Anda di halaman 1dari 8

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan Muatan Lokal tentang "Kerito Surong".

Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut
memberikan kontribusi dalam penyusunan Makalah ini. Tentunya, tidak akan bisa maksimal
jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.

Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari
penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami
dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
hasil dari tugas ini.

Kami berharap semoga karya ilmiah yang kami susun ini memberikan manfaat dan juga
inspirasi untuk pembaca.

1
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Adu Kerito Surong adalah permainan tradisional dari Provinsi Bangka Belitung yang telah
ditetapkan menjadi Warisan Budaya Takbenda Indonesia pada tahun 2015. Karya Budaya
ini masuk dalam domain tradisi dan ekspresi lisan dengan nomor registrasi pencatatan
2014004870. Kerito Surong bukan sekadar permainan rekreatif yang mengutamakan
kecepatan, keterampilan, ketangkasan, dan keseimbangan, tetapi juga mengandung pesan
kebersamaan masyarakat Bangka

Persebaran permainan Adu Kerito Surong terjadi di seluruh pelosok Pulau Bangka, terutama
di kabupaten Bangka Tengah. Di kabupaten ini, permainan tradisional Kerito Surong
berkembang di desa Sungai Selan, desa Namang, desa Simpang Katis, Desa Dul, dan
desa-desa yang umumnya masih menggunakan alat angkutan tradisional berupa "Kerito
Surong" atau gerobak tangan.

Awalnya, Kerito Surong dikenal sebagai alat transportasi masyarakat. [2] Kendaraan ini pada
zaman Hindia Belanda digunakan sebagai alat pengangkut timah di wilayah sekitar tambang
timah di daerah Muntok oleh masyarakat Tionghoa. Dalam bahasa Hakka, gerobak ini
disebut kai-kung-cha.Dalam perkembangannya, Kerito Surong menjadi alat transportasi
untuk mengangkut berbagai barang dan orang-orang. Masyarakat asli Melayu Bangka yang
melihat penggunaan Kerito Surong sebagai moda transportasi kemudian memanfaatkannya
sebagai alat angkut hasil pertanian lada, kolang-kaling, mangga, dan juga kayu bakar. Kerito
Surong kemudian sering digunakan oleh penduduk untuk mengangkut hasil panen lada ke
tempat perendaman di sungai. Suka ria sehabis panen lada disambut dengan kegembiraan
menaiki Kerito Surong. Inilah awal kemunculan permainan Adu Kerito Surong yang diangkat
melalui kegiatan sehari-hari petani lada yang membuat suasana panen lada penuh
kegembiraan.

Olahraga tradisional Adu Kerito Surong bukan sekedar olahraga rekreatif, melainkan juga
olahraga yang mempertontonkan keterampilan, kekuatan raga, ketangkasan, kebersamaan,
dan kemampuan menjaga keseimbangan. Olahraga tradisional “Adu Kerito Surong”
senyatanya berkembang di seluruh pelosok Pulau Bangka, terutama di Kabupaten Bangka
Tengah. Di kabupaten ini olahraga tradisional Kerito Surong berkembang di Desa Sungai
Selan, Desa Namang, Desa Simpang Katis, Desa Dul, dan desa-desa yang umumnya masih
menggunakan alat angkutan tradisional berupa Kerito Surong.

2
Secara historis Kerito Surong pada awalnya berkembang di wilayah sekitar tambang timah
di Muntok pada zaman Belanda. Para penggunanya adalah masyarakat keturunan Cina.
Pada waktu itu Kerito Surong bukan hanya menjadi alat pengangkut timah, tetapi juga
digunakan sebagai alat transportasi untuk mengangkut berbagai barang, termasuk manusia.
Selanjutnya, penduduk asli (masyarakat Melayu Bangka) menggunakannya sebagai alat
angkut dalam kegiatan sehari-hari, terutama untuk mengangkut hasil pertanian (lada,
kolang-kaling, mangga, dan juga kayu bakar). Tetapi yang lebih sering, alat angkut ini
digunakan untuk mengangkut hasil panen lada ke tempat perendaman (sungai). Sehabis
panen lada masyarakat Melayu Bangka bersuka ria, dan menggunakan Kerito Surong
sebagai pemainan untuk menghibur diri. Olahraga tradisional Adu Kerito Surong ini diangkat
melalui kegiatan sehari-hari petani lada yang membuat suasana panen lada menjadi
semarak dan penuh warna.

Olahraga tradisional ini memerlukan kecepatan, ketangkasan, kemampuan dan


kekompakan regu dengan aturan permainan sebagai berikut.
1. Olahraga tradisional ini dibagi menjadi 2 tim yang dipimpin oleh seorang sesepuh/tetua
kampung. Masing-masing tim terdiri dari 4 orang/lebih yang memberikan hiburan
kesenian/tarian kepada para pemetik lada di sebuah tempat terbuka (tempat menjemur
lada).
2. Setelah memberikan hiburan kesenian/tarian, masing-masing tim yang dipimpin
sesepuh/tetua kampung tersebut dikumpulkan oleh seorang wasit untuk mengundi dan
menjelaskan aturan mainnya (olahraga tradisional “Adu Kerito Surong”).
3. Apabila kedua tim sepakat, maka bersiaplah kedua tim tadi untuk mengambil tempat yang
telah disediakan dengan Kerito Surong masing-masing dan seorang menjadi pengemudi di
atasnya. Masing-masing tim beradu kecepatan menempuh jarak dan rintangan yang telah
disepakati dengan tetua kampung, antara lain jalan/lari berbelok-belok (zig-zag run) dengan
tikungan, jembatan bidai, dan papan keseimbangan. Adapun tujuan dari halang rintang
tersebut adalah:
a) Jalan/lari berbelok: untuk menguji tim membawa/memikul/mendorong Kerito Surong agar
mampu mengkoordinasikan otak kanan dan kiri, serta kecepatan berpikir kritis.
b) Tikungan: dimaksudkan agar pemain mampu menjaga keseimbangan dan memberikan
performa/penampilan yang menawan.
c) Jembatan bidai: bertujuan untuk menselaraskan penampilan, kekuatan (power),
kecepatan (speed), dan kelincahan (skill).
d) Jembatan keseimbangan: digunakan untuk menguji semua potensi dan kerjasama yang
baik antarteman (kekompakan).
3
4. Satu hal yang menjadi catatan dalam olahraga tradisional “Adu Kerito Surong” ini yaitu
pengambil keputusan dan pemberian tongkat estafet pada saat tim berada di rintangan
jembatan bidai. Pesan merahnya, ketika musim panen tiba dengan hasil yang melimpah
ruah, jangan lupa memberikan sebagian hasil tersebut kepada orang lain (keluarga/generasi
penerus, fakir miskin, dan orang susah). Inilah filosofi dari permainan yang terkandung di
dalam olahraga tradisional Adu Kerito Surong.
5. Setelah menempuh berbagai halangan dan rintangan, tim yang telah selesai
mengambil/memberi tongkat di tempat yang telah ditentukan, maka tim lain melanjutkan
permainan tersebut sampai waktu yang telah ditentukan oleh sesepuh/tetua kampung.
6. Tim yang banyak mengumpulkan tongkat estafet (bahan pangan/persediaan lada)
dengan waktu tercepat akan diputuskan menjadi pemenang. (makna yang tersirat: barang
siapa banyak mengumpulkan bahan/amal kebaikan maka itulah pemenang di hari
kemudian.
Kostum peserta olahraga tradisional Adu Kerito Surong adalah 1) seragam putih tradisional
Bangka; 2) kain sarung; 3) parang dan sarungnya (seperangkat); 4) sandal cuhai; dan 5)
terindak (topi pandan). Sedangkan instrumen musik pendukung 1) dambus; 2) gendang
anak; 3) gendang induk; 4) gong; 5) beduk; dan 6) tamborin.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah bagaimana agar Kerito surong juga bisa dimasukkan ke dalam agenda wisata
budaya yang mampu menarik minat wisatawan berkunjung ke daerah itu. "Permainan kerito
surong ini harus diagendakan setiap tahun karena mampu menarik minat wisatawan dan
juga sebagai bukti bahwa masyarakat daerah ini sangat mencintai budaya dan tradisi
daerah,"

C.Tujuan Penelitian
Sebagaimana jenis olahraga tradisional yang lain, olahraga tradisional Adu Kerito Surong ini
bertujuan untuk:
1. melatih aktivitas fisik dengan melakukan gerakan yang mantap, cepat, dan bersinergi
satu sama lainnya;
2. mengembangkan potensi diri, melakukan kerjasama, menanamkan sifat sportivitas,
kebersamaan, daya juang, serta melakukan sifat kompetisi positif; dan 3)
menumbuhkembangkan daya estetika.
Alat-alat utama olahraga tradisional Adu Kerito Surong terdiri atas
4
1) plastik;
2) kerito surong (kereta dorong);

3. suyak (keranjang anyaman rotan);


4. bidai kayu;
5. jembatan kayu/bambu;
6. kayu pentungan.

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan permainan Kerito Surong menjadi sarana untuk
memperkenalkan budaya khas Bangka terdahulu ke masyarakat zaman sekarang.
Permainan ini merupakan salah satu karya budaya dari Provinsi Bangka Belitung yang telah
ditetapkan menjadi Warisan Budaya Tak Benda Indonesia pada tahun 20151. Bukan
sekadar permainan rekreatif yang mengutamakan kecepatan, keterampilan, ketangkasan,
dan keseimbangan, permainan ini juga mengandung pesan kebersamaan.
Pembelajaran dari kerito surong ini juga menanamkan kedisiplinan sejak dini, yaitu harus
mengambil kesempatan secepat mungkin sebelum direbut oleh orang lain dan jangan
terlambat dalam mengambil keputusan dan gobak sodor harus mengutamakan strategi jitu
dan kekompakan tim.

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain sebagai berikut :
a. Bagi Masyarakat Memberikan pengetahuan mengenai nilai-nilai sosial yang terdapat di
dalam permainan tradisional yangada di Bangka Belitung. Dengan demikian,
masyarakat dapat menyadari pentingnya melestarikan permainan tradisional tersebut.
b. Bagi peneliti Memperoleh gambaran mengenai berbagai permainan tradisional yang
hingga saat ini ada di Bangka Belitung serta ikatan sosial dalam permainan yang
berlangsung. Selain itu, manfaat lainnya bagi peneliti adalah mendorong peneliti untuk
bersikap kritis terkait berbagai manfaat atau fungsi yang dapat diperoleh dari permainan
tradisional yang ada di Bangka Belitung, sehingga akan menambah khazanah ilmu
pengetahuan peneliti.

5
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Kajian pustaka mempunyai peran yang sangat penting. Melalui kajian pustaka ditunjukkan “the state
of the art” dari teori yang sedang dikaji dan kedudukan masalah penelitian dalam bidang ilmu yang
diteliti. Dalam kajian pustaka, peneliti membandingkan, mengontraskan, dan memposisikan
kedudukan masing-masing penelitian yang dikaji dikaitkan dengan masalah yang diteliti, serta
penelitian terdahulu yang relevan juga dimasukkan dalam kajian pustaka. Kemudian kerangka
pemikiran disusun untuk mengkaji hubungan teoritis penelitian.

6
BAB III

HASIL PENLITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada BAB III ini berisikan tentang pengolahan atau analisis data dan pembahasan atau
analisis temuan. Pengolahan data dilakukan berdasarkan tahun 2015 Kajian Nilai Sosial
Permainan Tradisional Yang Ada Di Kepulauan Bangka Belitung, tahap-tahap yang telah
ditentukan. Di dalam penelitian ini, pengolahan data dilakukan dengan metode penelitian
kualitatif. Pembahasan dalam BAB ini dikaitkan dengan teori-teori terkait yang telah dibahas
pada BAB II Kajian Pustaka.

7
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada BAB IV akan disajikan penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis
temuan penelitian. Ada dua alternatif cara penulisan kesimpulan, yakni dengan cara butir
demi butir, atau dengan cara uraian padat. Kesimpulan harus menjawab pertanyaan
penelitian atau rumusan masalah. Saran atau rekomendasi yang ditulis setelah kesimpulan
dapat ditujukkan kepada para pembuat kebijakan, kepada para pengguna hasil penelitian
yang bersangkutan, kepada peneliti berikutnya yang berminat untuk melakukan penelitian
selanjutnya, kepada pemecahan masalah di lapangan atau follow up dari hasil penelitian.

Anda mungkin juga menyukai