Kelas : Manajemen - B
Oleh :
2023
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat,
taufik dan hidayah-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan makalah yang berjudul
“PERBUATAN MELANGGAR HUKUM DALAM KEGIATAN BERDAGANG”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hukum Dagang
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, karena masih
memiliki banyak kekurangan, baik dalam hal sistematika dan teknik penulisannya. Oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
penulis dan bagi pembaca. Aamiin
DAFTAR ISI
Kesimpulan ........................................................................................................... 18
1
3. Bagaimana konsep dan pengertian perbuatan melanggar hukum (PMH)?
4. Apa akibat dari perbuatan melanggar hukum?
5. Bagaimana hubungan hukum yang terjadi dalam perdagangan?
6. Apa unsur - unsur perbuatan melawan hukum dalam perdagangan ?
7. Bagaimana perbuatan melanggar hukum dalam kegiatan perdagangan ?
8. Apa saja hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dan pengertian perbuatan melanggar hukum
(PMH)
2. Untuk mengetahui akibat dari perbuatan melanggar hukum
3. Untuk mengetahui hubungan hukum yang terjadi dalam perdagangan
perdagangan
5. Untuk mengetahui perbuatan melanggar hukum dalam kegiatan perdagangan
6. Untuk mengetahui hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha
BAB II PEMBAHASAN
2
menafsirkan hukum; sebaliknya, pasal ini hanya menginformasikan seseorang
bahwa, jika mereka mengalami kesulitan keuangan sebagai akibat dari
pelanggaran hukum yang dilakukan orang lain terhadap mereka, mereka harus
memberitahukan kepada pemerintah pusat tentang situasi mereka.
Tidak mengherankan bahwa perbuatan melawan hukum dalam mazhab
hukum pidana mensyaratkan bahwa perbuatan tersebut dilakukan tanpa rasa
takut atau ragu-ragu, undang undang yang dilanggar, dan asas-asas yang berlaku
di bidang hukum yang dilanggar. Sebaliknya, dalam hukum perdata unsur-unsur
perbuatan melawan hukum adalah adanya perbuatan, adanya perbuatan melawan
hukum, adanya kesalahan dari pihak yang bertanggung jawab, adanya kerugian,
dan adanya hubungan kausalitas antara perbuatan dan kerugian.
3
seseorang yang merusak pagar tetangganya harus membangun kembali pagar
tersebut sebagai pengganti atas kerugian yang telah dilakukan. Namun, pada
umumnya saat ini penggantian kerugian lebih sering dilakukan dengan
memberikan sejumlah uang sesuai dengan nilai kerugian akibat dari PMH untuk
kemudahan prosesnya.
4
3. Adanya kesalahan dari pihak pelaku.
4. Adanya kerugian bagi korban.
5. Adanya hubungan kasual antara perbuatan dengan kerugian
5
dan dipertanggungjawabkan. Kesalahan ini hanya mencakup
kesengajaan, namun dalam arti luas mencakup kesengajaan dan
kelalaian. Kesalahan pelaku ekonomi dalam pembulatan harga
merupakan kesalahan yang disengaja, pelaku ekonomi dengan sengaja
memanfaatkan muslihat pencatatan harga dalam pecahan Rupiah yang
tidak diedarkan untuk merasa berhak membulatkan harga sesuai aturan
Nominal Rupiah yang beredar. Ini adalah tipu muslihat pelaku ekonomi
untuk mendapatkan keuntungan dengan mengorbankan konsumen.
5. Hubungan sebab akibat antara perbuatan dan kerugian. Menurut teori
yang tepat, pembulatan harga yang dilakukan oleh pelaku ekonomi
menyebabkan kerugian bagi konsumen. Perbuatan pelaku ekonomi
diimbangi dengan kerugian yang ditimbulkannya. Perbuatan melawan
hukum di atas ditinjau dari sistem hukum perdata, sedangkan menurut
sistem common law disebut perbuatan melawan hukum, perbuatan
pelaku komersil seperti agen pemalsuan tersebut di atas juga memenuhi
unsur perbuatan melawan hukum dalam suatu perbuatan melawan
hukum. perbuatan melawan hukum, Unsur-unsur perbuatan melawan
hukum dalam suatu perbuatan melawan hukum harus dibuktikan dengan
keadaan pikiran tergugat yang dapat berupa kesengajaan dan kelalaian.
Kesengajaan yaitu pemahaman seseorang bahwa konsekuensi dari
tindakan mereka akan terjadi.
Perbuatan mencantumkan harga dengan pecahan rupiah yang tidak
diedarkan tersebut jelas merupakan tindakan yang disengaja oleh pelaku
ekonomi dan bukan kelalaian yang diharapkan oleh pelaku ekonomi dari
tindakan tersebut. menyebabkan penyesuaian harga yang dapat menimbulkan
kerugian bagi konsumen..
Undang-undang tidak mengatur tentang ganti rugi yang timbul akibat
pelanggaran hukum tersebut di atas. Oleh karena itu, aturan yang digunakan
serupa dengan aturan ganti rugi yang tidak dibayar yang diatur dalam pasal 1243
6
sampai 1252 KUHPerdata. Selain itu, pemulihan akan kembali ke keadaan
semula.
e. PERBUATAN MELANGGAR HUKUM DALAM KEGIATAN
PERDAGANGAN
Dengan adanya persaingan usaha yang sehat dan adil, tentunya dapat
membantu meningkatkan kualitas suatu produk barang dan/atau jasa yang
dihasilkan oleh pelaku usaha, dengan harga yang terjangkau oleh konsumen
Namun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa di balik berbagai macam
kegiatan perdagangan tersebut, terdapat praktik-praktik persaingan usaha tidak
sehat yang merugikan pihak-pihak yang mempunyai posisi ekonomi dan sosial
lemah
Praktik-praktik persaingan usaha yang tidak sehat tersebut tentunya
mengakibatkan inefisiensi dalam perekonomian Tanpa adanya persaingan, tidak
akan dapat diketahui apakah kinerja yang dijalankan sudah mencapai tingkat
yang optimal Tanpa adanya persaingan, seorang pelaku usaha akan terjebak pada
penilaian subyektif bahwa kinerja yang dilakukannya sudah optimal
Sehubungan dengan tindakan-tindakan yang dianggap melawan hukum
dalam kegiatan perdagangan dan yang menimbulkan kerugian, UU No. 5 Tahun
1999 membagi tindakan persaingan usaha tidak sehat ke dalam tiga kategori,
yaitu perjanjian yang dilarang, kegiatan yang dilarang, dan posisi dominan
1. Perjanjian yang Dilarang
Menurut ketentuan Pasal 1320 BW, kondisi sahnya suatu perjanjian
terdiri dari beberapa :
a) Kesepakatan para pihak
b) Kecakapan para pihak
c) Suatu hal eksklusif
d) Suatu karena yang halal
7
a. Unsur Essentialia, yakni unsur-unsur pokok yang mutlak suatu
perjanjian, misalnya: bukti-bukti pribadi para pihak dan
konvensikonvensi perjanjian itu.
b. Unsur Naturalia, khususnya unsur-unsur yang dianggap ada dalam
perjanjian meskipun para pihak tidak secara tegas memilih untuk
menerima perjanjian, seperti itikad baik dalam perjanjian dan tidak
adanya itikad buruk yang mendasari pokok perjanjian.
c. Unsur Accedentialia, yakni unsur yang ditambahkan dalam perjanjian
para pihak, misalnya klausul “barang yang dibeli tidak dapat
dikembalikan”
Dalam UU No. 5 Tahun 1999, perjanjian didefinisikan sebagai suatu
perbuatan dari salah satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri
terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun baik tertulis
maupun tidak tertulis. Pengertian perjanjian dalam undang-undang ini
sejalan dengan pengertian perjanjian dalam Pasal 1313 BW.
Perjanjian yang dilarang dalam UU No. 5 Tahun 1999 terdiri dari : a.
Oligopoly
Perjanjian oligopoli adalah kesepakatan antara beberapa pelaku usaha
yang bekerja sama dalam menguasai produksi atau pemasaran barang
atau jasa, yang dapat menyebabkan terjadinya praktik monopoli dan
persaingan usaha yang tidak sehat.
b. Perjanjian Penetapan Harga
Perjanjian harga yang ditetapkan merupakan kesepakatan antara
pengusaha dengan pesaingnya, untuk menentukan nilai tawar atas barang
dan jasa yang akan dibayarkan oleh konsumen atau pelanggan.
c. Diskriminasi Harga dan Diskon
Perjanjian harga adalah kesepakatan antara beberapa pelaku usaha yang
mengharuskan pembeli tertentu membayar dengan tarif yang berbeda
dari pembeli lain untuk barang dan/atau jasa yang serupa.
8
Selain itu, pelaku usaha juga dilarang untuk menyepakati
perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga di
bawah harga pasar yang mengakibatkan terjadinya persaingan usaha
tidak sehat.
d. Pembagian Wilayah
Pelaku usaha dilarang untuk mengadakan perjanjian yang membagi
wilayah secara vertikal maupun horizontal yang dapat menimbulkan
praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
e. Pemboikotan
Pemboikotan adalah kesepakatan antara suatu subjek ekonomi dengan
subjek ekonomi lainnya, yang memuat peraturan yang melarang subjek
ekonomi tersebut melakukan hubungan dagang dengan subjek ekonomi
lainnya.
f. Kartel
Kartel adalah suatu perjanjian yang dilakukan oleh badan-badan
ekonomi untuk menguasai produksi, menentukan harga dan/atau wilayah
pemasaran suatu barang dan/atau jasa sehingga tidak terjadi lagi
persaingan di antara mereka.
g. Trust
Trust yakni suatu perjanjian yang disepakati oleh badan-badan ekonomi
untuk bekerjasama mendirikan suatu perusahaan yang terkonsolidasi atau
suatu korporasi yang lebih besar, dengan tetap memelihara dan
memelihara kelangsungan kegiatan hidup masing-masing perusahaan
atau badan usaha, keanggotaannya dalam rangka pengendalian produksi
9
dan/atau pemasaran barang dan jasa ,dapat menimbulkan praktik
monopoli dan persaingan komersial tidak sehat.
h. Oligopsoni
Perjanjian yang dilakukan oleh beberapa badan ekonomi dengan tujuan
untuk bersama-sama menguasai pembelian dan/atau penerimaan suatu
bahan atau barang dan/atau jasa tertentu, yang dapat mengakibatkan
penguasaan lebih dari 75% atas barang dan/atau jasa. atau jasa,
khususnya di pasar bersangkutan.
i. Integrasi Vertikal
Integrasi vertikal yaitu suatu kesepakatan yang dilakukan oleh beberapa
badan ekonomi dengan tujuan untuk menguasai produksi sejumlah
produk tertentu dalam suatu rantai produksi barang dan/atau jasa tertentu,
dimana setiap rantai produksi merupakan hasil dari satu transformasi
atau lebih.
mengubah. pengobatan, dalam rangkaian langsung atau tidak langsung.
j. Perjanjian Tertutup
Perjanjian tertutup sebagaimana diatur dalam UU No. 5 Tahun 1999
adalah sebagai berikut:
a. pelaku usaha dilarang mengadakan perjanjian dengan badan usaha
lain yang mewajibkan penerima barang dan/atau jasa untuk tidak
memasok atau memasok kembali barang dan/atau jasa tersebut di
atas kepada pihak tertentu dan/atau di lokasi tertentu.
.
b. Pelaku usaha dilarang mengadakan perjanjian dengan badan usaha
lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan/atau jasa
tertentu harus bersedia membeli barang dan/atau jasa tersebut,
berbeda dengan badan usaha yang menjadi pemasoknya.
c. Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan badan usaha
lain mengenai harga suatu barang dan/atau jasa tertentu, termasuk
persyaratan bahwa badan usaha tersebut menerima barang dan/atau
10
jasa dari pemasok harus bersedia membeli barang dan/atau jasa
lainnya. jasa. melayani. atau jasa yang ditawarkan oleh peserta
perdagangan, atau tidak akan membeli barang dan/atau jasa yang
sama atau serupa dari peserta perdagangan lain yang merupakan
pesaing peserta perdagangan pemasok.
2. Kegiatan yang Dilarang
Kegiatan yang dilarang dalam UU No. 5 Tahun 1999, terdiri dari:
a. Monopoli
Dalam UU No. 5 Tahun 1999, Monopoli diartikan sebagai suatu
bentuk penguasaan atas produksi atau pemasaran barang dan/atau
penggunaan jasa tertentu oleh suatu badan ekonomi atau sekelompok
badan komersial.
Bentuk monopoli yang dilarang timbul apabila terdapat unsur
penguasaan operasional atas barang atau jasa tertentu, sehingga dapat
menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan praktek monopoli.
b. Monopsoni
Monopsoni adalah tindakan dimana satu badan usaha atau
sekelompok badan usaha bertindak sebagai pembeli tunggal dan
menguasai lebih dari 50% pasar suatu komoditas dan/atau jasa
tertentu.
c. Penguasaan Pasar
Dalam pengertian Penguasaan Pasar, pelaku usaha secara sendiri
maupun bersama-sama dengan pelaku usaha lain, dilarang untuk:
1. Menolak dan/atau melarang badan ekonomi tertentu untuk
melakukan kegiatan komersial yang sama di pasar bersangkutan
2. Mencegah konsumen atau pelanggan dari entitas ekonomi
pesaing untuk menjalin hubungan komersial dengan entitas
ekonomi pesaing tersebut
3. membatasi peredaran dan/atau penjualan barang dan/atau jasa
pada pasar bersangkutan dan
11
4. melakukan tindakan diskriminatif terhadap entitas ekonomi
tertentu.
d. Dumping on
Pelaku usaha dilarang menyediakan barang dan/atau jasa dengan cara
menjual dengan harga rugi atau menetapkan harga yang sangat
rendah dibandingkan dengan harga produksi barang dan/atau jasa
sejenis, dengan tujuan untuk menghilangkan atau memusnahkan
pesaing usahanya dalam bidang yang sama.
e. Manipulasi Biaya Produksies
Pelaku usaha dilarang untuk memanipulasi biaya produksi dan
biayabiaya lain yang selanjutnya dibebankan sebagai bagian dari
harga barang dan/atau jasa untuk tujuan pemasaran kepada
konsumen. Tanda-tanda manipulasi biaya produksi terlihat dari
harga yang lebih rendah dari yang seharusnya.
f. Persekongkolan
Persekongkolan didefinisikan sebagai kerja sama antar pelaku usaha
untuk menguasai pasar demi kepentingan pelaku usaha-pelaku usaha
tersebut. Dalam UU No. 5 Tahun 1999, terdapat beberapa bentuk
persekongkolan yang dilarang, yaitu:
persekongkolan yang dilakukan oleh para pelaku usaha untuk
mengatur dan/atau menentukan pemenang tender.
persekongkolan yang dilakukan oleh para pelaku usaha untuk
memperoleh informasi tentang aktivitas komersial pesaing yang
memenuhi syarat sebagai rahasia perusahaan atau rahasia dagang
persekongkolan yang dilakukan oleh para pelaku usaha untuk
menghambat produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa
pelaku usaha pesaing dengan tujuan untuk mengurangi jumlah
barang dan/atau jasa yang ditawarkan dari segi kuantitas, kualitas
dan kecepatan produksi..
3. Posisi Dominan
12
Posisi Dominan yaitu suatu bentuk tindakan pelaku ekonomi yang berpeluang
mengarah pada perilaku monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
Penyajian hak penguasaan pasar entitas ekonomi untuk memastikan pihak
berelasi telah menggunakan posisi dominannya adalah sebagai berikut :
13
1. Kegagalan untuk memenuhi atau mematuhi standar dan peraturan hukum.
2. Tidak sesuai dengan berat bersih, bahan atau berat bersih dan jumlah yang
dihitung yang tertera pada label atau label barang.
4. Kegagalan untuk mematuhi kondisi, jaminan, hak istimewa atau kinerja yang
tercantum pada label, label atau deskripsi barang atau jasa.
6. Kegagalan untuk menepati janji yang dibuat pada label, perilaku, deskripsi,
iklan atau promosi barang atau jasa.
a. Dilarang untuk produk itu sendiri yang tidak memenuhi persyaratan dan
standar yang sesuai dengan tujuan penggunaan atau penggunaan konsumen.
14
b. Dilarang memberikan informasi yang tidak benar dan tidak akurat yang
dapat menyesatkan konsumen.
2. Hak untuk memilih barang atau jasa dan menerimanya berdasarkan nilai tukar
dan berdasarkan syarat dan jaminan yang dijanjikan.
3. Hak untuk memperoleh informasi yang akurat, jelas, dan benar mengenai
status dan jaminan barang dan jasa.
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya mengenai barang dan jasa yang
digunakannya.
7. Hak atas perlakuan atau pelayanan yang pantas, jujur dan tidak diskriminatif.
8. Hak untuk menerima ganti rugi, ganti rugi atau penggantian apabila barang
atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sesuai
dengan yang diharapkan.
15
4. Melakukan upaya penyelesaian hukum yang tepat terhadap sengketa
perlindungan konsumen
Karena hak-hak konsumen yang telah dijelaskan, badan usaha terikat oleh kewajiban
sebagai berikut:
a. Memiliki itikad baik dalam melakukan kegiatan usaha.
b. Memberikan informasi yang akurat, jelas dan benar mengenai kondisi dan
garansi barang atau jasa, serta menjelaskan penggunaan, perbaikan dan
pemeliharaan.
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara adil, jujur, dan tanpa
diskriminasi.
d. Menjamin mutu barang dan jasa yang diproduksi atau disediakan di pasar
berdasarkan peraturan standar mutu yang berlaku terhadap barang dan jasa.
e. Memberikan kesempatan kepada konsumen untuk memeriksa atau mencoba
barang dan jasa serta memberikan jaminan atas barang yang diproduksi atau
ditukar.
f. Memberikan ganti rugi, penggantian atau ganti rugi atas kerugian yang timbul
akibat penggunaan atau penggunaan
16
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Perbuatan Melanggar Hukum (PMH) memiliki makna yang luas dan dapat
diartikan sebagai suatu norma atau aturan hukum yang dilanggar oleh individu atau
kelompok tertentu. Dalam bidang Ilmu Hukum, PMH diidentifikasi sebagai perbuatan
yang melanggar undang-undang, hak-hak orang lain, nilai-nilai kesusilaan dan
17
kesopanan serta asas-asas umum dalam lapangan hukum. Penerapan PMH pada
kegiatan perdagangan dapat menyebabkan timbulnya persaingan usaha yang tidak sehat
di dalam pasar. Oleh karena itu, pengaturan dan jaminan kepastian hukum sangatlah
penting untuk memberikan perlindungan kepada setiap pelaku usaha agar terhindar dari
praktik-praktik persaingan usaha yang tidak sehat.
PMH dapat menimbulkan kerugian bagi individu atau masyarakat secara luas,
sehingga pelaku harus memberikan ganti rugi untuk mengimbangi kerugian yang
ditimbulkannya. Hubungan hukum dalam perdagangan meliputi penyelenggaraan
kondisi persaingan usaha yang sehat dan adil serta pencegahan praktik monopoli dan
persaingan tidak sehat.
18
serta memperlakukan atau melayani konsumen secara benar, jujur serta tidak
diskriminatif.
19
DAFTAR PUSTAKA
Dameria Rini., Busro Achmad., & Hendrawati Dewi. (2017). Perbuatan Melawan
Hukum Dalam Tindakan Medis Dan Penyelesaianya Di Mahkamah Agung
(Studi Kasus
Perkara Putusan Mahkama Agung Nomor 352/Pk/Pdt/2010). Diponegoro Law
Jurnal Vol. 6 No. 1
Gandi Stefanus., Ayu Ida S. (2022). Perspektif Hukum Tentang Perbuatan Melawan
Hukum Dalam Transaksi Online Menurut Burgerlijke Wetboek Dan Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008, Jurnal Ilmiah Indonesia Vol 7 No.9
Hassanah, Hetty. (2015). Analisis Hukum Tentang Perbuatan Melawan Hukum Dalam
Transaksi Bisnis Secara Online (E-Commerce) Berdasarkan Burgerlijke
Wetboek Dan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan
Transaksi Elektronik. Jurnal Wawasan Hukum Vol 32 No 1
Idayanti Soesi., Dian Fajar A. (2019). Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap
Kerugian
Akibat Perbuatan Melawan Hukum Dalam Pelaksaaan Perjanjian. Jurnal Ilmu
Hukum, Vol 7 No.1
Joni, Elfiansyah E. (2020) Perjanjian Tertutup Dan Penguasaan Pasar Dalam Prespektif
Hukum Persaingan Usaha (Studi Perkara Putusan 22/KPPU-I/2016). Jurnal-
Diction Vol 3 No. 5
Juli Moertiono R. (2020). Perbuatan Melawan Hukum Dalam Perjanjian Multi Level
Marketing Barang-Barang Makanan, Minimunan Kesehatan Dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga Ditinjau Dari Uu Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen. Jurnal Ilmiah: Metadata, Vol 2 No. 2
Sari Indah. (2020). Perbuatan Melawan Hukum (Pmh) Dalam Hukum Pidana Dan
20
Hukum Perdata. Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara, Vol 11 No. 1
Taklima Musa. (2018). Aspek Perbuatan Melawan Hukum Dan Iktikad Tidak Baik
Dalam Implikasi Pencantuman Harga Produk Dengan Pecahan Rupiah Yang
Tidak Beredar, Jurnal Et-Tijare, Vol 5 No.1
21