Anda di halaman 1dari 3

BUSINESS ETHICS

CASE STUDY 10

TOMS and One for One: Implementing CSR One Step at a Time

Dosen: Zuni Barokah, S.E., M.Comm., Ph.D., CA.

Anggota Kelompok 4

Annisa Fitriyani (22/509117/PEK/28935)

Marwin Keby (22/510744/PEK/29331)

Utaminingsih (22/510403/PEK/29257)

SEMBA 45-C

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS

UNIVERSITAS GADJAH MADA

JAKARTA
1. SUMMARY

Kasus ini mengeksplorasi model pemberian filantropis TOMS 'one-for-one', yang menyumbangkan
sepasang sepatu kepada seseorang yang membutuhkan untuk setiap pembelian yang dilakukan,
mendukung mereka yang membutuhkan di negara-negara berkembang. TOMS baru-baru ini
mendiversifikasi portofolio produknya menjadi pakaian, aksesori, dan kopi. Kasus ini mengevaluasi
potensi risiko dan manfaat dari strategi tanggung jawab sosial TOMS dan perannya dalam pengentasan
kemiskinan. Namun, kasus ini menimbulkan pertanyaan tentang keberlanjutan upaya altruistik TOMS
dan apakah itu benar-benar mewakili kasus ‘ethics-pay’ atau 'mode' bisnis jangka pendek dalam
pemberian perusahaan.

Pasar alas kaki mengalami pertumbuhan yang signifikan, dengan perkiraan nilai US $ 79.858 juta pada
tahun 2017. Merek California TOMS memanfaatkan tren ini dengan menawarkan sepatu kasual yang
dibuat dengan bahan vegan dan berkelanjutan seperti rami alami, katun organik, dan poliester daur
ulang. Filosofi unik TOMS ‘one-for-one' mendukung penyebab seperti kemiskinan, kelangkaan air,
kesehatan, dan kebersihan melalui pemberian berbasis transaksi. Didirikan pada tahun 2006 oleh Blake
Mycoskie, TOMS bertujuan untuk mengatasi masalah alas kaki yang dihadapi oleh anak-anak di
Argentina, yang menderita masalah kebersihan dan kesehatan yang buruk karena kurangnya sepatu.
Merek ini telah berkembang dari badan amal berbasis sepatu menjadi merek global milik pribadi senilai
US $ 625 juta dengan 550 karyawan. Harga eceran TOMS adalah sekitar US $ 55, dengan sebagian besar
pendapatan berasal dari e-commerce konsumen langsung dan saluran grosir. Merek ini juga berkembang
menjadi toko batu bata dan mortir mandiri untuk memberikan nuansa komunitas untuk berbelanja.

TOMS telah memberikan lebih dari 75 juta pasang sepatu kepada anak-anak yang membutuhkan di 70
negara sejak 2016. Perusahaan ini bekerja dengan organisasi masyarakat sipil seperti Africare dan Save
the Children untuk mengidentifikasi area yang membutuhkan dan melakukan pemesanan khusus. TOMS
menanggung biaya sepatu, transportasi, dan distribusi, dengan sepasang mencapai penerima sekitar
enam bulan setelah pembelian. Perusahaan juga telah meluncurkan TOMS Eyewear, TOMS Bags, dan
TOMS Roasting Co. Coffee. Sebagai perusahaan sosial, TOMS menginvestasikan kembali keuntungan
dalam kebutuhan lingkungan dan sosial di negara-negara berkembang, dengan fokus pada keterlibatan
merek dan kampanye tahunan 'without shoes’.

TOMS, sebuah perusahaan pembuat sepatu, telah menghadapi kritik karena praktik sosial dan
ekonominya. Awalnya, perusahaan mengambil bahan bakunya secara lokal di Argentina, tetapi seiring
skalanya, manufaktur pindah ke China, menyebabkan kekhawatiran tentang nilai-nilai sebenarnya dari
merek tersebut. Sebagai tanggapan, TOMS berkomitmen untuk memproduksi sepertiga dari 'Giving
Shoes' di wilayah setempat untuk mendorong masa depan yang berkelanjutan. Para kritikus berpendapat
bahwa TOMS mendorong penerima manfaat untuk menjadi tergantung pada hadiah, melanggengkan
stereotip negara-negara berkembang sebagai miskin dan membutuhkan. Selain itu, pendapatan
perusahaan didasarkan pada jajaran alpargata intinya, menimbulkan pertanyaan tentang kelangsungan
hidup dan keberlanjutan jangka panjangnya. Filosofi 'one-for-one' perusahaan menimbulkan pertanyaan
tentang ketidaksetaraan dalam filantropi kontemporer.

2. IDENTIFIKASI DILEMA ETIKA


a. TOMS sebagai perusahaan telah menyumbangkan lebih dari 75 juta pasang sepatu kepada
anak-anak yang membutuhkan sejak didirikan pada tahun 2006. Ini memiliki dampak positif pada
kehidupan banyak anak, memberi mereka alas kaki penting yang seharusnya tidak dapat mereka
akses. Dilema etika dimana TOMS sebagai perusahaan tidak dapat terus menyumbangkan sepatu
secara gratis selamanya, perusahaan perlu meningkatkan pendapatan untuk keberlangsungan
bisnisnya. Hal ini dapat menyebabkan konflik antara misi sosial perusahaan dan kebutuhannya
untuk menjadi menguntungkan
b. Dilema etika lainnya adalah dengan adanya pendapat dari para kritikus yang merespon model
"one-for-one" menciptakan budaya ketergantungan, karena mengajarkan orang untuk
mengandalkan hadiah dari pada bekerja untuk memecahkan masalah mereka sendiri. Dan hal ini
akan melanggengkan penilaian stakeholder di negara berkembang sebagai orang miskin dan
yang membutuhkan.
c. Dilema etika juga terjadi ketika TOMS memindahkan lokasi manufaktur termasuk bahan mentah
sepatu dari Argentina ke China, dimana maksud dan tujuan perusahaan adalah dengan
meningkatnya skala bisnis maka diperlukan untuk mencari biaya prooduksi yang lebih murah,
namun hal ini berpengaruh pada the brand's true values perusahaan.
d. Terdapat dilema mengenai TOMS terkait upayanya dalam membantu mengentaskan kemiskinan,
apakah benar-benar mengedepankan alasan sosial

Anda mungkin juga menyukai