Anda di halaman 1dari 17

MODUL PERKULIAHAN

Perencanaan Perikatan
Asurans atas Laporan
Keuangan Historis

1. Perlunya Rencana Perikatan


2. Strategi dan Perencanaan Perikatan Pemanfaatan Teknologi
Dalam Proses Audit
3. Materialitas
4. Kelangsungan Usaha
5. Creative Accounting
6. Big Data
Disusun Oleh
Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK
Supriyanto Ilyas, S.E., M.Si, Ak., CA

8
Pasca Sarjana Pendidikan MK 10230 Rini Susiani, S.E., M.Ak., Ak., CA
Profesi Akuntansi Robertus Arynovianto, S.E.,MM.,
Ak., CA., CTA., CPA., QIA.

Abstract Kompetensi
Modul ini membahas mengenai Mahasiswa memiliki kemampuan
perlunya menyusun rencana untuk menjelaskan pentingnya
perikatan, penetapan strategi dan rencana perikatan, penetapan strategi
perencanaan perikatan dengan dan perencanaan perikatan dengan
memanfaatkan teknologi dalam memanfaatkan teknologi dalam
proses audit, menghitung proses audit, dan cara menghitung
materialitas, mengidentifikasi materialitas, mengidentifikasi
kelangsungan usaha entitas, manfaat kelangsungan usaha entitas, manfaat
creative accounting, dan penggunaan creative accounting, serta proses
big data dalam proses audit. audit dengan menggunakan big data.

Perlunya Rencana Perikatan

Perikatan adalah kesepakatan kedua belah pihak untuk mengadakan


suatu ikatan perjanjian kerjayang memerlukuan jasa auditing mengadakan suatu
ikatan perjanjian dengan auditor. Dalam ikatan perjanjian tersebut,
klien menyerahkan pekerjaan audit atas tersebut berdasarkan kompetensi
profesionalnya. Langkah awalnya berupa pengambilan keputusan untuk
menerima atau menolak perikatan dari calon klien untuk melanjutkan atau
menghentikan perikatan audit dari klien berulang. Di dalam memutuskan apakah suatu
perikatan audit dapat diterima atau tidak, auditor menempuhs uatu proses yang terdiri dari
enam tahap yaitu:
a. Mengevaluasi integritas manajemen.
b. Mengidenti!ikasi keadaan khusus dan risiko luar biasa
c. Menentukan kompetensi untuk melaksanakan audit
d. Menilai independensi
e. Menentukan kemampuan untuk menggunakan kemahiran pro!esionalnya d
dengan kecermatan dan kesesakmaan.
f. Membuat surat perikatan audit

Keberhasilan penyelesaian perikatan audit sangat ditentukan oleh kualitas


perencanaan audit yang dibuat oleh auditor. Berikut ini adalah tujuh tahap yang harus
ditempuh oleh auditor dalam melaksanakan auditnya yaitu sebagai berikut::

‘20 Audit dan Assurans Biro Akademik dan Pembelajaran


2 Rini Susiani, S.E., M.Ak., Ak., CA http://www.widyatama.ac.id
1. Memahami bisnis dan industri klien.
2. Melaksanakan prosedur analitik
3. Mempertimbangkan tingkat materialitas awal.
4. Mempertimbangkan risiko bawaan.
5. Mempertimbangkan berbagai !aktor yang berpengaruh terhadap saldo aw
al, jika perikatan dengan klien berupa audit tahun pertama
6. Mengembangkan strategi audit awal terhadap asersi signi!ikan
7. Memahami pengendalian intern klien
.

Strategi dan Perencanaan Perikatan Pemanfaatan Teknologi

Perencanaan suatu audit melibatkan penetapan strategi audit secara keseluruhan untuk
perikatan tersebut dan pengembangan rencana audit. (SA 300 par 2). Strategi audit secara
keseluruhan akan menetapkan ruang lingkup, waktu, dan arah audit, serta memberikan
panduan bagi pengembangan rencana audit. (SA 300 par 7).

Rencana audit harus mencakup hal-hal sebagai berikut (SA 300 par 9):

 Sifat, waktu, dan luas prosedur penilaian risiko yang direncanakan, seperti yang
ditentukan dalam SA 315.

 Sifat, waktu, dan luas prosedur audit lanjutan pada tingkat asersi yang direncanakan,
seperti ditentukan dalam SA 330.

Pemanfaatan teknologi dalam perencanaan perikatan dapat memberikan kemudahan


auditor dalam penyusunan strategi dan perencanaan perikatan yang lebih efektif dan
efisien.

Perkembangan sistem teknologi informasi di dunia perkantoran, melahirkan suatu teknik


bantu audit yang nantinya sangat diharapkan dapat memudahkan pekerjaan auditor yaitu
Teknik Audit Berbantuan Komputer (TABK) atau Computer Assisted Audit
Techniques (CATTs). Bahkan apabila dioptimalkan dapat mendukung pelaksanaan tugas
Auditor dalam mendeteksi fraud. TABK adalah penggunaan komputer dalam kegiatan
pemeriksaan. TABK merupakan alat yang membantu Auditor dalam mencapai tujuan
pemeriksaan yang mengacu pada prosedur pemeriksaan (audit) yang mengkhusukan untuk
pengujian Data dan Perangkat Lunak.

‘20 Audit dan Assurans Biro Akademik dan Pembelajaran


3 Rini Susiani, S.E., M.Ak., Ak., CA http://www.widyatama.ac.id
Dengan adanya keberadaan teknologi informasi merupakan hal yang mendasar bagi
akuntan untuk dapat memahami proses bisnis klien dan menghadapi lingkungan audit yang
tanpa kertas (paperless audit).

Pada waktu merencanakan audit, auditor harus mempertimbangkan suatu kombinasi


semestinya teknik audit secara manual dan TABK. Dalam menentukan apakah akan
digunakan TABK, faktor-faktor berikut ini harus dipertimbangkan:

1. Pengetahuan, keahlian, dan pengalaman komputer yang dimiliki oleh auditor.


2. Tersedianya proses bisnis entitas auditi berbasis elektronik;
3. Ketidakpraktisan apabila dilakukan pengujian manual;
4. Efektivitas anggaran dan efisiensi waktu;
5. Kendala pelaksanaan.

Materialitas

Standar Audit (SA) yang menjadi acuan dalam materialitas ini adalah SA 320 yang
menyatakan:Tujuan auditor adalah menerapkan secara tepat konsep materialitas dalam
merencanakan dan melaksanakan audit.

Proses Penentuan Materialitas


1. Langkah Pertama
Auditor harus mengidentifikasi risiko salah saji terhadap :
 Setiap akun-akun pada laporan keuangan
 Luas pengungkapan laporan keuangan
 Posisi laporan keuangan
2. Langkah Kedua
Menentukan dan Menggunakan Materialitas bersifat konseptual, auditor mengajukan
setiap pertanyaan (quesioner)
3. Langkah Ketiga
 Auditor menetapkan materialitas dalam rangka menentukan salah saji, apakah salah
saji tersebut masih bisa diabaikan atau material dan harus menjadi perhatian auditor
 Melakukan perencanaan dan prosedur atas audit selanjutnya terhadap materiality
berkaitan dengan salah saji.

‘20 Audit dan Assurans Biro Akademik dan Pembelajaran


4 Rini Susiani, S.E., M.Ak., Ak., CA http://www.widyatama.ac.id
Materialitas dalam Proses Audit
Terdapat 3 tahapan “Materialitas dalam Proses Audit”

Tahap Auditor Melaksanaakan


Risk - Menentukan dua macam materialitas, yakni materialitas untuk
Assessment laporan keuangan secara menyeluruh
- Merencanakan prosedur penilaian risiko apa yang harus
dilaksanakan
- Mengidentifikasi dan menilai risiko-risiko salah saji yang material
Risk - Menentukan sifat, waktu dan luasnya prosedur audit selanjutnya
Response - Merevisi angka materialitas karena adanya perubahan situasi
selama audit berlangsung
Reporting - Mengevaluasi salah saji yang belum dikoreksi oleh entitas tersebut
- Merumuskan pendapat auditor
Sumber: Tuanakotta, 2013

Materialitas pada Dua Tingkat


1. Tingkat laporan keuangan secara menyeluruh
2. Tingkat saldo akun, jenis transaksi dan pengungkapan

Pada tingkat laporan keuangan, penguna laporan keuangan mempunyai kepentingan.


Dalam melaksanakan auditnya auditor harus turun ke tingkat kedua untuk memastikan
apakah saldo akun, transaksi dan pengungkapannya sudah disajikan sesuai dengan
asersi yang dibuat oleh manajemen.

‘20 Audit dan Assurans Biro Akademik dan Pembelajaran


5 Rini Susiani, S.E., M.Ak., Ak., CA http://www.widyatama.ac.id
Empat Konsep Materialitas (terkandung dalam ISA 320)

Overall Didasarkan pada apa yang layaknya diharapkan berdampak terhadap


Materiality keputusan yang dibuat oleh pengguna laporan keuangan. Jika auditor
memperoleh informasi yang menyebabkan di dalam menentukan angka
materialitas yang berada dari yang ditetapkannya semula, angka
materialitas semula harus segera direvisi

performance Ditetapkan lebih rendah dari overall materiality. Konsep ini


materiality memungkinkan auditor menanggapi penilaian resiko tertentu tanpa
mengubah konsep materiality dan menurunkan ke tingkat rendah yang
tepat probabilitas salah saji yang tidak dikoreksi dan salah saji yang
tidak terdeteksi secara agregat melampaui overall materiality.
Performance materiality perlu diubah berdasarkan temuan audit

Spesific Konsep ini merupakan kepada jenis transaksi, saldo akun atau
materiality disclousure tertentu dimana jumlah salah sajinya akan lebih rendah dari
overall materiality

Spesific Konsep ini ditetapkan lebih rendah dari spesific materiality. Hal ini
performance memungkinkan auditor menanggapi penilaian resiko tertentu dan
materiality memperhitungkan kemungkinan adanya salah saji yang tidak terdeteksi
dan salah saji yang tidak material yang secara agregat dapat berjumlah
materiality.

Overall Materiality
Merupakan materialitas pada tingkat laporan keuangan secara keseluruhan
 Pada saat menetapkan strategi audit secara keseluruhan, auditor harus menentukan
materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan. (SA 320, par 10)
 Materialitas akan digunakan antara lain untuk: Menentukan bidang-bidang laporan
keuangan yang perlu diaudit.
 Menetapkan konteks untuk strategi audit menyeluruh.
 Merencanakan sifat, waktu dan luas dari prosedur audit spesifik.
 Menentukan materialitas untuk golongan transaksi, saldo akun atau
pengungkapan tertentu, apabila satu atau lebih golongan transaksi, saldo akun
atau pengungkapan tertentu yang mengandung kesalahan penyajian yang
jumlahnya lebih rendah daripada materialitas laporan keuangan secara
keseluruhan diperkirakan secara masuk akal akan mempengaruhi keputusan
ekonomi yang dibuat oleh para pemakai berdasarkan laporan keuangan tersebut

‘20 Audit dan Assurans Biro Akademik dan Pembelajaran


6 Rini Susiani, S.E., M.Ak., Ak., CA http://www.widyatama.ac.id
 Penentuan materialitas oleh auditor membutuhkan pertimbangan profesional, dan
dipengaruhi oleh persepsi auditor tentang kebutuhan informasi keuangan oleh para
pemakai laporan keuangan. (SA 320, par 4)
 Faktor kualitatif juga harus dipertimbangkan saat menetapkan materialitas, seperti
sifat dari unsur dan dampak dari unsur yang terlibat
 Sebagai langkah awal dalam menentukan materialitas untuk laporan keuangan
secara keseluruhan, persentase tertentu sering kali diterapkan pada suatu tolok ukur
yang telah dipilih.

Materialitas pada tingkat laporan keuangan secara keseluruhan =


(Tolok Ukur) X (% Tertentu)

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses identifikasi suatu tolok ukur yang tepat
mencakup (SA 530, par A3):
 Unsur-unsur laporan keuangan (sebagai contoh, aset, liabilitas, ekuitas, pendapatan,
beban);
 Apakah terdapat unsur-unsur yang menjadi perhatian khusus para pemakai laporan
keuangan suatu entitas tertentu (sebagai contoh, untuk tujuan pengevaluasian
kinerja keuangan, pemakai laporan keuangan cenderung akan fokus pada laba,
pendapatan maupun aset bersih);
 Sifat entitas, posisi entitas dalam siklus hidupnya, dan industri serta lingkungan
ekonomi yang di dalamnya entitas tersebut beroperasi;
 Struktur kepemilikan dan pendanaan entitas (sebagai contoh, jika pendanaan
sebuah entitas hanya dari hutang dan bukan dari ekuitas, maka pemakai laporan
keuangan akan lebih menekankan pada aset dan klaim atas aset tersebut daripada
pendapatan entitas); dan
 Fluktuasi relatif (volatility) tolok ukur tersebut.

Penentuan persentase:
 Membutuhkan pertimbangan profesional.
 Terdapat hubungan antara persentase dan tolok ukur yang dipilih (SA 320 par A7)
 Persentase yang diterapkan atas laba sebelum pajak dari operasi berjalan pada
umumnya akan lebih tinggi daripada persentase yang diterapkan atas jumlah
pendapatan.
 Namun, persentase yang lebih tinggi atau lebih rendah dapat juga dianggap tepat
tergantung pada keadaan entitas yang bersangkutan.

‘20 Audit dan Assurans Biro Akademik dan Pembelajaran


7 Rini Susiani, S.E., M.Ak., Ak., CA http://www.widyatama.ac.id
Performance Materiality (PM)
Merupakan materialitas untuk golongan transaksi saldo akun atau pengungkapan tertentu.
 Dalam kondisi spesifik entitas, terdapat satu atau lebih golongan transaksi, saldo akun
atau pengungkapan tertentu yang mengandung kesalahan penyajian yang jumlahnya
lebih rendah daripada materialitas laporan keuangan secara keseluruhan diperkirakan
secara masuk akal akan mempengaruhi keputusan ekonomi yang dibuat oleh para
pemakai berdasarkan laporan keuangan tersebut:
 Auditor harus menetapkan materialitas yang akan diterapkan terhadap golongan
transaksi, saldo akun atau pengungkapan tertentu tersebut.

Cara Menghitung Materialitas


Overall materiality (OM)
benchmark

Minimum Maxsimum
Percentage Persentage
Total Assets or Revenue 0,5 % 2.0%
Net Assets 3,0 % 5,0%
Normalized income from 5,0% 10,0%
continuing operation before
taxes
NOTE: SA 320 tidak memberikan panduan seperti ini

Performance materiality (PM)


Low overall audit risk = 80%; or
High overall audit risk = 70%

PM = OM × Overall Audit Risk


Percentage (70% or 80%)

Summary of Unadjusted Difference (SUD

SUD = OM × 3%

‘20 Audit dan Assurans Biro Akademik dan Pembelajaran


8 Rini Susiani, S.E., M.Ak., Ak., CA http://www.widyatama.ac.id
Kelangsungan Usaha

Auditor wajib melakukan audit atas kelangsungan usaha klien, hal ini diatur dalan
Standar Audit (SA) 570 tentang Kelangsungan usaha. Adapun tujuan Auditor dalam
mengaudit kelangsungan usaha adalah sebagai berikut:

1. Untuk memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat tentang ketepatan penggunaan
asumsi kelangsungan usaha oleh manajemen dalam penyusunan laporan keuangan;
2. Untuk menyimpulkan, berdasarkan bukti audit yang diperoleh, apakah terdapat
ketidakpastian material terkait dengan peristiwa yang dapat menyebabkan keraguan
signifikan atas kemampuan entitas untuk mempertahankan kelangsungan usahanya;
3. Untuk menentukan dampak terhadap laporan auditor.

Prosedur Penilaian Risiko – Kelangsungan Usaha Entitas


SA 570.10
Ketika melakukan prosedur penilaian risiko seperti yang diharuskan oleh SA 315,3 auditor
harus mempertimbangkan apakah terdapat peristiwa atau kondisi yang dapat menyebabkan
keraguan signifikan atas kemampuan entitas untuk mempertahankan kelangsungan
usahanya. Dalam melakukan hal tersebut, auditor harus menentukan apakah manajemen
telah melakukan suatu penilaian awal atas kemampuan entitas untuk mempertahankan
kelangsungan usahanya, dan: (Ref: Para. A2-A5)

(a) Jika penilaian tersebut telah dilakukan, maka auditor harus mendiskusikan penilaian
tersebut dengan manajemen dan menentukan apakah manajemen telah
mengidentifikasi peristiwa atau kondisi yang, baik secara individual maupun secara
kolektif, dapat menyebabkan keraguan signifikan atas kemampuan entitas dalam
mempertahankan kelangsungan usahanya dan, jika demikian, rencana manajemen
untuk menghadapinya; atau

(b) Jika penilaian tersebut belum dilakukan, maka auditor harus mendiskusikan dengan
manajemen basis penggunaan asumsi kelangsungan usaha yang dimaksudkan, dan
meminta keterangan kepada manajemen apakah terdapat peristiwa atau kondisi yang,
baik secara individual atau secara kolektif, dapat menyebabkan keraguan signifikan atas
kemampuan entitas untuk mempertahankan kelangsungan usahanya.

SA570.11
Auditor harus tetap waspada selama audit terhadap bukti audit atas peristiwa atau kondisi

‘20 Audit dan Assurans Biro Akademik dan Pembelajaran


9 Rini Susiani, S.E., M.Ak., Ak., CA http://www.widyatama.ac.id
yang dapat menyebabkan keraguan signifikan atas kemampuan entitas untuk
mempertahankan kelangsungan usahanya. (Ref: Para. A6).

Dalam mengevaluasi penilaian manajemen atas kemampuan entitas untuk


mempertahankan kelangsungan usahanya, auditor harus mencakup periode yang sama
seperti yang digunakan oleh manajemen untuk membuat penilaiannya seperti yang
disyaratkan oleh kerangka pelaporan keuangan yang berlaku, atau oleh peraturan
perundang-undangan jika periode yang dicakup merupakan suatu periode yang lebih lama.
Jika penilaian manajemen atas kemampuan entitas untuk mempertahankan kelangsungan
usahanya mencakup suatu periode yang kurang dari dua belas bulan dari tanggal laporan
keuangan sebagaimana yang didefinisikan dalam SA 560,4 maka auditor harus meminta
manajemen untuk memperluas periode penilaiannya menjadi sekurang-kurangnya dua belas
bulan dari tanggal tersebut. (Ref: Para. A10-A12)

Creatif Accounting

Creative accounting adalah metode merekayasa atau memanipulasi angka dalam


hitungan akuntansi suatu perusahaan yang mengikuti hukum dan peraturan yang
disyaratkan, akan tetapi tidak sesuai dengan kode etika akuntansi itu sendiri.

Dimana metode creative accounting harus memenuhi prinsip-prinsip akuntansi agar dapat
memberikan fungsi akuntansi secara maksimal sebagai sistem informasi dan tolak ukur
suatu perusahaan dalam membuat atau menyajikan laporan keuangan audited.

Tujuan Metode Creative Accounting

Berbagai perusahaan yang pernah melakukan metode creative accounting pastinya memiliki
tujuan agar manfaat metode creative accounting itu didapatkan secara maksimal,
diantaranya sebagai berikut:

1. Bertujuan untuk terhindar dari pungutan pajak.


2. Rekayasa data keuangan untuk perbankan agar mendapatkan pinjaman.
3. Mencapai target yang ditentukan oleh analisis pasar.
4. Mempertahankan kepercayaan yang diberikan pinjaman bank dengan syarat-syarat
tertentu.
5. Untuk mengecoh pemegang saham agar terkesan telah berhasil mencapai hasil yang
cemerlang.
6. Memanipulasi harga saham

‘20 Audit dan Assurans Biro Akademik dan Pembelajaran


10 Rini Susiani, S.E., M.Ak., Ak., CA http://www.widyatama.ac.id
Penerapan Metode Creative Accounting

Menurut Scott (1997), dalam penerapannya ada beberapa pola yang dilakukan dalam
rangka metode creative accounting, diantaranya sebagai berikut:

1. Taking Bath

Jenis pola ini biasanya terjadi adanya tekanan dari manajemen baru dikarenakan
adanya kegagalan yang dilakukan oleh manajemen lama sehingga agar terhindar dari
kegagalan. Biasanya pola seperti ini melakukan perubahan pada biaya-biaya yang tidak
menguntungkan pada periode berjalan.

Sehingga terjadinya perubahan perkiraan-perkiraan biaya mendatang atau dikenal


dengan istilah clear the decks. Perkiraan-perkiraan biaya mengakibatkan laba pada
periode mendatang akan lebih tinggi dari periode sebelumnya.

2. Income Minimazation

Jenis ini hampir sama dengan jenis pola ‘taking bath’ akan tetapi jenis pola ini dilakukan
pada kondisi perusahaan mengalami profit atau keuntungan sangat tinggi. Biasanya
jenis pola ini melakukan penghapusan dari barang modal, aktiva tak berwujud,
pembebanan biaya iklan, biaya riset dan biaya ekspansi pengembangan usaha.

Penghapusan tersebut difungsikan agar tidak mendatangkan perhatian dari pihak-pihak


berkepentingan (pihak pengambil keputusan). Selain itu tujuan dari penghapusan
tersebut difungsikan untuk meminimalisir nilai return on asset (ROA) yang sesuai
dengan target yang dihendaki oleh pihak pengambil keputusan.

3. Income Maximazation

Jenis pola ini dimaksudkan untuk memaksimalkan tingkat laba perusahaan agar
memperoleh keuntungan yang lebih besar, akan tetapi laba tersebut masih dibawah
rentang atas yang telah ditetapkan.

4. Income Smoothing

Menurut Biedleman dalam Mahmud (2012), pengertian income smoothing adalah


perataan laba merupakan usaha yang disengaja untuk membuat tingkat laba menjadi
baik tanpa adanya fluktuasi perusahaan yang signifikan. Income smoothing juga

‘20 Audit dan Assurans Biro Akademik dan Pembelajaran


11 Rini Susiani, S.E., M.Ak., Ak., CA http://www.widyatama.ac.id
difungsikan untuk mengurangi adanya laba yang abnormal atau diluar dari target
perusahaan sehingga income smoothing dapat mempengaruhi terhadap pengambilan
keputusan pimpinan dalam melakukan strategi.

5. Timing Revenue and Expense Recognition

Jenis pola ini biasanya dilakukan oleh perusahaan pada saat terjadinya pengakuan
pendapatan (revenue recognition) dan pengakuan biaya (expense recognition). Dalam
pengertiannya pengakuan biaya (expense recognition) adalah metode pencatatan biaya
dalam laporan neraca laba-rugi yang terkait dengan kenyataan bahwa biaya harus diakui
pada periode yang sama dengan pendapatan terkait.

Sedangkan pengakuan pendapatan (expense recognition) pengertian secara umum


adalah pedoman untuk pengakuan pendapatan sangat luas. Prinsip pengakuan
pendapatan memberikan perusahaan pengetahuan bahwa mereka harus mengakui
pendapatan (1) pada saat pendapatan tersebut telah direalisasikan dan (2) pada saat
telah diterima/didapatkan.

Big Data

Big data memberikan kontribusi penting di bidang audit. Ini berguna untuk auditor
dengan meningkatkan kualitas bukti audit dan memfasilitasi pendeteksian kecurangan
(Kyunghee Yoon, Lucas Hoogduin, dan Li Zhang, "Big Data sebagai Bukti Audit Pelengkap,"
Accounting Horizons, Juni 2015, aaajournals.org).

Salah satu potensi penggunaan big data yang paling berguna adalah kemampuannya untuk
menyediakan audit berbasis populasi, yang hasilnya harus menghasilkan bukti audit yang
lebih relevan (Roshan Ramlukan, "Bagaimana Big Data dan Analytics Mengubah Audit,"
Financial Executive International) Setiap hari, 16 Desember 2015, financialexecutives.org).

Misalnya, jika auditor memiliki akses ke catatan lengkap piutang klien, pemeriksaan
menyeluruh (mis., Keberadaan, konfirmasi, koleksi) dapat dilakukan untuk mengurangi bias
dari pengambilan sampel. Selain itu, volume tinggi seperti itu memungkinkan perusahaan
audit untuk stratifikasi piutang berdasarkan variabel perbedaan (mis., Jumlah transaksi,
waktu, lokasi) dan membuat perbandingan di seluruh kelompok yang bertingkat untuk
menemukan pola dan memperoleh wawasan yang lebih bermakna.

‘20 Audit dan Assurans Biro Akademik dan Pembelajaran


12 Rini Susiani, S.E., M.Ak., Ak., CA http://www.widyatama.ac.id
Selain itu, big data dapat meningkatkan efisiensi analitisis data secara keseluruhan,
termasuk analisis deskriptif, diagnostik, prediktif, dan preskriptif. Analisis ini dapat
memberikan statistik deskriptif pada seluruh populasi, menawarkan bukti audit pada skala
yang lebih besar dan lebih lengkap, membangun koneksi antara laporan keuangan dan
operasi bisnis aktual, dan mengidentifikasi potensi tanda bahaya.

Audit internal juga dapat memanfaatkan data besar dengan memanfaatkan informasi yang
lebih tidak terstruktur dan nonkeuangan untuk mengendalikan risiko. Integrasi aktual data
besar ke dalam audit masa depan akan membutuhkan pertimbangan lebih lanjut.

Mengintegrasikan Big Data Kedalam Audit Proses

Sementara potensi big data mungkin sangat menarik bagi auditor, tetapi secara actual
integrasi big data ke dalam audit belum cukup matang. Terdapat beberapa elemen yang
harus diperbaiki.
Pertama, integrasi big data dimulai dengan kombinasi data tradisional dan big data.
Kedua, sumber ini sama pentingnya dengan prosedur audit, karena keduanya menyiratkan
berbagai jenis informasi.
Sementara data akuntansi tradisional sebagian besar kuantitatif dan terstruktur, big data
juga mencakup data tidak terstruktur dan semi-terstruktur yang menawarkan lebih banyak
bukti pendukung dan informasi rinci.

Mengingat kompleksnya transaksi bisnis modern, auditor sering perlu mendapatkan


berbagai jenis bukti. Yoon et al. berpendapat bahwa penambahan big data dapat
meningkatkan kecukupan, keandalan, dan relevansi bukti audit, yang selanjutnya
meningkatkan kualitas audit.

Misalnya, dalam memverifikasi informasi pengiriman, dokumen pengiriman tradisional


adalah bukti utama terjadinya. Data besar tambahan, seperti data GPS, dapat memberikan
verifikasi yang lebih solid. Singkatnya, auditor pertama-tama harus mengidentifikasi big data
yang berpotensi relevan dan berguna, kemudian mengumpulkan dan menggabungkan data.

Meskipun demikian, agregasi data pada tingkat ini menghadapi tantangan serius, sebagian
besar karena ketidakcocokan data; big data tidak terstruktur dan tidak memiliki
pengidentifikasi umum. Pertimbangkan skenario di mana auditor, dalam upaya
memverifikasi pendapatan dari perusahaan energi, ingin menggabungkan rincian panggilan
telepon dari setiap instalasi layanan dengan jumlah penjualan.

‘20 Audit dan Assurans Biro Akademik dan Pembelajaran


13 Rini Susiani, S.E., M.Ak., Ak., CA http://www.widyatama.ac.id
Melakukan tugas ini membutuhkan pemahaman menyeluruh dari dua set data dan
kompetensi yang memadai dalam pemrograman data, yang menunjuk ke dua komponen
lain yang diperlukan dalam integrasi data besar: sumber daya manusia dan teknologi.

Masalah serius lainnya dengan masuknya data besar adalah keamanan terkait dengan
penyimpanan data. Karena data besar agregat dapat mencakup informasi sensitif,
menangani kerahasiaan penting bagi klien dan regulator. Mungkin juga menimbulkan
kekhawatiran tentang independensi ketika auditor eksternal tahu terlalu banyak tentang klien
mereka.

Elemen kedua dari menintegrasikan big data adalah proses pelatihan. Hasil akhir dari
integrasi big data sebagian besar tergantung pada kompetensi orang yang mengelolanya.

Bahkan dengan sistem otomatis, patut dipertanyakan apakah tenaga kerja akan berkurang
secara signifikan, karena integrasi data besar akan menuntut keahlian yang lebih besar.
Misalnya, seorang auditor yang biasanya memeriksa bukti audit tradisional mengenai
inventaris sekarang harus mengumpulkan bukti relevan lainnya yang didukung oleh data
besar dan menganalisanya. Oleh karena itu profesional audit mungkin perlu menjadi ahli di
bidang audit dan teknolgi informasi (TI).

Sementara itu, perekrutan dan pelatihan auditor yang sudah mahir dengan big data adalah
tugas yang sulit. Universitas harus merancang pembelajaran akuntansi dengan fokus pada
keterampilan data dan mendorong interaksi antara bidang akuntansi dan komputer.

Baik perusahaan auditor internal dan auditor eksternal, mereka harus merencanakan sesi
pelatihan berkelanjutan yang meningkatkan pengetahuan dan keterampilan auditor dalam
manajemen data. Mereka juga harus memungkinkan auditor untuk berputar melalui
beberapa posisi dan menerima pelatihan lintas-departemen. Peran regulator juga penting di
sini, karena standar baru tentang ujian profesional dapat mengubah konten pendidikan
akuntansi.

Ada potensi besar untuk data big data untuk digunakan dalam prosedur analitis. Karena
volume yang besar dan basis waktu nyata, big data dapat memungkinkan untuk audit
berbasis populasi. Ini mungkin kontribusi yang paling signifikan; jika setiap analisis (mis.,
tren, rasio, perbandingan) dapat dilakukan pada tingkat populasi, itu menyisakan sangat
sedikit ruang untuk risiko dan kesalahan.

‘20 Audit dan Assurans Biro Akademik dan Pembelajaran


14 Rini Susiani, S.E., M.Ak., Ak., CA http://www.widyatama.ac.id
Misalnya, setiap transaksi penjualan dapat dibandingkan dengan transaksi sebelumnya, baik
dari klien yang sama dan dari entitas lain dalam periode yang sama, untuk mengidentifikasi
anomali dalam data pendapatan. Analisis tren dan rasio juga dimungkinkan untuk transaksi
individu.

Penggunaan big data lainnya adalah untuk meningkatkan tingkat akurasi prediksi.
Hubungan antara dua item keuangan atau lebih dapat ditentukan secara andal dari
informasi terperinci dan real-time. Hal yang sama juga berlaku untuk memprediksi hubungan
antara rata-rata industri dan keuangan perusahaan.

Big data juga akan membuat deteksi fraud/kecurangan lebih efektif, dengan menghasilkan
koneksi antara informasi keuangan dan nonkeuangan. Ini sangat relevan dengan
pemantauan manajemen dan dewan direksi. Misalnya, email, panggilan telepon, dan rapat
komite audit semuanya dapat dikumpulkan dan dianalisis untuk mengidentifikasi pola atau
tautan potensial dengan data keuangan. Secara keseluruhan, model analitik efektif yang
benar-benar dapat menangkap esensi data besar perlu dirancang.

Akhirnya, big data juga dapat diintegrasikan ke dalam audit di luar laporan keuangan.
Contoh penting adalah audit hubungan bisnis eksternal (EBR). Sementara hubungan
perusahaan dengan entitas eksternal (mis., Pemasok, distributor, mitra strategis) dapat
menciptakan manfaat nyata dan tidak berwujud, EBR juga membawa risiko.

Misalnya, kerusakan reputasi pemasok dapat berpotensi membahayakan bisnis itu sendiri,
dan setiap perselisihan mengenai biaya yang diberikan dapat menunda perolehan
pendapatan. Big data memungkinkan auditor untuk mengumpulkan informasi tentang EBR
klien, terutama di area berisiko yang tidak ditangkap oleh data akuntansi. Contohnya
termasuk ulasan online atau laporan berita.

Ketika data akuntansi berkembang dari buku besar berbasis kertas ke transaksi yang
direkam secara otomatis, teknologi yang menyertainya (mis., Quickbooks, Oracle) juga
muncul dengan cepat untuk memfasilitasi transisi. Demikian pula, peralihan ke audit big data
tidak dapat dicapai tanpa mencocokkan perangkat keras dan perangkat lunak, termasuk
perangkat penyimpanan, desain data dan perangkat lunak pemrograman, dan alat analitis.

Keandalan big data tetap menjadi perhatian; dengan demikian, penulis menganjurkan studi
tentang teknik dalam ekstraksi big data dan penyimpanannya. Para peneliti juga mendorong
penelitian tentang relevansi big data dalam menghasilkan bukti audit. Uraian dan standar

‘20 Audit dan Assurans Biro Akademik dan Pembelajaran


15 Rini Susiani, S.E., M.Ak., Ak., CA http://www.widyatama.ac.id
yang lebih terperinci harus diberikan untuk mengklarifikasi apakah big data tertentu harus
dimasukkan dalam bukti audit. Akhirnya, untuk meningkatkan kualitas audit, penulis percaya
penting untuk menyelidiki bagaimana big data dapat memfasilitasi deteksi anomali
akuntansi, salah saji material, dan fraud/kecurangan.

Daftar Pustaka

 Audit Kontemporer. Theodorus M. Tuanakota-Jakarta, Salemba Empat, 2015.


 Principles of Auditing An Introduction to International of Auditing. Rick Hayers,
Philip Wallage, Hans Gortemake 3rd Edition , Pearson, Ltd, 2014
 IAPI, 2013. Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP).
 Yunghee Yoon, Lucas Hoogduin, dan Li Zhang, "Big Data sebagai Bukti Audit
Pelengkap," Accounting Horizons, Juni 2015, aaajournals.org
 http://www.iapi.or.id/
 https://www.harmony.co.id/blog/metode-creative-accounting-pengertian-dan-
penerapannya
 https://www.kompasiana.com/kelvv/5e16aad2097f3619bb348b12/mengintegrasikan-
big-data-dengan-audits-proces?page=4

‘20 Audit dan Assurans Biro Akademik dan Pembelajaran


16 Rini Susiani, S.E., M.Ak., Ak., CA http://www.widyatama.ac.id
‘20 Audit dan Assurans Biro Akademik dan Pembelajaran
17 Rini Susiani, S.E., M.Ak., Ak., CA http://www.widyatama.ac.id

Anda mungkin juga menyukai