Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) adalah jumlah kematian ibu selama masa
kehamilan, persalinan dan nifas yang disebabkan oleh kehamilan,
persalinan, dan nifas atau pengelolaannya tetapi bukan karena sebab-sebab
lain seperti kecelakaan atau terjatuh di setiap 100.000 kelahiran hidup.
Keberhasilan upaya kesehatan ibu, di antaranya dapat dilihat dari indikator
AKI. Indikator ini tidak hanya mampu menilai program kesehatan ibu,
tetapi juga mampu menilai derajat kesehatan masyarakat, karena
sensitifitasnya terhadap perbaikan pelayanan kesehatan, baik dari sisi
aksesibilitas maupun kualitas (Kemenkes RI 2022).
Mengingat jumlah kematian ibu yang dihimpun dari pencatatan
program kesehatan keluarga di Kementerian Kesehatan meningkat setiap
tahun. Pada tahun 2021 menunjukkan 7.389 kematian di Indonesia. Jumlah
ini menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun 2020 sebesar 4.627
kematian. Oleh karena itu upaya untuk menjamin agar setiap ibu mampu
mengakses pelayanan kesehatan yang berkualitas yaitu pelayanan
kesehatanan ibu hamil, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih
difasilitas pelayanan kesehatan, perawatan pasca persalinan ibu dan bayi,
perawatan khusus dan rujukan jika terjadi komplikasi dan pelayanan
keluarga berencana termasuk KB pasca persalinan (Kemenkes RI 2022).
Jumlah kematian Ibu di DIY Tahun 2021 mencapai 131 kasus dengan
penyumbang terbanyak adalah Kabupaten Sleman (45 kasus), terbanyak
disebabkan oleh perdarahan, hipertensi dalam kehamilan, dan gangguan
sistem peredaran darah (Dinkes Yogyakarta 2021). Tahun 2021 AKI Kota
Yogyakarta sebesar 580,34 dari sebanyak 2757 kelahiran hidup. Dengan
jumlah absolut 16 kasus kematian ibu. Pandemi Covid 19 merupakan faktor
yang menyebabkan peningkatan kasus kematian ibu. 11 kasus kematian ibu
disebabkan karena covid 19 dan terjadi pada saat puncak gelombang 2
pandemi covid 19 yaitu bulan Juni – September 2021(Dinkes Yogyakarta
2021).
Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Anak Balita
(AKABA) di Kota Yogyakarta pada periode 2015 – 2020 menunjukkan tren
fluktuatif naik. Tahun 2021 Angka Kematian Bayi sebesar 10.88 lebih
rendah dibandingkan AKB Tahun 2020. Pada 3 (tiga) tahun terakhir AKB
Kota Yogyakarta belum mencapai target. Penyebab kematian bayi karena
asfiksia pada Tahun 2021 menurun yaitu 7 kasus, dan sedangkan penyebab
kematian karena BBLR meningkat. Di tingkat nasional 46,2% kematian
bayi disebabkan oleh masalah neonatal yaitu asfiksia dan BBLR. Di Kota
Yogyakarta BBLR masih merupakan penyebab kematian neonatal yang
paling tinggi.
Menurut definisi WHO Expert Committe on Maternity Care yang
diubah sedikit oleh WHO Ekpert Committe on the Midwife in Maternity
Care, tujuan pelayanan kebidanan ialah “menjamin agar setiap wanita hamil
dan wanita yang menyusui bayinya dapat memelihara kesehatannya
sesempurna sempurnanya dan agar wanita hamil melahirkan bayi sehat
tanpa gangguan apa pun kemudian dapat merawat banyinya dengan baik”
(Sarwono, 2018:3).
Pelayanan kesehatan ibu meliputi pelayanan antenatal, pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan dengan kompetensi kebidanan, pelayanan
terhadap ibu hamil risiko tinggi dirujuk, kunjungan neonatus dan kunjungan
bayi. Berikut sasaran program Ibu dan Anak yang dijalankan yaitu
Meningkatnya pelayanan antenatal terpadu berkualitas, Meningkatnya
persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat
pertama, Penanganan komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas di tingkat
pertama dalam mendukung rujukan ke tingkat lanjutan, Meningkatnya
Pelayanan KB berkualitas, terutama KB pasca persalinan. Meningkatnya
pelayanan kesehatan reproduksi terpadu yang responsif gender, Penguatan
manajemen program kesehatan ibu dan reproduksi (Kemenkes RI 2022).
Pelayanan kesehatan ibu hamil diwujudkan melalui pemberian
pelayanan antenatal care minimal dilakukan sekali kunjungan antenatal
hingga usia kehamilan 28 minggu, sekali kunjungan antenatal selama
kehamilan 28-36 minggu dan sebanyak dua kali kunjungan antenatal pada
usia kehamilan di atas 36 minggu (Prawirohardjo, 2018).
Penilaian terhadap pelaksanaan pelayanan kesehatan ibu hamil dapat
dilakukan dengan melihat cakupan K1, K4, dan K6. Cakupan K1 adalah
jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal pertama kali
oleh tenaga kesehatan, dibandingkan jumlah sasaran ibu hamil di satu
wilayah kerja pada kurun waktu satu tahun. Cakupan K4 adalah jumlah ibu
hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai dengan standar
paling sedikit empat kali sesuai jadwal yang dianjurkan di tiap trimester,
dibandingkan jumlah sasaran ibu hamil di satu wilayah kerja pada kurun
waktu satu tahun. Sedangkan, cakupan K6 adalah jumlah ibu hamil yang
telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai dengan standar paling sedikit
enam kali pemeriksaan serta minimal dua kali pemeriksaan dokter sesuai
jadwal yang dianjurkan pada tiap semester, dibandingkan jumlah sasaran
ibu hamil di satu wilayah kerja pada kurun waktu satu tahun. Indikator
tersebut memperlihatkan akses pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil dan
tingkat kepatuhan ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya ke tenaga
kesehatan.
Sejak tahun 2007 sampai dengan 2021 cakupan pelayanan kesehatan
ibu hamil K4 fluktuatif. Pada tahun 2021 angka K4 sebesar 88,8%, angka
ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan cakupan K4
dapat dipengaruhi adanya adaptasi baru pada situasi pandemi COVID-19 di
tahun 2021, karena pada satu tahun sebelumnya masih banyak pembatasan
hampir ke semua layanan rutin termasuk pelayanan kesehatan ibu, seperti
ibu hamil menjadi enggan ke puskesmas atau fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya karena takut tertular, adanya anjuran menunda pemeriksaan
kehamilan dan kelas ibu hamil, serta adanya ketidaksiapan layanan dari segi
tenaga dan sarana prasarana termasuk Alat Pelindung Diri (APD).
Pemeriksaan kehamilan secara berkala bertujuan untuk menjaga
kesehatan ibu dan janin, serta deteksi dini komplikasi pada kehamilan dan
persalinan, sehingga dapat dilakukan tata laksana yang efektif (Kemenkes
RI, 2014). Tahun 2021 Kunjungan ibu hamil K1 di Kota Yogyakarta sebesar
100 % (target Nasional sebesar 40%) dan kunjungan ibu hamil K4 96,4%
(Nasional 90%) (Dinkes Yogyakarta 2021).
Penyebab kematian neonatal dan post neonatal sesuai analisa data
disebabkan oleh penyebab langsung dan tidak langsung yang kesemuanya
membutuhkan intervensi efektif untuk meningkatkan kelangsungan hidup
dan kesehatan neonatal yang meliputi pelayanan kesehatan reproduksi,
maternal dan neonatal. Penyebab lain adalah tenaga kesehatan yang belum
kompoten dalam penanganan kasus kegawatdaruratan pada neonatal, akses
pelayanan yang sulit untuk penanganan neonatal dengan kasus BBLR,
sarana dan prasaran penunjang yang belum lengkap di fasilitas rujukan baik
puskesmas maupun RSUD kab./kota (Dinkes Yogyakarta 2021).
Standar pelayanan persalinan di Kota Yogyakarta menyebutkan
bahwa persalinan harus dilakukan di fasilitas kesehatan dan dilakukan oleh
tenaga kesehatan. Pelayanan ini termasuk pelayanan kesehatan bagi ibu
nifas yang mencakup pelayanan kepada ibu pada masa 6 jam sampai dengan
42 hari pasca bersalin sesuai dengan standar paling sedikit 3 kali (6 jam
sampai dengan hari ke-3; hari ke-4 sampai dengan hari ke-28; dan hari ke-
29 sampai dengan hari ke-42 setelah bersalin) (Kemenkes RI 2022).
Cakupan persalinan di fasilitas kesehatan di Kota Yogyakarta tercapai
100 % pada periode dari tahun 2017 s/d tahun 2021. Dan cakupan dari
pelayanan ibu nifas sebesar 95.33 %. Kesadaran dan pemahaman tentang
kesehatan menjadi pendorong ibu hamil tidak melalukan persalinan di
rumah dan kedisplinan ibu nifas untuk berkunjung sesuai jadual yang telah
ditetapkan terutama pada kunjungan ke-3 (29-42 hari setelah bersalin)
Setelah melewati masa persalinan ibu akan mendapatkan pelayanan
kesehatan ibu nifas. Pelayanan kesehatan pada ibu nifas sesuai standar, yang
dilakukan sekurang-kurangnya tiga kali sesuai jadwal yang dianjurkan, yaitu
pada enam jam sampai dengan tiga hari pasca persalinan, pada hari ke
empat sampai dengan hari ke-28 pasca persalinan, dan pada hari ke-29
sampai dengan hari ke-42 pasca persalinan. Masa nifas dimulai dari enam
jam sampai dengan 42 hari pasca persalinan (Kemenkes RI 2022)
Cakupan kunjungan KF lengkap di Indonesia pada tahun 2021 sebesar
90,7%. Cakupan persalinan di fasilitas kesehatan di Kota Yogyakarta
tercapai 100 % pada periode dari tahun 2017 s/d tahun 2021. Dan cakupan
dari pelayanan ibu nifas sebesar 95.33 %. Kesadaran dan pemahaman
tentang kesehatan menjadi pendorong ibu hamil tidak melalukan persalinan
di rumah dan kedisplinan ibu nifas untuk berkunjung sesuai jadual yang
telah ditetapkan terutama pada kunjungan ke-3 (29-42 hari setelah bersalin
Masalah utama penyebab kematian pada bayi dan balita adalah pada
masa neonatus (bayi baru lahir umur 0-28 hari). Kunjungan neonatus
merupakan salah satu intervensi untuk menurunkan kematian bayi baru
lahir. Cakupan kunjungan neonatal pertama (KN1) merupakan indikator
yang menggambarkan upaya kesehatan yang dilakukan untuk mengurangi
risiko kematian pada periode neonatal yaitu 6-48 jam setelah lahir yang
meliputi kunjungan menggunakan pendekatan Manajemen Terpadu Balita
Muda (MTBM) termasuk konseling perawatan bayi baru lahir, ASI
Eksklusif, pemberian vitamin K1 injeksi, dan Hepatitis B0 injeksi bila
belum diberikan. Selain KN1, indikator yang menggambarkan pelayanan
kesehatan bagi neonatal adalah KN lengkap yang mengharuskan agar
setiap bayi baru lahir memperoleh pelayanan Kunjungan Neonatal
minimal tiga kali sesuai standar di satu wilayah kerja pada kurun waktu
satu tahun (Kemenkes RI 2022).
cakupan KN1 menurun dari tahun 2018 sampai 2020, namun
meningkat pada tahun 2021, yaitu 100,2%. Sementara itu, cakupan KN
lengkap menurun pada tahun 2018 dan 2019, namun kembali meningkat
pada tahun 2020 dan 2021. Cakupan KN lengkap tahun 2021 sebesar
96,3%. Angka ini sudah mencapai target Renstra tahun 2021, yaitu sebesar
88%. Sejumlah 24 provinsi (70,6%) telah memenuhi target tersebut.
Dari latar belakang tersebut penulis ingin melakukan Asuhan
berkesinambungan pada Ny.T G1P0A0 yang belum memiliki pengalaman
dalam persalinan dan membutuh kan Pendampingan selama proses
Kehamilan, persalinan, nifas, bbl dan kb. Maka penulis akan melakukan
asuhan kebidanan berkesinambungan pada NY “T ” di Praktik Mandiri Bidan
Tutik Purwani Kabupaten Sleman Tahun 2023, dengan tujuan meningkatkan
cakupan dan mencegah atau mengurangi AKI dan AKB yang ada di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis merusumkan
masalah yang akan di teliti “Bagaimanakah asuhan k ebidanan
berkesinambungan pada NY “T ” di Praktik Mandiri Bidan Tutik Purwani
Kabupaten Sleman Tahun 2023?
C. Tujuan
1. Tujuan umum
2. Mahasiswa dapat melakukan asuhan kebidanan berkesinambungan pada
Ny “T” dari kehamilan sampai dengan nifas, bayi baru lahir (neonatus)
dan KB di Praktek Mandiri Bidan Tutik Purwani Kecamatan Ngaglik
Kabupaten Sleman Tahun 2023.
3. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan asuhan kehamilan pada Ny.T sesuai
standar pelayanan kebidanan
b. Mahasiswa mampu melakukan asuhan persalinan pada Ny.T sesuai
standar pelayanan kebidanan
c. Mahasiswa mampu melakukan asuhan nifas pada Ny.T sesuai
standar pelayanan kebidanan
d. Mahasiswa mampu melakukan asuhan bayi baru lahir pada Ny.T
sesuai standar pelayanan kebidanan
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam asuhan kebidanan secara
berkesinambungan ini adalah :
1. Manfaat bagi klien khususnya Ny.T
Diharapkan klien mendapatkan asuhan kebidanan secara komprehensif
mulai dari kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir dan KB.
2. Manfaat Bagi Tenaga Kesehatan Khususnya Bidan
Diharapkan asuhan kebidanan ini dapat digunakan sebagai bahan
masukan dan saran untuk meningkatkan pelayanan asuhan kebidanan
secara berkualitas (continuity of care).
3. Manfaat Bagi Mahasiswa Universitas Jenderal Achmad Yani
Yogyakarta khususnya untuk peneliti selanjutnya
Diharapkan hasil Asuhan Kebidanan ini dapat digunakan sebagai
tambahan referensi bagi mahasiswa dalam meningkatkan proses
pembelajaran dan data dasar untuk asuhan kebidanan komprehensif
selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai