Anda di halaman 1dari 4

Kurangi Mengonsumsi Gula

Coba bayangkan bagaimana jika dalam sehari, manusia menghindari konsumsi


gula. Gambaran yang akan terjadi, sarapan hanya dengan kopi pahit
dengan oatmeal. Makan siang dengan daging dan sayuran hijau rebus. Camilan
yang bisa dipilih hanya kacang-kacangan, sementara air minum yang bisa dipilih
hanya air putih, teh tawar, dan kopi pahit.

Tentunya menu-menu tersebut bisa jadi jauh dari pola konsumsi kita yang
ketergantungan dengan gula. Bagaimana tidak, nasi putih yang biasa kita makan,
mengandung gula, minuman boba yang nikmat juga tinggi akan gula, bahkan yang
sehat seperti buah-buahan, juga tetap mengandung gula. Lalu apakah
mengonsumsi gula setiap harinya akan buruk bagi kesehatan kita?

Mengenai sehat atau tidak, jawabannya: tergantung. Nyatanya konsumsi gula juga
penting, dengan syarat tidak berlebihan dan sesuai dengan angka kecukupan gizi
(AKG) yang ditetapkan.

Menurut American Heart Association (AHA) batas konsumsi gula yang wajar untuk
orang dewasa wanita yakni sebanyak 100 kalori atau kurang lebih 6 sendok teh gula,
dan sebanyak 150 kalori atau 9 sendok teh gula untuk pria.

Jika konsumsi gula melebihi batas tersebut, akan beresiko terkena beberapa
penyakit serius seperti obesitas, diabetes, dan penyakit pembunuh no. 1 di dunia,
jantung koroner (WHO).

Bagi anda yang mungkin rutin berolahraga dan melakukan aktivitas fisik, risiko akan
turun karena tubuh anda rutin membakar kalori, namun bagi anda yang kurang
aktivitas fisik dan mengonsumsi gula melewati batas, hal tersebut dapat
membahayakan kesehatan anda.

Menganut gaya hidup sehat sedari muda sangat penting. Karena tidak jarang,
penyakit kronis yang diderita di usia tua merupakan akumulasi dari gaya hidup tidak
sehat sedari muda.
Selalu perhatikan bagaimana pola konsumsi anda, dan awasi nilai gizi yang ada
pada makanan. Hindari mengonsumsi makanan dan minuman tinggi gula seperti
donat, kue, soda, boba milkshake, minuman berenergi, permen, dan makanan
manis lainnya.

Jangan lupa juga untuk membatasi jumlah karbohidrat anda, karena ketika
makanan yang mengandung karbohidrat dicerna, sistem pencernaan memecah
karbohidrat menjadi zat yang menjadi gula.
Bahaya Rokok Bagi Kesehatan Indonesia

Sebuah pepatah mengatakan, lebih baik mencegah daripada mengobati. Pepatah


tersebut memberi makna bahwa kesehatan adalah hal yang utama bagi manusia.
Namun nyatanya, masih banyak kebiasaan yang berakibat buruk pada kesehatan,
tak hanya pada diri sendiri, namun juga menularkan orang lain, seperti merokok.

Selama lebih dari 3 abad, industri rokok tumbuh dan berkembang di Indonesia serta
bertanggung jawab pada buruknya kesehatan masyarakat. Menurut Kementerian
Kesehatan, kerugian total akibat konsumsi rokok selama 2013 mencapai Rp 378,75
triliun. Padahal nilai pasar industri saat ini ditaksir berkisar hingga 224,2 triliun
Rupiah.

Tak hanya membengkak dari tagihan pengobatan, angka kerugian lainnya juga
diderita dari pembelian rokok mencapai 138 triliun Rupiah. Kerugian ini berasal dari
hilangnya produktivitas akibat sakit, disabilitas dan kematian prematur di usia
muda sebesar 235,4 triliun dan biaya berobat akibat penyakit-penyakit terkait
tembakau sebanyak 5,35 triliun Rupiah.

Tak hanya buruk bagi anak-anak, industri rokok juga semakin berbahaya karena
mulai menyasar pada konsumen generasi muda khususnya kalangan remaja. Hal ini
dibuktikan dengan meningkatnya prevalensi merokok pada populasi usia 10 18
Tahun yakni sebesar 1,9% dari tahun 2013 (7,2%) ke tahun 2018 (9,1%) berdasarkan
data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas).

Hal tersebut tentu memprihatinkan. Oleh sebab itu, sudah saatnya kita menyadari
hal-hal krusial ini. Kita bisa menolak dan melarang konsumsi rokok sejak di
lingkungan keluarga sendiri. karena industri rokok juga banyak didukung oleh
pihak-pihak yang menerima keuntungan tinggi dari penjualan rokok selama
berabad-abad di Indonesia.
Perlukah Transportasi Umum Untuk Kita

Dari tahun ke tahun, kemacetan menjadi masalah yang terus bertambah parah.
Anekdot kemudian bermunculan seperti “Tua di Jalan”, datang untuk mengkritik
pemerintah mengenai kebijakannya dalam mengatur transportasi Indonesia.

Kemacetan di jalan tetap terjadi dan semakin parah memang hasil yang logis dari
beberapa faktor, seperti meningkatnya jumlah penduduk, naiknya jumlah
pembelian kendaraan pribadi, dan lambatnya pembangunan infrastruktur
penghubung antar lokasi.

Berdasarkan data organisasi kesehatan dunia atau WHO, pada tahun 2019,
Indonesia menduduki peringkat kedelapan di Asia Tenggara dengan tingkat
kematian akibat kecelakaan lalu lintas, dengan data kematian mencapai 12,2
persen dari 100.000 populasi

Hal ini tentu saja dapat diminimalisir dengan beralihnya kebiasaan perjalanan
dengan menggunakan angkutan umum. Saat ini, peran pemerintah sangat penting
dalam hal pembangunan infrastruktur transportasi, baik dari kualitas armada
maupun fasilitas yang memudahkan masyarakat untuk menggunakan transportasi
umum.

Namun tantangan selanjutnya adalah besarnya anggaran dan biaya yang harus
dibayar untuk membangun sebuah sistem transportasi tersebut. Dengan keadaan
melemahnya seluruh ekonomi di dunia pasca pandemi berlangsung, pemerintah
perlu bijak dalam menetapkan prioritas pembangunan.

Keadaan ini tentunya tak hanya dihadapi Indonesia. Banyak negara lain dengan
kondisi yang relatif sama, tapi cukup berhasil mengatasi masalah kemacetan
tersebut dengan mengembangkan transportasi umum yang memadai.

Indonesia tentunya dapat mencontoh hal positif tersebut untuk kebaikan bagi
generasi selanjutnya. Namun jika keputusan sudah dibuat, seharusnya konsisten
dengan hal tersebut agar kita tak kembali mendengar hal buruk semacam proyek
mangkrak, dan hal-hal negatif lainnya yang hanya menghabiskan anggaran negara.

Anda mungkin juga menyukai