekuasaan membentuk UU, yakni DPR
• Perpu pada pokoknya hanya dapat ditetapkan oleh Presiden apabila persyaratan
“kegentingan yang memaksa” itu terpenuhi sebagaimana mestinya

Bandingkan
• Ketentuan Pasal 12 UUD NRI 1945 disebut sebagai “konstitusional objektif” Presiden
• Ketentuan Pasal 22 ayat (1) UUD NRI 1945 disebut sebagai “hak konstitusional subjektif”
Presiden

Unsur “Kegentingan yang memaksa” menurut Jimly Asshiddique


• Adanya ancaman yang membahayakan (dangerous threat);
• Adanya kebutuhan yang mengharuskan (reasonable neccesity);
• Adanya keterbatasan waktu (limited time) yang tersedia.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009 mengukuhkan bahwa secara


substantif, sebelum adanya pendapat DPR, Perppu tersebut sah dan berlaku seperti undang-
undang.
• Perpu dapat dilakukan uji materiil oleh MK

UU dan Regulasi: UU sebagai Instrumen Negara Hukum


Tata Susunan Aturan Hukum Indonesia menurut Stufenbau Theory (Hans Kelsen/Nawiasky)
1. Pancasila/Pembukaan (Preambule) UUD NRI 1945 -> Staatfundamentalnorm/Norma
Fundamental Negara
2. Pasal-pasal UUD NRI 1945/TAP MPR -> Staatgrundgesetz/Aturan Dasar/Pokok Negara
3. UU -> Formelgesetz/UU formal
4. Produk eksekutif (PP/Perpres/Perda) ->Verordnung/Peraturan pelaksana dan Autonome
Satzung/Peraturan otonomi

Jenis dan Hierarki Peraturan Perundang-Undangan


Pasal 7 ayat (1) UU 12/2011
Jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan terdiri atas:
a. UUD NRI 1945; d. Peraturan Pemerintah;
b. Ketetapan MPR; e. Peraturan Presiden;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah f. Peraturan daerah Provinsi; dan
Pengganti Undang-Undang; g. Peraturan daerah Kabupaten/Kota.

Perbedaan Legislasi dengan Regulasi


• Legislasi
- Sumber hukum formil - Mengikat secara umum (ekstern)
- Dibentuk oleh legislatif
• Regulasi
- Sumber hukum formil
- Dibentuk oleh lembaga negara/pejabat yang berwenang
- Mengikat secara umum (ekstern) dan khusus (intern)

Wewenang Pembentukan UU menurut UUD NRI 1945


• DPR -> Pasal 20 jo. Pasal 20A ayat (1) • DPD -> Pasal 22D ayat (1) dan (2)
• Presiden -> Pasal 5 ayat (1)

Regulasi
• Contohnya Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), dan Peraturan Daerah
(Perda)
• Wewenang pembentukan, proses pembentukan, dan materi muatan regulasi diatur dalam
UU 12/2011

Peraturan Pemerintah (PP)


• UUD NRI 1945 Pasal 5 ayat (2) “Presiden menetapkan PP untuk menjalankan UU
sebagaimana mestinya.”
• Wewenang pembentukan; UU 12/2011 Pasal 54 ayat (1) “Dalam penyusunan Rancangan
PP, pemrakarsa membentuk panitia antarkementerian dan/atau lembaga pemerintah
nonkementerian.”
• Materi muatan; UU 12/2011 Pasal 12 “Materi muatan PP berisi materi untuk menjalankan
UU sebagaimana mestinya.”

Peraturan Presiden (Perpres)


• UUD NRI 1945 Pasal 4 ayat (1) “Presiden memegang kekuasaan pemerintahan menurut
UUD.”
• Wewenang pembentukan; UU 12/2011 Pasal 55 ayat (1) “Dalam penyusunan Rancangan
Perpres, pemrakarsa membentuk panitia antarkementerian dan/atau antarnonkementerian.”
• Materi muatan; UU 12/2011 Pasal 13 “Materi muatan Perpres berisi materi yang
diperintahkan oleh UU, materi untuk melaksanakan PP, atau materi untuk melaksanakan
penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan.”

Peraturan Daerah (Perda)


• UUD NRI 1945 Pasal 18 ayat (6) jo. Pasal 18 ayat (1) “Pemerintahan daerah berhak
menetapkan Perda dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas
pembantuan.”
• Wewenang pembentukan; UU 12/2011 Pasal 56 ayat (1) “Rancangan Perda Provinsi dapat
berasal dari DPRD Provinsi atau Gubernur.”, dan Pasal 63 “Ketentuan mengenai
penyusunan Perda Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 sampai dengan Pasal 62
berlaku secara mutatis mutandis terhadap penyusunan Perda Kabupaten/Kota.”
• Materi muatan; UU 12/2011 Pasal 14 “Materi muatan Perda Provinsi dan Perda Kabupaten/
Kota berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas
pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut
Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.”

Arti Penting UU dalam Negara Hukum


• Pemenuhan unsur negara hukum yang mana pemerintahan berdasarkan UU (asas legalitas)
UUD NRI 1945 Pasal 1 ayat (3) “Negara Indonesia adalah negara hukum.”
Unsur-unsur negara hukum menurut FJ Stahl
- Pemerintahan berdasarkan UU (asas legalitas)
- Pembagian kekuasaan negara
- Pengakuan dan perlindungan HAM
- Tanggung jawab kekuasaan (Peradilan Administrasi)
• Membatasi kekuasaan pemerintah secara tegas dan jelas (konstitusionalisme)
• Melindungi dan menbatasi hak-hak dasar

PERTEMUAN 17 | 11.05.2022
Bu Endang Sayekti

Kekuasaan Pemerintahan Negara/Eksekutif menurut UUD NRI 1945


Kekuasaan Negara UUD NRI 1945
• Kekuasaan Legislatif sebagai pembentuk hukum; Bab VII Pasal 19-22B, yaitu DPR
• Kekuasaan Eksekutif sebagai pelaksana hukum; Bab III Pasal 4-17, yaitu Presiden
• Kekuasaan Yudisiil sebagai penginterpretasi hukum; Bab IX Pasal 24-25, yaitu MA dan
MK

Pemerintah dan Administrasi Negara


• Bab III UUD NRI 1945 menyatakan “Pemerintahan” merujuk pada istilah Pemerintah dan
administrasi negara
• Pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945 -> Pemerintah merujuk pada Pemerintah Daerah
• Pemerintah juga merujuk pada aspek kelembagaan dan fungsi lembaga tersebut
(melaksanakan proses pemerintahan/tata kelola)

Kekuasaan Eksekutif
• Merujuk pada 3 cabang utama kekuasaan dalam UUD NRI 1945, yang pada dasarnya
melebihi kekuasaan legislatif dan kekuasaan yudisiil
• Kekuasaan eksekutif meliputi kekuasaan untuk menjalankan administrasi negara dan
menjalankan hukum
• Kekuasaan menjalankan hukum; menjalankan hukum diimplementasikan -> memberi
arahan kekuasaan untuk membentuk regulasi pemerintah (sebagai arahan hukum &
mengawasi pelaksanaan hukum melalui penegakan hukum -> menjalankan administrasi
negara sesuai dengan hukum
• Kekuasaan untuk menjalankan administrasi negara, meliputi urusan luar negeri dan urusan
dalam negeri
• Dalam Negeri, meliputi
- Pembelanjaan - Membentuk hukum (PP dan Perpres)
- Penunjukan - Administrasi negara
• Luar Negeri, meliputi
- Kerjasama dengan negara-negara lain - Perjanjian internasional

Kekuasaan Eksekutif dan Sistem Presidensiil di Indonesia


• Kekuasaan eksekutif berkaitan dengan cara menjalankan sistem pemerintahan
• Sistem pemerintahan presidensiil di Indonesia merujuk pada Pasal 4 ayat (1), Pasal 6A,
Pasal 7A-7B, dan Pasal 17
• Hasil sistem presidensiil di Indonesia, kekuasaan eksekutif berada di satu lembaga, yaitu
Presiden yang terpisah dari cabang legislatif dan cabang yudisiil

Ketiga Kekuasaan menciptakan bingkai “check and balances” antara Presiden (Eksekutif) -
DPR (Legislatif) - MA & MK (Yudisiil)

Kekuasaan Eksekutif dalam UUD NRI 1945


• Presiden dengan persetujuan DPR dalam Pasal 11 ayat (1) dan (2)
• Presiden saja dalam Pasal 12
• Presiden dengan pertimbangan DPR dalam Pasal 13 ayat (2) dan (3)
• Presiden dengan pertimbangan MA dalam Pasal 14 ayat (1)
• Presiden dengan pertimbangan DPR dalam Pasal 14 ayat (2)
• Presiden saja dalam Pasal 15
• Tentang Kementerian dan dewan Pertimbangan oleh Presiden dalam Pasal 16 dan Pasal 17
• Tentang Pemerintahan Pusat dan pemerintahan Daerah dalam Pasal 18 -> Pemerintahan
Pusat di atas Kepala Daerah dan DPRD

PERTEMUAN 18 | 12.05.2022
Bu Endang Sayekti

Tutorial “Pendalaman: Kekuasaan Pemerintahan Negara/Eksekutif”


Link GDocs BR 3: https://docs.google.com/document/d/
1brzn_RehvYCCTWyWNNSOt_HyFXI76HHcGZT5xzsFf6o/edit?usp=sharing

PERTEMUAN 19 | 18.05.2022
Bu Dwi Rahayu

Tutorial “Pengantar: Kementerian Negara, TNI dan Kepolisian”


Link GDocs BR 6: https://docs.google.com/document/d/
1c5LzjH82Usgydvij506j12QtbaIlZIT3axV3aRj5Vl0/edit?usp=sharing

PERTEMUAN 20 | 19.05.2022
Bu Dwi Rahayu

Kementerian, TNI/Polri
Kekuasan Eksekutif
• Dasar Konstitusional -> Pasal 4 UUD NRI 1945
(1) Presiden RI memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD
(2) Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden
• Pembantu Kelembagaan Presiden
a) Wakil Presiden d) Kepolisian
b) Kabinet; menteri-menteri e) Jaksa Agung
c) Dewan Pertimbangan Presiden f) TNI
• Wewenang dalam UUD NRI 1945
- Penyelenggaraan pemerintah -> Pasal 4 ayat (1)
- Bidang perundang-undangan -> Pasal 5 ayat (1) dan (2), Pasal 22 ayat (1), Pasal 23
ayat (2)
- Bidang yudisial -> Pasal 14
- Bidang militer -> Pasal 10
- Hubungan Luar Negeri -> Pasal 11 ayat (1) dan (2), Pasal 13 ayat (1)
- Menyatakan bahaya -> Pasal 12
- Mengangkat dan memberhentikan menteri -> Pasal 17 ayat (2)
- Mengangkat, menetapkan, meresmikan PN -> Pasal 23F ayat (1), Pasal 24A ayat (3),
Pasal 24B ayat (3), Pasal 24C ayat (3)
- Memberi gelar dan tanda kehormatan -> Pasal 15
- Membentuk DPP -> Pasal 16
Terdapat perbedaan nama Bab dalam UUD NRI 1945, yaitu terdapat yang penamaannya
berdasarkan nama lembaga negara dan yang penamaannya berdasarkan jenis kekuasaannya.
Penamaan bab lembaga negara karena hanya lembaga negara itu saja yang dibahas,
penamaan bab jenis kekuasaannya karena terdapat beberapa lembaga negara yang dibahas

Kementerian
• Ciri presidensiil di Indonesia
- Presiden dipilih langsung oleh rakyat
- Presiden sebagai Kepala Negara sekaligus Kepala Pemerintahan
- Presiden menjabat dalam masa jabatan tertentu (5 tahun)
- Presiden sebagai eksekutif tidak bertanggungjawab pada parlemen, tapi kepada
rakyat secara langsung; namun dapat diberhentikan hanya bila ada pelanggaran
tertentu (impeachment sampai dengan pemakzulan)
- Tidak dapat membubarkan parlemen, demikian juga sebaliknya
- Concentration of governing power and responsibility upon the president; Presiden
secara politik bertanggungjawab kepada rakyat, tapi secara hukum bertanggungjawab
kepada konstitusi
- Konstitusi adalah hukum tertinggi sehingga semua lembaga negara harus tunduk
dengannya
- Tanggung jawab pemerintahan ada di pundak Presiden, sehingga berwenang
membentuk pemerintahan, menyusun kabinet, mengangkat dan memberhentikan
menteri serta pejabat publik; hendaknya memerhatikan merit system
• Dalam sistem presidensiil, Presiden memiliki hak prerogatif untuk mengangkat dan
memberhentikan menteri, sehingga menteri bertanggungjawab pada Presiden
• Dasar hukum pembentukan kementerian
- Syarat pengangkatan menteri -> UUD NRI 1945 Pasal 17 ayat (2); UU 39/2008
Pasal 22 dan Pasal 23
- Syarat pemberhentian menteri -> UUD NRI 1945 Pasal 17 ayat (2); UU 39/2008
Pasal 24
- Daftar/Nomenklatur kementerian -> UUD NRI 1945 Pasal 17 ayat (3); UU 39/2008
Pasal 4-5, Pasal 14; Perpres 68/2019 Pasal 1-2
- Pembubaran/Perubahan kementerian -> UUD NRI 1945 Pasal 17 ayat (4); UU
39/2008 Pasal 20-21; Perpres 68/2019 Pasal 73-74
- 3 menteri “Triumvirat” -> UUD NRI 1945 Pasal 8 ayat (3); UU 39/2008 Pasal 12
- Wakil menteri -> UU 39/2008 Pasal 10; Perpres 68/2019 Pasal 64-65
• Wakil menteri
- Konstitusionalitas wakil menteri dimohonkan judicial review ke MK sebanyak 2 kali
- Periksa Putusan Nomor 79/PUU-IX/2011
- Periksa Perkara Nomor 80/PUU-XVII/2019

Kedudukan TNI dan Polri dalam UUD NRI 1945


• Kedudukan konstitusional -> Pasal 10, Pasal 30 ayat (3) dan (4)
• Legislasi; UU 2/2002 dan UU 34/2004
• Kategori lembaga negara; berada di bawah kekuasaan pemerintah

Pergeseran Fungsi Militer dalam Ketatanegaraan


• UUD 1945 (Pre reformasi)
- Bersifat pretorian; tentara yang turut terlibat dan melakukan intervensi dalam
kehidupan poIitik, artinya militer terlibat dalam urusan sipil (urusan keamanan dan
sosial-politik). Militer pretorian menjadi berbahaya dalam demokrasi, sebab bila
dibandingkan sipil, militer dilatih untuk perang bukan untuk berpolitik
- Terlibat aktif dalam politik
- Dwifungsi ABRI
• UUD NRI 1945 (Reformasi)
- Bersifat professional; motivated, educated, trained, equipment, welfare
- Supremasi sipil; kontrol sipil obyektif (objective civillian control), yaitu dengan
memaksimalkan profesionalisme militer
- Regulasi Militer
1. Negara demokratis 4. Transparansi & akuntabilitas
2. Supremasi sipil 5. Sentralitas
3. Profesionalisme 6. Non-mutitafsir

Konsep Dwifungsi ABRI


• Kekuatan Hankam, sebagai aparatur pemerintah yang tugas pokoknya mempertahankan
dan mengamankan negara dan bangsa, beserta kepentingannya terhadap tantangan,
ancaman, hambatan, dan gangguan dari luar maupun dalam negeri
• Kekuatan sosial, merupakan salah satu unsur golongan karya yang ikut serta secara aktif
dalam segala usaha dan kegiatan negara dan bangsa untuk mencapai tujuan nasional:
- Penugasan ABRI di lembaga/instansi di luar ABRI
- Perwakilan golongan ABRI di MPR dan DPR
- Peranan Fraksi ABRI di DPR
- Peranan ABRI dalam pemilu
- Organisasi pembinaan ABRI sebagai kekuatan Sospol

Konsep militer Profesional


• Supremasi sipil; pengakuan militer atas semua produk politik (terkait langsung atau tidak
dengan regulasi militer itu sendiri) yang dibuat pemerintah sipil hasil pemilu yang
demokratis
• Kontrol sipil obyektif (objective civillian control); pengakuan otonomi militer profesional
yang menghasilkan hubungan sipil-militer yang sehat dan lebih berpeluang menciptakan
prinsip supremasi sipil, sehingga meminimalisir intervensi militer ke dalam politik, tapi
juga memerlukan keunggulan otoritas sipil yang terpilih (elected politicians) di semua
bidang yaitu politik, termasuk dalam penentuan anggaran militer, konsep, dan strategi
pertahanan nasional

Tentara Negara Indonesia (TNI)


UU 34/2004
• Kewenangan Presiden -> Pasal 3 ayat (1); Presiden jo. Pasal 17 ayat (2); DPR
• Kementerian/Kelembagaan -> Pasal 3 ayat (2); Departemen Pertahanan (kebijakan dan
strategi pertahanan, dukungan administrasi
• Pengangkatan Panglima Tinggi -> Pasal 13 ayat (2); Presiden dengan persetujuan DPR
• Hak berpolitik -> Pasal 39; dilarang menjadi anggota partai politik/legislatif, kegiatan
politik praktik, dan bisnis
• Ketentuan Hukum -> Pasal 65 ayat (2); Pidana militer/KUHPM dan Pidana Umum/KUHP

Polisi Republik Indonesia (Polri)


UU 2/2002
• Kewenangan Presiden -> Pasal 8; Presiden
• Kementerian/Kelembagaan -> Pasal 8 ayat (2); Kapolri memimpin Polri, bertanggungjawab
pada Presiden, dan Pasal 37 ayat (1); Kompolnas
• Pengangkatan Kapolri -> Pasal 11; presiden dengan persetujuan DPR
• Hak Berpolitik -> Pasal 28; netral, dilarang terlibat politik praktis atau ikut pemilu
• Ketentuan Hukum -> Pasal 29; Pidana Umum/KUHP

Hambatan Menuju Profesional


• Minimnya kesejahteraan anggota
• Minimnya anggaran militer
• Belum ada kesamaan otoritas sipil tentang peran militer
• Budaya Dwifungsi ABRI yang masih melekat

PERTEMUAN 21 | 25.05.2022
Bu Dwi Rahayu

*Self-Study: Keuangan Negara, Pemeriksaan Keuangan dan Bank Sentral

PERTEMUAN 22 | 02.06.2022
Bu Dri Utari

Pemilihan Umum
Fungsi Pemilu secara vertikal
• Pihak dari bawah ke atas (rakyat ke pemerintah)
- Rekrutmen politisi - Sarana pembatasan pemerintah
- Membentuk pemerintahan
• Pihak dari atas ke bawah (pemerintah ke rakyat)
- Legitimasi kekuasaan - Menyediakan perwakilan
- Sirkulasi dan penguatan elit - Pendidikan politik

Konstitusionalitas Pemilu
UUD NRI 1945
• Pembukaan alinea ke-4 • Pasal 18 ayat (3) • Pasal 22E
• Pasal 1 ayat (2) • Pasal 19 ayat (1)
• Pasal 6A ayat (2) • Pasal 22C ayat (1)

Keluarga Sistem Pemilu


• Sistem Distrik - Block vote
- First past the post - Party block vote
- Alternative vote - Paralel
- Two-round system - Mixed-member proportional
• Sistem Proporsional • Sistem Lain
- Pro representation - Limited vote
- Single transferable vote - Barda vote
• Sistem Campuran - Single non-transferable vote

Sistem Pemilihan Umum


• Single-Member Constituency (Sistem Distrik) -> satu daerah pemilihan memilih satu wakil
- Wilayah Negara dibagi dalam beberapa distrik pemilihan yang mendasarkan pada
jumlah penduduk
- Setiap distrik diwakili oleh 1 (satu) orang wakil
- Kandidat yang mendapat suara terbanyak akan mengambil semua suara yang didapat,
artinya kontestan yang memperoleh suara terbanyak menjadi pemenang tunggal (The
first past the post/the winner take all)
- Calon yang mendapat suara lebih akan dianggap pemenang, walaupun tidak
mayoritas
• Multi-Member Constituency (Sistem Perwakilan Berimbang/Proporsional) -> satu daerah
pemilihan memilih beberapa wakil
- Satu wilayah besar memilih beberapa wakil
- Proporsi kursi yang dimenangkan oleh satu parpol dalam sebuah wilayah pemilihan
akan berbanding seimbang dengan proporsi suara yang didapat partai
- Perolehan suara sebanding dengan perolehan kursi sehingga tidak banyak suara
terbuang
- Cocok untuk negara majemuk atau heterogen
Indonesia menggunakan Sistem Proporsional.

Sistem Pemilu di Indonesia


Sistem Pemilihan Presiden (Pilpres)
• UUD NRI 1945 Pasal 6A ayat (3) dan (4)
UU 7/2017 tentang Pemilihan Umum Pasal 168
• Ayat (1) “Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan di seluruh wilayah NKRI
sebagai satu kesatuan daerah pemilihan.”
• Ayat (2) “Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota
dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.” -> terbuka berarti memilih nama,
sedangkan tertutup berarti memilih partai
• Ayat (3) “Pemilu untuk memilih anggota DPD dilaksanakan dengan sistem distrik
berwakil banyak.”

Pemilihan Umum
• Dilakukan secara langsung, umum, bersih, jujur, dan adil (luber jurdil) setiap 5 (lima) tahun
• Diikuti oleh parpol/gabungan parpol, partai politik, dan/atau perseorangan
• Dilakukan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPR, anggota DPRD, dan
anggota DPD
• Dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Dasar Konstitusional Pilpres
• UUD 1945 Pasal 1 ayat (2), Pasal 2 ayat (3), Pasal 6 ayat (2) -> Will of the Few
• UUD NRI 1945 Pasal 1 ayat (2), Pasal 3 ayat (2), Pasal 6A ayat (1) -> General Will

Pemilu Presiden dan Wakil Presiden


• Sejak tahun 2004
menggunakan sistem pemilu dua putaran (two-round system) dikombinasikan dengan
distribusi geografis suara.
• Merevisi sistem “The First Past The Post”
• UUD NRI 1945 Pasal 6A ayat (3) “Pasangan Capres & Wapres yang mendapatkan suara
lebih dari 50% dari jumlah suara dalam pemilu dengan sedikitnya 20% suara di setiap
provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi
Presiden & Wapres.”
• Presidential Threshold
- Ambang batas dukungan partai pengusung usulan pasangan capres/wapres
- Pasangan Calon diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol peserta pemilu yang
memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPR
atau memperoleh 25% dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR
sebelumnya

Pemilu Legislatif
• Parliamentary Threshold
Parpol Peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara sekurang-
kurangnya 3,5% dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan
perolehan kursi anggota DPR.
• Peserta Pemilihan Legislatif (Pileg)
- Peserta Pemilu untuk memilih anggota DPR adalah parpol (tertutup)
- Peserta Pemilu untuk memilih anggota DPD adalah perseorangan (terbuka)
• DPR
- Jumlah kursi -> 560 kursi
- Daerah pemilihan; provinsi, kabupaten/kota, atau gabungan kabupaten/kota
• DPD
- Jumlah kursi -> 4 setiap provinsi
- Daerah pemilihan; provinsi

Penyelenggara Pemilu
• Lembaga yang menyelenggarakan Pemilu yang terdiri atas:
- Komisi Pemilihan Umum (KPU)
- Badan Pengawas Pemilu (Banwaslu)
- Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu
• Ketiga lembaga tersebut menjadi satu kesatuan fungsi Penyelenggaraan Pemilu untuk
memilih anggota DPR, anggota DPD, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih
anggota DPRD secara langsung oleh rakyat
• Dasar Hukum; UU 7/2017 Pasal 1 angka 7

PERTEMUAN 23 | 08.06.2022
Bu Endang Sayekti

Kekuasaan Kehakiman
Konstitusionalitas Kekuasaan Kehakiman
• Bab IX Kekuasaan Kehakiman Pasal 24 ayat (1) UUD NRI 1945
- Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
• UUD 1945
- Tidak menuliskan tentang arti kekuasaan kehakiman
- Pasal 24 ayat (1): Hanya dilakukan oleh Mahkamah Agung dan lain-lain badan
kehakiman menurut UU
- Penjelasan: Kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas
dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Berhubung dengan itu, harus diadakan jaminan
dalam UU tentang kedudukan para hakim.

Kekuasaan Kehakiman Masa UUD 1945


• Pasal 19 UU 19/1964
“Demi kepentingan revolusi, kehormatan Negara dan bangsa atau kepentingan
masyarakat yang mendesak, Presiden dapat turut campur tangan dalam soal
pengadilan.”
- Penjelasan: Trias Politika tidak memiliki tempat sama sekali dalam Hukum Nasional
Indonesia karena Indonesia berada dalam revolusi dan bahwa pengadilan tidak bebas
dari pengaruh kekuasaan eksekutif dan legislatif
• TAP MPRS Nomor XIX/1966 tentang Peninjauan Kembali Produk-Produk Legislatif
Negara di Luar Produk MPRS yang Tidak Sesuai dengan UUD 1945
• UU 14/1970
- Pasal 1; Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan Negara yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan
Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.
- Pasal 4 ayat (3): Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak-pihak lain di
luar Kekuasaan Kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal yang tersebut dalam UUD.
• Perbandingan UU 14/1970 dengan UU 35 1999
- UU 14/1970
Pasal 11 ayat (1)
“Badan-badan yang melakukan peradilan tersebut pasal 10 ayat (1) organisatoris,
administratif dan finansil ada di bawah kekuasaan masing-masing Departemen
yang bersangkutan.”
Pasal 11 ayat (2)
“MA mempunyai organisasi, administrasi dan keuangan tersendiri.”
- UU 35/1999
Pasal 11 ayat (1)
“Badan-badan peradilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), secara
organisatoris, administratif, dan finansial berada di bawah kekuasaan MA.”
Pasal 11 ayat (2)
“Ketentuan mengenai organisasi, administrasi, dan finansial sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) untuk masing-masing lingkungan peradilan diatur lebih
lanjut dengan UU sesuai dengan kekhususan lingkungan peradilan masing-
masing.”

Kekuasaan Kehakiman dalam UUD 1945


• Sebelum Reformasi
- Secara organisasi, administratif dan finansial berada di bawah Departemen
Kehakiman/ Departemen Agama/TNI (eksekutif)
- Teknis yudisial di bawah Mahkamah Agung
• Pasca UU 35/1999
- Secara teknis, organisasi, administrasi dan finansial seluruhnya di bawah MA
• Perubahan UUD 1945 yang membawa perubahan mendasar mengenai penyelengaraan
kekuasaan kehakiman, sehingga perlu dilakukan perubahan secara komprehensif mengenai
UU Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman
• UU 4/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman mengatur mengenai badan-badan peradilan
penyelenggara kekuasaan kehakiman, asas-asas penyelengaraan kekuasaan kehakiman,
jaminan kedudukan dan perlakuan yang sama bagi setiap orang dalam hukum dan dalam
mencari keadilan.
• UU 4/2004 diubah menjadi UU 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
• Konsekuensi dari UU 48/2009 adalah pengalihan organisasi, administrasi, dan finansial
badan peradilan di bawah MA. Sebelumnya, pembinaan badan-badan peradilan berada di
bawah eksekutif (Dep. Kehakiman & HAM, Dep. Agama, Dep. Keuangan) & TNI, namun
saat ini seluruh badan peradilan berada di bawah MA dan MK.
• Peralihan badan peradilan ke MA
- Organisasi, administrasi, dan finansial pada Dirjen Badan PU dan PTUN Dep.
Kehakiman & HAM, PT, PTTUN, PN dan PTUN, sejak 31 Maret 2004 dialihkan
dari Dep. Kehakiman & HAM ke MA.
- Organisasi, administrasi, & finansial pada Dir. Pembinaan Peradilan Agama Dep.
Agama, PT Agama/Mahkamah Syariah Provinsi, dan PA/Mahkamah Syariah, sejak
30 Juni 2004 dialihkan dari Dep. Agama ke MA.
- Organisasi, administrasi, & finansial pada PM, PMT dan Pengadilan Militer Utama,
sejak 1 September 2004 dialihkan dari TNI ke MA. Akibat seluruh prajurit TNI dan
PNS yang bertugas pada pengadilan dalam lingkup peradilan militer beralih menjadi
personel organik MA, meski pembinaan keprajuritan bagi personel militer tetap
dilaksanakan oleh Mabes TNI

Pelaku Kekuasaan Kehakiman setelah Amandemen UUD 1945


Badan Organisasi MA

Kekuasaan Kehakiman
• 3 pilar kekuasaan yang diidealkan oleh Montesquieu
- Legislatif; kekuasaan membuat UU
- Eksekutif; kekuasaan melaksanakan UU
- Yudikatif; kekuasaan pengadilan yang berdiri sendiri
• UUD NRI 1945 Pasal 24 ayat (1)
- kekuasaan yang bersumber dari - menyelenggarakan peradilan
konstitusi - guna menegakkan hukum dan keadilan
- kekuaaan yang merdeka

Kekuasaan Kehakiman yang Merdeka


• Pemisahan kekuasaan yang memposisikan kekuasaan yudisiil/kekuasaan kehakiman
menjadi kekuasaan yang merdeka artinya bebas dari pengaruh maupun tekanan dari
kekuasaan yang lain (eksekutif dan legislatif), bahkan seorang hakim dalam menjalankan
tugasnya hanya bersandar hukum, keadilan, dan kepada keTuhanan YME sesuai agama
yang diyakininya.

Prinsip Dasar Kekuasaan Kehakiman (The Bangalore Principles of Judicial Conduct)


• Prinsip Independensi (The Principle of Judicial Independence)
- Prinsip bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang bebas/merdeka, lepas
dari pengaruh, tidak dikendalikan pihak/kekuasaan lain
- Harus diwujudkan dalam sikap para hakim dalam memeriksa dan memutus perkara
- Independensi terlihat dalam berbagai pengaturan mengenai berbagai hal yang
berkaitan dengan pengangkatan, pengembangan karir, sistem penggajian, dan
pemberhentian hakim
• Prinsip Tidak Berpihak (The Principle of Impartiality)
Prinsip ini nampak dalam bekerja, hakim harus tidak memihak sehinga dalam
pengangkatan hakim dibutuhkan orang yang bisa bekerja tanpa keberpihakan
• Integritas (Integrity Principle)
Sikap hakim yang memiliki kepribadian yang tangguh dalam menjalankan tugas
sebagai Pejabat Negara yang baik, jujur, cerdas, bijak, dan bertanggungjawab
• Kepantasan dan kesopanan (Propriety Principle)
Hakim merupakan sosok pribadi yang sopan dan santun di mana saja, kapan saja, dan
siapa saja
• Kesetaraan (Equality Principle)
Hakim harus menjalankan tugas tanpa pilih kasih semua orang harus diperlakukan
setara
• Kecakapan dan Keseksamaan (Competence and Diligence)
Hakim harus cakap, pintar, profesional, teliti, cermat, dan hati-hati

Asas-Asas Peradilan Umum yang Baik


Berdasarkan Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan
• Menjunjung tinggi hak seseorang untuk mendapat putusan
• Setiap orang berhak mengajukan perkara sepanjang mempunyai kepentingan
• Larangan menolak untuk mengadili kecuali ditentukan lain oleh UU
• Putusan harus dijatuhkan dalam waktu yang pantas dan tidak terlalu lama (cepat)
• Asas imparsialitas (tidak memihak)
• Asas kesempatan untuk mendengar kedua belah pihak (audi et alteram partem)
• Asas objektivitas (no bias)
• Hakim tidak boleh mengadili perkara di mana ia terlibat dalam perkara a quo (nemo Jude
in rex sua)
• Penalaran hukum (legal reasoning) yang jelas dalam isi putusan
• Akuntabilitas (dapat dipertanggungjawabkan)
• Transparansi (keterbukaan)
• Kepastian hukum dan konsistensi
• Menjunjung tinggi HAM

Lembaga Pemegang Kekuasaan Kehakiman


• UUD NRI 1945 Bab X Pasal 24
- ayat (2) “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah MA dan badan peradilan
yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan
agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan TUN, dan oleh sebuah
MK.”
- inilah lembaga yang oleh konstitusi diberi kewenangan melaksanakan kekuasaan
yudisiil/kekuasaan pengadilan (teori trias politika)
- ayat (3) UUD NRI 1945; sebagai dasar kewenangan pengaturan oleh UU untuk
badan-badan lain yang fungsinya terkait dengan kekuasaan kehakiman (untuk
menjawab berkembanganya perkara)
Kekuasaan untuk Pengujian Peraturan Perundang-Undangan
UUD NRI 1945 Pasal 24A ayat (1)
“MA berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di
bawah UU terhadap UU, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh UU.”
• Kewenangan MA untuk menguji pada tingkat kasasi diberi oleh konstitusi
• Apakah pengujian ini melalui tahap PN, PT, baru Kasasi, ataukah langsung ke MA? Bisa
langsung ke MA agar prosesnya tidak memakan banyak waktu.

Tugas dan Fungsi MA sebagai Pengadilan Negara Tertinggi


• Fungsi Peradilan Yudisial
- Kasasi - Sengketa perampasan kapal
- PK - HUM
- Sengketa kewenangan mengadili
• Fungsi Peradilan Non-Yudisial
- Pengawasan - Administrasi
- Mengatur - Fungsi lainnya
- Nasihat/Pembinaan

Fungsi MA
• Fungsi Peradilan
- Mengadili upaya hukum (kasasi dan PK)
- Uji materiil peraturan di bawah UU
• Fungsi Pengawasan
- Pengawasan tertinggi terhadap jalannya peradilan
- Pengawasan terhadap pekerjaan dan tingkah laku para Hakim
• Fungsi Mengatur
- MA mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi penyelenggaraan peradilan
apabila ada hal-hal yang belum cukup diatur dalam UU MA sebagai pelengkap untuk
mengisi kekurangan atau kekosongan hukum yang diperlukan bagi kelancaran
penyelenggaraan peradilan.
• Fungsi Nasihat/Pembinaan
- MA memberi nasihat dan pertimbangan-pertimbangan dalam bidang hukum kepada
Lembaga Tinggi Negara
- Memberi nasihat kepada Presiden selaku Kepala Negara
• Fungsi Administrasi -> Organisatoris, administratif, finansial -> Susunan organisasi dan
TUSI

UU 8/2004
• Peradilan Umum adalah lingkungan peradilan yang memiliki kewenangan mengadili
perkara umum, baik jenis perkara pidana maupun perdata, maupun pihak-pihak yang
bersengketa
• Badan-badan peradilan yang terdapat dalam lingkungan peradilan umum adalah pengadilan
negeri dan pengadilan tinggi
• Di lingkungan peradilan umum juga dibentuk peradilan khusus yang menyidangkan
perkara-perkara tertentu sesuai dengan ketentuan UU
• Peradilan khusus tersebut di nataranya adalah pengadilan HAM, pengadilan anak,
pengadilan niaga, pengadilan tipikor, dan pengadilan hubungan industri

Perkembangan perkara yang perlu penyelesaian Pengadilan Khusus


Kewenangan Pengadilan Khusus (Ad Hoc) untuk:
• Pidana korupsi • Pidana anak
• Pelanggaran HAM yang berat • Perkara sengketa niaga, dan lainnya
• Pidana perikanan

Kompetensi Peradilan Umum

Kompetensi Peradilan Agama


Kompetensi Peradilan Militer

Kompetensi PTUN

Kompetensi PTUN berdasarkan UU Khusus


Mahkamah Konstitusi (MK)
• Lembaga yang melakukan kekuasaan kehakiman yang lahir setelah UUD 1945
diamandemen
• Lembaga tunggal -> tidak mempunyai lembaga di bawahnya
• Jadi, wewenang mengadili yang dijalankan merupakan pengadilan tingkat pertama dan juga
tingkat terakhir yang putusannya bersifat final
• Bertugas menguji UU terhadap UUD dan kewenangan lain yang diatur dalam konstitusi
• Apakah MK mempunyai kewenangan selain yang diatur dalam konstitusi? Ada, yaitu
penyelesaian pembubaran partai politik dan sengketa pemilu
• Pembubaran parpol menjadi kewenangan MK karena parpol dilindungi konstitusi setelah
amandemen UUD 1945 yang turut mengatur tentang parpol, meskipun pembentukan parpol
dilakukan di Kementerian Hukum HAM

PERTEMUAN 24 | 09.06.2022
Bu Endang Sayekti

Tutorial: Kekuasaan Kehakiman


h t t p s : / / d o c s . g o o g l e . c o m / d o c u m e n t / d /
1xEGBfBsU6HsJxETP0Di_cVvtJfuWCAZCXW92rwvdMKg/edit?usp=sharing

PERTEMUAN 25 | 14.06.2022
Bu Endang Sayekti

Tutorial: Pengujian Peraturan Perundang-Undangan

PERTEMUAN 26 | 16.06.2022
Pak Sukardi

Pengujian Peraturan Perundang-Undangan


Peristilahan dan Pengertian
• Hak Uji (Toetsingsrecht)
Menurut Sri Soemantri M. (1986) terdapat dua macam Hak Uji:
- Hak Uji secara Formil (Formele Toetsingsrecht): Wewenang untuk menilai suatu
produk legislatif seperti UU terjelma melalui cara-cara (procedure) yang telah
ditentukan/diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Hak Uji secara Materiil (Materiele Toetsingsrecht): Wewenang untuk menyelidiki
dan menilai isi suatu peraturan perundang-undangan sesuai atau bertentangan dengan
peraturan yang lebih tinggi derajatnya, atau menilai suatu kekuasaan tertentu
(verordenende macht) berhak mengeluarkan peraturan tertentu.
• Judicial Review (Uji Yudisiil)
- Black’s Law: Judicial Review adalah kekuasaan pengadilan untuk menguji keputusan
departemen atau tingkat pemerintahan lain, terutama kekuasaan pengadilan untuk
membatalkan tindakan legislatif dan eksekutif sebagai tindakan inkonstitusional.
- Errick Barent: Judicial Review adalah fitur dari konstitusi liberal paling modern. Hal
ini mengacu pada kekuasaan pengadilan untuk mengontrol kompatibilitas UU dan
tindakan eksekutif dari istilah konstitusi.
- John Alder (2005): Judicial Review atau yang kadang disebut pengawasan yurisdiksi
adalah kekuasaan pengadilan tinggi untuk mengawasi legalitas keputusan yang
dibuat oleh badan publik. Mereka memastikan bahwa keputusan administratif akan
diambil secara rasional sesuai dengan prosedur yang adil dan dalam kewenangan
yang diberikan oleh parlemen.
- Judicial Review umumnya diterapkan pada negara yang menganut Common Law
System.
• Constitutional Review (Uji Konstitusi)
- Constitutional Review adalah pengujian secara formil dan materiil suatu peraturan
perundang-undangan terhadap konstitusi.
- Jadi, konstitusi sebagai satu-satunya alat ukur. Bila UU diuji terhadap UUD, maka
disebut sebagai pengujian konstitusionalitas UU (constitutionality of legislation).

UU 12/2011 Pasal 1 angka 2


• Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang
mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat
yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
Catatan:
UU 12/2011 merupakan pengganti UU 10/2004 yang pembentukannya diperintahkan oleh
ketentuan Pasal 22A UUD NRI 1945 yang menyatakan dengan tegas bahwa ketentuan lebih
lanjut tentang tata cara pembentukan UU diatur lebih lanjut dengan UU (UU Organik).

UU 12/2011 Pasal 7
(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945);
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR);
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (UU/Perpu);
d. Peraturan Pemerintah (PP);
e. Peraturan Presiden (Perpres);
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).

UU 12/2011 Pasal 8
(1) Jenis peraturan perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh MPR, DPR, DPD, MA, MK, BPK, KY,
Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk
dengan UU atau Pemerintah atas perintah UU, DPRD Provinsi, Gubernur, DPRD
Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.
(2) Peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui
keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.
Lembaga yang Berwenang menguji Peraturan Perundang-Undangan
• UUD NRI 1945 pasal 24A ayat (1)
“MA berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan
di bawah UU terhadap UU, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh
UU.”
• UUD NRI 1945 Pasal 24C ayat (1)
“MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat
final untuk menguji UU terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga
negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran partai politik,
dan memutus perselisihan tentang hasil Pemilu.”

Hukum Acara Pengujian


• Hukum acara MK untuk menguji UU diatur dalam Bab V bagian ke-8 UU 24/2003 jis. UU
8/2011 dan UU 1/2013 tentang Mahkamah Konstitusi.
- UU 24/2003 Pasal 57
(1) Putusan MK yang amar putusannya menyatakan bahwa materi muatan ayat,
pasal, dan/atau bagian UU bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945,
materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian UU tersebut tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat.
(2) Putusan MK yang amar putusannya menyatakan bahwa pembentukan UU
dimaksud tidak memenuhi ketentuan pembentukan UU berdasarkan UUD
NRI Tahun 1945, UU tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
(3) Putusan MK yang mengabulkan permohonan wajib dimuat dalam Berita
Negara dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak
putusan diucapkan.
• Hukum acara MA diatur dalam UU 14/1985 jis. UU 5/2004 dan UU 3/2009 tentang
Mahkamah Agung.
- UU 14/1985 Pasal 31
(1) MA mempunyai wewenang menguji secara materiil hanya terhadap peraturan
perundang-undangan di bawah UU.
(2) MA berwenang menyatakan tidak sah semua peraturan perundang-undangan
dari tingkat yang lebih rendah daripada UU atas alasan bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
(3) Putusan tentang pernyataan tidak sahnya peraturan perundang-undangan
tersebut dapat diambil berhubungan dengan pemeriksaan dalam tingkat
kasasi.
Pencabutan peraturan perundang-undangan yang dinyatakan tidak sah
tersebut, dilakukan segera oleh instansi yang bersangkutan.
• Perma 1/2011 tentang Hak Uji Materiil Pasal 2
(1) Permohonan Keberatan diajukan kepada MA dengan cara:
a. Langsung ke MA; atau
b. Melalui PN yang membawahi wilayah hukum tempat kedudukan Pemohon;

Jika terjadi cacat prosedur maka pembuatan peraturan perundang-undangan diulang


Jika terjadi cacat wewenang atau substansi maka peraturan perundang-undangan tersebut
batal demi hukum

MK -> menguji materiil dan formil


MA -> menguji materiil saja
Karena peraturan perundang-undangan di bawah UU tidak diatur ketentuan prosedurnya

Apakah peraturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 UU 12/2011 dapat diuji dan
dibatalkan oleh UU?
-> dapat
Apakah Peraturan Desa dapat dibatalkan oleh MA?
-> berdasar asas contrarius actus, peraturan desa hanya dapat dibatalkan oleh pembuatnya
karena Perdes hanya diatur dalam UU tentang Desa

Putusan MK 137/PUU-VIII/2015
• Membatalkan Perda Provinsi menjadi wewenang MA saja (menteri dalam negeri tidak
berwenang)
• Gubernur berwenang membatalkan Perda Kabupaten/Kota

Perda mengatur kondisi khusus dan batasannya -> Pasal 9-12 UU 23/2014

Anda mungkin juga menyukai