Agussalim Rahman
i
CARA ISLAM ATASI KEMISKINAN
STRATEGI PENGENTASAN KEMISKINAN
PADA ERA PEMERINTAHAN KHALIFAH
UMAR BIN ABDUL AZIZ
Penulis:
Agussalim Rahman
Editor :
Afriyani
ISBN : 978-623-315-801-5
Design Cover :
Retnani nur Briliant
Layout :
Hasnah Aulia
ii
Kudedikasikan
Untuk Yang Tercinta
Orang tuaku :
Ibunda Hj. Kudesiah binti Umar (Alm)
Ayahanda Drs. H. Abd. Rahman Hasan
Anak anakku :
A. Arif Rahman Hakim „Arham‟
A. Miftahul Rizka Mutmainnah „Mitha‟
Saudara – saudaraku :
Hj. Najiha Rahman
Hj. Zakiah Rahman
Hj. Saidah Rahman
Hj. Raqiah Rahman
Radiah Rahman
Rasdiyanah Rahman
Syamsul Alam (Upik)
iii
PROLOG
HANYA ISLAM YANG MAMPU
ATASI KEMISKINAN
iv
Orang-orang kapitalis dan sosialis mencoba mencari solusi
atas problem kemiskinan dengan membelenggu kebebasan rakyat
serta membangkitkan pola kediktatoran yang kejam dan tiran,
menggunakan harta dan kekuasaan seenaknya dan tidak
memberikan kesempatan kepada rakyat untuk bekerja dan
memiliki ataupun menggunakan harta yang dimiliki secara
bertanggungjawab. Intinya kedua sistem ekonomi yang saat ini
menguasai sistem perekonomian dunia telah gagal mengatasi
kemiskinan. Setelah lebih dari 13 abad berbagai program
pengentasan kemiskinan sudah dilakukan, ribuan trilyun
anggaran telah dikeluarkan tetapi tak ada satupun negara yang
berhasil memberikan hasil yang signifikan dalam mengentaskan
kemiskinan. Dalam laporan Poverty and shared prosperity yang
dirilis Bank Dunia pada 2019 terungkap bahwa terhadap 10,7
persen atau 767 juta orang orang dari populasi global yang berada
dalam jurang kemiskinan dengan ukuran pengeluaran US$ 1,9
atau sekitar Rp 27,170 per hari. (Koran Tempo, 29 April 2019).
Apalagi dengan hadirnya Pandemi Covid-19 di akhir tahun 2019
sampai saat ini yang membatasi ruang gerak untuk melakukan
aktivitas ekonomi maka dipastikan jumlah masyarakat yang
miskin akan semakin meningkat.
Hal ini menjadi dasar pemikiran penulis untuk menggali
bagaimana cara khilafah Islamiyah sekitar 11 - 13 abad
sebelumnya berhasil menghadirkan suasana masyarakat yang adil
dan makmur tanpa adanya masyarakat yang miskin.
Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan yang tertuang
dalam Disertasi yang berjudul Konsep Ekonomi Islam Dalam
Mengentaskan Kemiskinan (Studi Empirik pada Era Pemerintahan
Khalifah Umar bin Abdul Aziz) mengungkapkan ternyata dalam
Al-Qur‟an dan Hadis yang menjadi pedoman hidup ummat Islam
memiliki tuntunan yang lengkap mengenai fenomena kemiskinan,
hakekat kemiskinan, batasan kemiskinan dan cara cara yang harus
dilakukan oleh ummat manusia agar terbebas dari kemiskinan.
Kebijakan yang dilandasi oleh syariat Islam ini lah yang
dijalankan secara kaffah oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz
seorang Khalifah ke 8 dari Bani Umayyah pada periode
v
kekhalifaanya 91 -101 H atau 718 -720 M dalam waktu yang sangat
singkat sekitar 29 bulan mampu mengatasi kemiskinan sehingga
tidak ada lagi penduduk yang mau menerima zakat dalam
wilayah kekhalifaannya yang meliputi wilayah seluas 15 juta km 2,
yang terbentang dari sisi timur Kufah, Basrah dan Khurazan
sampai sisi barat di Andalusi Spanyol dan Afrika Utara dengan
jumlah penduduk mencapai 62 juta orang.
Tuntunan syariat Islam inilah sebagaimana yang sudah
dipraktikkan Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang penulis
rumuskan dalam sebuah model pengentasan kemiskinan menurut
konsep Ekonomi Islam yang terdiri atas tujuh cara yaitu,
Cara Pertama : Perintah Untuk Bekerja
Cara Kedua : Melakukan Hijrah/merantau/transmigrasi.
Cara Ketiga : Mendapat Jaminan Nafkah dari Keluarga
Cara Keempat : Optimalisasi Zakat
Cara Kelima : Jaminan Negara
Cara Keenam : Kewajiban kewajiban Selain Zakat
Cara Ketujuh : Tolong Menolong (Ta‟wun)
Buku ini memuat tujuh cara Islam dalam mengentaskan
mengatasi kemiskinan yang dilengkapi dengan dalil dari Al-
Qur‟an dan Hadis.
Kebahagiaan penulis semakin lengkap dengan adanya
kata pengantar yang disampaikan oleh Prof. Dr. H. Muslimin H.
Kara, M.Ag selaku Promotor penulis saat menyelesaikan studi
pada konsentrasi Ekonomi Islam Pascasarjana UIN Alauddin
Makassar serta Sambutan dari Prof. Dr. H. Muhammad Asdar, SE,
M.Si Guru Besar Ilmu Ekonomi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Hasanuddin sebagai Penguji Eksternal dalam Promosi
Doktor penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih dan apresiasi yang
sebesar-besarnya kepada kepada Tim Penguji Disertasi dan Tim
Promotor yang terdiri atas : Prof. Dr. H.M. Ghalib M. M.A ; Prof.
Dr. H. Abustani Ilyas, M.A ; Prof. Dr. H. Mukhtar Lutfi, M.Pd ; Dr.
Amiruddin K, M.E.I ; Dr. H. Abdul Wahab, SE, M.Si ; Dr. M.
Wahyuddin Abdullah, SE, M.Si, Ak ; Dr. Siradjuddin, SE, M.Si
vi
yang telah memberikan koreksi penyempurnaan sehingga
Disertasi penulis dapat tuangkan dalam bentuk buku.
Tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih yang tak
terhingga kepada Dr. Ir. H. Andi Entong C, M.Si Ketua STIE Tri
Dharma Nusantara beserta jajaran Staf dan Dosen yang senantiasa
mendukung penulis sehingga terbitnya buku ini.
Jika kesempurnaan yang penulis kejar, tentulah buku ini
tidak akan terbit. Setelah melakukan ikhtiar yang maksimal dan
koreksi dari editor Dr. Afriyani, SE.I, MM akhirnya penulis bisa
menyelesaikan buku ini. Untuk itu penulis menyadari masih
terdapat kesalahan dan kekurangan dalam buku ini. Hendaklah
para pembaca berkenan untuk memberikan koreksi menuju
penyempurnaan pada terbitan berikutnya.
Harapan penulis, buku ini memberikan manfaat yang besar
terutama kepada pemerintah, BAZNAS & LAZ untuk dijadikan
rujukan dalam melaksanakan program program pengentasan
kemiskinan.
Ilmu Untuk Kemaslahatan Ummat Manusia
Agussalim Rahman
vii
KATA PENGANTAR
Prof. Dr. H. Muhammad Asdar, SE, M.Si
viii
dan sebagai upaya mengekalkan ketaatan kita kepada sang Khalik
Allah SWT. Insya Allah
Wassalamu alaikum wa rahmatullahi wa barakatu
ix
KATA PENGANTAR
Prof. Dr. H. Muslimin H. Kara, M.Ag
x
wilayah kekhalifaan tanpa ada penduduknya yang miskin yang
ditandai dengan tidak adanya yang bersedia menerima zakat.
Yang menarik dalam buku ini adalah tuntunan dalam
syariat Islam dan implementasinya pada era Khilafah Islamiyah
dapat disesuaikan dengan konteks kekinian sehingga buku ini bisa
dijadikan referensi bagi semua pihak yang berkepentingan
(stakeholder) dalam upaya pengentasan kemiskinan.
Semoga buku ini dapat memberikan manfaat yang sebesar-
besarnya bukan hanya kepada ummat Islam tetapi kepada semua
ummat manusia sehingga tujuan Islam sebagai Rahmatan lil
Alamiin dapat terwujud.
Wassalamu alaikum wa rahmatullahi wa barakatu
xi
DAFTAR ISI
PERSEMBAHAN………………………………………………………iii
PROLOG
HANYA ISLAM YANG MAMPU ATASI KEMISKINAN ..............iv
KATA PENGANTAR
Prof. Dr. H. Muhammad Asdar, SE, M.Si............................................ viii
KATA PENGANTAR
Prof. Dr. H. Muslimin H. Kara, M.Ag ..................................................... x
DAFTAR ISI ...........................................................................................xii
BAGIAN I
HAKEKAT KEMISKINAN .................................................................... 1
A. Kemiskinan Sebagai Fenomena Kehidupan Manusia ...... 1
B. Perspektif Islam tentang Kemiskinan ................................. 2
C. Pandangan Pandangan Tentang Kemiskinan Dalam
Islam ........................................................................................ 8
D. Hakekat Miskin dan Kaya .................................................. 16
E. Pengukuran Kemiskinan .................................................... 20
F. Kewajiban bagi Orang yang Berkecukupan / Kaya ....... 22
G. Hak-Hak Orang Miskin ...................................................... 30
BAGIAN II
CARA ISLAM MENGATASI KEMISKINAN ................................... 32
Cara Pertama : Bekerja Mencari Rezeki
Dan Larangan Meminta-minta………32
Cara Kedua : Melakukan Hijrah (Merantau)….……39
Cara Ketiga : Jaminan Nafkah dari Keluarga………42
Cara Keempat : Optimalisasi Zakat dan Larangan
Meninggalkan Kewajiban Zakat…..... 47
Cara Kelima : Jaminan Negara………………………..58
Cara Keenam : Kewajiban Kewajiban Selain Zakat… 62
Cara Ketujuh : Tolong Menolong (Ta‟wun)………….66
BAGIAN III
PENGENTASAN KEMISKINAN PADA ERA KHALIFAH UMAR
BIN ABDUL AZIZ .............................................................................. 699
A. Mengenal Khalifah Umar bin Abdul Aziz ....................... 69
xii
B. Kebijakan Moneter dan Reformasi Kebijakan Fiskal ......92
C. Strategi Pengentasan Kemiskinan ....................................100
1. Mengembalikan Harta Kepada Yang Berhak……….100
2. Membuka Kesempatan Berusaha…………………….102
3. Pembebasan Upeti……………………………………..104
4. Stimulus Sektor Perdagangan………………………...105
5. Regulasi Sektor Pertanian……………………………..106
6. Optimalisasi Penerimaan dan Distribusi Zakat
Jizyah, kharaj, Usyur, Ghanimah & Fa'i dan Pajak…109
BAGIAN IV
PERAN NEGARA DALAM MENGATASI KEMISKINAN ..........118
A. Pendataan dan Pemetaan .................................................. 118
B. Menjamin Hak-Hak Rakyat ..............................................119
C. Membuka kesempatan untuk bekerja ............................. 120
D. Mengelola Zakat (Amil) .................................................... 120
E. Menyediakan Jaminan Sosial. ...........................................121
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................122
BIODATA PENULIS ...........................................................................138
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiv
BAGIAN I
HAKEKAT KEMISKINAN
HaditsSoft, 2020
4
ِ ت أََب ُىريْرةَ ر ِ َ َال حدَّثَنَا ُش ْعبةُ أَ ْخب رِِن ُُمَ َّم ُد بْن ِزَي ٍد ق ِ
َّ ض َي
ُاَّلل َ َ َ َ ُ ال ََس ْع َ ُ ََ َ َ ٍ اج بْ ُن منْ َهُ َحدَّثَنَا َح َّج
ِ َني الَّ ِذي تَردُّهُ ْاْلُ ْكلَةَ و ْاْلُ ْكلَت ِ َ َاَّللُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم ق
ان َ ُ ُ س ال ِْم ْسك َ ال ل َْي َّ صلَّى ِّ ِ َع ْن الن.َُع ْنو
َ َّب
َّاس إِ ْْلَافىا
َ َل النُ س لَوُ ِغ ىًن َويَ ْستَ ْحيِي أ َْو ََل يَ ْسأ ِ َّ َكن ال ِْمس ِك
َ ني الذي ل َْي
ُ ْ ْ َول
ِ
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Hajjaj bin Minhal telah
menceritakan kepada kami Syu'bah telah mengabarkan kepada
saya Muhammad bin Ziad berkata: Aku mendengar Abu
Hurairah radliyallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam beliau bersabda: "Bukanlah yang disebut miskin orang
yang bisa diatasi dengan satu atau dua suap makanan. Akan
tetapi yang disebut miskin adalah orang yang tidak memiliki
kecukupan namun dia menahan diri (malu) atau orang yang
tidak meminta-minta secara mendesak"
(HR Bukhari No. 1382).5
125
6
karena kebutuhannya tidak terpenuhi baik dalam wujud
immateri maupun materi.
Kata al-ailah adalah bentuk isim masdhar yang berasal
dari huruf „ain – ya dan lam berarti mengalami kemiskinan dan
membutuhkan bantuan diluar dirinya. Al-Raghib al-ashfahani
mengartikan ailah dengan mengalami kefakiran atau
kemiskinan. Terdapat dalam QS. At-Tawbah/9 : 28.
Kata al-qani adalah isim fa‟il berasal dari huruf qaf-nun
dan ain. Sedang kata qana‟a dapat berarti meminta berarti al-
qani berarti orang yang meminta. Menurut al-Raghib al-
Ashfahani al-qani adalah peminta yang tidak mendesak dan
merasa ridha dengan apa yang diperolehnya. Menurut penulis,
al-qani adalah orang yang tidak mampu, namun ia merasa
cukup dengan apa yang diperolehnya tanpa suka meminta-
minta.
Kata al-Mahrum adalah bentuk isim maf‟ul berasal dari
kata ha-ra-mim berarti mencegah atau sesuatu yang dicegah.
Jadi al-mahrum adalah orang yang memperoleh harta dengan
cara yang tidah halal (dicegah) namun tetap tidak meminta.
Terdapat dalam QS. Adz-Dzariyat/51 : 19.
Kata al-imlaq adalah isim masdhar dari amlaqa. Kata itu
berasal dari malaqa berarti ketiadaan sesuatu dan lemas. Kata
amlaqa berarti menjadi miskin karena harta yang dibelanjakan
melebihi kemampuan sehingga ia menjadi tidak berdaya.
Terdapat dalam QS. Al-An‟am/6 : 151 dan QS. Al-Isra‟/17 : 31.
Selanjutnya, dalam kumpulan Kita-kitab Hadis sahih
yang terdapat dalam Kitab Sembilan Imam (Kutubut Tis‟ah)
terdapat 652 Hadis yang menyebut kata “miskin”.
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, miskin
diartikan tidak berharta benda; serba kekurangan atau
berpenghasilan rendah. Sementara fakir berarti orang yang
sangat berkekurangan, orang yang sangat miskin. Dengan
demikian, miskin adalah orang yang memiliki keterbatasan
dalam kepemilikan harta benda sehingga kesulitan dalam
memenuhi kebutuhan pokoknya dan membutuhkan bantuan
pihak lain.
7
Sedangkan kemiskinan adalah segala sesuatu yang
berkaitan dengan keadaan keterbatasan kepemilikan sumber
daya oleh sekelompok masyarakat yang mengakibatkan
ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhannya.
8HaditsSoft,
2020
9Yusuf Qardhawi. Terj. Maimun Syamsuddin & Wahid Hasan, Teologi
Kemiskinan : Doktrin Dasan dan Solusi Islam atas Kemiskinan, Yogyakarta : Mitra
Pustaka, 2002
9
Terjemahnya:
“… dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu kami pergilirkan
diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan
supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan
orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya
(gugur sebagai) syuhada'. dan Allah tidak menyukai orang-
orang yang zalim”.
Terjemahnya :
“Dan apabila dikatakakan kepada mereka: "Nafkahkanlah
sebahagian dari reski yang diberikan Allah kepadamu",
Maka orang-orang yang kafir itu Berkata kepada orang-
orang yang beriman: "Apakah kami akan memberi makan
kepada orang-orang yang jika Allah menghendaki tentulah
dia akan memberinya makan, tiadalah kamu melainkan
dalam kesesatan yang nyata".
11 Ibid, h. 30
11
Ketiga, kemiskinan dipandang sebagai sebuah
kemusykilan (kesulitan) hidup yang harus diatasi. Orang
menjadi miskin karena banyak penyebabnya, untuk itu kita
harus berusaha untuk mengatasinya. Bahkan Allah
menekankan bahwa bekerja dan berusaha untuk mendapatkan
harta adalah naluri manusia sebagaimana firman-Nya dalam
QS. Al-Imran/3 : 14 sebagai berikut.
12
Dalam perspektif Hadis, kemiskinan merupakan
penyakit ganas yang berdampak negatif bukan hanya pada
kehidupan individu tetapi juga kehidupan sosial, termasuk
juga pada dimensi aqidah (keimanan), perilaku (moral),
pemikiran, peradaban, kebahagiaan rumah tangga bahkan
kehidupan manusia secara umum.12
Dalam sebuah riwayat Rasulullah SAW, berdoa agar
dilindungi dari keburukan kekayaan dan keburukan kefakiran.
Hal ini menunjukkan bahwa fakir adalah sebuah keadaan yang
harus dihindari. Rasulullah SAW, bersabda:
َّ ض َي ِ شةَ ر ِ ِِ َ يسى َحدَّثَنَا ِى ِ ُّ الرا ِز ِ ِ
ُاَّلل َ َ ام َع ْن أَبيو َع ْن َعائ ٌش َ ي أَ ْخبَ َرََن ع َّ وسى َ يم بْ ُن ُم
ُ َحدَّثَنَا إبْ َراى
ك ِم ْن
َ َِعوذُ ب ِ اَّلل َعلَ ْي ِو وسلَّم َكا َن ي ْد ُعو ِِب ُؤََل ِء الْ َكلِم
ُ ات اللَّ ُه َّم إِِِّن أ َ َ َ َ ََ َُّ صلَّى َّ َع ْن َها أ
َّ َِن الن
َ َّب
اب النَّا ِر َوِم ْن َش ِّر ال ِْغ ًَن َوالْ َف ْق ِر
ِ فِتْ نَ ِة النَّا ِر َوعَ َذ
Artinya:
“Telah menceritakan kepada Kami Ibrahim bin Musa Ar Razi,
telah memberitakan kepadaku Isa telah menceritakan kepada
Kami Hisyam dari ayahnya dari Aisyah radliallahu 'anha
bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berdoa
dengan kalimat-kalimat ini, yaitu: Ya Allah, aku berlindung
kepadaMu dari fitnah Neraka dan adzab Neraka, dari
keburukan kekayaan dan kefakiran"
(HR. Abu Daud No. 1319).13
15
boros, kurang menghargai waktu dan rendahnya minat untuk
berprestasi. Fenomena adanya orang yang menganggap miskin
itu sebagai profesi seperti yang dilakukan pengemis.
Kemiskinan kultural umumnya disebabkan oleh diri sendiri.
Kemiskinan Natural adalah keadaan miskin yang
disebabkan oleh faktor-faktor alamiah, baik yang berkaitan
dengan sumber daya manusia maupun sumber daya alam yang
mengintarinya, misalnya orang yang cacat secara fisik maupun
mental, rendahnya kepemilikan dan akses terhadap factor
faktor produksi, faktor iklim, kesuburan tanah, dan bencana
alam.
Kemiskinan Struktural adalah, keadaan miskin yang
disebabkan oleh faktor-faktor yang berkaitan dengan perbuatan
manusia lainnya, misalnya pen-jajahan, pemerintahan yang
otoriter dan militeristik, merajalelanya praktek korupsi dan
kolusi, kebijakan ekonomi yang tidak adil, serta perekonomian
dunia yang lebih menguntungkan kelompok tertentu.
Penyebab utama kemiskinan struktural adalah karena adanya
eksploitasi antara sesama manusia.
Menurut keadaanya, kemiskinan dapat dibagi menjadi
tiga keadaan yaitu kemiskinan absolut, kemiskinan relatif dan
kemiskinan subyektif. Kemiskinan absolut, mengacu kepada
standar kemiskinan yang konsisten. Tidak terpengaruh oleh
ruang dan waktu. Memang secara mutlak berada dalam
keadaan miskin. Kemiskinan relatif, adalah standar kemiskinan
yang bisa berubah tergantung pada asumsi standar kemiskinan
yang diterapkan. Sedangkan kemiskinan subyektif, adalah
standar kemiskinan yang ditentukan secara subyektif karena
adanya kebutuhan hidup yang belum tercapai.
Terjemahnya:
“Dan dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di
bumi dan dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian
(yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa
yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat
cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya dia Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang”.
17
Firman Allah SWT, dalam QS. An-Nahl/16 : 71 bahwa:
18
19
Oleh karena itu Islam menganggap fenomena kaya dan
miskin adalah sunnatullah. Keduanya adalah menjadi ujian
bagi manusia. Meskipun demikian kemiskinan adalah sebuah
masalah kehidupan manusia yang perlu mendapat solusi.
Bahkan kemiskinan merupakan sebuah penyakit yang perlu
mendapat perhatian yang serius yang harus segera diatasi.
Islam sebagai agama yang sempurna tentu memiliki tuntunan
hidup supaya manusia terhindar dari kemiskinan.
E. Pengukuran Kemiskinan
20
dalamnya termasuk orang yang faqir. Dalam Qs Al-Baqarah / 2
: 233 Allah SWT berfirman :
Terjemahnya :
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua
tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan
penyusuan. dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian
kepada para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani
melainkan menurut kadar kesanggupannya...”
...
Terjemahnya :
“Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat
tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu
menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka....”
Terjemahnya :
“ Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan
tidak akan telanjang. Dan Sesungguhnya kamu tidak akan
merasa dahaga dan tidak (pula) akan ditimpa panas matahari di
dalamnya".
21
Dengan berdasarkan Al-Qur‟an dan Hadis tersebut maka
makanan (pangan), pakaian (sandang) dan rumah (papan)
adalah kebutuhan pokok manusia yang merupakan kebutuhan
minimal untuk melangsungkan hidupnya secara layak di
dunia. Orang yang memiliki keterbatasan sehingga tidak
mampu untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya
dikategorikan sebagai orang miskin. Sedangkan orang yang
memiliki harta (sumber daya) yang sudah melebihi kebutuhan
pokoknya maka dikategorikan sebagai orang yang
berkecukupan. Orang memiliki harta yang lebih kebutuhan
hidupnya termasuk kebutuhan sekunder atau kebutuhan
tambahan maka dikategorikan sebagai orang yang kaya.
Meskipun kebutuhan manusia mengalami dinamika
pergeseran dari waktu ke waktu tetapi dalam Islam, miskin dan
kaya harus memiliki pengukuran yang jelas karena memiliki
konsekwensi hak dan kewajiban. Atas dasar itulah, Allah SWT
dalam Al-Qur‟an memberi beberapa hak kepada orang miskin
dan membebankan beberapa kewajiban kepada orang yang
berlebih.
Orang yang sebenarnya sudah dikategorikan
berkecukupan tetapi tidak melaksanakan kewajiban
kewajibannya akan dipandang sebagai manusia yang
menentang perintah Allah bahkan jika orang berkecukupan
menerima zakat maka dia termasuk mengambil hak orang lain.
22
diperlukan. Dalam Qs Al-Baqarah / 2 : 219 Allah SWT
berfirman
Terjemahnya :
“Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah
kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu
melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi ....”
23
Jika seseorang telah mencapai penghidupan yang
lebih dari berkecukupan (kaya), maka hendaklah dia
membuka lapangan kerja bagi masyarakat lainnya dimana
dia hidup. Sesungguhnya masyarakat telah memberinya
sesuatu, maka mestinya masyarakat mengambil sesuatu
darinya, sesuai dengan apa yang dimilikinya. Jika
mempekerjakan orang lain, maka jerih payah orang tersebut
harus diberi upah sebagaimana mestinya. Kalau tidak, maka
dia telah berbuat dzalim kepada mereka.
2. Menafkahi dan bersedekah kepada kerabat yang miskin
Bagi yang mendapatkan kelapangan rezeki, Allah
SWT mewajibkan membagikan sebahagian rezekinya
tersebut kepada orang yang kekurangan atau dalam
kesulitan karena pada harta orang yang berkecukupan
terhadap hak orang yang miskin, sebagaimana firman Allah
dalam QS. Adz-Dzariyat/51 : 19,
Terjemahnya :
“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan
haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam
perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan
(hartamu) secara boros.”
24
...
Terjemahnya :
“...dan memberikan harta yang dicintainya kepada
kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir
(yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang
meminta-minta... .”
25
Dalam riwayat yang lain, Abu Hurairah berkata
bahwa dari Nabi Muhammad SAW bersabda :
“ Sedekah yang paling baik adalah dari orang yang sudah
cukup (untuk kebutuhan dirinya). Maka mulailah untuk
orang yang menjadi tanggunganmu.”
(HR. Bukhari No. 1337).
27
Terjemahnya:
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang
fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para
mu'allaf yang dibujuk hati-nya, untuk (memerdekakan) budak,
orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka
yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang
diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana.
28
difahami sebagai nafkah. Sebagaimana firman Allah dalam
QS. An Nisaa / 4 : 34.
29
5. Memberikan sumbangan pada sesama / tolong menolong
(ta‟wun)
Islam mengajarkan bahwa harta bukan tujuan
melainkan sebatas sarana untuk bersedekah dan berbuat
baik untuk orang lain. Orang yang memberikan sumbangan,
hatinya menjadi lapang dan tangannya terbuka semata
karena mengharap ridha Allah SWT. Dalam Qs Al-Maidah
/ 5 : 2 Allah SWT berfirman,
30
Dari Abu Hurairah ia berkata :
Suatu ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
pernah bertanya: "Siapakah di antara kalian yang pagi ini
sedang berpuasa?" Abu Bakar menjawab, "Aku." Beliau
bertanya lagi: "Siapa di antara kalian yang hari ini telah
menghantarkan jenazah?" Abu Bakar menjawab: "Aku."
Beliau bertanya lagi: "Siapa di antara kalian yang hari ini
telah memberi makan orang miskin?" Abu Bakar
menjawab: "Aku." Beliau bertanya lagi: "Siapa di antara
kalian yang hari ini telah menjenguk orang sakit?" Abu
Bakar menjawab, "Aku." Selanjutnya Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidaklah semua itu
ada pada seseorang kecuali dia pasti akan masuk surga."
(HR. Muslim No. 1707)
31
BAGIAN II
CARA ISLAM MENGATASI KEMISKINAN
Cara Pertama :
Bekerja mencari rezeki dan larangan meminta-minta.
32
Terjemahnya :
“Sesungguhnya kami Telah menempatkan kamu sekalian di
muka bumi dan kami adakan bagimu di muka bumi (sumber)
penghidupan. amat sedikitlah kamu bersyukur”.
33
Allah sudah menyiapkan siang untuk bekerja dan malam
untuk istirahat dan menjadikan bumi yang luas untuk mencari
nafkah. Allah SWT, berfirman dalam QS.an-Naba/78 : 11.
34
35
sendiri, keluarganya maupun untuk orang lain. Bekerja
merupakan senjata pertama manusia dalam memerangi
kemiskinan.16 Bekerja adalah penyebab pertama untuk
menghasilkan harta benda (kekayaan). Bekerja adalah tugas
manusia sebagai khalifah untuk rangka memakmurkan bumi
sebagaimana seruan Nabi Shaleh kepada kaumnya sebagaimana
dalam Qs Hud / 11 : 61,
37
(penjual daun kurma), Al-Khayyat (tukang jahit), Al-Shabban
(Penjual sabun), Al-Qattan (tukang kapas).
Di samping itu, Islam sangat keras mengecam ummatnya
untuk meminta-minta/mengemis (Al-Kaddiyah) yaitu orang yang
tidak bekerja mengolah sumber daya yang ada tetapi
menggantungkan hidupnya dari meminta minta kepada orang lain
padahal fisik mereka kuat dan anggota tubuhnya masih baik yang
sebenarnya dia mampu untuk bekerja.
Rasulullah SAW bersabda :
“Tidaklah seseorang membuka pintu meminta minta
dalam dirinya kecuali Allah akan membukakan baginya pintu
kefakiran. ...”
(HR. Ahmad No. 9053).
38
Ibnu Qayyim dalam bukunya Madarij al-Salikin
mengatakan bahwa meminta-minta adalah sebuah kedzholiman. 20
Zholim terhadap hak Allah, zholim terhadap orang yang dimintai
dan zholim terhadap dirinya sendiri. Orang yang meminta-minta
adalah zholim terhadap hak Allah karena dia menampakkan
kemiskinan, kebutuhan dan kehinaanya kepada selain Allah.
Dengan begitu berarti dia sudah meletakkan suatu masalah tidak
pada tempatnya dan memasrahkan masalahnya kepada yang
bukan ahlinya. Ini juga berarti menzholimi kemurnian tauhid dan
keikhlasannya. Zholim terhadap yang diminta sebab dia sudah
menawarkan suatu permasalahan kepada orang lain. Jika dia
memberi dengan terpaksa maka dia tercela dan jika dia menolak
untuk memberi maka dia menanggung malu. Zholim kepada diri
sendiri berarti dia sengaja menghancurkan kehormatannya,
menempatkan dirinya pada posisi yang paling rendah dan hina,
dia rela menjual kesabaran, tawakkal dan telah tergantung kepada
manusia lainnya.
Dari pembahasan diatas, nampak jelas bahwa setiap
muslim harus berusaha untuk bekerja mencari rezeki di muka
bumi. Apapun pekerjaan yang dilakukannya seperti : pertanian,
perindustrian, perdagangan, pendidikan, perkantoran, jasa-jasa
dan pekerjaan lain yang bermanfaat untuk dirinya maupun untuk
orang lain. Islam mengecam orang yang bermalas-malasan dan
meminta-minta kepada orang lain. Jika semua manusia bekerja
dengan memanfaatkan karunia Allah yang sudah ditundukkan
untuk kepentingan manusia diatas bumi maka kemiskinan dapat
diatasi.
Cara Kedua :
Melakukan Hijrah (Merantau)
20 Ibid, h. 94
39
Islam menjelaskan bahwa bumi Allah luas. Rezeki Allah tidak
hanya berada dalam satu tempat tetapi sudah ditebarkan oleh
Allah di seluruh penjuru bumi. Untuk itu Allah SWT
memerintahkan untuk berjalan di atas bumi (berhijrah) di jalan-
Nya. Dalam Qs An Nisa / 4 : 100 dan Qs Al-Muzammil / 73 : 20
Allah berfirman,
... ...
Terjemahnya :
“..dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari
sebagian karunia Allah..”
.
Terjemahnya:
“Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka
berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari
rezeki-Nya...”
40
Tentang ayat ini, Ibnu Katsir menafsirkan, “menyebarlah
kemanapun yang kamu kehendaki di berbagai penjuru bumi dan
lakukanlah perjalanan di berbagai daerah dan kawasan untuk
keperluan mata pencaharian dan perniagaan.”
Dalam Qs Al-Jumu‟ah / 62 : 10 Allah berfirman :
Terjemahnya
“ Kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim
panas.”
Berbekal dan berpijak kepada ayat ayat di atas, maka ajaran Islam
menganjurkan untuk melakukan perjalanan (hijrah) keluar dari
daerahnya untuk mencari rezeki di tempat lain dan kita akan
41
mendapati tempat mencari rezeki yang maha luas. Banyak orang
Islam yang melakukan perjalanan di muka bumi untuk mencari
rezeki. Dengan diperolehnya sumber penghasilan di tempat yang
baru maka pendapatanpun akan meningkat yang pada akhirnya
mengentaskan kemiskinan.
Dalam konteks kekinian, orang melakukan perjalanan
(hijrah) untuk mencari rezeki dalam bentuk berdagang keluar
wilayahnya atau merantau (Passompe : Bugis) untuk mencari
pekerjaan yang lebih baik. Begitupula program Transmigrasi yang
pernah digalakkan pada era Orde Baru sebenarnya dapat diartikan
sebagai hijrah yang dilakukan secara bersama-sama atas fasilitasi
pemerintah untuk memperbaiki taraf hidup rakyat, penyebaran
kepadatan penduduk dan memakmurkan lahan-lahan yang tidak
produktif.
Cara Ketiga :
Jaminan Hidup dari Keluarga
Terhadap manusia yang lemah, orang cacat yang tidak
mampu bekerja, anak-anak, orang tua jompo, orang yang
mengidap penyakit kronis, janda yang ditinggal mati suaminya
tanpa sumber penghidupan yang cukup maka dalam Syari‟at
Islam, kebutuhan hidupnya berasal dari keluarganya yang
mampu. Islam menempatkan keluarga dekat / kerabat sebagai
orang yang harus peduli dan saling membantu kesulitan kerabat
yang lain. Yang kuat harus menanggung yang lemah. Yang kaya
harus menanggung yang miskin. Dalam Qs Al-Anfal / 8 : 75 Allah
SWT berfirman,
Terjemahnya :
“...orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu
sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang
42
bukan kerabat)21 di dalam Kitab Allah. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui segala sesuatu.”
Terjemahnya :
“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan
haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan
dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara
boros.”
23 Ibid, h. 123
45
Atas dasar Hadis tersebut, ulama berpendapat jika
bersedekah kepada kerabat lebih diutamakan dibandingkan
kepada orang lain. Yang paling utama adalah keluarga yang
menjadi tangungjawab seperti istri, anak, dan kerabat lainnya
yang membutuhkan dengan mempertimbangkan kemampuan
penerima.
Islam tidak memberikan ketentuan khusus (mengikat) sebab
kebutuhan manusia beragam dan orang yang memberi juga
memiliki tingkatan yang berbeda-beda. Oleh karena itu berikan
sesuai dengan kebutuhannya dan kemampuan pemberi. Allah
SWT berfirman dalam Qs At-Thalaq / 65 : 7 yaitu,
Terjemahnya :
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut
kemampuannya. dan orang yang disempitkan rezkinya
hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah
kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang
melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah
kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.”
Terjemahnya :
“..dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para
ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan
menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu
menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah
karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian...”
46
Berdasarkan ayat dan hadir diatas, para pakar ahli fikih
menetapkan bentuk atau jenis nafkah 24sebagai berikut :
1. Makanan atau harta.
2. Pakaian yang wajar dan baik untuk menutupi aurat & tubuh.
3. Tempat tinggal yang layak.
4. Pembantu, bagi orang yang tidak mampu merawat dan
melayani diri sendiri.
5. Mengawinkan anak yang berada dalam tanggungannya.
6. Memberi nafkah kepada istri (mut‟ah) dan keluarganya.
Cara Keempat :
Optimalisasi Zakat
Dan Larangan Meninggalkan Kewajiban Zakat
24Yusuf
Qardhawi, Op. Cit, h. 126
25AbuMalik Kamal bin as-Sayyid Salim, Ensiklopedi Shaum & Zakat, (terj.
Abu Ammar, Cet. 1, Solo : Cordova Mediatama, 2010), h. 136
47
struktur financial dalam Islam. Sesudah shalat, zakat merupakan
kewajiban keagamaan yang terpenting.
Sangat banyak ayat-ayat dalam Alquran dan Hadis dimana
Allah SWT sebagai pemilik alam semesta ini yang memerintahkan
untuk mengeluarkan zakat. Arti penting zakat dalam Islam dapat
dilihat bahwa dalam Alquran terdapat kata “zakat” lebih dari
delapan puluh kali, dua puluh tujuh kali diantaranya
digandengkan dengan shalat. Allah SWT, telah berfirman dalam
QS. al-Baqarah/2 : 43.
48
Rasulullah, ini harta kami. Sedekahkan harta tersebut atas nama
kami dan mohonkan ampunan untuk kami.” Rasulullah berkata,
“aku tidak diperintahkan untuk mengambil harta kalian
sedikitpun.” Lalu Allah menurunkan ayat ini.
Nabi Muhammad SAW, tidak hanya menunjukkan sebuah
model bagi pengumpulan dan penyaluran zakat tetapi juga
membuat aturan dan regulasinya. Zakat bukanlah urusan pribadi
tetapi melibatkan institusi Negara (Baitul Mal/ Bendahara negara).
Praktek Nabi juga menetapkan bahwa system zakat diatur dalam
Negara Islam sebagai lembaga pemerintah.
1. Hukum Meninggalkan Kewajiban Zakat
Zakat adalah perintah wajib, bagi muslim yang enggan
untuk membayar zakat atas harta yang dimilikinya akan
mendapatkan siksa yang pedih sebagai-mana firman Allah
dalam QS At Taubah/9 : 34.
26HadistSoft, 2020
49
Sepeninggal Rasulullah SAW ancaman terhadap yang
lalai mengeluarkan zakat pernah terjadi pada zaman khalifah
Abu Bakar Ash Siddiq. Saat itu terjadi pembangkangan ketika
sebagian kaum mendatangi beliau dan menyatakan tidak akan
membayar zakat lagi sebagaimana mereka hanya membayar
zakat ketika Rasulullah masih hidup. Setelah mendengar itu,
Khalifah kemudian bersumpah akan memerangi siapa saja
yang berani memisahkan antara shalat dengan zakat dan
menolak mengeluarkan zakatnya.
Sumpah Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq terhadap
pembangkang zakat, : “Demi Allah, aku akan memerangi siapa saja
yang memisahkan antara shalat dengan zakat”.
Seluruh ulama sepakat, bahwa siapa saja yang
mengingkari dan menolak wajibnya zakat maka ia kafir
berdasarkan ijma‟ sebab dia telah mendustakan Alquran dan
As Sunah serta mengingkari perkara yang sudah sangat jelas
perintahnya dalam Islam. 27 Adapun sanksi di dunia bagi orang
yang tidak mau membayar zakatnya yaitu, sanksi yang bersifat
Qadariy dan yang bersifat Syar‟iy.
Sanksi qadariy28 dalam Fiqh Az-Zakah (I/92) adalah:
Allah Taalah akan menimpakan cobaan berupa paceklik
kepada orang-orang bakhil menunaikan hak Allah dan hak
fakir miskin yang ada pada hartanya. Rasulullah SAW,
bersabda:
2009) h.147
32 Ibid. h. 161
54
g. Fisabilillah, yaitu orang yang berada pada jalan Allah
(fisabilillah): yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan
kaum muslimin. Di antara mufasirin ada yang berpendapat
bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan dakwah
namun tidak memiliki kecukupan dana.
h. Ibnu Sabil. Ibnu Sabil adalah rang yang sedang dalam
perjalanan yang bukan maksiat namun mengalami
kesengsaraan dalam perjalanannya.
5. Pengelola Zakat (Amilyin)
Ayat tersebut diatas juga terdapat kata “Amilyiin“ yang
berarti pengelola zakat. Zakat adalah satu-satunya ibadah
dalam Islam yang disebut dalam Alquran ada “petugas‟nya
sebagaimana yang tercantum dalam QS. At-Tawbah/9 : 60.
57
Ayat ayat diatas menunjukkan bahwa harta yang
dimiliki seorang muslim tidaklah bersifat mutlak. Artinya ada
bagian atau persentase tertentu yang diatur sebagai syari‟at
sebagai milik orang lain, yaitu milik kelompok fakir dan
miskin. Perintah Allah yang menegaskan bahwa ada bagian
tertentu dalam harta seseorang yang bukan merupakan
miliknya menunjukkan bahwa harta tersebut harus dibagikan
kepada orang lain yaitu yang membutuhkan sesuai syari‟at
terutama bagi kaum fakir miskin.
Banyak dari kalangan ahli fikih bersikap hati-hati
terhadap hasil zakat. Mereka tidak memperbolehkan
penggunaan – seluruh atau sebagian dari harta itu untuk
kepentingan umum selain yang diuraikan dalam Qs At-Taubah
/ 9 : 60, seperti untuk pengembangan militer, ataupun
kebutuhan pembangunan lainnya meskipun alokasi dananya
tidak mencukupi dan pada saat itu harta zakat surplus.
Pengalihan alokasi seperti itu hanya dibenarkan jika
pemerintah berhutang kepada harta zakat (Baitul Mal) yang
akan segera dilunasi setelah mencukupi.
Zakat yang berperan sebagai instrumen yang mengatur
aliran distribusi pendapatan dan kekayaan. Macetnya distribusi
akan menyebabkan ketimpangan dan kesenjangan sosial.
Untuk itu, pelaksanaan kewajiban zakat merupakan suatu
kebutuhan yang sangat mendesak. Tidak ada keraguan lagi
bahwa zakat adalah instrumen utama yang merupakan solusi
atas berbagai problematika ekonomi ummat, terutama di dalam
menghadapi kemiskinan dan kesenjangan sosial.
Cara Kelima :
Jaminan Negara
Setiap negara Islam maupun negara lainnya memiliki
kekayaan sebagai hak milik umum yang dikelola dan
dipergunakan untuk kepentingan negara. Misalnya, wakaf
untuk kepentingan umum, pertambangan, sumber perikanan
dan kelautan, pengelolaan hutan dan kekayaan alam lainnya.
58
Sumber ekonomi tersebut tidak boleh dipegang individu,
apalagi untuk kepentingannya sendiri melainkan harus berada
di tangan negara agar semua masyarakat dapat merasakan
manfaatnya. Seluruh pemasukan kepada kas negara
merupakan sumber utama dari negara untuk fakir miskin.
Sumber penerimaan negara lainnya meliputi al-usyr, al-khums,
al-jizyah, ghanimah, al-fa‟i dan al-kharaj. 20 % atau seperlima dari
harta rampasan perang (ghanimah& Fa‟i), pajak bumi ataupun
pungutan lainnya merupakan hak bagi orang yang
kekurangan. Dalam Qs Al-Anfal / 8 : 41
Terjemahnya :
“Ketahuilah, Sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh
sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk
Allah, rasul, kerabat rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin
dan ibnussabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada
apayang kami turunkan kepada hamba kami (Muhammad) di
hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. dan Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
59
Terjemahnya :
“Apa saja harta rampasan (fa‟i) yang diberikan Allah kepada
RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-
kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-
anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam
perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-
orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul
kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu,
Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.”
38Ibid, h. 230
61
berharga dari tanah ini. Maka apa yang Engkau perintahkan
kepadaku tentang tanah itu ? Beliau menjawab, jika engkau
menghendaki maka engkau dapat menahan tanahnya dan
mensedekahkan hasilnya...‟.
(HR. Sunan Tirmidzi No. 1296 )39
Cara Keenam :
Kewajiban Kewajiban selain Zakat
Selain zakat, ada pula kewajiban lain yang harus dipenuhi
oleh seorang muslim karena sebab yang beragam. Semuanya
merupakan sumber daya untuk memberikan bantuan kepada fakir
miskin sekaligus sebagai sarana menghilangkan kemiskinan.
Kewajiban tersebut diantara : pertama, kewajiban bertetangga.
Terjemahnya :
“... dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-
kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang
dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan
hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-
orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.”
63
“Barangsiapa mendapat kelapangan harta (mampu) namun tidak
berkurban, maka janganlah mendekat ke tempat shalat kami.”
(HR. Ad-Daruquthni No. 4698).
64
harus memberi makan enam puluh orang miskin. Sebagaimana
dalam Qs Al-Mujaadalah / 58 : 3 – 4.
Kelima, Kafarat Jima‟ adalah denda bagi pasangan yang
berhubungan seks di siang hari pada bulan Ramadhan. Sanksi
yang harus dilaksanakan adalah sama seperti kaffarah zihar.
Keenam, fidyah seorang jompo, perempuan lemah atau sakit
yang tidak bisa diharapkan kesembuhannya sehingga tidak
mampu lagi melaksanakan kewajiban puasa Ramadhan. Fidyah
yang harus dibayar adalah sejumlah kebutuhan makan satu orang
miskin setiap hari selama bulan puasa. Denda ini berdasarkan
firman Allah dalam Qs Al-Baqarah / 2 :184.
Ketujuh, Had yaitu pemberian seseorang yang melakukan
ibadah haji atau umroh ke Baitullah berupa unta, sapi atau
kambing. Pemberian itu merupakan denda (tebusan) karena ia
telah melakukan sesuatu yang dilarang waktu ihram atau juga
karena melakukan Haji tamattu‟ atau haji qiron dan pelanggaran
lainnya. Sebagaimana firman Allah dalam Qs Al-Maidah/5:95 dan
Qs Al-Baqarah/2:196. Dalam ayat ini terkandung kewajiban oleh
syari‟at untuk memberikan makanan berupa daging kepada fakir
miskin (Qs Al-Hajj/22 :28)
Kedelapan, Hak tanaman saat panen yang tidak termasuk
dalam zakat sebagaimana Qs Al-An‟am/6 : 141 dimana Allah
berfirman dengan terjemahnya :
“ Makanlah dari buahnya bila tanaman itu berbuah dan
tunaikanlah hak dihari memetik hasilnya dengan disedekahkan
sebagian kepada fakir miskin.”
65
Cara Ketujuh :
Tolong Menolong (ta’wun)
66
Terjemahnya :
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang
yang menafkahkan hartanya di jalan Allah41 adalah serupa
dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-
tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi
siapa yang dia kehendaki. dan Allah Maha luas (karunia-Nya)
lagi Maha Mengetahui.
Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah,
Kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu
dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak
menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di
sisi Tuhan mereka. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan
tidak (pula) mereka bersedih hati.”
68
BAGIAN III
PENGENTASAN KEMISKINAN
PADA ERA KHALIFAH UMAR BIN ABDUL AZIZ
Ash Shallabi, h. 18
45Muhammad Syaqir, Fiqhi Umar bin Abdul Aziz, (Riyadh : Dar al Rusyd ,
48Ibnu Abdul Hakam Abu Muhammad Abdullah, Sirah Umar bin Abdul
Aziz, (Beirut : Darul Ilmi li al-Malayin, 1387 H/1967 M), dalam Ash Shallabi, h. 17.
71
Umar bin Abdul Aziz lahir di Madinah pada 26 Safar
61 H / 27 November 680 M. Sebagian sumber menyebutkan
Umar bin Abdul Aziz lahir di Mesir, tetapi pendapat ini
lemah karena ayahnya Abdul Aziz bin Marwan menjadi
Gubernur di Mesir nanti pada tahun 65 H/684 M.
Umar bin Abdul Aziz lahir dan tumbuh di Madinah.
Beliau tumbuh men-jadi anak yang matang dan berakal
lebih cepat dari usianya. Sejak kecil beliau sering ikut
ibunya mengunjungi pamannya Abdullah bin Umar bin Al-
Khattab.Ketika pulang, beliau berkata kepada Ummu
Ashim, “Ibu, aku ingin menjadi laki-laki seperti paman dari
ibu”. Maksudnya adalah Umar sangat mengidolakan
Abdullah bin Umar.
Adapun silsilah keturunan Umar bin Abdul Aziz
sebagaiman gambar berikut:
UMAYYAH
72
Palestina. Abdul Malik adalah Putra Mahkota Khalifah
Marwan bin al-Hakam sedangkan Abdul Aziz merupakan
Wakil Putera Mahkota.
Umar bin Abdul Aziz mulai tumbuh di Madinah.
Ayahnya Abdul Aziz berangkat menuju Mesir untuk
melaksanakan tugas sebagai Gubernur di sana. Sedangkan
Umar dan Ibunya tidak ikut ke Mesir.Dari Mesir, Abdul
Aziz mengirim surat kepada istrinya, Ummu Ashim agar
menyusul ke Mesir bersama Umar. Maka Ummu Ashim
mendatangi pamannya Abdullah bin Umar untuk
memperlihatkan surat suaminya Abdul Aziz.
Ibnu Umar berkata kepada Ummu Ashim,
“Keponakanku, dia adalah suamimu maka pergilah
kepadanya,tetapi tinggalkan anakmu ini bersama kami –
maksudnya adalah Umar bin Abdul Aziz, karena dia satu-
satunya anakmu yang mirip dengan keluarga besar al-
Khattab.” Ummu Ashim pun menerima perminta-an
pamannya dan berangkat ke Mesir tanpa mengikutkan
Umar.
Ketika Ummu Ashim tiba di Mesir, Abdul Aziz tidak
melihat Umar ber-samanya. Beliau bertanya kepada istrinya,
“Mana Umar”, maka Ummu Ashim menyampaikan
permintaan pamannya, Ibnu Umar agar meninggalkan
Umar bersamanya karena dia paling mirip dengan keluarga
besar al-Khattab.Mendengar jawaban Ummu Ashim, Abdul
Aziz berbahagia kemudian menulis surat kepada Abdul
Malik saudaranya untuk menetapkan seribu Dinar setiap
bulannya sebagai biaya hidup Umar bin Abdul Aziz. Setelah
itu Umar menyusul ibunya untuk bertemu ayahnya di
Mesir.49
Demikianlah Umar bin Abdul Aziz tumbuh diantara
keluarga dari Ibunya dari keluarga Umar bin al-Khattab
maupun dari Ayahnya keluarga Marwan bin al-Hakam
yang saat itu menjadi Khalifah di Damaskus Syiria.Umar bin
Abdul Aziz menghabiskan sebagian masa kecilnya di
74
seseorang yang paling mengagungkan Allah di dadanya
daripada anak muda ini”.50
Cukup banyak Ulama adan Fuqaha yang mengasuh
dan memberi pengaruh terhadap pembentukan kepribadian
Umar bin Abdul Aziz seperti Ubaidillah bin Abdullah bin
Utbah bin Mas‟ud seorang Mufti di Madinah, Sa‟id bin al-
Musayyib, Salim bin Abdullah bin Umar bib al-Khattab
sepupu dari ibunya Ummu Ashim.
Umar bin Abdul Aziz banyak terpengaruh oleh
Alquran dalam pandang-annya terhadap Allah SWT,
kehidupan, alam semesta, surga, neraka, qadha, qadar dan
hakekat kematian. Beliau menangis ketika mengingat
kematian sekalipun dalam usia masih muda. Hal ini
didengar oleh Ibunya, maka ibunya bertanya kepada Umar,
“Apa yang membuatmu menangis” Umar menjawab, “Aku
teringat kematian”. Maka ibunya pun ikut menangis
mendengar jawaban Umar. Begitulah kepribadian Umar bin
Abdul Aziz terbentuk oleh lingkungan keluarga, kecinta-
annya dengan ilmu dan Alquran.
Setelah Marwan bin al-Hakam meninggal maka
jabatan Khalifah diberikan kepada Putera Mahkota Abdul
Malik bin Marwan dan kekuasaannya berpusat di
Damaskus Syiria.Meskipun Marwan bin al-Hakam sudah
menetapkan Abdul Malik sebagai Putera Mahkota dan
Abdul Aziz sebagai Wakil (Pengganti) Putera Mahkota
tetapi Khalifah Abdul Malik menginginkan agar takhtanya
kelak diwariskan kepada puteranya Al-Walid bin Abdul
Malik bukan kepada saudara-nya Abdul Aziz sebagaimana
amanah dari ayahnya Marwan bin al-Hakam. Abdul Aziz
menolak menyerahkan kedudukannya sebagai putera
mahkota kepada Al-Walid.
Perselisihan dapat dihindari karena Abdul Aziz bin
Marwan yang menolak menyerahkan kedudukan putera
mahkota ke al-Walid meninggal pada tahun 86 H/705 M
setelah sekitar 20 tahun berkuasa di Mesir.Akhirnya Abdul
80
menghadap Khalifah al-Walid di Syam/ Syiria dengan
menyampaikan surat bahwa kalangan orang ini sering
dibunuhnya tetapi sekarang urusannya diserahkan kepada
Khalifah al-Walid.
Khalifah al-Walid mengajukan pertanyaan kepada
orang Arab Badui itu tentang apa pendapatnya tentang al-
Walid, Abdul Malik, dan Muawiyah. Lelaki itu menjawab,
zhalim lagi sombong dan angkuh lagi durhaka.Akhirnya al-
Walid memerintahkan kepada Ibnu Ar-Rayyan untuk
memancung leher lelaki Arab Badui itu. Al-walid
memanggil Umar untuk meminta pendapatnya tentang
keputusannya tersebut.
Umar bin Abdul Aziz berkata, „Engkau telah keliru
dengan membunuh-nya, ada cara lain yang lebih baik dan
lebih benar yaitu memenjarakannya sampai dia bertaubat
kepada Allah atau kematian menjemputnya”. Maka
Khalifah al-Walid berdiri sambil marah. Ibnu ar-Rayyan
menghampiri Umar dan mengatakan, “Semoga Allah
mengampunimu wahai Abu Hafs karena engkau telah
membantah Amirul Mukminin sehingga aku mengira beliau
akan memerintahkanku untuk memancung lehermu”.
Begitulah al-Hajjaj membuat taktik sehingga dia berhasil
memalingkan al-Walid dari pendapat Umar bin Abdul Aziz
yang mengusulkan untuk membatasi pembunuhan yang
dilakukan oleh penguasa seperti al-Hajjaj.
Umar bin Abdul Aziz tidak sejalan secara total
dengan Khalifah al-Walid bin Abdul Malik. Karena itu,
keberadaannya di Damaskus (sebagai pusat Ke-khalifaan)
disamping al-Walid tidak bersih dari adanya masalah.
Dalam me-negakkan pilar-pilar Negara, al-Walid adalah
Khalifah yang berpijak kepada dukungan para Gubernur
yang kuat lagi keras yang bisa menundukkan masyarakat
dengan kekuatan, sekalipun tidak jarang diiringi dengan
tindakan semena-mena.Umar bin Abdul Aziz yang melihat
bahwa ditegakkannya keadilan di masyarakat menjamin
81
keberlangsungan kekuasaan dan mereka akan tunduk
kepada Negara.
Umar bin Abdul Aziz pernah berkata, “al-Walid di
Syam, al-Hajjaj di Iraq, Muhammad bin Yusuf di Yaman,
Usman bin Hayyan di Hijaz dan Qurrah bin Syarik di Mesir,
Demi Allah, bumi ini penuh dengan kezhaliman.”Di antara
sikap terakhir Umar bin Abdul Aziz di zaman kekhalifaan
al-Walid bin Abdul Aziz adalah nasihatnya kepada Khalifah
al-Walid manakala dia hendak menyingkirkan saudaranya
Sulaiman bin Abdul Malik sebagai Putera Mahkota dan
membai‟at anaknya Abdul Aziz sebagai penggantinya.
Umar bin Abdul Aziz mengambil sikap tegas dalam
masalah ini, dia tidak menyetujui apa yang hendak
dilakukan oleh Khalifah al-Walid. Ketika al-Walid hendak
memberlakukan keputusannya itu, Umar bin Abdul Aziz
berkata, “ Wahai Amirul Mukminin, kami membai‟at kalian
berdua dalam satu paket Bai‟at, bagai-mana mungkin kami
menyingkirkannya dan meninggalkanmu ?” Maka Khalifah
al-Walid marah kepada Umar bin Abdul Aziz, dia berusaha
memakai cara ke-kerasan terhadap Umar dengan harapan
agar Umar menyetujuinya.
Akhirnya Khalifah al-Walid menyekap Umar bin
Abdul Aziz dalam sebuah ruangan dengan pintu disegel.
Saudara perempuannya Ummul Banin yang merupakan istri
al-Walid turun tangan dan membantu membuka pintu
setelah tiga hari dan mendapati kondisi Umar bin Abdul
Aziz sangat memprihatinkan.55
3. Menjadi Khalifah ke 8 Daulah Umayyah
Tahun 96 H/715 M Khalifah al-Walid bin Abdul
Malik wafat dan saudara-nya Sulaiman bin Abdul Malik
dinobatkan sebagai Khalifah dan memimpin kekhalifaannya
dari Yerusalem (Al-Quds).56Pada masa kekhalifaan
Sulaiman, para pejabat yang berkuasa pada masa
pemerintahan al-Walid dilucuti satu persatu dari jabatan
57 ibid. h, 168
58Ash Shallabi, Op. Cit, h. 48
83
tidak sama seperti saudaranya al-Walid yang ujub pada
dirinya sendiri, hanya percaya pada pendapatnya dan
berada dalam pengaruh sebagian Gubernurnya; b) Sulaiman
yakin bahwa Umar mempunyai pendapat yang benar dan
lurus; dan c) Sikap Umar yang tegas dalam
mempertahankan Sulaiman ketika al-Walid hendak
menyingkirkannya dari putera Mahkota.
Umar bin Abdul Aziz memiliki pengaruh besar
terhadap Sulaiman dalam mengeluarkan beberapa
keputusan yang bermanfaat di antaranya memakzulkan
orang-orang bawahan al-Hajjaj dan sebagian Gubernur
lainnya seperti Gubernur Makkah Khalid al-Qasari dan
Gubernur Madinah Usman bin Hayyan. Keputusan lainnya
adalah mendirikan shalat berjamaah tepat waktu dan
beberapa perkara mulia lainnya.
Meskipun masukannya selalu dipenuhi oleh Khalifah
Sulaiman bin Abdul Malik tetapi beberapa pandangan
Sulaiman diingkari/ditentang oleh Umar. Suatu waktu
Umar bin Abdul Aziz berbicara kepada Sulaiman terkait
dengan warisan sebagian dari Bani Abdul Malik. Maka
Sulaiman bin Abdul Malik berkata ke-padanya”,
Sesungguhnya Abdul Malik ayahku telah menulis surat dan
tidak memberikan warisan kepada mereka”. Umar diam
sesaat kemudian kembali mempertanyakan surat itu, maka
Sulaiman menyangka bahwa Umar telah menuduhnya
terkait dengan Keputusan Abdul Malik dalam masalah
warisan itu.
Sulaiman meminta anaknya Ayyub untuk membawa
surat kepada Umar. Umar berkata, “Wahai Amirul
Mukminin apakah engkau meminta Kitab Allah dirubah”.
Ayyub menimpali dengan kalimat mengancam, “Apakah
kalian tidak takut mengucapkan kata-kata yang karenanya
lehernya dipenggal”. Umar pun berkata kepada Ayyub,
“Jika perkara ini diserahkan ketanganmu, maka apa yang
menimpa kaum Muslimin lebih besar daripada apa yang
kau sebutkan”. Maka Sulaiman pun menghardik Ayyub.
84
Sulaiman bin Abdul Malik menganggap bahwa surat
wasiat adalah syari‟at yang tidak mungkin dirubah. Maka
Umar mengingatkan Sulaiman bahwa Kitab Allah yang
tidak bisa dirubah.Inilai sikap Umar bin Abdul Aziz yang
berani menyuarakan kebenaran. Begitu sikap terpuji dari
Sulaiman yang menghardik Ayyub anaknya sendiri yang
mengancam Umar, manakala Umar menyuarakan
kebenaran.
Hal ini merupakan bukti bahwa Sulaiman adalah
orang yang segera kembali kebenaran manakala dia
bersalah.Awalnya ketika berkuasa, Sulaiman menunjuk
salah seorang anaknya Ayyub bin Sulaiman untuk menjadi
putra mahkota yang akan menggantikannya kelak. Tetapi
Ayyub meninggal lebih dahulu pada awal 99 H/717 M.
Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik yang saat itu
sedang sakit keras kemudian menunjuk anaknya yang lain,
yaitu Dawud bin Sulaiman untuk menggantikannya,tetapi
pe-nasihatnya Raja‟ bin Haiwah al-Kindi tidak sepakat
dengan alasan Dawud sedang berperang di Konstantinopel
dan tidak ada kejelasan kapan kembalinya. 59
Sulaiman bertanya kepada Raja‟. “Siapa menurutmu
wahai Raja”. Raja‟ menjawab, “Terserah engkau wahai
Amirul Mukminin. Saya masih memper-
timbangkan”.Selanjutnya Sulaiman berkata, “Bagaimana
menurutmu Umar bin Abdul Aziz”. Raja‟ bin Haiwah al-
Kindi menjawab, “ Demi Allah, yang aku tahu adalah
bahwa dia seorang laki-laki yang utama, Muslim terpilih.”
Sulaiman ber-kata, “Benar, dialah orangnya. Tetapi jika aku
mengangkatnya dan tidak meng-angkat seorang pun dari
anak-anak Abdul Malik, maka hal itu bisa memicu fitnah.
Mereka tidak pernah membiarkan Umar memimpin selama-
lamanya. Kecuali jika aku menetapkan seseorang dari
mereka sebagai khalifah sesudah Umar . Aku akan
mengangkat saudaraku Yazid bin Abdul Malik sesudah
Umar bin Abdul Aziz”.
87
kearah kiblat dan Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik
wafat.61
Raja‟ bin Haiwah al-Kindi kembali memanggil Ka‟ab
bin Hamid untuk mengumpulkan keluarga Amirul
Mukminin di Masjid Dabiq. Kemudian meminta mereka
berbai‟at untuk kedua kalinya. Ketika sudah berbai‟at
kembali maka Raja‟ yakin telah menata urusan dengan baik,
maka kepada keluarga Khalifah disampaikan kabar bahwa
Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik telah wafat.Raja‟
kemudian membacakan isi surat wasiat Sulaiman. Ketika
menyebut nama Umar bin Abdul Aziz, maka Hisyam bin
Abdul Malik menentang keputusan itu dan berkata, “ Kami
tidak akan membai‟atnya selama-lamanya. Raja‟ berkata,
“Demi Allah aku akan memenggal lehermu. bangkitlah dan
berbai‟atlah. Maka Hisyam berdiri memberikan sumpah
setia (Bai‟at) yang diikuti oleh hadirin lainnya.
Saat itu Jum‟at 14 Safar 99 H bertepatan 28 September
717 M, Khalifah Umar bin Abdul Aziz naik di Mimbar
memulai Pidato pertamanya diawali dengan mengucapkan
„Inna lillahi wa inna ilaihi roji‟un karena perkara ini sampai
ke tangan saya padahal saya tidak menyukainya.
Selanjutnya Khalifah Umar bin Abdul Aziz
mengucapkan, “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku
telah diuji dengan perkara ini, tanpa dimintai pendapat,
tidak pernah ditanya dan tidak ada musyawarah dengan
kaum Muslimin. Aku telah membatalkan bai‟at untukku
yang ada di pundak-pundak kalian. Sekarang pilihlah
seseorang untuk memimpin kalian.”. Maka orang menjawab
serempak, “ Wahai Amirul Mukminin, kami telah
memilihmu, kami menerimamu, silahkan pimpin kami
dengan kebaikan dan keberkahan.”
Khalifah Umar bin Abdul Aziz kemudian
melanjutkan pidatonya: “Amma ba‟du, tidak ada lagi Nabi
setelah Nabi kalian. Tidak ada kitab setelah Kitab yang
diturunkan kepadanya. Ketahuilah bahwa apa yang Allah
89
mentaati Allah namun jika aku mendurhakainya maka tidak
ada ke-taatan kalian untukku. Di sekitar kalian ada kota-
kota dan desa desa, jika pen-duduknya taat kepadaku, maka
aku adalah pemimpin kalian, namun jika mereka tidak
menerima maka aku bukan pemimpin kalian”.
Setelah itu Umar bin Abdul Aziz turun dari Mimbar.
Demikianlah pidato pertama Umar bin Abdul Aziz sebagai
Khalifah. Beberapa kesimpulan yang bisa ditarik adalah: a)
Umar berpegang teguh pada Aquran dan As-Sunnah, b)
Umar menetapkan aturan bagi siapa yang ingin bekerja
bersamanya; c) Umar meng-ingatkan akibat buruk dunia
jika tidak digunakan dengan baik; dan d) Umar menetapkan
janji atas dirinya sendiri untuk tidak memberikan kebathilan
kepada siapapun dan tidak menghalangi hak siapapun.
Dalam Daulah Bani Umayyah, Khalifah Umar bin
Abdul Aziz adalah khalifah yang ke-8 yang memerintah
pada periode 99 – 101 H/717 -720 M.Sejak dibai‟at sebagai
Khalifah, Umar bin Abdul Aziz segera bekerja
merealisasikan tanggung jawab besar yang diamanahkan
dunia Islam kepadanya. Apa yang sejak menjadi Gubernur
Madinah dan Penasehat Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik
belum sempat direalisasikan kini terbuka lebar karena
tampuk kekuasaan berada ditangannya.
Perkara di hari pertama yang dilakukan Khalifah
Umar bin Abdul Aziz adalah meletakkan dasar
musyawarah (Majelis Syuro). Dengan meletakkan dasar ini,
Khalifah Umar telah keluar dari dasar mewariskan
kekuasaan yang diikuti oleh kebanyakan khalifah dari Bani
Umayyah kepada dasar syuro dan pemilihan (oleh kaum
muslimin).
Adapun silsilah kekhalifaan Bani Umayyah
sebagaimana gambar berikut :
90
Gambar 2. Silsilah Kekhalifaan Daulah Bani Umayyah
Pustaka Pelajar
92
denda (Ta‟zir) kepada mereka yang berani mencetak mata uang
sendiri di luar percetakan negara.
Khalifah Umar lebih fokus untuk melakukan reformasi
pada kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal yang dilakukan Khalifah
Umar tidaklah dilakukan secara spontan. Sebagai
penanggungjawab utama kehalifaan maka Khalifah Umar
memperhitungkan dengan cermat setiap langkah yang
diambilnya dan meletakkan prioritas program mana yang
beliau bertekad untuk melaksanakannya.
1. Reformasi Pendapatan Negara dan Pembagian Kekayaan.
Masa-masa awal pemerintahan Umar bin Abdul Aziz,
sumber-sumber pemasukan negara hanya berasal dari
zakat,ghanimah atau harta rampasan perang, pajak
penghasilan pertanian (diterapkan setelah khalifahberkuasa
beberapa saat karena di awal pemerintahannya situasi
kondisi perekonomian belumkondusif setelah kekuasaan
khalifah sebelumnya), dan hasil pemberian lapangan kerja
produktif kepada masyarakat.
Kebijakan fiskal Umar bin Abdul Aziz adalah
mereformasi sumber pendapatan negara melalui pajak
tanah (kharaj)63, pajak non muslim (jizyah) pada tiga profesi
yaitu;petani, tuantanah dan pedagang. 64 Petani muslim
dikenakan pajak 10% dari hasil pertanian.
Sumberpendapatan lainnya adalah zakat yang diwajibkan
bagi semua umat islam yang mampu di manasetiap wilayah
memiliki otonomi daerah dalam mengelolanya.
Pengeluaran negara meliputi belanja pegawai, belanja
peralatan adminis-trasi negara, pendidikan dan distribusi
zakat, sertamemberi jaminan sosial kepada seluruh
masyarakat. Penghematan anggaran dalam pemberian
fasilitas pejabat negara dan juga penghematan dalam
95
secara rutin, orang yang memikul hutang bukan untuk
bermaksiat dan musafir yang tidak memiliki tempat
tinggal dan keluarga. Semua orang yang sedang
kesulitan ini mendapat perhatian dalam belanja negara.
Khalifah Umar selalu berupaya memenuhi
kebutuhan rakyatnya. Seorang laki-laki datang kepada
Umar dan berdiri di depannya, dia berkata, “Wahai
Amiru Mukminin aku dalam kesuliatn yang berat, aku
dalam kemiskinan yang membelit. Allah akan meminta
tanggung jawabmu esok hari tentang diriku. “Saat itu
Umar sedang bersandar sambil memegang tongkat kayu.
Maka Umar menangis sehingga air matanya menetes ke
tongkatnya, kemudian dia memberiknya dan memberi
keluarganya sebanyak lima ratus Dinar sampai jatahnya
dari negara keluar.66Umar memperhatikan kehidupan
para janda dan anak-anak mereka, orang sakit,
penyandang catat, anak yatim.
Di antara kelompok masyarakat yang diperhatikan
oleh Khalifah Umar adalah orang yang menanggung
hutang yang bukan dalam kemaksiatan kepada Allah
dan tidak tertuduh dalam agamanya (Ghorim). Umar me-
merintahkan agar hutang para ghorim tersebut dilunasi.
Umar bin Abdul Aziz memperhatikan para
tawanan dan membelanjakan harta dari Baitul Mal untuk
mereka. Umar menulis surat kepada tawanan di
Konstantinopel. Umar memerintahkan agar mereka
diperhatikan dan dinafkahi. Kebijakan Umar untuk
mengeluarkan belanja untuk tawanan sesuai dengan
firman Allah dalam QS. Al-Insan/76 : 8 – 9.
97
Khalifah Umar memangkas hak-hak khusus
Khalifah dan Pembesar Umayya sebagai langkah
efisiensi agar belanja negara bukan di-nikmati
khalifah dan kerabatanya tepai untuk kemaslahatan
ummat/rakyat.
Beliau mengembalikan tanah-tanah kavling dan
hak-hak khusus kembali kepada pemiliknya dan hak-
hak umum kepada Baitul Mal. Beliau memulainya
dari diri sendiri dan keluarga beliau. Umar tidak
mengambil sedikitpun dari Baitul Mal. Orang orang
berkata kepadanya, “Seandainya anda mengambil
seperti yang dilakukan Umar bin Khattab (niscaya itu
tidak apa apa),” Maka Umar bin Abdul Aziz
menjawab, “Umar bin al-Khattab tidak mempunyai
harta sementara hartaku sudah mencukupi”.
Suatu ketika, Gubernur Yordania mengirimkan
dua keranjang kurma mengkal (ruthab) kepada
Khalifah. Pengirimannya memakai kendaraan pos.
Manakala kurma tersebut sudah sampai kepada
Umar, beliau memerintahkan untuk dijual dan hasil
penjualnya dipakai untuk ongkos kendaraan pos
tersebut.
2) Mengarahkan Belanja Birokrasi
Umar membiasakan para Gubernur dan
pegawainya untuk berhemat dalam membelanjakan
harta kaum Muslimin. Beliau menjaga harta rakyat.
Beliau mengarahkan Gubernurnya untuk
membelanjakan pendapatan negara seefisien
mungkin.
Manakala Gubernur Madinah memberinya
jatah lilin, maka Umar menjawabnya, “Aku
bersumpah, yang selama ini aku ketahui darima
wahai Ibnu Hazm adalah bahwa kamu keluar dari
rumahmu di malam musim dingin yang gelap tanpa
penerangan. Aku bersumpah bahwa hari itu kamu
98
lebih baik daripada hari ini, lilin keluargamu
sebenarnya sudah cukup”
Begitpula ketika Gubernur Madinah meminta
jatah kertas untuk ke-perluan menulis, maka Umar
menjawab, “Jika suratku ini telah tiba ditanganmu,
maka pertajamlah pena dan perkecillah tulisan,
gabungkan keperluan yang banyak dalam satu
lembar, karena kaum Muslimin tidak memerlukan
kata kata panjang”
Disini dilihat kesungguhan beliau menjaga
harta rakyat. Beliau meng-arahkan Gubernurnya
untuk membelanjakan pendapatan negara seefisien
mungkin. Umar menginginkan agar para pejabat dan
pegawainya agar memanfaatkan kertas untuk
menulis surat seefisien mungkin.
3) Mengurangi Belanja Perang
Daulah Umayyah terlibat dalam berbagai
peperangan baik di dalam maupun di luar.
Peperangan tersebut menuntut biaya negara yang
tidak sedikit, diantaranya adalah penyerangan
Konstantinopel di zaman Sulaeman bin Abdul Malik.
Penyerangan ini menghabiskan harta negara dalam
jumlah yang besar dan para syuhada namun tanpa
hasil. Maka ketika Umar berkuasa, beliau menyurat
ke Maslamah agar menarik pasukannya untuk
menghentikan peperangan.
Kebijakan Umar bin Abdul Aziz tersebut
berperan besar dalam meningkatkan kekayaan negara
dengan jalan menggenjot pendapatan dan
mengefisienkan pengeluaran sehingga rakyat
berkecukupan dan meningkatkan kekayaannya dalam
semua bidang.
Kebijakan kebijakan Khalifah Umar bin Abdul
Aziz dilandasi oleh pemahaman terhadap Sabda
Rasulullah SAW:
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin
akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa
99
yang dipimpinnya. Imam adalah pemimpin yang akan
dimintai pertanggungjawaban atas ummatnya...”
(HR Bukhari No. 844).
Umar bin Abdul Aziz, (Jurnal Ipteks Terapan, Padang : LLDIKTI X, Vol. 8 No. 2,
2014) h. 61
71 Ibid, h. 462
102
pembangunan sarana penunjang yang mendasar
(infrastruktur) dimana pengembangan ekonomi tidak akan
berjalan kecuali dengan fasilitas-fasilitas tersebut seperti
sungai-sungai, jembatan, lahan-lahan, sarana transportasi
dan jalan-jalan. Umar bin Abdul Aziz telah menyiapkan
proyek-proyek infrastruktur yang menunjang sejak beliau
jadi Gubernur Madinah sampai menjadi Khalifah. Umar
memperhatikan proyek-proyek yang berkhidmat kepada
para saudagar, para petani dan musafir. Ketika menjadi
Gubernur di Madinah, Khalifah Al walid memerintahkan
kepada beliau untuk memperbaiki jalan di perbukitan dan
menggali sumur di Madinah, maka Umar melaksanakannya
dan diantaranya adalah sumur al-Hafir.
Begitupula meneruskan penggalian (terusan selat)
teluk Amirul Mukminan di antara sungai Nil dengan Laut
Merah untuk memudahkan distribusi makanan dari Mesir
ke Makkah. Gubernur Bashrah meminta penduduknya agar
menggali sungai untuk mereka. Umar memberinya izin dan
sungai pun digali, sungai ini diberi nama Sungai Adi.72
Umar bin Abdul Aziz membuka kebebasan ekonomi
tetapi dengan batasan-batasan dengan istilah “kebebasan
ekonomi yang terikat dengan rambu-rambu syari‟at. Maka
masyarakat tergerak untuk berniaga dan mengembangkan
harta mereka.
Beliau menyampaikan kebijakan kepada semua
Gubernur sehubungan dengan sebagian petugas yang
bermental buruk melakukan pungutan liar di bidang
tersebut.
“Hendaknya manusia bebas berniaga di daratan dan
lautan, mereka tidak boleh dihalang-halangi dan
dipersulit. Biarkanlah jembatan-jembatan untuk
penyeberangan orang orang yang berlalu lalang tanpa
pungutan apapun sepanjang taat kepada Allah
3. Pembebasan Upeti
Di zaman sebelum Umar banyak kebijakan agar
rakyat membayar baik dalam bentuk jizyah maupun upeti
hasil pertanian dan perdagangan. Upeti itu dihapus oleh
Umar setelah memenuhi berbagai persyaratan.Umar
berkata, “Sesungguhnya Allah mengutus Muhammad
sebagai penyeru ke jalan Allah bukan sebagai tukang
pungut upeti”.
Umar bersikap lunak kepada petani diantara mereka,
menetapkan jizyah sebatas kemampuan keuangan mereka.
Umar membaginya menjadi tiga tingkatan yaitu orang
kaya, menengah dan miskin.Pemilik tanah memberikan
jizyah dari hasil tanahnya, pekerja dari hasil kerjanya dan
104
pedagang dari perdagangannya. Pengaruh kebijakan Umar
bin Abdul Aziz dalam menghapus upeti mampu meng-
gairahkan rakyat untuk mengembangkan produksi dan
perniagaannya sehingga meningkatkan penerimaan zakat.
105
e. Membayarkan hutang orang yang memiliki hutang yang
bukan untuk keperluan maksiat dan foya-foya termasuk
pedagang. Kebijakan ini membebaskan tanggung jawab
para pedagang yang bangkrut dan membuka peluang
baru bagi mereka untuk menekuni bidang usaha lainnya.
Termasuk pada pedagang yang memulai bisnisnya
dengan modal dari hasil berhutang dalam jumlah
tertentu.
f. Membuat standar ukuran takaran dan timbangan di
seluruh negeri dan menjadikannya sebagai peraturan
dasar negara.
g. Melarang para Gubernur dan pejabat untuk berniaga
agar kehadiran mereka dalam pasar tidak merusak
persaingan sehat (larangan monopoli). Ini adalah upaya
Umar untuk menjauhkan pasar dari pengaruh luar yang
tidak alami yang secara otomatis berpengaruh terhadap
penetapan harga.
h. Melarang penimbunan barang, termasuk dalam hal ini
penyerahan kios-kios di Hims yang sebelumnya hanya
dimiliki oleh beberapa pedagang Hims, lalu anak-anak
al-Walid menguasainya dan menjadikan milik pribadi.
Maka Umar mencabutnya dan mengembalikan kepada
yang berhak.
106
karena telah tersangkut dengan jual beli dan akad-akad
lainnya seperti waris-an, mahar istri dan pelunasan
hutang sehingga Umartidak kuasa membebas-kannya.
Kemudian Umar membuat keputusan bahwa
“Barangsiapa yang membeli sesuatu setelah tahun
seratus (Hijriyah) maka akadnya ter-tolak.” Sehingga
tidak ada lagi penjualan kharaj setelah tahun 100 H.
Makanya tahun 100 H disebut dengan tahun al-
muddah (batas), maka setelahnya masyarakat menahan
diri dengan tidak melakukan jual beli seperti sebelumnya
karena Umar melaran pemiliknya untuk menjualnya.
Alasannya, tanah tersebut sudah dianggap sebagai Fa‟i
(direbut tanpa peperangan) oleh Khalifah Umar.
Umar menolak pengalihan tanah yang pemiliknya
masuk Islam, dari tanah kharaj kepada tanah Usyur.
Umar tetap memberlakukan kharaj dan usyur bagi
mereka dengan berkata, “Kharaj adalah kewajiban atas
tanah sedangkan usyur itu adalah kewajiban atas
hasilnya.” Dengan itu, Umar bin Abdul Azizmenjaga
sumber pemasukan negara yang utama. Beliau menjadi-
kannya sebagai milik umum bagi ummat daripada
merubahnya menjadi milik perorangan.
b. Meringankan pajak petani
Para khalifah sebelum Umar terbiasa menetapkan
pajak yang berat atas kaum petani, pajaknya beragam
sehingga beban pemilik tanah menjadi berat yang
akhirnya merekapun cenderung membiarkan tanah
mereka. Akibatnya banyak tanah yang terbengkalai yang
merugikan keuangan negara. Para khalifah tersebut
menggunakan cara-cara intimidasi dalam menarik pajak,
maka kaum petani terpaksa menjual hewan ternak
mereka atau pakaian mereka karena beban berat
menimpa mereka.
Manakalah Khalifah Umar menjadi Khilafah,
beliau menghapus semua bentuk pajak yang menyelisihi
syariat Allah. Umar menghapus akad qubalah yang biasa
107
dipraktikkan di Bashrah. Umar menghapus praktik
mengira ngira dalam takaran, dimana para petugas
negara menetapkan harga tinggi atas hasil pertanian
melalui perkiraan semata kemudian meminta kepada
petani untuk membayar kontan. Hal ini mencekik leher
para petani.
Beberapa surat Umar kepada Gubernurnya bisa
ditemukan adanya penyimpangan dan kedzaliman masa
lalu dan Umar tidak membiarkan semua itu karena
meninggalkan dampak buruk terhadap perekonomian
yang mem-buat pemilik tanah tidak mampu mengolah
yang akhirnya meninggalkannya.Karena itu, Umar
melakukan perbaikan di sektor pertanian dengan meng-
hapus pajak-pajak yang zholim sehingga menggerakkan
ekonomi negara.
c. Pembukaan Lahan Baru dan Revitalisasi Lahan Tidur
Umar bin Abdul Aziz mendorong kaum Muslimin
untuk menghidup-kan lahan-lahan yang mati dan tidak
produktif. Kepada para Gubernurnya, Umar
menyampaikan kebijakan, “Jangan gabungkan lahan
tidur ke lahan yang hidup, jangan pula membawa lahan
hidup ke lahan yang tidur. Perhatikannlah lahan-lahan
yang mati, ambillah sebatas yang mampu dilakukan,
garaplah sehingga lahan itu menjadi hidup. Jangan
mengambil dari tanah yang hidup kecuali kharaj dengan
lembut dan menenangkan pemilik tanah.”Umar
memanfaatkan tanah-tanah shawafi,73 Umar memandang
bahwa hak kepemilikannya ada pada Baitul Mal.
d. Memberdayakan Tanah Terlindung (al-Hima)
Umar menghapus tatanan tanah terlindung untuk
orang tertentu dan membukanya untuk seluruh kaum
Muslimin. Ketika Umar membolehkan tanah terlindung
tersebut, beliau tetap mengucualikan al-Naqi(tempat
juga yang ber-pendapat itu adalah tanah yang ditinggalkan oleh pemiliknya, atau
pemiliknya mati tanpa mem-punyai ahli waris
108
penggembalaan) yang ditetapkan oleh Rasulullah untuk
unta-unta zakat.
Dengan demikian maka tanah terlindung menjadi
milik berjamaah kaum Muslimin, manfaatnya diberikan
kepada mereka. Tanah terlindung tersebut merubah
tanah dari ibahah kepada kepemilikan umum sehingga ia
tetap tertahan sebagai milik berjamaah kaum Muslimin.
111
tersebut (dzimmi) ada yang kaya dan ada yang miskin.
Orang yang kaya akan membayar zakat yang menjadi
kewajibannya.
Sirah dan ketakwaan Umar bin Abdul Aziz juga
memberi pengaruh terhadap pembayaran zakat. Karena
kepercayaan rakyat kepada pemimpin mereka
meningkat. Hal ini terlihat ketika orang berbondong
bondong membayar zakat manakala mereka mengetahui
bahwa Umar menjadi Khalifah. Ini meningkatkan
pendapatan dari zakat dan meningkatkan taraf
kehidupan ekonomi rakyat.
Riwayat sejarah mengabarkan bahwa penerimaan
zakat di era Umar bin Abdul Aziz melebihi kebutuhan
rakyat. Diantara sebab melimpahnya zakat adalah
terdorongnya rakyat untuk bekerja dan menghasilkan,
sehingga para pembayar zakat meningkat sedangkan
penerimanya menurun tajam.76
b. Jizyah
Jizyah adalah upeti yang ditetapkan atas orang-
orang kafir setiap tahunnya, karena mereka tinggal di
negeri Islam. Ketika Umar berkuasa, beliau menghapus
kewajiban Jizyah bagi orang-orang yang sudah memeluk
agama Islam. Jizyah merupakan salah satu sumber
penerimaan negara yang disimpan pada Baitul Mal.
Jizyah wajib ditarik dari orang-orang kafir selama dia
masih kufur, apabila sudah memeluk Islam maka
gugurlah kewajiban jizyah baginya.
Umar dalam perkara ini bersikap tegas, beliau
menulis surat kepada para Gubernurnya,“ Barangsiapa
mengucapkan syahadat sama dengan kita, shalat
menghadap kiblat kita dan dia berkhitan, maka jangan
mengambil jizyah darinya”.77
113
Kharaj Khurasan di era Umar bin Abdul Aziz
mampu melebihi ke-butuhan negara, yaitru mencapai
rekor tertinggi. Di Irak, Kharaj merupakan penyumbang
terbesar pendapatan negara. Pendapatan dari kharaj
menunjuk-kan kekuatan finansial negara. Hal ini
membantu terwujudnya sasaran ekonomi dan bentuk
dukungan terhadap proyek pembangunan infrastruktur,
proyek produktif, bantuan kepada masyarakat miskin
dan tidak mampu.
Kharaj yang tinggi disebabkan oleh siasat
reformasi yang dicanangkan oleh Umar dimana salah
satunya adalah melarang jual beli tanah kharaj tetapi
diberikan kepada petani untuk digarap. Kebijakan itu
ternyata meningkatkan produksi pertanian dan petani
merasa hal tersebut sebagai bentuk perhatian Khalifah.
Sebab di samping larangan menjual lahan kharaj, Umar
juga meng-hapus pajak yang zholim yang selama ini
menghambat produksi pertanian.
d. Usyur
Usyr berarti sepersepuluh atau sepuluh persen,
yang merupakan pabean/pajak yang diberlakukan
kepada para saudagar dari kalangan kaum kafir harbi
dan ahli dzimmah manakala mereka masuk ke
perbatasan wilayah negara Islam. Dari kafir harb
dipungut 10% (Usyr) sedangkan dari ahli dzimmah
hanya setengahnya (5%). Dalam setahun, satu barang
hanya kena usyur satu kali. Nishabnya untuk ahli
dzimmah adalah 20 Dinar dan 10 Dinar untuk kafir
harb.
Umar bin Abdul Aziz memperhatikan pendapatan
melalui usyur ini sehingga beliau menjelaskan dasar-
dasarnya bagi petugas yang menangani dan meminta
pegawai tersebut memberi bukti pembayaran kepada
para saudagar untuk setiap tahun sehingga mereka tidak
dipungut dua kali dalam setahun. Untuk itu, Umar
114
melarang pungutan liar yaitu pungutan yang di-ambil
dari masyarakat tanpa hak.
e. Ghanima (al-Khums) dan Fa‟i
Ghanima (al-Khums) adalah harta rampasan
perang, sedangkan Fa‟i adalah harta rampasan dari
orang kafir tanpa perang/penyerangan. Umar bin Abdul
Aziz berkonsentrasi untuk melakukan perbaikan internal
negara. Karena itu, penaklukan-penaklukan di zaman
beliau tidak banyak karena Umar menggantikan dengan
dakwah dan teladan yang baik. Hasilnya justru banyak
raja dan suku-suku seperti Barbar yang masuk Islam
tanpa peperangan.
Karena itu, pendapatan negara yang berasal dari
ghanimah tidak banyak. Ghanimah yang tersisa di Baitul
Mal adalah sisa dari penaklukan sebelumnya.
Yang dilakukan oleh Umar terkait 1/5 dari harta
rampasan perang adalah perbaikan terhadap neracanya.
Dengan tetap berpegang pada Alquran khususnya QS.
Al-Anfal/8 : 41 dimana Allah SWT, berfirman.
Terjemahnya:
“ Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh
sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima
untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-
orang miskin dan ibnussabil, jika kamu beriman kepada Allah
dan kepada apa yang kami turunkan kepada hamba Kami
(Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua
pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
115
Ketika Andalusia ditaklukkan sebelum masa
beliau, mereka tidak mengeluarkan 1/5 darinya, maka
Umar memerintahkan Gubernurnya untuk memilah
tanahnya yang ditaklukkan dengan kekuatan dan
mengambil 1/5 darinya.Sedangkan untuk Fa‟i, Umar bin
Abdul Aziz mengikuti apa yang diputuskan oleh Umar
bin al-Khattab yakni menggabungkan fa‟i ke ghanimah
kemudian didistribusikan bersama dengan ghanimah.
f. Pajak (Dharibah)
Selain sumber penerimaan negara diatas, Khalifah
Umar juga memberlakukan pajak impor bagi semua
barang dagangan yang diimpor ke Negara Islam. Abu
Musa al-Asy‟ari Gubernur Irak, mengabarkan kepada
Khalifah bahwa pemerintahan Roma dan Persia
menetapkan pajak impor kepada pedagang Muslim yang
memasuki negara mereka. Sehingga Umar juga
menetapkan pajak 10 % atas barang yang diimpor ke
negara Islam.
Pola yang dipakai Khalifah Umar bin Abdul Aziz
di dalam menciptakan keadilan dan kemakmuran bagi
rakyatnya adalah dengan menyelesaikan akar penyebab
permasalahan tersebut yaitu ketidakadilan dalam
pemilikan sumber daya dan ketimpangan dalam
distribusi kekayaan.
Arah kebijakan tersebut dijabarkan dalam
tindakan yang nyata sehingga memberikan maslahah
kepada segenap ummat/ warga Negara sehingga
kemiskinan dientaskan dari wilayah kekhalifaan Umar
bin Abdul Aziz seluas 15 juta km2 dengan penduduk
sekitar 62 juta orang atau 1/3 dari penduduk bumi saat
itu yang setara dengan 39 negara. Menurut Rizem, 81
dalam waktu 90 tahun banyak bangsa yang masuk dalam
kekhalifaan Islam meliputi Spanyol, seluruh wilayah
Afrika Utara, Jazirah Arab, Syiria, Palestina, sebagian
Press, 2015
116
negara Anatolia, Irak, Persia, Afghanistan, India dan
negara yang sekarang dinamakan Turkmenistan,
Uzbekistan dan Kirgistan bahkan termasuk juga Soviet
Rusia.
117
BAGIAN IV
PERAN NEGARA DALAM
MENGATASI KEMISKINAN
118
syari‟at. Syariat Islam telah menetapkan bagi orang miskin hak-
haknya dan bagi orang kaya dan berkecukupan memiliki
kewajiban-kewajiban. Jika orang miskin tidak terpenuhi hak-
nya berarti negara membiarkan terjadinya pendzoliman
kepadanya. Begitupula jika orang yang berkecukupan tidak
melaksanakan kewajibannya berarti negara membiarkan rakyat
melakukan pelanggaran terhadap syari‟at.
Jika pemerintah yang melaksanaan tugas kenegaraan
untuk melakukan pendataan berdasarkan pengukuran miskin
dan berkecukupan maka akan mudah untuk melakukan
pemetaan jumlah dan sebaran orang yang berkategori miskin.
Atas dasar pendataan tersebut, pemerintah dapat menyusun
program untuk mengatasi kemiskinan termasuk di dalamnya
pendataan masyarakat yang masuk kategori yang berhak
menerima zakat (mustahiq) dan yang berkewajiban membayar
zakat (Muzakki). Atas dasar data tersebut juga pemerintah bisa
memberikan Nomor Pokok Wajib Zakat (NPWZ).
119
sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. kami tidak
memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar
kesanggupannya. dan apabila kamu berkata, Maka hendaklah
kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan
penuhilah janji Allah. yang demikian itu diperintahkan Allah
kepadamu agar kamu ingat.”
120
ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi
Maha Mengetahui.
Melalui ayat di atas, Allah SWT memerintahkan agar
peran pengelola zakat (amil) dilaksanakan oleh institusi negara
/ pemerintahan atau dengan membentuk Badan Amil Zakat
(BAZ) dan Baitul Maal untuk menjadi tempat pengelolaan
harta yang diperoleh dari zakat agar memiliki kekuatan di
dalam memaksa masyarakat melaksanakan kewajibannya serta
dipercaya untuk menyalurkan hanya kepada yang berkak
menerimanya (mustahik) sebagaimana firman Allah dalam Qs
At Taubah / 9 : 60 yakni : fakir, miskin, amil, muallaf yang
dibujuk hatinya, orang yang berhutang, hamba sahaya, ibnu
sabil dan fi sabilillah.
121
DAFTAR PUSTAKA
BUKU / KITAB
Abdul Hakam, Abdullah. 2019. Umar bin Abdul Azis: Pribadi Zuhud
Penegak Keadilan. Jakarta: Alam Raya Enterprise.
122
Azra, Azyumardi . Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan
Nusantara Abad XVII dan XVIII (dalam bahasa Indonesia).
Jakarta : Prenada Media, 2014
123
Chaudry, Muhammad Sharif, Terj. Suherman Rosyidi. Prinsip
Dasar Sistem Ekonomi Islam. Jakarta : Kencana Prenadamedia.
2014
Fauzia, Ika Yunia dan Riyadi, Abdul Kadir, Prinsip Dasar Ekonomi
Islam : Perspektif Maqashid al-Syari‟ah, Jakarta : Prenadamedia,
2015
124
-------. Zakat Sebagai Tiang Utama Ekonomi Syariah, Makalah
disampaikan pada acara Seminar Bulanan Masyarakat
Ekonomi Syariah, Jakarta : Aula Bank Mandiri Tower, 2006
125
Kamal, Abu Malik bin as-Sayyid Salim, Ensiklopedi Shaum & Zakat,
terj. Abu Ammar, Cet. 1, Solo : Cordova Mediatama, 2010
126
Mujiyadi. B dan Gunawan. “Pemberdayaan Masyarakat Miskin”.
Jakarta: Batilitbang Depsos. 2000
127
Quresi, Anwar Iqbal, Islam and The Theory of Interest, Lahore : S.M.
Ashraf Publishers, 1946
bin Sayyid Salim, Abu Malik Kamal, terj. Abu Ammar, Ensiklopedi
Shaum & Zakat, Solo : Cordova Mediatama, 2010
128
Ash Shiddieqy, Hasbi, Pedoman Zakat, Semarang : Pustaka Rizki
Putra, 2009
129
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam ; Dirasah Islamiyah II, Cet. 5,
Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2014
JURNAL ILMIAH
130
Al Arif, M. Nur Rianto, Efek Pengganda Zakat Serta Implikasinya
Terhadap Program Pengentasan Kemiskinan, Jurnal Ekbisi
Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Vol. 5 No.
1, Desember 2010.
Astuti, Meti, Konsep Pemerataan Ekonomi Umar Bin Abdul Aziz (818
M-820 M), Jurnal At-Tauzi‟ STIE Hamfara Yogyakarta, Vol.
17 Desember 2107.
131
Cahya, Bayu Tri, Kemiskinan Ditinjau dari Perspektif Al-Qur‟an dan
Hadis, Jurnal Penelitian STAIN Kudus, Vol. 9 No. 1, Februari
2015.
132
Hakim, Rahmad, Kontekstualisasi Fikih Golongan Penerima Zakat
(Asnaf Tsamaniyah) Zakat dan Relevansinya Dengan
Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia, Proceedings Annual
Conference for Muslim Scholars 2nd KOPERTAIS Wil. IV
Surabaya, April 2018.
133
Mafruhat, Ade Yunita dkk, Solusi Pengentasan Kemiskinan di
Indonesia Berdasarkan Perspektif Islam, Proceeding
Seminar Nasional Penelitian dan Pengabdian Pada
Masyarakat Universitas Islam Bandung, Vol. 6 No. 1,
Oktober 2017.
134
Indonesia, Jurnal Engagement STAI Miftahul Ula Nganjuk,
Vol. 1 No. 1, Mei 2017.
135
Romdhoni, Abdul Haris, Zakat Dalam Mendorong Pertumbuhan
Ekonomi dan Pengentasan Kemiskinan, Jurnal Ilmiah Ekonomi
Islam STIE AAS Surakarta, Vol. 03 No. 01, Maret 2017.
136
Yeni Sri Lestari, Perilaku Kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz
(Khalifah Umayyah) Dalam Sistem Pemerintahan Islam,
Jurnal Community, Banda Aceh : Universitas Teuku Umar,
Volume 5 No. 2 Oktober 2019
137
BIODATA PENULIS
138