Anda di halaman 1dari 2

Cara Berpikir Sinkronik dalam Mempelajari

Mengenal cara berpikir sinkronik saat belajar sejarah (dok. Henri Cartier Bresson) Jakarta -
Belajar sejarah dapat dilakukan dengan cara berpikir sinkronik dan diakronik. Apa itu cara
berpikir sinkronik dan diakronik?
Dilansir dari halaman web Rumah Belajar Kemdikbud, cara berpikir sinkronik adalah cara
berpikir yang meluas dalam ruang, tetapi terbatas dalam waktu. Sementara itu, cara berpikir
diakronik adalah cara berpikir yang memanjang dalam waktu, tetapi terbatas dalam ruang.

Ciri-ciri dari cara berpikir sinkronik adalah:

1. Mempelajari peristiwa sejarah yang terjadi pada masa tertentu.


2. Menitikberatkan kajian peristiwa pada pola-pola, gejala, dan karakter.
3. Bersifat horizontal.
4. Tidak memiliki konsep perbandingan.
5. Jangkauan kajian lebih sempit.
6. Memiliki kajian yang sangat sistematis.
7. Kajian bersifat serius dan mendalam.

Contoh 1: Keadaan Ekonomi di Indonesia pada 1998

Indonesia berada dalam kondisi ekonomi yang sangat terpuruk pada 1998, bahkan Presiden
Soeharto pun mengundurkan diri dari jabatannya. Pada tahun tersebut, Indonesia memiliki
banyak utang perusahaan dan negara yang jatuh tempo di tahun yang sama. Hal ini tentu
membuat banyak perusahaan gulung tikar.

Akibatnya, angka pengangguran meningkat dan pendapatan per kapita Indonesia turun drastis
dari 1.155 USD per kapita pada 1996 menjadi 610 USD per kapita pada 1998. Selain itu, terjadi
pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika hingga Rp 15.000 per dollar Amerika. Hal
ini membuat harga barang meningkat pesat dan inflasi semakin tidak terkendali.

Contoh 2: Suasana Pembacaan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 di Jakarta

Pembacaan Proklamasi pada 17 Agustus 1945 merupakan peristiwa paling penting bagi seluruh
masyarakat Indonesia. Peristiwa bersejarah ini terjadi di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56
yang sekarang menjadi Jalan Proklamasi. Pembacaan Proklamasi dihadiri oleh sekitar 500 orang
dari berbagai kalangan dengan membawa apa pun yang bisa dijadikan sebagai senjata.
Meskipun Jepang sudah kalah dari Sekutu, tentara Dai Nippon (Jepang) masih berada di Jakarta.
Namun, suasana di Jakarta tetap kondusif. Sebelum dibacakan di kediaman Soekarno,
Proklamasi rencananya akan dibacakan di Lapangan Ikada.

Namun, karena takut terjadi pertumpahan darah, lokasi pembacaan akhirnya dipindahkan.
Perubahan ini membuat sekitar 100 anggota Barisan Pelopor berjalan kaki dari Lapangan Ikada
ke kediaman Soekarno. Akibatnya, mereka datang terlambat dan menuntut pembacaan ulang
Proklamasi. Namun, Mohammad Hatta menolak tuntutan tersebut dan hanya memberikan
amanat singkat.

Dengan demikian, dari dengan cara berpikir sinkronik dapat dilihat bahwa kajian yang
dipaparkan dalam contoh di atas terbatas dalam waktu, yaitu keadaan ekonomi pada 1998 dan
pembacaan Proklamasi pada 17 Agustus 1945, tetapi meluas pada ruang (suasana, karakter,
dan pola).

SUMBER: https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5757709/cara-berpikir-sinkronik-dalam-
mempelajari-sejarah-ciri-ciri-dan-contohnya

Anda mungkin juga menyukai