Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

Posisi Dominan dan Jabatan Rangkap

DOSEN PENGAMPU :

Dr. Raja Febrina Andarina Zaharnika, S.H., M.H.

DISUSUN OLEH :

Antin Paulina (211010580)

Michael Firmansyah Johannes (211010600)

Zainal Arifin (211010077)

Roberto Sahat Martua Siagian (2110101880

UNIVERSITAS ISLAM RIAU

ILMU HUKUM

T.A 2023/2024
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum, wr.wb

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan
hidayahNya, penulis bisa menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Posisi Dominan dan
Jabatan Rangkap”. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada ibuk Raja Febrina
Andarina Zaharnika selaku dosen mata kuliah Hukum Anti Monopoli dan PUTS, yang telah
membantu penulis dalam mengerjakan karya ilmiah ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak


mendapatkan bantuan moril maupun materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu Penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada sahabat-sahabat yang telah memberikan suport dan
motifasi kepada penulis.Dalam pembuatan makalah ini, penulis menyadari bahwa masih
banyak terdapat kekurangan baik dari penjelasan materi dan penulisan. Namun penulis telah
berusaha keras untuk menyelesaikan tugas yang telah di bebankan kepada penulis dan
mencoba memberikan hasil yang semaksimal mungkin.

Pekanbaru, 30 November 2023


Bab I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Praktek posisi dominan menurut UU RI No. 5 Tahun 1999 memuat tentang


keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar yang
bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha
mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar yang bersangkutan dalam
kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan,
serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa
tertentu.

Dengan kata lain kategori sebagai posisi dominan, jika satu perusahaan atau
kelompok perusahaan menguasai pasar 50%, atau lebih pangsa pasar satu jenis barang
atau jasa tertentu, atau lebih dua atau tiga perusahaan atau kelompokperusahaan
menguasai 75% atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu, dan
mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat. Dengan demikian posisi dominan
merupakan usaha yang bertentangan dengan hukum Islam.

Untuk menghilangkan atau setidaknya mengurangi praktek posisi dominan


atau monopoli yang ada, hendaknya para penegak hukum melakukan tindakan tegas
terhadap pelaku usaha tersebut sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,
sehingga peraturan atau Undang-undang yang mengatur monopoli dan usaha tidak
sehat tidak hanya sekedar sebagai bacaan saja akan tetapi dijalankan sebagaimana
mestinya.

Hendaknya para pedagang atau pelaku usaha Muslim dalam bermuamalah


senantiasa memperhatikan ketentuan-ketentuan yang sudah ditetapkan dalam hukum
Islam sehingga mereka tidak terjerumus ke dalam usaha-usaha yang merugikan
masyarakat luas. Seperti posisi dominan dan monopoli yang erat dengan kecurangan
dan kedzaliman.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimkasud dengan Posisi Dominan?


2. Penyalahgunaan Posisi Dominan di Indonesia
3. Apa yang dimaksud Jabatan Rangkap?
4. Apa saja kelebihan dan kekurangan Jabatan Rangkap?
Bab II
Pembahasan

A. Posisi Dominan

Pengaturan posisi dominan di Indonesia tercantum dalam pasal 1 angka (4)


Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat, yaitu:

“Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing
yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang
dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya
dipasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan
akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan
pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu”.

Syarat yang ditetapkan oleh Pasal 1 angka (4) UU No. 5/1999 yang penting adalah
bahwa pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan mempunyai posisi tertinggi
diantara pesaingnya dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses
pasa pasokan atau penjualan, dan kemampuan menyesuaikan pasokan atau permintaan
barang atau jasa tertentu. Namun ketentuan ini tidak menjelaskan syarat-syarat
tersebut harus dipenuhi oleh suatu pelaku usaha secara kumulatif atau tidak. Artinya,
apakah jika salah satu syarat tersebut dimiliki oleh pelaku usaha dapat dinyatakan
bahwa pelaku usaha tersebut sudah mempunyai posisi dominan? Dari pengertian
posisi dominan Pasal 1 angka (4) tersebut dapat diketahui 3 (tiga) unsur penting
tersebut diuraikan dan juga ditafsirkan di bawah ini yaitu1:

1. Kemampuan keuangan
2. Kemampuan pada pasokan atau penjualan
3. Kemampuan meyesuaikan pasokan atau permintaan

B. Penyalahgunaan Posisi Dominan

Sebelum menguraikan pengatuan penyalahgunaan posisi dominan di


Indonesia. Terlebih dahulu, penulis menjelaskan mengenai pengertian
penyalahgunaan posisi dominan. Istilah penyalahgunaan posisi dominan terdiri dari
kata-kata penyalahgunaan, posisi, dan dominan. Secara harfiah menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, arti kata “penyalahgunaan” adalah suatu proses, cara,
perbuatan penyalahgunaan atau perbuatan penyelewengan (penyimpangan atau

1
Ibid
pengkhianatan), sedangkan arti kata “posisi” adalah kedudukan (orang atau barang)
sementara arti kata “dominan” adalah bersifat sangat menentukan karena kekuasaan,
pengaruh, tampak menonjol.2 Oleh karena itu, penyalahgunaan posisi dominan berarti
proses, cara, perbuatan menyelewengkan kedudukan yang bersifat sangat menentukan
karena memiliki kekuasaan atau pengaruh (dalam hal kegiatan ekonomi).

Arie Siswanto (2004), menyatakan dalam bukunya yang berjudul Hukum


Persaingan Usaha bahwa penyalahgunaan posisi dominan ini merupakan praktik yang
memiliki cakupan luas. Ketika seorang pelaku usaha yang memiliki posisi dominasi
ekonomi melalui kontrak mensyaratkan agar konsumenya tidak berhubungan dengan
pesaingnya, maka ia dianggap telah melakukan penyalahgunaan posisi dominan.
Demikian juga apabila pelaku usaha yang memegang posisi dominan dengan basis
“take it or leave it” membuat penentuan harga di luar kewajaran.3

Istilah penyalahgunaan posisi dominan berasal dan dialihbahasakan dari


bahasa Inggris abuse of dominant position. Istilah ini merupakan istilah hukum yang
digunakan dan diatur substansinya dalam UU No. 5 Tahun 1999. Akan tetapi defenisi
penyalahgunaan posisi dominan tidak ditemukan dalam UU tersebut. Oleh karena itu
dapat dikatakan bahwa pembentuk undang-undang menyerahkan definisi
penyalahgunaan posisi dominan kepada doktrin, kebiasaan (praktik hukum), dan
yurisprudensi yang mencakup uraian definisi, batasan, unsur-unsur, ciri-ciri dan
kriteria yang mengabstraksikan penyalahgunaan posisi dominan.4

sehingga pasar dapat terdistorsi. Bentuk-bentuk penyalahgunaan posisi


dominan atau hambatanhambatan persaingan usaha yang dapat dilakukan oleh pelaku
usaha yang mempunyai posisi dominan adalah ditetapkan di dalam Pasal 25 ayat 1.
Ketentuan Pasal tersebut menetapkan bahwa pelaku usaha dilarang menggunakan
posisi dominan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk :

1. Menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan/atau


menghalangi konsumen memperoleh barang dan/atau jasa yang bersaing dari segi
harga maupun kualitas; atau
2. Membatasi pasar dan pengembangan teknologi; atau
3. Menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki
pasar yang bersangkutan
C. Jabatan Rangkap

2
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat, PT Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, 2008

3
Arie Siswanto, Hukum Persaingan Usaha, Ghalia Indonesia, Bogor Selatan, 2004, hal. 45

4
http://budiyana.wordpress.com/2008/01/21/konsepsi-penyalahgunaanposisi-dominan/
Menurut KBBI yang disebut dengan jabatan adalah pekerjaan (tugas)dalam
pemerintahan atau organisasi. Selain itu, jabatan juga dapat diartikansebagai
kedudukan yang menunjukan tugas, tanggung jawab, wewenang danhak seorang
pegawai dalam rangka suatu organisasi. Sehingga jabatan rangkap memiliki
pengertian dua atau lebih jabatan yang dipegang oleh seseorang dalam suatu
pemerintahan atau organisasi dalam waktu yang bersamaan.

Larangan jabatan rangkap diatur dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun


1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
(Undang-Undang No. 5 Tahun 1999). Pasal ini menggunakan pendekatan rule of
reason. Selanjutnya Peraturan Komisi Pengawas Persangan Usaha (KPPU)Nomor 7
Tahun 2009 tentang Pedoman Jabatan Rangkap sesuai ketentuan Pasal 26 Undang-
Undang No. 5 Tahun 1999 (Peraturan KPPU No. 7 Tahun 2009), secara substansial
menginterpretasikan beberapa unsur jabatan rangkap sesuai dengan ketentuan dan
praktik perusahaan di Indonesia.

Konsep jabatan rangkap (interlocking directorates atau interlock) menggambarkan


situasi yang mana satu atau lebih orang memiliki tanggung jawab eksekutif (pimpinan
tertinggi perusahaan) di dua atau lebih perusahaan yang saling bersaing. Jabatan
rangkap dapat pula dimaknai sebagai suatu keadaan saat seseorang pada waktu yang
sama menduduki jabatan (anggota) direksi dan/atau dewan komisaris pada dua atau
lebih perusahaan atau menjadi wakil dari dua atau lebih perusahaan yang bergabung
dalam direksi atau dewan komisaris satu perusahaan. Jabatan rangkap dapat terjadi
apabila seseorang (yang sama) duduk pada dua atau beberapa posisi atau sebagai
direktur (direksi) perusahaan atau menjadi komisaris (dewan komisaris) pada dua atau
lebih perusahaan yang biasanya memiliki keterkaitan kegiatan usaha atau ada
hubungan afiliasi di antara perusahaan-perusahaan itu.5

Terdapat beberapa pengertian berdasarkan jenis jabatan rangkap, antara lain


jabatan rangkap langsung, diartikan sebagai situasi “ketika seorang direktur yang
berafiliasi dengan satu perusahaan duduk sebagai direksi perusahaan lain,” 6 dan
jabatan rangkap tidak langsung, “ketika dua perusahaan memiliki direktur yang duduk
sebagai direksi pada perusahaan ketiga.” 7 Jabatan rangkap intra-grup dapat
diklasifikasikan lebih lanjut sebagai jabatan rangkap vertikal dan horizontal. Jabatan
rangkap vertikal adalah hubungan antarperusahaan antara direksi perusahaan induk

5
Knud Hansen et. al., Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Katalis,
Jakarta, 1999, hlm. 344. Lihat pula Peraturan KPPU No. 7 Tahun 2009 tentang Pedoman Jabatan Rangkap
sesuai Ketentuan Pasal 26 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat, hlm. 15.

6
Mark S. Mizruchi, “What Do Interlocks Do? An Analysis, Critique, and Assessment of Research on Interlocking
Directorates”, Annual Review of Sociology, Vol. 22, 1996, hlm. 271.

7
Barringer, B.R. and Harrison, J.S., “Walking a tightrope: Creating value through interorganizational
relationship”, Journal of Management, 26(3), 2000, 403. http://dx.doi.org/10.1177/014920630002600302,
hlm. 283.
(kantor pusat grup) dan afiliasinya, sedangkan jabatan rangkap horizontal adalah
hubungan intra-grup direktur di antara perusahaan sejenis.8

Ada beberapa alasan mengapa perusahaan memiliki kebijakan untuk menjalankan


jabatan rangkap.9 :

1. Model ketergantungan sumber daya. Perusahaan bergantung pada lingkungan


eksternal untuk memeroleh sumber daya yang diperlukan bagi kelangsungan
usahanya. Untuk mengelolanya secara efektif dalam lingkungan yang tidak
pasti, direktorat yang saling terkait dapat digunakan sebagai cara kolaborasi
dan kooptasi.10 Jabatan rangkap juga dapat membantu perusahaan untuk
mengurangi biaya transaksi dengan meningkatkan kepercayaan antar anggota,
memfasilitasi transfer informasi, dan menciptakan pengaturan untuk
memecahkan masalah bersama.
2. Jabatan rangkap dapat mengembangkan pribadi manajer. Penugasan ganda
menciptakan celah berharga bagi direktur untuk mengakses berbagai informasi
dan jaringan yang beragam, belajar dari pengalaman orang lain, dan
mengembangkan kompetensi kognitif. Direktur akan menghadapi gaya
kepemimpinan, pengetahuan manajemen, dan inovasi yang berbeda.
3. Jabatan rangkap dalam perusahaan besar dan bereputasi baik dapat
memberikan legitimasi, yang merupakan prasyarat untuk mendapatkan
dukungan dari beberapa lembaga keuangan dan investor bereputasi baik.
4. Direktorat yang saling terkait dapat memberi direktur insentif keuangan,
prestise dan peluang kontak profesional, yang mungkin penting untuk karir
masa depannya dan kohesi sosial dengan kelas atas.

Jabatan rangkap dapat menimbulkan masalah persaingan khususnya karena


eksekutif dapat menjadi saluran pertukaran informasi di antara para pesaing,
memfasilitasi koordinasi, sehigga dapat mengurangi pesaing. Padahal, persaingan
yang ketat di pasar didasarkan pada asumsi bahwa perusahaan mengambil keputusan
bisnis secara independen. Ketika jabatan rangkap menghubungkan dua atau lebih
perusahaan yang bersaing, maka independensi keputusan eksekutif dan perilaku
kompetitif perusahaan patut dipertanyakan.11Jabatan rangkap dapat memfasilitasi

8
Maman, D., “Research Note: Interlocking Ties within Business Groups in Israel - A Longitudinal Analysis, 1974-
1987,” Organization Studies, 20(2), 1999, hlm 323-339. http://dx.doi.org/10.1177/ 0170840699202006

9
Vidir Petersen, “Interlocking Directorates in the European Union: an Argument in their Restrictions”,European
Business Law Review, hlm. 3, dalam Andi Fahmi, et. al., Buku Teks Persaingan Usaha, Jakarta, KPPU, 2017, hlm.
253.

10
Schoorman, F.D., Bazerman, M.H., and Atkin, R.S., Interlocking Directorates: A Strategy for Reducing
Environmental Uncertainty,” Academy of Management Review, 6(2), 1981, hlm. 243-251; dan Gulati, R. and
Westphal, J.D., 1999, “Cooperative or Controlling? The effects of CEO-Board Relations and the Content of
Interlocks on the Formation of Joint-Ventures,” Administrative Science Quarterly, 44(3), hlm. 473-506.
http://dx.doi.org/10.2307/2666959

11
OECD, “Antitrust Issues Involving Minority Shareholding and Interlocking Directorates,” Policy Roundtables
2008, DAF/COMP (2008)30, 23 Juni 2009, hlm. 11.
pengambilalihan nilai dari anggota kelompok yang saling terkait oleh pemegang
saham pengendali, terutama ketika ada pengalihan antara cash flow rights dan hak
suara pemegang saham pengendali.12 Meskipun demikian, untuk membuktikan adanya
suatu pelanggaran akibat jabatan rangkap, penilaian atau tes tetap diperlukan.

Meskipun demikian, hambatan untuk persaingan yang sifatnya intrabrand dan


interbrand merupakan dua kategori yang dimiliki oleh perjanjian tertutup (closed
agreement); yang merupakan bagian penting dari hambatan vertikal (vertical
restraint). Hubungan istimewa atau khusus juga dapat terjadi antara perusahaan
finansial dengan non-finansial yang mengakibatkan diskriminasi pembiayaan
perusahaan pesaing sehingga dapat mempermudah terbentuknya penguasaan secara
vertikal, horizontal, dan konglomerasi. Banyak riset menunjukkan jabatan rangkap
umumnya eksis dan memainkan peran penting dalam grup bisnis, misalnya bisnis
antarnegara.

D. Kelebihan dan kekurangan Jabatan Rangkap

a) Kelebihan Jabatan Rangkap

1. Menambah pengalaman, dengan bekerja rangkap jabatan membuat seorang


karyawan memiliki pengalaman yang lebih dibandingkan dengan rekan
kerjanya yang lainnya yang hanya memiliki satu jabatan. Sebab, ia pernah
menjajal lebih dari satu jenis pekerjaan. Tentu ini menjadi bekal berharga
jika ia pindah kerja atau dipindah tugaskan ke divisi atau kota lain.

"Di masa mendatang, kalau pindah kerja, atau teman-teman dimutasi


(pengalaman rangkap jabatan) akan berguna dan adaptif. Pilihan
jabatannya juga jadi lebih luas." jelas Nelly.

2. Fleksibilitas, oleh karena pernah mengerjakan berbagai jenis pekerjaan,


maka seorang karyawan yang rangkap jabatan akan memiliki kemampuan
yang lebih dalam hal manajemen waktu. Ia juga akan bisa lebih
menghargai pekerjaan orang lain. Kata Nelly, “Itu karena kita pernah
dalam situasi tersebut. Jadi, kita tahu dan bisa mengatur, lebih fleksibel
dan lebih paham."undefined.

3. Memiliki banyak skill, kelebihan lain dari rangkap jabatan adalah akan
membuat karyawan mempelajari dan menguasai berbagai macam skill dan
keahlian. Ini tentu bermanfaat untuk pengembangan karier.

b) Kekurangan Jabatan Rangkap

12
Attig, N., and Morck, R., “Boards, Corporate Governance in a Typical Country,” Working Paper,University of
Alberta, 2005.
1. Menyebabkan stress, ketika seorang karyawan mendapatkan lebih banyak
tugas, pekerjaan, situasi dalam satu waktu tentu, hal ini akan menyebabkan
stres. Sebab, banyak hal yang diminta dari perusahaan dan semuanya harus
dikerjakan dengan sebaik mungkin. Rangkap Jabatan, Kelebihan dan
Kekurangannya Mengurangi focus

2. Mengurangi focus, seorang karyawan dengan rangkap jabatan berpotensi


kehilangan fokus karena dituntut untuk mengerjakan berbagai jenis
pekerjaan sekaligus. Jika terlalu fokus pada pekerjaan A, maka pekerjaan
B tertinggal, dan pekerjaan C sama sekali tidak terpegang. Ini akhirnya
bisa merusak performa pekerjaan dan nama baik sang karyawan.

3. Kewalahan, Pekerjaan yang terlalu banyak tentu akan membuat lelah. Nah,
itu yang akan dialami seorang karyawan yang memegang jabatan rangkap.
Kalau sudah begini, produktivitas karyawan bisa menurun.

c) Hal yang dilakukan saat Jabatan Rangkap

1. Motivasi intrinsic, ketika diminta untuk merangkap jabatan, kamu harus


kembali melihat pada diri sendiri atau motivasi intrinsik. Motivasi intrinsik
adalah motivasi yang muncul dari dalam diri. Misalnya, kamu
mengingatkan diri sendiri apa yang ingin dicapai ketika menyanggupi
untuk rangkap jabatan. Apakah gaji yang besar atau ada hal lain.

2. Cek organisasi dan kultur Perusahaan, hal kedua yang perlu dilakukan
ketika merangkap jabatan adalah cek organisasi dan kultur tempat kamu
bekerja. Apakah perusahaan memang memiliki semua fungsi, tapi diisi
orang-orang yang sama. Artinya, rangkap jabatan terjadi di berbagai lini di
perusahaan, sehingga sudah menjadi hal yang lazim.

3. Investasi jangka Panjang, Layaknya investasi yang menguntungkan


dalam jangka panjang, kamu menilai rangkap jabatan pun bisa menjadi
bekal untuk pengembangan diri, karena mendapatkan banyak pengalaman
yang memberikan nilai lebih di kemudian hari.

Bab III
Penutup

A. Kesimpulan

Posisi dominan adalah suatu keadaan dimana dalam suatu pasar terdapat
pelaku usaha yang memiliki presentase pasar yang kuat dalam pangsa pasar
tertentu. Penyalahgunaan posisi dominan adalah suatu perbuatan yang dilakukan
oleh pelaku usaha yang memiliki posisi dominan dimana pelaku usaha tersebut
meyalahgunakannya dengan melakukan perilaku-perilaku yang dilarang oleh
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persiangan Usaha Tidak Sehat. Posisi dominan tidaklah dilarang namun perilaku
posisi dominan dapat menjadi awal terjadi perilaku yang dilarang oleh
undangundang, mengingat akibat yang diakibatkan dari penyalahgunaan posisi
dominan yang dapat menjadi awal terjadinya perilaku lain cukup luas akibatnya,
melihat dampak yang sulit terdeteksi dan luas, karena tidak hanya konsumen
namun juga pelaku usaha lainnya yang dirugikan. Tindakan ini dilakukan oleh
Korporasi, oleh karena itu perbuatan penyalahgunaan posisi dominan dapat
dikualifikasikan sebagai kejahatan korporasi. Sedangkan jabatan rangkap adalah
kondisi di mana seseorang memegang jabatan atau memiliki lebih dari satu
cabang kekuasaan di saat bersamaan.

B. Saran

Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan makalah


di atas masih banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Adapun
nantinya penulis akan segera melakukan perbaikan susunan makalah itu dengan
menggunakan pedoman dari beberapa sumber dan kritik yang bisa membangun
para pembaca.
C. Daftar Pustaka

Arthur H. Jr Travers, “Interlocks in Corporate Management and the Antitrust


Laws”, Texas Law Review, 1968, Vol. 46, No. 819.
Barry Baysinger & Butler, Henry, “Corporate Governance and the Board of
Benjamin M. Geber, “Enabling Interlock Benefits while Preventing
Anticompetitive Harm: Toward an Optimal Definition of Competitors
Under Section 8 of the Clayton Act”, Yale Journal on Regulation, Vol.
24, No. 1, 2007.
Corporations,” Yale Law Journal, Vol. 39, 1929.
D. Maman, “Research Note: Interlocking Ties within Business Groups in
Israel - A Longitudinal Analysis, 1974-1987,” Organization Studies,
20(2), 1999, hlm. 323-339.
http://dx.doi.org/10.1177/0170840699202006
Directors: Performance Effects of Changes in Board Composition”, Journal of
Law, Economics, & Organization, Vol. 1, No. 1, 1985
Douglas and Shanks, “Insulation from Liability through Subsidiary
Interest Placed in Proper Analytical Perspective”, Villanova Law Review,Vol.
21, No. 3, 1976.
James T. Halverson, “Interlocking Directorates - Present Anti-Trust
Enforcement

Anda mungkin juga menyukai