Anda di halaman 1dari 9

PAPER TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK DAN HAYATI

PENGEMBANGAN EKTOMIKORIZA SEBAGAI PUPUK HAYATI ALTERNATIF

Oleh:

Arthanur Rifqi Hidayat 196040300111009

PROGRAM STUDI PENGELOLAAN TANAH DAN AIR

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2019
Pendahuluan

Bagi petani di manapun, pupuk merupakan kebutuhan yang sangat vital.


Pupuk menjadi salah satu faktor dalam meningkatkan produktivitas lahan. Kehilangan
akses dalam mendapatkan pupuk akan sangat berdampak negatif bagi para petani,
mengingat k etergantungan dunia pertanian terhadap pupuk sangat besar dari tahun
ke tahun. PT Pupuk Indonesia, sebagai perusahaan milik negara yang memproduksi
pupuk (kimia ataupun non kimia) mencatat, tonase produksi pupuk urea maupun non
urea di perusahaan tersebut tidak pernah berada di bawah sepuluh juta ton dalam
kurun waktu 2014 - 2018 (PT Pupuk Indonesia, 2018).
Tabel 1. Tonase Produksi Pupuk PT. Indonesia 2014 - 2018
2014 2015 2016 2017 2018
Ton Ton Ton Ton Ton
Urea 6.742.366 6.916.564 6.462.938 6.833.063 7.444.700

Non Urea 3.941.459 3.985.365 3.995.679 4.579.907 4.216.357

Total Pupuk 10.683.825 10.901.928 10.458.617 11.417.970 11.661.057


Sumber: Laporan Tahunan PT Pupuk Indonesia, 2018

Produksi pupuk yang besar menggambarkan kebutuhan pupuk di Indonesia


sangat tinggi. Pada Laporan Tahunan PT Pupuk Indonesia tahun 2018, lebih dari
50% produksi pupuk yang dihasilkan tiap tahunnya adalah pupuk kimia urea (Tabel 1).
Produksi urea yang besar tidak terlepas dari banyaknya petani yang masih
beranggapan bahwa pupuk urea adalah solusi paling praktis dalam meningkatkan
pertumbuhan tanaman. Konsumsi urea tiap tahunnya di bidang pertanian sangat
tinggi, bila dibandingkan dengan pupuk kimia lainnya maupun organik (Tabel 2).
Tabel 2. Konsumsi Pupuk di Bidang Pertanian pada Pasar Domestik Indonesia
2014 – 2019
2014 2015 2016 2017 2018 2019*
Ton/year Ton/ year Ton/ year Ton/ year Ton/ year Ton/ year
Urea 4.001.225 3.795.596 4.007.463 4.106.887 4.100.520 1.984.334

Fosfat/SP-36 796.006 825.142 859.766 851.744 853.511 474.611

ZA/AS 972.410 978.585 1.001.443 961.304 997.327 481.495

NPK 2.672.052 2.705.807 2.933.716 2.597.586 2.802.246 1.662.277

Organik 753.740 794.409 669.643 688.134 730.184 371.646


Sumber: Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia 2019. *= konsumsi hingga Juni 2019
Tingginya konsumsi pupuk kimia tiap tahunnya, menimbulkan masalah serius
pada kondisi di sekitarnya. Penggunaan pupuk kimia di kalangan petani yang
cenderung berlebihan menyebabkan kerusakan pada tanah dan lingkungan. Residu –
residu unsur kimia seperti N, P, dan K terakumulasi di lahan pertanian dan air tanah,
menimbulkan pencemaran lingkungan dan perubahan struktur tanah (Salikin 2003
dalam Triyono et al 2013).
Penggunaan pupuk kimia di bidang pertanian sudah mendarah daging bagi
para pelaku usaha pertanian. Namun, bila permasalahan kerusakan lingkungan dan
tanah akibat over usage chemical fertilization tidak segera ditindaklanjuti, maka
sektor pertanian pun juga akan terkena dampak negatif ini dalam jangka panjang.
Salah satu solusi alternatif yang berkembang dalam beberapa tahun terakhir
ini adalah pupuk hayati. Pupuk hayati dikembangkan dari strain mikroorganisme
hidup atau dorman pada media tertentu, di mana mikroorganisme tersebut memiliki
peran dan fungsi dalam siklus hara alami / pembentukan material organik bagi
produktivitas tanah. Penggunaan pupuk hayati membantu meningkatkan sumber
nutrisi tanaman selain dari pupuk kimia, namun tetap mendukung kesuburan tanah
(Saraswati et al 2015).
Telah banyak strain mikroorganisme yang dikembangkan untuk menjadi
pupuk hayati. Rhizobium sebagai bakteri pengikat unsur nitrogen, mikroba pelarut P,
bakteri pelarut K, mikroorganisme dekomposer, endomikoriza, dan ektomikoriza. Di
antara strain – strain tersebut, ektomikoriza merupakan salah satu strain
mikroorganisme yang belum begitu banyak dilirik oleh peneliti untuk dikembangkan.
Tulisan ini akan mencoba memaparkan ektomikoriza dan potensi pengembangannya
sebagai pupuk hayati.

Ektomikoriza Secara Umum

Mikoriza umumnya dibedakan menjadi 3 kelompok, endomikoriza (sebagian


hidup di dalam jaringan tanaman), ektomikoriza (hidup di luar jaringan tanaman), dan
ektendomikoriza (dapat hidup di dalam atau luar jaringan tanaman) (Harley dan Smith
1983 dalam Subowo 2014). Ektomikoriza membentuk hubungan simbiosis dengan
sekitar 20 famili tanaman kayu (Diagne et al 2013). Jenis ektomikoriza yang banyak
ditemukan di tanaman di antaranya (Nursanti 2017): Thelopora amaliana, Laccaria
laccata, Lactarius sanguifluus, Cenococum ssp, Piloderma bicolor, Hysterangium
separabile. Contoh beberapa jenis perakaran yang terinfeksi Ektomikoriza
ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Contoh beberapa jenis perakaran yang terinfeksi Ektomikoriza

Sumber: Alamsyah dan Husin 2010

Sebagai bagian dari kelompok mikoriza, ektomikoriza juga menjalin suatu


simbiosis mutualisme dengan jaringan perakaran tanaman. Ektomikoriza menerima
hasil fotosintat dari tanaman. Sebagai timbal baliknya, ektomikoriza membantu
penyerapan unsur hara yang dibutuhkan tanaman melalui hifa yang tumbuh di
perakaran (Mahdi et al 2010). Penyerapan unsur hara yang dibantu oleh ektomikoriza
umumnya adalah Fosfor dan Nitrogen (Diagne et al 2013). Ektomikoriza juga
berperan dalam dekomposisi bahan organik dalam tanah (Dighton 2003).
Suatu perakaran ektomikoriza tidak memiliki rambut akar dan tertutup oleh
selapis atau selubung hifa jamur (selubung pseudoparenkimatis) yang hampir tampak
mirip dengan jaringan inang. Dari selubung ini, hifa memasuki korteks dan hanya
tinggal di lapisan sel - sel korteks luar untuk membentuk jaring - jaring yang disebut
jala Hartig. Seluruh nutrisi diserap oleh mantel jamur dan ditransportasikan ke akar
melalui jala Hartig ( Rao 2010).
Ektomikoriza umumnya menjalin simbiosis dengan jenis – jenis tanaman
tingkat tinggi di ekosistem hutan, seperti meranti dan pinus. (Alamsyah dan Husin
2010). Alamsyah dan Husin (2010) menemukan beberapa jenis ektomikoriza yang
berasosiasi dengan tanaman Meranti (Shorea sp) di Jawa Barat (Tabel 3).
Tabel 3. Jenis Ektomikoriza yang ditemukan pada Meranti (Shorea sp)

Sumber: Alamsyah dan Husin 2010

Rao (2010) juga mengemukakan, perakaran bermikoriza tidak memiliki rambut akar.
Selubung jamur bersama dengan hifa yang meluas ke tanah menyerap nutrisi. Jala Hartig
bertindak sebagai jaringan penghubung antara selubung jamur dan sel - sel inang. Kebiasaan
membentuk ektomikoriza meningkatkan luas daerah permukaan sistem perakaran dan
memberikan penyerapan nutrisi secara lebih baik yaitu penyerapan nitrogen, fosfor, dan
kalium dari tanah sekitarnya.

Aplikasi dan Perbanyakan Ektomikoriza pada Tanaman

Aplikasi ektomikoriza pada dasarnya sama dengan aplikasi endomikoriza


pada tanaman. Kultur ektomikoriza diinokulasikan pada perakaran tanaman inang
yang selanjutnya akan ikut berkembang bersamaan dengan tanaman inang itu sendiri.
Isolat ektomikoriza dapat diaplikasikan secara individu atau digabungkan dengan
beberapa isolat ektomikoriza yang lain. Penggabungan beberapa isolat ektomikoriza
dapat meningkatkan biomassa tanaman serta serapan unsur N dan P pada jaringan
tanaman (Diagne et al 2013).
Menurut Rao (2010), jamur pembentuk ektomikoriza dapat dipisahkan dengan mudah
dalam bentuk vegetatif meskipun sulit mengidentifikasi jamur semacam itu karena belum
terbentuknya tubuh reproduktif dalam media kulturnya. Walaupun demikian, tubuh buah dapat
diamati pada permukaan tanah di dekat pohon, yaitu tempat asal pengambilan untuk
memisahkan jamur tadi sehingga dengan mudah dapat dikulturkan.
Pengembangan Ektomikoriza sebagai Pupuk Hayati

Peran ektomikoriza sebagai salah satu mikroorganisme sebetulnya cukup


besar. Namun, mayoritas praktisi pertanian lebih memfokuskan minatnya kepada
endomikoriza. Ada banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut. Faktor – faktor
dijelaskan melalui Tabel 4.

Tabel 4. Analisa Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Tantangan (SWOT)


Pengembangan Ektomikoriza sebagai Pupuk Hayati

Kekuatan Kelemahan Peluang Tantangan (Threat)


(Strength) (Weakness) (Opportunities)
 Tubuh buah  Hanya dapat  Tubuh buah  Diversitasnya
spora dapat tumbuh dan spora dapat belum banyak
dilihat secara tersebar pada dengan mudah diteliti
kasat mata tanaman ditemukan di (Feskaharny dan
(Feskaharny dan kehutanan bawah tegakan Husin 2010).
Husin 2010). (Darwo dan pohon (Santoso
Sugiarti 2008; 2016).
Nursanti 2017).

Berdasarkan hasil Analisa SWOT pada Tabel 4, Ektomikoriza sebetulnya


mempunyai peluang yang cukup bagus untuk dikembangkan. Tubuh buah spora dari
ektomikoriza dapat dilihat secara kasat mata serta mudah ditemukan di bawah
tegakan pohon. Kemudahan dalam pengamatan dan pencarian tubuh buah spora,
akan memudahkan identifikasi sekaligus perbanyakan sporanya, dibandingkan jenis
endomikoriza. Pengamatan spora dari endomikoriza hanya dapat dilihat secara
mikroskopis, tidak dapat dilihat secara kasat mata. Namun, karakternya yang hanya
dapat tumbuh pada tanaman hutan membuat ektomikoriza kurang cocok
dikembangkan pada jenis tanaman pangan. Hal ini menyebabkan penelitian
mengenai ektomikoriza tidak begitu banyak di bidang pertanian, dibandingkan
dengan penelitian tentang endomikoriza.
Simpulan

Ektomikoriza memiliki hubungan simbiosis mutualisme secara spesifik dengan


tanaman – tanaman kehutanan, seperti Pinus dan Meranti. Tubuh buah dari spora
ektomikoriza dapat dilihat secara kasat mata dan mudah ditemukan di bawah
tegakan pohon. Kemudahan dalam pengamatan dan pencarian, akan membuat para
peneliti lebih leluasa untuk terus melakukan penelitian lebih lanjut. Mengingat sifatnya
yang spesifik pada tanaman hutan, pengembangan ektomikoriza sebagai pupuk
hayati lebih baik diarahkan secara khusus untuk pembibitan tanaman – tanaman
yang dapat difungsikan sebagai tanaman penghijauan. Selain itu, perlu dilakukan
penelitian diversitas ektomikoriza tiap kurun waktu tertentu, untuk lebih memperkaya
pengetahuan tentang diversitas dan kelimpahan ektomikoriza di alam.
Referensi

Alamsjah, Feskaharny dan Husin Eti Farda. 2010. Keanekaragaman Fungi


Ektomikoriza di Rizosfer Tanaman Meranti (Shorea sp.) di Sumatera Barat.
Biospectrum, Vol. 6 No. 3, Oktober 2010. ISSN 1858-4276. Hal 155 – 160.

Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia. 2019. Statistic APPI: Supply and Demand
2014 – 2019. http://www.appi.or.id/download.php?kat=statistic&fileid=203.
Diakses pada 27 September 2019.

Darwo dan Sugiarti. 2008. Beberapa Jenis Cendawan Ektomikoriza di Kawasan


Hutan Sipirok, Tongkoh, dan Aek Nauli, Sumatera Utara. Jurnal Penelitian
Hutan dan Konservasi Alam. Vol. V, No. 2: 157 – 173.

Diagne, N., Thioulouse, J., Sanguin, H., Prin, Y., Krasova-Wade, T., Sylla, S., Galiana,
A., Baudoin, A., Neyra, M., Svistoonoff, S., Lebrun, M., Duponnois, R. 2013.
Ectomycorrhizal diversity enhances growth and nitrogen fixation of Acacia
mangium seedlings. Soil Biology and Biochemistry, 57, 468 – 476.
https://doi.org/10.1016/j.soilbio.2012.08.030.

Dighton, John. 2003. Fungi in Ecosystem Process. Marcel Dekker Inc. New York.

Mahdi, S. S. Hassan, G. I. Samoon, S. A. Rather, H. A. Dar, Showkat A. Zehra, B.


2010. Bio-Fertillizers in Organic Agriculture. Journal of Phytology 2 (10): 42 –
54. www.journal-phytology.com. ISSN: 20175-6240.

Nursanti, Ida. 2017. Teknologi Produksi dan Aplikasi Mikroba Pelarut Hara sebagai
Pupuk Hayati. Jurnal Media Pertanian Vol. 2, No. 1 Tahun 2017, Hal 24 – 36.
ISSN 2503-1279.

Pupuk Indonesia. 2018. Laporan Tahunan (Annual Report) PT Pupuk Indonesia


(Persero).

Rao, N.S. Subba. 2010. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. UI


Press:Jakarta. 353 hlm.

Santoso, Erdy. 2016. Pengembangan Teknik Budidaya dan Peningkatan Kualitas


Gaharu Berbasis Mikoriza dan Fusarium. Orasi Pengukuhan Profesor Riset
Bidang Mikrobiologi Hutan. 6 September 2016. Badan Penelitian,
Pengembangan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Bogor

Saraswati, Ratri. Hastuti R. D. Salma, S. 2015. “Potensi Pupuk Hayati pada Pertanian
Organik”. Dalam Rahman et al (Ed), Sistem Pertanian Organik Mendukung
Produktivitas Lahan Berkelanjutan. Jakarta:IAARD Press. 2015. ISBN :978-
602-344-068-9.

Subowo, G. 2014. Pemberdayaan Organisme Tanah untuk Pertanian Ramah


Lingkungan. Bogor:IAARD Press.
Triyono, Ari. Purwanto. Budiyono. 2013. Efisiensi Penggunaan Pupuk -N untuk
Pengurangan Kehilangan Nitrat pada Lahan Pertanian. Prosiding Seminar
Nasional Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan 2013. Hal 526 -
531. ISBN 978-602-17001-1-2.

Anda mungkin juga menyukai