Anda di halaman 1dari 5

Alex Eri Heryanto

2153026
CSA 20
Tugas Latihan Perpajakan KUP

Soal Latihan :
1. Tuan Andi pada akhir tahun 2021 memperoleh surat permintaan bukti permulaan dari KPP
Pratama Jogja. Tuan Andi melalui pernyataan tertulis menyatkan perbuatan ketidakbenaran
yang dia lakukan, sehingga menyebabkan kurang bayar sebesar
Jawab: Maka kurang bayar pajaknya sebesar jumlah pajak yang sebenarnya terutang
beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% dari jumlah pajak yang kurang
dibayar, sebagaimana tercantum dalam Pasal 8 ayat (3a) Susunan Dalam Satu Naskah
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan
Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021 yang berbunyi:
(3a) Pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disertai
pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi
administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah pajak yang kurang
dibayar.
Pasal 7 ayat (2) PP Nomor 74 Tahun 2011 stdd PP Nomor 9 Tahun 2021, pernyataan tertulis
dalam rangka pengungkapan atas kemauan sendiri harus ditandatangani oleh Wajib Pajak dan
dilampiri dengan:
Perhitungan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang.
Surat Setoran Pajak sebagai bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang sebenarnya
terutang.
Surat Setoran Pajak sebagai pembayaran sanksi administrasi berupa denda sebesar 100%.

2. Tuan A menyampaikan SPT Tahunan PPh OP Tahun Pajak 2020 pada tanggal 20 Agustus 2021.
Jumlah kurang bayar sebesar Rp8.000.000 dilunasi Tuan A pada tanggal 19 Agustus 2021. Jika
diketahui bunga pada bulan:
April 0,85%
Mei 0,87%
Juni 0,85%
Juli 0,88%
Agustus 0,86%
Tentukan Sanksi yang harus dipungut dan jumlah yang harus dibayarkan oleh Tuan A
Jawab : Berdasarkan pada Pasal 9 ayat (2b) UU KUP, terhadap wajib pajak yang melakukan
pembayaran atau penyetoran pajak setelah jatuh tempo SPT Tahunan akan dikenakan sanksi
administrasi berupa bunga.
Sanksi yang harus dipungut berdasarkan Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 9 ayat (2b) Susunan
Dalam Satu Naskah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 Tentang
Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah
Terakhir Dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021 yang berbunyi:
Pasal 7
Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) atau batas waktu perpanjangan penyampaian Surat
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), dikenai sanksi
administrasi berupa denda sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah)
untuk Surat Pemberitahuan Masa lainnya, dan sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta
rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan serta
sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi. ***)
Pasal 9
(2b) Atas pembayaran atau penyetoran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang
dilakukan setelah tanggal jatuh tempo penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan,
dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan
oleh Menteri Keuangan yang dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian
Surat Pemberitahuan Tahunan sampai dengan tanggal pembayaran, dan dikenakan
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu)
bulan. *****)

Sebesar Rp. 100.000,- + (Rp. 8.000.000,- × 0,85%) + (Rp. 8.000.000,- × 0,87%) + (Rp.
8.000.000,- × 0,85%) + (Rp. 8.000.000,- × 0,88%) + (Rp. 8.000.000,- × 0,86%) = Rp. 444.800,-

Maka jumlah yang harus dibayarkan oleh Tn. A sebesar:


Rp. 8.000.000,- + Rp. 444.800,- = Rp. 8.444.800,-
Jadi, sanksi administrasi berupa bunga yang dikenakan kepada Tuan A ialah senilai Rp444.800
dan yg harus dibayarkan Tuan A adalah Rp 8.444.800

3. Pada tahun 2021, PT X tidak mendapatakan SKP apapun atas SPT yang ia laporkan tahun
2018. Apakah SPT Tahun 2018 yang dilaporkan oleh PT X apat dinyatakan pasti? Apabila 2021,
PT X tidak mendapatakan SKP apapun atas SPT yang ia laporkan tahun 2018. Apakah SPT Tahun
2015 yang dilaporkan oleh PT X apat dinyatakan pasti? Jelaskan alasan masing-masing
Jawab : Belum tentu , namun SKP akan diterbitkan setelah DJP menemukan ketidakbenaran
dalam pengisian Surat Pemberitahuan atau karena ditemukannya data fiskal yang tidak
dilaporkan oleh PT. X. Dan PT. X pun diwajibkan untuk membayar pajak yang terutang dengan
tidak menggantungkan pada adanya SKP. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 12 ayat (1) dan
(3) Susunan Dalam Satu Naskah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983
Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah
Terakhir Dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021 yang berbunyi:
(1) Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak.
***)

(3) Apabila Direktur Jenderal Pajak mendapatkan bukti jumlah pajak yang terutang menurut Surat
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak benar, Direktur Jenderal Pajak menetapkan
jumlah pajak yang terutang. ***)

4. Apabila Tuan Ali melaporkan SPT Tahunan Pajaknya pada tanggal 27 April, tentukan besarnya
sanksi denda yang harus di bayarkan Tuan Ali
Jawab : Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, WP OP adalah 3 bulan setelah berakhir tahun atau
31 Maret.
Maka Tuan Ali akan dikenakan denda karena telat 1 bulan
Adapun sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU KUP, penyampaian SPT yang terlambat
akan dikenai sanksi administrasi berupa denda. Untuk SPT Tahunan PPh orang pribadi, denda
dipatok senilai Rp100.000. Untuk SPT Tahunan PPh badan dipatok Rp1 juta
Jadi, sanksi denda Tuan Ali yang harus dibayar adalah sebesar Rp 100.000

5. Apabila PT. Bima melaporkan SPT Tahunan pajaknya pada tanggal 30 April, tentukan
besarnya sanksi denda yang akan harus di bayar oleh PT. Bima
Jawab : Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pph OP adalah 3 bulan setelah berakhir tahun
atau 31 Maret. Sedangkan untuk Pph Badan adalah 4 bulan setelah tahun berakhir yaitu 30
April.
Dan PT.Bima melaporkan SPT Tahunan pajaknya masih dalam jangka waktu yang ditetapkan
UU, yaitu sesuai Pasal 3 ayat (3) Susunan Dalam Satu Naskah Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan
Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 7 Tahun 2021 yang berbunyi:
(3) Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan adalah: ***)
untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa
Pajak;
untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi,paling
lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak; atau
untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan, paling lama 4
(empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak.

Maka PT.Bima bebas dari sanksi denda/tidak dikenakan sanksi apapun, karena tepat waktu.

6. Apabila PT. Bima melaporkan SPT Tahunan pajaknya pada tanggal 30 Mei, tentukan besarnya
sanksi denda yang akan harus di bayar oleh PT. Bima
Jawab : Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pph OP adalah 3 bulan setelah berakhir tahun atau
31 Maret. Sedangkan untuk Pph Badan adalah 4 bulan setelah tahun berakhir yaitu 30 April.
Maka PT. Bima akan dikenakan denda dikarena telat 1 bulan.
Adapun sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU KUP, penyampaian SPT yang terlambat
akan dikenai sanksi administrasi berupa denda. Untuk SPT Tahunan PPh orang pribadi, denda
dipatok senilai Rp100.000. Untuk SPT Tahunan PPh badan dipatok Rp1 juta
Jadi, PT. BIMA akan dikenakan sanksi denda sebesar Rp 1.000.000,-

7. Pada Tahun 2022, SKPKB sebesar Rp 800.000.000 diterbitkan atas PT. XYZ. Pada Akhir tahun
pemeriksaan, PT. XYS menyetujui untuk membayar sebesar Rp 400.000.000. PT. XYZ telah
melunasi Rp 400.000.000 tersebut dan mengajukan keberatan bahwa jumlah yang masih harus
di bayar bukan 800.000.000 melainkan 600.000.000, atas keberatan tersebut, DJP mengabulkan
sebagian, tentukan besarnya sanksi administrasi yang harus di bayar oleh PT. XYZ
Jawab : Apabila diterbitkan SKPKB yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus
dibayar bertambah, tetapi pada saat jatuh tempo pelunasan masih kurang dibayar, Sesuai
Pasal 25 ayat (9) Susunan Dalam Satu Naskah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun
1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah
Terakhir Dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021 yang berbunyi:
(9)Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak
dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 30% (tiga puluh persen) dari jumlah
pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar
sebelum mengajukan keberatan. ******)
Maka sanksi administrasi yang harus dibayar PT. XYZ, yaitu sebesar
30% × (Rp. 600.000.000,- – Rp. 400.000.000,-) = Rp. 60.000.000,-

8. Pada Tahun 2022, SKPKB sebesar Rp 800.000.000 diterbitkan atas PT. XYZ. Pada Akhir tahun
pemeriksaan, PT. XYS menyetujui untuk membayar sebesar Rp 400.000.000. PT. XYZ telah
melunasi Rp 400.000.000 tersebut dan mengajukan keberatan bahwa jumlah yang masih harus
di bayar bukan 800.000.000 melainkan 600.000.000, atas keberatan tersebut, DJP mengabulkan
sebagian. PT XYZ kemudian mengajukan banding, dan di putuskan bahwa pajak yang masih
harus dibayar sebesar Rp 550.000.000, tentukan besarnya sanksi administrasi yang harus
dibayar PT. XYZ.
Jawab :
PT. XYZ tidak akan dikenakan sanksi dalam hal ini, karena PT tersebut telah mengajukan
permohonan banding, yang mana bila dilakukan permohonan banding maka sanksi
administrasi tidak dikenakan, sesuai Pasal 25 ayat (10) Susunan Dalam Satu Naskah Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara
Perpajakan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021 yang berbunyi:
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan banding, sanksi administratif berupa denda sebesar
30% (tiga puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak dikenakan.

Anda mungkin juga menyukai