PERBANKAN SYARIAH
Layout: @musthafanetwork
Cover: @musthafanetwork
ISBN: 978-623-7936-32-9
Diterbitkan Oleh:
Bandar Publishing
Jl. Teungku Lamgugob, Syiah Kuala Banda Aceh Provinsi Aceh. Hp.
08116880801 IG. bandar.publishing TW. @bandarbuku FB. Bandar
Publishing
Dicetak oleh:
Percetakan Bandar di Lamgugob Banda Aceh
(Isi diluar tanggung jawab percetakan)
Ukuran : 14,5 x 20 cm
Halaman: x + 180 hlm
1. Pendahuluan 1
Istilah Interest Dan Usury: Manakah Yang Dikatakan
2. 13
Riba?
3. Penafsiran Riba Dalam Al Quran 23
4. Pemahaman Riba Dalam Sunnah 47
5. Dinamika Fatwa “Bunga Bank” Di Indonesia 69
6. Bunga, Riba Dan Masyarakat Kita 147
7. Ribakah Bank Syariah? 151
8. Pertaubatan Dari Harta Riba 155
9. Adab Hutang-Piutang Bebas Riba 161
A
lhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan
kepada Allah SWT atas setiap nikmat yang telah
dianugerahkan sehingga buku ini bisa hadir ditengah-
tengah pandemi Covid-19 yang sedang melanda dunia. Pandemi
Covid-19 ini telah mengguncang sendi-sendi perekonomian
dunia yang dibangun atas dasar praktek riba.
30 Juli 2020 M
P
erkembangan perbankan syariah di Indonesia dan dunia
menjadi satu fenomena yang sangat menakjubkan dalam
dua dekade terakhir ini. Disamping negara muslim atau
negara yang penduduknya mayoritas muslim memunculkan
perbankan syariah sebagai salah satu industri keuangan yang
mendorong pertumbuhan ekonomi, negara-negara barat
yang minoritas muslim pun telah pula mendirikan perbankan
dan lembaga-lembaga keuangan Islam seperti di Switzerland,
Denmark, Luxembourg, Inggris. The Islamic Bank International
of Denmark tercatat sebagai bank syari’ah pertama yang
beroperasi di Eropa, yakni pada tahun 1983 di Denmark.
Bahkan bank-bank terkemuka di negara-negara barat seperti
Citibank, ANZ Bank, Chase Manhattan Bank, Jardine Fleming
dan HSBC telah membuka “Islamic banking windows” agar
dapat memberikan jasa perbankan yang sesuai dengan syariat
Islam.
S
ecara etimologis, kata bunga diterjemahkan ke dalam
bahasa Inggris menjadi dua kata berbeda yaitu usury dan
interest. Kata usury berasal dari kata usura yang berarti
manfaat atau keuntungan yang diperoleh dari meminjamankan
uang. Sedangkan kata interest berasal dari kata interese yang
berarti tambahan atas pokok nilai (Hasan, 2005). Dalam kamus
bahasa Inggris Cambridge menyebut bunga dengan interest
yaitu persentase jumlah uang yang harus dibayarkan atas
pokok pinjaman selama periode tertentu. Sedangkan kata
usury diartikan sebagai perbuatan memimjamkan uang kepada
seseorang disertai syarat pengembalian uang pinjaman tersebut
dalam jumlah yang lebih banyak. Kamus bahasa Inggris Oxford
menyebut usury sebagai tindakan meminjamkan sejumlah
uang yang disertai dengan suku bunga (interest) (Hoad, 2000).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa usury
merupakan istilah untuk tindakan meminjamkan uang yang
disertai dengan syarat pengembalian pokok hutang ditambah
Tabel 1
Terjemahan Ayat
No. Penerjemah Qs. Qs. Qs. Qs.
30:39 4:161 3:130 2:275
Andrew du Ryer
1. usury usury Usury usury
(1649)
George Sale
2. usury usury Usury usury
(1734)
Sayyed Hoesein
15. usury usury usury usury
Nasr (2015)
A. Pendahuluan
E
konomi yang berkeadilan adalah satu dari sekian banyak
karakteristik ideal yang tumbuh dalam konsep kehidupan
masyarakat muslim. Ia merupakan hal sangat penting dalam
bangunan hukum, ekonomi, sosial dan politik. Ketimpangan
dan ketidakadilan pada sisi ekonomi akan memberikan dampak
pada ketidakadilan disisi yang lain seperti kehidupan sosial
kemasyarakatan, hukum, politik dan budaya. Oleh karena itu
penciptaan ekonomi yang berkeadilan merupakan keniscayaan
untuk mewujudkan suatu sosio masyarakat yang sejahtera,
bebas dari tindakan kejahatan, aman dan makmur.
Q
ur’an menggunakan istilah riba dalam kontek hutang.
Bagaimanapun tidak didapati adanya literatur yang
menjelaskan bentuk hutang yang dimaksudkan dalam
al Qur’an, apakah hutang yang dimaksudkan al Qur’an itu hanya
berbentuk pinjaman atau transaksi jual beli dengan pembayaran
yang ditangguhkan (deferred payment sale) (Thabari, jil. 3: 67).
Disisi lain, sunnah menjelaskan bentuk lain dari riba yang terjadi
dalam masyarakat arab jahiliyyah, yaitu dalam bentuk riba jual
beli dan tukar menukar (barter).
1 Illat adalah tambatan hukum yang menjadi landasan terhadat penetapan hukum (Al
Amidi, jil.3: 223). Illat dirumuskan sebagai suatu sifat tertentu yang jelas, dapat diketahui
secara objektif, mempunyai tolak ukur dan sesuai dengan ketentuan hukum, ia kemudian
menjadi penentu adanya hukum. Menurut Wahbah Zuhaili: Illat adalah sesuatu sifat yang
zhahir (jelas) dan ada tolak ukurnya yang memberithukan tentang ada atau tidaknya hukum
yang ditetapkan bedasarkan sifat tersebut. Sedangkan hikmah ialah sesuatu yang menjadi
pendorong (motif) ditetapkannya hukum dan merupakan tujuan akhir yaitu mashlahah
yang menjadi maksud Allah. (Wahbah, 1969: 415).
Kesimpulan
A. Pendahuluan
D
erap perbankan syariah di Indonesia dimulai sejak
beroperasinya Bank Muamalat Indonesia pada tanggal 1
Mei 1992. Lahirnya perbankan syariah ini, walau dinilai
terlambat berbanding di negara-negara lainnya, tapi sedikit
banyaknya memberi angin segar kepada umat Islam Indonesia
untuk bisa melakukan praktek keuangan yang berbasiskan
Islam.
1. Definisi Fatwa
1 Majlis Tarjih atau Lajnah Tarjih Muhammadiyah adalah sebuah lembaga yang ada
dalam struktur organisasi Muhammadiyah yang menanggani aspek hukum Islam dan
memiliki otoritas dalam mengeluarkan fatwa. Muhammadiyah lahir pada tahun 1912
dengan ketua pertama K.H. Ahmad Dahlan. Majlis Tarjih dibentuk dan disahkan pada
kongres Muhammadiyah XVII tahun 1928 di Yogyakarta, dengan K.H. Mas Mansur sebagai
ketua pertamanya. Majlis ini didirikan pertama sekali bertujuan untuk menyelesaikan
persoalan-persoalan khilafiyat (perbedaan pendapat), yang pada waktu itu dianggab rawan
oleh Muhammadiyah. Kemudian majlis itulah yang menetapkan pendapat mana yang
dianggab paling kuat, untuk diamalkan oleh warga Muhammadiyah. Dalam perkembangan
selanjutnya Majlis Tarjih ini tidak hanya sekedar mentarjihkan masalah-masalah khilafiyat,
tetapi juga mengarah pada penyelesaiaan persoalan-persoalan baru yang belum pernah
dibahas sebelumnya, salah satunya adalah mengenai “bunga bank” (Djamil, 1995: 63).
Hoofbestuur (PP) Muhammadiyah pada tahun 1935 mengumumkan dalam Suara
Muhammdiyah No. 6/1936 tentang sebab pendirian Majlis Tarjih:
“ Oleh karena kita chawatir, adanya pertjektjokan dan perselisihan dalam kalangan
Muhammadiyah tentang masalah Agama itu, maka perlulah kita mendirikan Madjlis
Tarjdhih untuk menimbang dan memilih dari segala masalah jang diperselisihkan itu jang
masuk dalam kalangan Muhammadijah manakah yang kita anggab kuat dan berdalil benar
dari Al Qur’an dan Hadits”.
Majlis ini melakukan sidang adakalanya bersamaan dengan Muktamar Muhammadiyah
atau tidak bersamaan dengan muktamar sesuai pertimbangan yang diambil oleh pimpinan
organisasi. Bila tidak bersamaan dengan Muktamar Muhammadiyah maka disebut
Muktamar Khususi. Setelah Muktamar Muhammadiyah di Banda Aceh tahun 1995, istilah
Muktamar Khususi tidak dipakai lagi dan diganti dengan Musyawarah Nasional Majlis
Tarjih (Ka’bah : 95-106).
Majlis ini bertugas sesuai dengan Keputusan Pimpinan Muhammadiyah No. 74/
SK/I.A/8.c/1993 tentang Qaidah Majlis Tarjih Muhammadiyah yang merupakan
penyempurnaan dari Qaidah yang dikeluarkan pada tahun 1961 dan 1971, adalah:
Mempergiat pengkajian dan penelitian ajaran Islam dalam rangka pelaksanaan tajdid
dan antisipasi perkembangan masyarakat.
9 Maqasid al syari’ah adalah tujuan pensyari’atan hukum Islam. Menurut Imam Syathibi,
Allah menurunkan syariat (aturan hukum) tiada lain selain mengambil kemaslahatan dan
menghindari kemudharatan (jalbul mashalih wa dar’ul mafasid). Dengan bahasa yang lebih
mudah, aturan-aturan hukum yang Allah tetapkan hanyalah untuk kemaslahatan manusia
itu sendiri. Syathibi kemudian membagi maslahat ini kepada tiga bagian penting yaitu
dharuriyyat (primer), hajiyyat (skunder) dan tahsinat (tersier, lux) (Syatibi, t.th Juz II: 7-9).
10 Illat adalah tambatan hukum yang menjadi landasan terhadat penetapan hukum
(Al Amidi, V.3, hal:223). Illat dirumuskan sebagai suatu shifat tertentu yang jelas, dapat
diketahui secara objektif, mempunyai tolak ukur dan sesuai dengan ketentuan hukum, ia
kemudian menjadi penentu adanya hukum. Menurut Wahbah Zuhaili: Illat adalah sesuatu
sifat yang zhahir (jelas) dan ada tolak ukurnya yang memberithukan tentang ada atau
tidaknya hukum yang ditetapkan bedasarkan sifat tersebut. (Wahbah, 1969: 415).
11 Hikmah adalah sesuatu yang menjadi pendorong (motif) ditetapkannya hukum dan
merupakan tujuan akhir yaitu mashlahah yang menjadi maksud Allah. (Wahbah: 415).
22 Komisi Fatwa adalah salah satu dari 10 komisi yang dibentuk MUI. Adapun komisi-
komisi lain yang ada dalam Organisasi MUI, adalah: Komisi Ukhuwah Islamiyah, Komisi
Dakwah, Komisi Pendidikan dan Kebudayaan, Komisi Ekonomi/Keuangan, Komisi Pembinaan
Organisasi/ Kelembagaan Umat, Komisi Pengkajian/Pengembangan, Komisi Luar Negeri,
Komisi Kerukunan Antar Umat Beragama dan Komisi Wanita, Remaja dan Keluarga.
23 Al Ijtihad al bayani merupakan usaha untuk menjelaskan teks dari Al Qur’an dan
Sunnah atau dalil-dalai yang digunakan dalam merumuskan hukum tertentu karena teks
atau dalil tertentu mempunyai pengertian mustarak (ganda), mutasyabbih (mirip, tetapi
tidak sama) atau ta’arudh (kontradiktif).
24 Ijtihad dengan menggunakan metode mencari illah dari hukum yang baru yang
tidak jelaskan oleh nash lalu menyamakan dengan hukum yang telah ditetapkan dengan
nash qat’i karena adanya kesesuaian dari sisi ‘illat tambatan hukum).
Diskursus RIBA DALAM 123
TRANSAKSI PERBANKAN SYARIAH
masalah yang sudah dijelaskan secara jelas dan rinci dalam Al
Qur’an atau Sunnah maka hukumnya akan dijelaskan secara
apa adanya. Dalam memahami Al Qur’an dan Sunnah, MUI juga
tetap menjadikan pendapat-pendapat Imam Mazhab –bukan
hanya Imam Mazhab Empat- sebagai rujukan untuk mendalami
dan menelaah lebih dalam mengenai masalah serupa sehingga
semakin dekat dengan kehendak dari kedua sumber tersebut.
Ketika didapati adanya perbedaan dikalangan ulama-ulama
mazhab, maka akan ditempuh untuk mengabungkan pendapat-
pendapat yang ada selama ada benang merah yang bisa
menghubungkannya, manakala apabila pendapat-pendapat itu
tidak bisa digabungkan, maka MUI akan men-tarjih pendapat
terkuat dari pendapat-pendapat yang ada dengan menggunakan
kaidah-kaidah yang disepakati dikalangan ulama ushul.
25 Bank Negara adalah Bank Sentral dalam hal ini adalah Bank Indonesia.
Dan:
E. Kesimpulan
P
erkembangan lembaga keuangan non-bunga dengan
berbagai instrument yang ada di satu pihak menimbulkan
optimisme akan perubahan sikap masyarakat terhadap
riba. Tetapi dipihak yang lain masih dirasakan adanya sikap
penolakan bunga disamakan dengan riba. Hal ini bisa disebabkan
karena beberapa faktor.
R
ibahkah bank Syariah atau Syari’ahkah bank syari’ah?
satu pertanyaan yang sering ditanyakan oleh sebahagian
masyarakat yang masih ragu terhadap kesyariahan
bank syariah. Pertanyaan ini sering muncul dalam diskusi-
diskusi perbankan syari’ah. Penulis juga pernah mengadakan
survey dibeberapa perbankan syari’ah di Aceh. Penulis pernah
bertanya pada salah seorang customer service (CS) di salah
satu perbankan syari’ah di Aceh, apakah yang membedakan
antara bank syari’ah dengan bank konvensional? CS terebut
dengan tenang menjawab, tidak ada perbedaan sama sekali
kecuali hanya dari sisi namanya saja. Ya...seperti kredit menjadi
pembiayaan (isinya sama), bunga diganti dengan margin
(keuntungan), karyawan yang tidak berjilbab dipakaikan jilbab,
sapaan “selamat pagi/siang” diganti dengan “salam”.
D
inamika kehidupan yang berbeda dalam masyarakat
menimbulkan perbedaan ideologi, budaya dan ketaatan
masyarakatnya terhadap hukum agama. Kondisi ini
menuntut sikap bijak dalam mewujudkan kepentingan tanpa
harus bergesekan atau berbenturan dengan aturan, peraturan,
norma masyarakat apalagi hukum syariat.
Artinya:
“Mengapa tidak engkau maafkan sebelum engkau
melaporkannya kepadaku?” (H.R. Ahmad, Abu Daud,
dan Baihaqi)
Hadis ini dikomentari oleh Imam Ibnu Taimiyyah dalam
kitabnya Majmu’ Fatawa, bahwa orang yang bekerja dengan
cara halal, atau menyewakan kendaraan, menjual properti,
atau lainnya lalu ia mendapatkan upah, maka upah itu halal
dan tidak haram. Namun, bila ia mengetahui bahwa pembeli
atau penyewa mendapatkannya dengan cara merampas, atau
D
i dalam kehidupan sehari-hari ini, kebanyakan manusia
tidak terlepas dari yang namanya hutang piutang. Sebab
di antara mereka ada yang membutuhkan dan ada
pula yang dibutuhkan. Ada yang dilapangkan rezekinya hingga
berlimpah ruah dan ada pula yang dipersempit rezekinya.
Ada orang yang tidak dapat mencukupi kebutuhan pokoknya
sehingga terpaksa untuk berhutang atau mencari pinjaman dari
orang-orang yang dipandang mampu dan mau memberinya
pinjaman.