Anda di halaman 1dari 5

KERAJAAN ISLAM DI JAMBI

Oleh:

Nama: Kerin F. Purba


Kelas: X IPA-1

SMA NEGRI 1 DOLOKSANGGUL


SEJARAH

Wilayah Jambi dulunya merupakan wilayah Kerajaan Melayu, dan kemudian menjadi bagian dari

pendudukan wilayah Sriwijaya yang berpusat di Palembang. Pada akhir abad ke-14 Jambi merupakan

vasal Majapahit, dan pengaruh Jawa masih terus mewarnai kesultanan Jambi selama abad ke-17 dan ke-

18.

Berdirinya kesultanan Jambi bersamaan dengan bangkitnya Islam di wilayah Jambi. Pada 1616 Jambi

merupakan pelabuhan terkaya kedua di Sumatra setelah Aceh,[butuh rujukan] dan pada 1670 kerajaan ini

sebanding dengan tetangga-tetangganya seperti Johor dan Palembang.[butuh rujukan] Namun kejayaan

Jambi tidak berumur panjang. Tahun 1680-an Jambi kehilangan kedudukan sebagai pelabuhan lada

utama, setelah perang dengan Johor dan konflik internal.

Lukisan penyerangan kapal Belanda dikeraton Sultan Jambi pada tahun 1858 – 1865.

Setelah Istana Tanah Pilih Kota Jambi di hancurkan Belanda, dan Sultan Thaha mundur ke pedalaman

Jambi. Oleh kerabat orang kerajaan Jambi dipilih lah Pangeran Singkat Lengan menjadi Sultan

menggantikan Thaha dengan gelar Sultan Ahmad Nazaruddin. Masa itu kesultanan Jambi masih

mengendalikan Ibukota (Kota Jambi) namun Sultan Ahmad Nazaruddin tinggal di Dusun Tengah, tiga

atau empat hari perjalanan dari Ibukota, di sebuah rumah sederhana dari papan.

Pangeran Ratu Martaningrat menyerah ke Belanda tahun 1904.

Pada tahun 1903 Pangeran Ratu Martaningrat, keturunan Sultan Thaha, sultan yang terakhir, menyerah

Belanda. Jambi digabungkan dengan keresidenan Palembang. Kesultanan Jambi resmi dibubarkan oleh

pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1906.


KEPENDUDUKAN

Kesultanan Jambi dipimpin oleh raja yang bergelar sultan. Raja ini dipilih dari perwakilan empat keluarga

bangsawan (suku): suku Kraton, Kedipan, Perban dan Raja Empat Puluh. Selain memilih raja keempat

suku tersebut juga memilih pangeran ratu, yang mengendalikan jalan pemerintahan sehari-hari.[butuh

rujukan] Dalam menjalankan pemerintahan pangeran ratu dibantu oleh para menteri dan dewan penasihat

yang anggotanya berasal dari keluarga bangsawan. Sultan berfungsi sebagai pemersatu dan mewakili

negara bagi dunia luar

Menurut R. Sahabuddin (1954) dalam buku Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Jambi (1978/1979),

pemerintahan di pusat Kesultanan Jambi dipimpin oleh seorang sultan yang dibantu oleh pangeran ratu

(putra mahkota) yang memimpin Rapat Dua Belas. Rapat Dua Belas terdiri atas dua bagian:

Kerapatan Patih Dalam (Dewan Menteri Dalam)

Kerapatan Patih Luar (Dewan Menteri Luar)

Masing-masing kerapatan terdiri dari 6 orang, 1 orang ketua dan 5 orang anggota.

Kerapatan Patih Dalam diketuai oleh Putra Mahkota yang bergelar Pangeran Ratu dengan para anggota

yang diberi gelar :

Pangeran Adipati

Pangeran Suryo Notokusumo

Pangeran Jayadiningrat

Pangeran Aryo Jayakusumo

Pangeran Notomenggolo atau Pangeran Werokusumo

Kerapatan Patih Dalam pada hakekatnya merupakan Majelis Kerajaan (Rijksraad) yang

berfungsi sebagai lembaga legislatif (DPR) pada masa sekarang.


PENINGGALAN

1. Candi Muaro

2. Menara Air

3. Rumah Batu Pangeran Wirokusumo

Anda mungkin juga menyukai