Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

PERBUATAN MELANGGAR HUKUM DALAM KEGIATAN


BERDAGANG

Disusun Untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Hukum Dagang

Kelas : Manajemen - B

Dosen : Bapak Mochamad Reza Adiyanto S.P., M.M.

Oleh :

1. Falihatun Nabila 200211100063


2. Siti Marwa
200211100081

PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA

2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat,
taufik dan hidayah-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan makalah yang berjudul
“PERBUATAN MELANGGAR HUKUM DALAM KEGIATAN BERDAGANG”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hukum Dagang

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, karena masih
memiliki banyak kekurangan, baik dalam hal sistematika dan teknik penulisannya. Oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
penulis dan bagi pembaca. Aamiin

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.


i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................ I

DAFTAR ISI .............................................................................................................. II

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

1.1 Latar belakang ....................................................................................................... 1

1.2 Rumusan masalah .................................................................................................. 2

1.3 Tujuan .................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................ 3

2.1 Konsep dan pengertian perbuatan melanggar hukum (PMH) ......................... 3


2.2 Akibat dari perbuatan melanggar hukum ........................................................ 4
2.3 Hubungan hukum yang terjadi dalam perdagangan ........................................ 4
2.4 Unsur - unsur perbuatan melawan hukum dalam perdagangan ...................... 5
2.5 Perbuatan melanggar hukum dalam kegiatan perdagangan ........................... 7
2.6 Hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha .......................................... 14

BAB III PENUTUP .................................................................................................... 18

Kesimpulan ........................................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 20


ii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Istilah "Perbuatan Melanggar Hukum" (selanjutnya disebut PMH)
memiliki makna yang sangat luas. Jika dilihat dari berbagai sudut pandang,
istilah "hukum" dalam konsep PMH dapat diartikan sebagai suatu norma atau
aturan hukum yang dilanggar oleh individu atau kelompok tertentu. Sementara
itu, juga sering digunakan istilah "Perbuatan Melawan Hukum" yang berasal dari
bahasa Belanda "onrechtmatige daad" atau bahasa Inggris "fort".
Dalam bidang Ilmu Hukum, pasti terdapat kaitannya dengan adanya
Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Secara umum, PMH diidentifikasi sebagai
perbuatan yang melanggar undang-undang, hak-hak orang lain, nilai-nilai
kesusilaan dan kesopanan serta asas-asas umum dalam lapangan hukum.
Selanjutnya, dalam konteks yang lebih spesifik, pembahasan mengenai
PMH berkaitan dengan kegiatan perdagangan. Penerapan PMH pada kegiatan
perdagangan dapat menyebabkan timbulnya persaingan usaha yang tidak sehat di
dalam pasar. Oleh karena itu, pengaturan dan jaminan kepastian hukum
sangatlah penting untuk memberikan perlindungan kepada setiap pelaku usaha
agar terhindar dari praktik-praktik persaingan usaha yang tidak sehat.
Di dalam dunia bisnis saat ini, terdapat banyak tindakan yang dapat
dianggap sebagai Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dalam
konteks perdagangan, tindakan-tindakan tersebut mengandung unsur-unsur yang
tidak adil terhadap pihak yang memiliki posisi ekonomi dan sosial yang lemah.
Meskipun alasan untuk melakukan tindakan tersebut adalah pemeliharaan
persaingan usaha yang sehat, namun pada kenyataannya justru menciptakan
persaingan usaha tidak sehat dan kegiatan perdagangan.
Peran hukum dalam perdagangan meliputi penyelenggaraan kondisi
persaingan usaha yang sehat dan adil serta pencegahan praktik monopoli dan
persaingan tidak sehat.

1.2 Rumusan Masalah

1
3. Bagaimana konsep dan pengertian perbuatan melanggar hukum (PMH)?
4. Apa akibat dari perbuatan melanggar hukum?
5. Bagaimana hubungan hukum yang terjadi dalam perdagangan?
6. Apa unsur - unsur perbuatan melawan hukum dalam perdagangan ?
7. Bagaimana perbuatan melanggar hukum dalam kegiatan perdagangan ?
8. Apa saja hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dan pengertian perbuatan melanggar hukum
(PMH)
2. Untuk mengetahui akibat dari perbuatan melanggar hukum
3. Untuk mengetahui hubungan hukum yang terjadi dalam perdagangan

4. Untuk mengetahui unsur - unsur perbuatan melawan hukum dalam

perdagangan
5. Untuk mengetahui perbuatan melanggar hukum dalam kegiatan perdagangan
6. Untuk mengetahui hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha

BAB II PEMBAHASAN

a. KONSEP DAN PENGERTIAN PERBUATAN MELANGGAR


HUKUM
R. R. Wirjono Prodjodikoro menggunakan istilah “Perbuatan Melanggar
Hukum”, Utrecht menggunakan istilah “Perbuatan Yang Bertentangan Dengan
Asas Asas Hukum”, dan Sudiman Kartohadi Prodjo menggunakan istilah
“Perbuatan Melawan Hukum”. Menurut R. Wirjono Prodjodikoro, definisi
“perbuatan melanggar hukum” agak kabur karena mencakup perbuatan-
perbuatan yang bersifat melawan hukum yang bersifat melawan hukum jangka
panjang dan perbuatan-perbuatan yang bersifat melawan hukum jangka pendek,
yang dapat dikatakan sebagai “tidak bersifat melawan hukum jangka panjang”.
Pasal 1365 KUH Perdata tidak selalu memberikan panduan tentang bagaimana

2
menafsirkan hukum; sebaliknya, pasal ini hanya menginformasikan seseorang
bahwa, jika mereka mengalami kesulitan keuangan sebagai akibat dari
pelanggaran hukum yang dilakukan orang lain terhadap mereka, mereka harus
memberitahukan kepada pemerintah pusat tentang situasi mereka.
Tidak mengherankan bahwa perbuatan melawan hukum dalam mazhab
hukum pidana mensyaratkan bahwa perbuatan tersebut dilakukan tanpa rasa
takut atau ragu-ragu, undang undang yang dilanggar, dan asas-asas yang berlaku
di bidang hukum yang dilanggar. Sebaliknya, dalam hukum perdata unsur-unsur
perbuatan melawan hukum adalah adanya perbuatan, adanya perbuatan melawan
hukum, adanya kesalahan dari pihak yang bertanggung jawab, adanya kerugian,
dan adanya hubungan kausalitas antara perbuatan dan kerugian.

b. AKIBAT DARI PERBUATAN MELANGGAR HUKUM


Pada sub-bab sebelumnya telah disebutkan bahwa PMH menyebabkan
goncangan dalam kehidupan sosial. Goncangan ini perlu diperbaiki agar kondisi
kehidupan masyarakat dapat pulih seperti semula. PMH juga dapat menimbulkan
kerugian bagi individu atau masyarakat secara luas, sehingga pelaku harus
memberikan ganti rugi untuk mengimbangi kerugian yang ditimbulkannya. Hal
ini diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata.
"Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian pada
orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,
mengganti kerugian tersebut."
Rumusan ini menurut Riduan Syahrani mengandung empat ( 4 ) unsur,
yaitu: (1) perbuatan melawan hukum, (2) kesalahan, (3) kerugian dan (4)
kausalitas. Pasal 1366 KUHPer menyatakan : "setiap orang bertanggung jawab
terhadap kerugian yang timbul akibat dari perbuatan, kelalaian dan kekurang
hati-hatian.
Penggantian atas kerugian yang terjadi tidak selalu harus berupa uang. Bentuk
penggantian tersebut dapat pula melalui restitusi benda-benda yang hilang atau
rusak akibat tindakan PMH, atau dalam bentuk pekerjaan. Sebagai contoh,

3
seseorang yang merusak pagar tetangganya harus membangun kembali pagar
tersebut sebagai pengganti atas kerugian yang telah dilakukan. Namun, pada
umumnya saat ini penggantian kerugian lebih sering dilakukan dengan
memberikan sejumlah uang sesuai dengan nilai kerugian akibat dari PMH untuk
kemudahan prosesnya.

c. HUBUNGAN HUKUM YANG TERJADI


DALAM PERDAGANGAN
Tidak hanya antara pelaku usaha dan konsumen saja yang memiliki
perjanjian hukum dalam perdagangan, tetapi juga antara pihak-pihak yang
tercantum di bawah ini:
1. Business to Business, merupakan transaksi yang terjadi antara bisnis dalam
konteks ini; baik membeli atau menjual, pelakunya selalu bisnis dan bukan
perorangan. Biasanya, transaksi ini dilakukan karena pihak-pihak yang
terlibat mengetahui adanya bisnis lain yang serupa dengan bisnis mereka,
dan transaksi jual beli dilakukan untuk meresmikan hubungan kerja mereka.
2. Customer to Customer, merupakan transaksi jual beli yang terjadi antara
individu dengan individu yang akan saling menjual barang
3. Customer to Business, merupakan transaksi jual beli yang terjadi antara
individu sebagai penjual dengan sebuah perusahaan sebagai pembelinya
4. Customer to Government, merupakan transaksi jual beli yang dilakukan
antara individu dengan pemerintah, misalnya dalam pembayaran pajak.

d. UNSUR-UNSUR PERBUTAN MELAWAN HUKUM DALAM


PERDAGANGAN
Sesuai dengan ketentuan dalam pasal 1365 KUH Perdata, maka suatu perbuatan
melawan hukum dalam hukum perdata haruslah mengandung unsur-unsur
sebagai berikut:
1. Adanya suatu perbuatan
2. Perbuatan tersebut melawan hukum.

4
3. Adanya kesalahan dari pihak pelaku.
4. Adanya kerugian bagi korban.
5. Adanya hubungan kasual antara perbuatan dengan kerugian

Unsur-unsur perbutan melawan hukum menurut para ahli:

1. Perbuatan pelaku usaha membulatkan harga diluar yang telah


dicantumkan di barang yang dijualnya, merupakan perbuatan dari makna
positif, yaitu berbuat sesuatu.
2. Perbuatan pelaku usaha yang telah penulis utarakan di atas merupakan
perbuatan melawan hukum karena telah melanggar hak subyektif orang
lain yang merupakan hak milik, yakni hak atas harta kekayaan, dengan
adanya pembulatan harga yang dilakukan oleh pelaku usaha tersebut,
konsumen mengalami kerugian secara materil. Disamping melanggar hak
subyektif seseorang, juga melanggar kewajiban hukum dari pelaku usaha
itu sendiri, yaitu kewajiban yang lahir dari hukum jual beli yang
bersumber pada perjanjian dimana perjanjian tersebut adalah hukum bagi
yang menyepakitinya (Pacta Sunt Servanda)
3. Kerugian Konsumen mengalami kerugian dari tindakan pelaku usaha
yang melakukan pembulatan harga tersebut. Harga barang Rp. 26.537
akan tetapi yang harus dibayar konsumen adalah Rp. 26.600, sehingga
kelebihan bayar konsumen Rp. 63. Dengan perbuatan pelaku usaha ini,
konsumen mengalami kerugian Rp. 63. Secara teoritis kerugian yang
dimunculkan dari perbuatan melawan hukum terdiri dari kerugian harta
kekayaan atau material dan kerugian ideal atau immaterial. Kerugian
yang lahir dari tindakan pembulatan harga yang dilakukan oleh pelaku
usaha menurut penulis adalah kerugian material.
4. Pelanggaran Pasal 1365 adalah hal-hal yang patut dicela, patut
dipersalahkan, berkaitan dengan perbuatan dan akibat yang ditimbulkan
oleh perbuatan pelakunya, yaitu kerugian, perbuatan, kerugian yang
dapat dibebankan kepada si pelaku, yang dapat dipertanggungjawabkan

5
dan dipertanggungjawabkan. Kesalahan ini hanya mencakup
kesengajaan, namun dalam arti luas mencakup kesengajaan dan
kelalaian. Kesalahan pelaku ekonomi dalam pembulatan harga
merupakan kesalahan yang disengaja, pelaku ekonomi dengan sengaja
memanfaatkan muslihat pencatatan harga dalam pecahan Rupiah yang
tidak diedarkan untuk merasa berhak membulatkan harga sesuai aturan
Nominal Rupiah yang beredar. Ini adalah tipu muslihat pelaku ekonomi
untuk mendapatkan keuntungan dengan mengorbankan konsumen.
5. Hubungan sebab akibat antara perbuatan dan kerugian. Menurut teori
yang tepat, pembulatan harga yang dilakukan oleh pelaku ekonomi
menyebabkan kerugian bagi konsumen. Perbuatan pelaku ekonomi
diimbangi dengan kerugian yang ditimbulkannya. Perbuatan melawan
hukum di atas ditinjau dari sistem hukum perdata, sedangkan menurut
sistem common law disebut perbuatan melawan hukum, perbuatan
pelaku komersil seperti agen pemalsuan tersebut di atas juga memenuhi
unsur perbuatan melawan hukum dalam suatu perbuatan melawan
hukum. perbuatan melawan hukum, Unsur-unsur perbuatan melawan
hukum dalam suatu perbuatan melawan hukum harus dibuktikan dengan
keadaan pikiran tergugat yang dapat berupa kesengajaan dan kelalaian.
Kesengajaan yaitu pemahaman seseorang bahwa konsekuensi dari
tindakan mereka akan terjadi.
Perbuatan mencantumkan harga dengan pecahan rupiah yang tidak
diedarkan tersebut jelas merupakan tindakan yang disengaja oleh pelaku
ekonomi dan bukan kelalaian yang diharapkan oleh pelaku ekonomi dari
tindakan tersebut. menyebabkan penyesuaian harga yang dapat menimbulkan
kerugian bagi konsumen..
Undang-undang tidak mengatur tentang ganti rugi yang timbul akibat
pelanggaran hukum tersebut di atas. Oleh karena itu, aturan yang digunakan
serupa dengan aturan ganti rugi yang tidak dibayar yang diatur dalam pasal 1243

6
sampai 1252 KUHPerdata. Selain itu, pemulihan akan kembali ke keadaan
semula.
e. PERBUATAN MELANGGAR HUKUM DALAM KEGIATAN
PERDAGANGAN
Dengan adanya persaingan usaha yang sehat dan adil, tentunya dapat
membantu meningkatkan kualitas suatu produk barang dan/atau jasa yang
dihasilkan oleh pelaku usaha, dengan harga yang terjangkau oleh konsumen
Namun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa di balik berbagai macam
kegiatan perdagangan tersebut, terdapat praktik-praktik persaingan usaha tidak
sehat yang merugikan pihak-pihak yang mempunyai posisi ekonomi dan sosial
lemah
Praktik-praktik persaingan usaha yang tidak sehat tersebut tentunya
mengakibatkan inefisiensi dalam perekonomian Tanpa adanya persaingan, tidak
akan dapat diketahui apakah kinerja yang dijalankan sudah mencapai tingkat
yang optimal Tanpa adanya persaingan, seorang pelaku usaha akan terjebak pada
penilaian subyektif bahwa kinerja yang dilakukannya sudah optimal
Sehubungan dengan tindakan-tindakan yang dianggap melawan hukum
dalam kegiatan perdagangan dan yang menimbulkan kerugian, UU No. 5 Tahun
1999 membagi tindakan persaingan usaha tidak sehat ke dalam tiga kategori,
yaitu perjanjian yang dilarang, kegiatan yang dilarang, dan posisi dominan
1. Perjanjian yang Dilarang
Menurut ketentuan Pasal 1320 BW, kondisi sahnya suatu perjanjian
terdiri dari beberapa :
a) Kesepakatan para pihak
b) Kecakapan para pihak
c) Suatu hal eksklusif
d) Suatu karena yang halal

Selain kondisi sahnya perjanjian sebagaimana sudah dijelaskan di atas,


juga diwajibkan untuk mengetahui unsur-unsur perjanjian dari ilmu hukum
perdata, yaitu :

7
a. Unsur Essentialia, yakni unsur-unsur pokok yang mutlak suatu
perjanjian, misalnya: bukti-bukti pribadi para pihak dan
konvensikonvensi perjanjian itu.
b. Unsur Naturalia, khususnya unsur-unsur yang dianggap ada dalam
perjanjian meskipun para pihak tidak secara tegas memilih untuk
menerima perjanjian, seperti itikad baik dalam perjanjian dan tidak
adanya itikad buruk yang mendasari pokok perjanjian.
c. Unsur Accedentialia, yakni unsur yang ditambahkan dalam perjanjian
para pihak, misalnya klausul “barang yang dibeli tidak dapat
dikembalikan”
Dalam UU No. 5 Tahun 1999, perjanjian didefinisikan sebagai suatu
perbuatan dari salah satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri
terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun baik tertulis
maupun tidak tertulis. Pengertian perjanjian dalam undang-undang ini
sejalan dengan pengertian perjanjian dalam Pasal 1313 BW.
Perjanjian yang dilarang dalam UU No. 5 Tahun 1999 terdiri dari : a.
Oligopoly
Perjanjian oligopoli adalah kesepakatan antara beberapa pelaku usaha
yang bekerja sama dalam menguasai produksi atau pemasaran barang
atau jasa, yang dapat menyebabkan terjadinya praktik monopoli dan
persaingan usaha yang tidak sehat.
b. Perjanjian Penetapan Harga
Perjanjian harga yang ditetapkan merupakan kesepakatan antara
pengusaha dengan pesaingnya, untuk menentukan nilai tawar atas barang
dan jasa yang akan dibayarkan oleh konsumen atau pelanggan.
c. Diskriminasi Harga dan Diskon
Perjanjian harga adalah kesepakatan antara beberapa pelaku usaha yang
mengharuskan pembeli tertentu membayar dengan tarif yang berbeda
dari pembeli lain untuk barang dan/atau jasa yang serupa.

8
Selain itu, pelaku usaha juga dilarang untuk menyepakati
perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga di
bawah harga pasar yang mengakibatkan terjadinya persaingan usaha
tidak sehat.

Pelaku usaha juga dilarang untuk mengadakan perjanjian dengan


pelaku ekonomi lain yang memuat persyaratan dimana penerima barang
dan jasa tidak akan menjual atau memasok kembali barang dan jasa yang
diterimanya dengan harga yang lebih rendah dari harga yang disepakati,
akan menyebabkan persaingan komersial.

d. Pembagian Wilayah
Pelaku usaha dilarang untuk mengadakan perjanjian yang membagi
wilayah secara vertikal maupun horizontal yang dapat menimbulkan
praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
e. Pemboikotan
Pemboikotan adalah kesepakatan antara suatu subjek ekonomi dengan
subjek ekonomi lainnya, yang memuat peraturan yang melarang subjek
ekonomi tersebut melakukan hubungan dagang dengan subjek ekonomi
lainnya.
f. Kartel
Kartel adalah suatu perjanjian yang dilakukan oleh badan-badan
ekonomi untuk menguasai produksi, menentukan harga dan/atau wilayah
pemasaran suatu barang dan/atau jasa sehingga tidak terjadi lagi
persaingan di antara mereka.
g. Trust
Trust yakni suatu perjanjian yang disepakati oleh badan-badan ekonomi
untuk bekerjasama mendirikan suatu perusahaan yang terkonsolidasi atau
suatu korporasi yang lebih besar, dengan tetap memelihara dan
memelihara kelangsungan kegiatan hidup masing-masing perusahaan
atau badan usaha, keanggotaannya dalam rangka pengendalian produksi

9
dan/atau pemasaran barang dan jasa ,dapat menimbulkan praktik
monopoli dan persaingan komersial tidak sehat.
h. Oligopsoni
Perjanjian yang dilakukan oleh beberapa badan ekonomi dengan tujuan
untuk bersama-sama menguasai pembelian dan/atau penerimaan suatu
bahan atau barang dan/atau jasa tertentu, yang dapat mengakibatkan
penguasaan lebih dari 75% atas barang dan/atau jasa. atau jasa,
khususnya di pasar bersangkutan.
i. Integrasi Vertikal
Integrasi vertikal yaitu suatu kesepakatan yang dilakukan oleh beberapa
badan ekonomi dengan tujuan untuk menguasai produksi sejumlah
produk tertentu dalam suatu rantai produksi barang dan/atau jasa tertentu,
dimana setiap rantai produksi merupakan hasil dari satu transformasi
atau lebih.
mengubah. pengobatan, dalam rangkaian langsung atau tidak langsung.
j. Perjanjian Tertutup
Perjanjian tertutup sebagaimana diatur dalam UU No. 5 Tahun 1999
adalah sebagai berikut:
a. pelaku usaha dilarang mengadakan perjanjian dengan badan usaha
lain yang mewajibkan penerima barang dan/atau jasa untuk tidak
memasok atau memasok kembali barang dan/atau jasa tersebut di
atas kepada pihak tertentu dan/atau di lokasi tertentu.
.
b. Pelaku usaha dilarang mengadakan perjanjian dengan badan usaha
lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan/atau jasa
tertentu harus bersedia membeli barang dan/atau jasa tersebut,
berbeda dengan badan usaha yang menjadi pemasoknya.
c. Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan badan usaha
lain mengenai harga suatu barang dan/atau jasa tertentu, termasuk
persyaratan bahwa badan usaha tersebut menerima barang dan/atau

10
jasa dari pemasok harus bersedia membeli barang dan/atau jasa
lainnya. jasa. melayani. atau jasa yang ditawarkan oleh peserta
perdagangan, atau tidak akan membeli barang dan/atau jasa yang
sama atau serupa dari peserta perdagangan lain yang merupakan
pesaing peserta perdagangan pemasok.
2. Kegiatan yang Dilarang
Kegiatan yang dilarang dalam UU No. 5 Tahun 1999, terdiri dari:
a. Monopoli
Dalam UU No. 5 Tahun 1999, Monopoli diartikan sebagai suatu
bentuk penguasaan atas produksi atau pemasaran barang dan/atau
penggunaan jasa tertentu oleh suatu badan ekonomi atau sekelompok
badan komersial.
Bentuk monopoli yang dilarang timbul apabila terdapat unsur
penguasaan operasional atas barang atau jasa tertentu, sehingga dapat
menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan praktek monopoli.
b. Monopsoni
Monopsoni adalah tindakan dimana satu badan usaha atau
sekelompok badan usaha bertindak sebagai pembeli tunggal dan
menguasai lebih dari 50% pasar suatu komoditas dan/atau jasa
tertentu.
c. Penguasaan Pasar
Dalam pengertian Penguasaan Pasar, pelaku usaha secara sendiri
maupun bersama-sama dengan pelaku usaha lain, dilarang untuk:
1. Menolak dan/atau melarang badan ekonomi tertentu untuk
melakukan kegiatan komersial yang sama di pasar bersangkutan
2. Mencegah konsumen atau pelanggan dari entitas ekonomi
pesaing untuk menjalin hubungan komersial dengan entitas
ekonomi pesaing tersebut
3. membatasi peredaran dan/atau penjualan barang dan/atau jasa
pada pasar bersangkutan dan

11
4. melakukan tindakan diskriminatif terhadap entitas ekonomi
tertentu.
d. Dumping on
Pelaku usaha dilarang menyediakan barang dan/atau jasa dengan cara
menjual dengan harga rugi atau menetapkan harga yang sangat
rendah dibandingkan dengan harga produksi barang dan/atau jasa
sejenis, dengan tujuan untuk menghilangkan atau memusnahkan
pesaing usahanya dalam bidang yang sama.
e. Manipulasi Biaya Produksies
Pelaku usaha dilarang untuk memanipulasi biaya produksi dan
biayabiaya lain yang selanjutnya dibebankan sebagai bagian dari
harga barang dan/atau jasa untuk tujuan pemasaran kepada
konsumen. Tanda-tanda manipulasi biaya produksi terlihat dari
harga yang lebih rendah dari yang seharusnya.
f. Persekongkolan
Persekongkolan didefinisikan sebagai kerja sama antar pelaku usaha
untuk menguasai pasar demi kepentingan pelaku usaha-pelaku usaha
tersebut. Dalam UU No. 5 Tahun 1999, terdapat beberapa bentuk
persekongkolan yang dilarang, yaitu:
 persekongkolan yang dilakukan oleh para pelaku usaha untuk
mengatur dan/atau menentukan pemenang tender.
 persekongkolan yang dilakukan oleh para pelaku usaha untuk
memperoleh informasi tentang aktivitas komersial pesaing yang
memenuhi syarat sebagai rahasia perusahaan atau rahasia dagang
 persekongkolan yang dilakukan oleh para pelaku usaha untuk
menghambat produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa
pelaku usaha pesaing dengan tujuan untuk mengurangi jumlah
barang dan/atau jasa yang ditawarkan dari segi kuantitas, kualitas
dan kecepatan produksi..
3. Posisi Dominan

12
Posisi Dominan yaitu suatu bentuk tindakan pelaku ekonomi yang berpeluang
mengarah pada perilaku monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
Penyajian hak penguasaan pasar entitas ekonomi untuk memastikan pihak
berelasi telah menggunakan posisi dominannya adalah sebagai berikut :

• Seorang pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha menguasai 50%


atau lebih pangsa pasar atas satu jenis barang dan/atau jasa tertentu.
• Dua atau lebih entitas ekonomi menguasai 75% atau lebih pasar atau
jenis barang dan/atau jasa tertentu. Posisi dominan yang dicapai antara
lain (i) menetapkan kondisi komersial yang mencegah atau menghalangi
konsumen mengakses barang dan/atau jasa baik dari segi kuantitas,
harga, dan kualitas, (ii) menetapkan kondisi yang membatasi
perkembangan pasar dan teknologi. dan (iii) menetapkan kondisi yang
membatasi atau mencegah entitas ekonomi lain untuk menjadi pesaing.
• Pemilikan saham atau terafiliasi
Pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha tidak boleh memiliki saham
mayoritas di sejumlah perusahaan yang sama, yang beroperasi secara
ekonomi di bidang yang sama, di pasar yang sama. Badan ekonomi atau
sekelompok badan ekonomi juga dilarang mendirikan beberapa
perusahaan sejenis jika kepemilikan tersebut mengarah pada ekspresi
penguasaan pasar yang dapat dianggap sebagai penggunaan posisi
dominan
• Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perusahaan
Pelaku usaha, baik berbadan hukum maupun tidak, dilarang melakukan
penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan perusahaan yang
mengarah pada perilaku monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.

2.6 HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA

Untuk melindungi hak konsumen, Pasal 8 Undang-undang Nomor 1 Keputusan


Nomor 8 Tahun 1999 melarang badan usaha melakukan kegiatan memproduksi dan
memperdagangkan barang dan jasa, khususnya:

13
1. Kegagalan untuk memenuhi atau mematuhi standar dan peraturan hukum.

2. Tidak sesuai dengan berat bersih, bahan atau berat bersih dan jumlah yang
dihitung yang tertera pada label atau label barang.

3. Hasil pengukuran, takaran, timbangan, dan besaran dalam perhitungan tidak


sesuai dengan hasil pengukuran sebenarnya.

4. Kegagalan untuk mematuhi kondisi, jaminan, hak istimewa atau kinerja yang
tercantum pada label, label atau deskripsi barang atau jasa.

5. Kekeliruan mutu, mutu, bahan, proses pengolahan, rancangan busana atau


penggunaan khusus yang tercantum pada label atau uraian barang atau jasa.

6. Kegagalan untuk menepati janji yang dibuat pada label, perilaku, deskripsi,
iklan atau promosi barang atau jasa.

7. Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa barang, tanggal kadaluwarsa, atau


tanggal best before.

8. Tidak mematuhi peraturan produksi halal sebagaimana tercantum dalam


pernyataan halal pada label.

9. Dilarang memberi label atau mendeskripsikan barang dengan nama produk,


ukuran, berat/isi bersih atau bersih, bahan, aturan pakai, tanggal pembuatan,
efek samping, nama dan alamat pembuatnya, Agen Komersial, serta informasi
lain yang digunakan harus dipasang sesuai peraturan.

10. Tidak mencantumkan informasi atau petunjuk produk dalam bahasa


Indonesia sesuai peraturan hukum yang berlaku.
Secara umum larangan tersebut diterapkan pada Pasal 8 UU No. Pasal 8 Tahun 1999
dapat dibedakan menjadi dua larangan, yaitu:

a. Dilarang untuk produk itu sendiri yang tidak memenuhi persyaratan dan
standar yang sesuai dengan tujuan penggunaan atau penggunaan konsumen.

14
b. Dilarang memberikan informasi yang tidak benar dan tidak akurat yang
dapat menyesatkan konsumen.

Menurut ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang


perlindungan konsumen, konsumen berhak :

1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi


barang dan jasa.

2. Hak untuk memilih barang atau jasa dan menerimanya berdasarkan nilai tukar
dan berdasarkan syarat dan jaminan yang dijanjikan.

3. Hak untuk memperoleh informasi yang akurat, jelas, dan benar mengenai
status dan jaminan barang dan jasa.

4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya mengenai barang dan jasa yang
digunakannya.

5. Hak untuk melakukan advokasi, melindungi dan berupaya menyelesaikan


sengketa perlindungan konsumen dengan cara yang wajar.

6. Hak konsumen atas nasihat dan pendidikan.

7. Hak atas perlakuan atau pelayanan yang pantas, jujur dan tidak diskriminatif.

8. Hak untuk menerima ganti rugi, ganti rugi atau penggantian apabila barang
atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sesuai
dengan yang diharapkan.

Berdasarkan hal tersebut, pertanyaan mengenai kenyamanan, keselamatan dan


keamanan merupakan faktor yang paling mendasar dan penting dalam perlindungan
konsumen. Sedangkan kewajiban konsumen adalah sebagai berikut :
1. Memiliki itikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan jasa.

2. Membaca atau mengikuti petunjuk, tata cara penggunaan, dan penggunaan


barang dan jasa untuk menjamin keselamatan dan keamanan.

3. Pembayaran dengan nilai tukar yang disepakati.

15
4. Melakukan upaya penyelesaian hukum yang tepat terhadap sengketa
perlindungan konsumen

Untuk memperlancar perdagangan bagi badan usaha dan menyeimbangkan hak


konsumen, badan usaha berhak:
1. Mendapatkan perlindungan hukum terhadap tindakan konsumen yang jahat.
2. Menerima pembayaran sesuai syarat dan nilai tukar yang disepakati atas
barang dan jasa yang digunakan.
3. Melaksanakan hak pembelaan diri secara patut dalam menyelesaikan
sengketa konsumen secara hukum.
4. Memulihkan reputasi apabila menurut hukum tidak dapat dibuktikan bahwa
kerugian yang dialami konsumen bukan disebabkan oleh barang atau jasa
yang dipertukarkan.

Karena hak-hak konsumen yang telah dijelaskan, badan usaha terikat oleh kewajiban
sebagai berikut:
a. Memiliki itikad baik dalam melakukan kegiatan usaha.
b. Memberikan informasi yang akurat, jelas dan benar mengenai kondisi dan
garansi barang atau jasa, serta menjelaskan penggunaan, perbaikan dan
pemeliharaan.
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara adil, jujur, dan tanpa
diskriminasi.
d. Menjamin mutu barang dan jasa yang diproduksi atau disediakan di pasar
berdasarkan peraturan standar mutu yang berlaku terhadap barang dan jasa.
e. Memberikan kesempatan kepada konsumen untuk memeriksa atau mencoba
barang dan jasa serta memberikan jaminan atas barang yang diproduksi atau
ditukar.
f. Memberikan ganti rugi, penggantian atau ganti rugi atas kerugian yang timbul
akibat penggunaan atau penggunaan

16
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Perbuatan Melanggar Hukum (PMH) memiliki makna yang luas dan dapat
diartikan sebagai suatu norma atau aturan hukum yang dilanggar oleh individu atau
kelompok tertentu. Dalam bidang Ilmu Hukum, PMH diidentifikasi sebagai perbuatan
yang melanggar undang-undang, hak-hak orang lain, nilai-nilai kesusilaan dan

17
kesopanan serta asas-asas umum dalam lapangan hukum. Penerapan PMH pada
kegiatan perdagangan dapat menyebabkan timbulnya persaingan usaha yang tidak sehat
di dalam pasar. Oleh karena itu, pengaturan dan jaminan kepastian hukum sangatlah
penting untuk memberikan perlindungan kepada setiap pelaku usaha agar terhindar dari
praktik-praktik persaingan usaha yang tidak sehat.

PMH dapat menimbulkan kerugian bagi individu atau masyarakat secara luas,
sehingga pelaku harus memberikan ganti rugi untuk mengimbangi kerugian yang
ditimbulkannya. Hubungan hukum dalam perdagangan meliputi penyelenggaraan
kondisi persaingan usaha yang sehat dan adil serta pencegahan praktik monopoli dan
persaingan tidak sehat.

Dalam UU No. 5 Tahun 1999, perjanjian didefinisikan sebagai suatu perbuatan


dari salah satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih
pelaku usaha lain dengan nama apapun baik tertulis maupun tidak tertulis. Perjanjian
yang dilarang dalam UU No. 5 Tahun 1999 terdiri dari oligopoly, perjanjian penetapan
harga, diskriminasi harga dan diskon, pembagian wilayah, pemboikotan, kartel, trust,
oligopsoni dan integrasi vertikal.

Konsumen memiliki hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam


mengkonsumsi barang atau jasa serta hak untuk memilih barang atau jasa serta
mendapatkan barang atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta
jaminan yang dijanjikan. Pelaku usaha memiliki hak mendapatkan perlindungan hukum
dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik serta menerima pembayaran yang
sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang atau jasa yang
dipergunakan.

Sebagai konsekuensi dari hak konsumen maka pelaku usaha dibebankan


kewajiban beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya serta memberikan
informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa

18
serta memperlakukan atau melayani konsumen secara benar, jujur serta tidak
diskriminatif.

19
DAFTAR PUSTAKA

Dameria Rini., Busro Achmad., & Hendrawati Dewi. (2017). Perbuatan Melawan
Hukum Dalam Tindakan Medis Dan Penyelesaianya Di Mahkamah Agung
(Studi Kasus
Perkara Putusan Mahkama Agung Nomor 352/Pk/Pdt/2010). Diponegoro Law
Jurnal Vol. 6 No. 1

Djoko Basuki Z. (2020). HUKUM DAGANG DAN KEPAILITAN. Tangerang


Selatan : Cv. Dwicitra Grafindo

Gandi Stefanus., Ayu Ida S. (2022). Perspektif Hukum Tentang Perbuatan Melawan
Hukum Dalam Transaksi Online Menurut Burgerlijke Wetboek Dan Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008, Jurnal Ilmiah Indonesia Vol 7 No.9

Hassanah, Hetty. (2015). Analisis Hukum Tentang Perbuatan Melawan Hukum Dalam
Transaksi Bisnis Secara Online (E-Commerce) Berdasarkan Burgerlijke
Wetboek Dan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan
Transaksi Elektronik. Jurnal Wawasan Hukum Vol 32 No 1

Idayanti Soesi., Dian Fajar A. (2019). Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap
Kerugian
Akibat Perbuatan Melawan Hukum Dalam Pelaksaaan Perjanjian. Jurnal Ilmu
Hukum, Vol 7 No.1

Joni, Elfiansyah E. (2020) Perjanjian Tertutup Dan Penguasaan Pasar Dalam Prespektif
Hukum Persaingan Usaha (Studi Perkara Putusan 22/KPPU-I/2016). Jurnal-
Diction Vol 3 No. 5

Juli Moertiono R. (2020). Perbuatan Melawan Hukum Dalam Perjanjian Multi Level
Marketing Barang-Barang Makanan, Minimunan Kesehatan Dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga Ditinjau Dari Uu Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen. Jurnal Ilmiah: Metadata, Vol 2 No. 2

Sari Indah. (2020). Perbuatan Melawan Hukum (Pmh) Dalam Hukum Pidana Dan

20
Hukum Perdata. Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara, Vol 11 No. 1
Taklima Musa. (2018). Aspek Perbuatan Melawan Hukum Dan Iktikad Tidak Baik
Dalam Implikasi Pencantuman Harga Produk Dengan Pecahan Rupiah Yang
Tidak Beredar, Jurnal Et-Tijare, Vol 5 No.1

21

Anda mungkin juga menyukai