Anda di halaman 1dari 27

PRESENTASI KASUS

LAKI-LAKI USIA 16 TAHUN DENGAN CLOSED DEGLOVING INJURY REGIO


CRURIS DEXTRA

Oleh:
Amelia Anita Sari (G992208005)

Periode: 18 – 24 Desember 2023

Pembimbing:
Dr. dr. Amru Sungkar, Sp.B., Sp.BP-RE(KKF)

KEPANITERAAN KLINIK/ PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU BEDAH PLASTIK REKONSTRUKSI DAN ESTETIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI SURAKARTA
2023
HALAMAN PENGESAHAN

Presentasi kasus ini disusun untuk memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Ilmu
Bedah Plastik Rekonstruksi dan Estetik Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas
Maret / RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Presentasi kasus dengan judul:

LAKI-LAKI USIA 16 TAHUN DENGAN CLOSED DEGLOVING INJURY


REGIO CRURIS DEXTRA

Hari, tanggal: Selasa, 19 Desember 2023

Oleh:
Amelia Anita Sari (G992208005)

Mengetahui dan menyetujui,


Pembimbing

Dr. dr. Amru Sungkar, Sp.B., Sp.BP-RE(KKF)


BAB I
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. JLD
Usia : 16 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pelajar
Status : Belum menikah
Alamat : Banjarsari, Surakarta
No. RM : 0164xxxx
Masuk RS : 21 November 2023
Tanggal periksa : 18 Desember 2023

B. ANAMNESA
1. Keluhan utama
Nyeri pada tungkai kanan

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD Dr. Moewardi pada tanggal 21
November 2023 rujukan dari RS Brayat Minulya dengan keterangan post
fasciotomy. Kronologi pasien post terjatuh dari tangga setinggi 2 meter
pada tanggal 11 November 2023 (10 hari SMRS). Setelah kejadian pasien
mengeluhkan nyeri di tungkai kanan. Pasien lantas dibawa ke RS PKU
Delanggu lalu dilakukan pemeriksaan radiologis dan hasilnya tidak ada
kelainan dan pasien dapat rawat jalan. Tiga hari kemudian pasien
mengeluhkan nyeri, bengkak dan kulit memar-memar di area tungkai
kanan. Pasien lantas berobat ke RS Brayat Minulya dan dilakukan
fasciotomy pada tanggal 16 November 2023 (5 hari SMRS). Menurut ibu

1
pasien, pasien kemudian dirujuk ke RSDM untuk dilakukan penanganan
lebih lanjut (tanam kulit).
Saat ini, pasien mengeluhkan tungkai kanan masih terasa nyeri hilang
timbul. Nyeri tidak sampai mengganggu istirahat. Keluhan demam, batuk,
pilek disangkal. Nafsu makan baik. BAB dan BAK dalam batas normal.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat Keluhan Serupa : disangkal
- Riwayat Kecelakaan/Trauma : disangkal
- Riwayat Operasi : disangkal
- Riwayat Asma : diakui, terkontrol
- Riwayat Alergi : diakui, alergi obat (salbutamol)
- Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal
- Riwayat Hipertensi : disangkal
- Riwayat Penyakit Sistemik Lain : disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga


- Riwayat Keluhan Serupa : disangkal
- Riwayat Asma : diakui, kedua orangtua pasien
- Riwayat Alergi : diakui, ibu pasien alergi obat
(penisilin)
- Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal
- Riwayat Hipertensi : diakui, ibu pasien

5. Riwayat Kebiasaan
- Riwayat Merokok : disangkal
- Riwayat Konsumsi Alkohol : disangkal
- Riwayat Konsumsi Narkotika : disangkal
- Riwayat Ambulasi : sebelum kejadian, pasien dapat
berjalan tanpa alat bantu

2
6. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien berobat dengan fasilitas BPJS kelas III.

7. Riwayat Nutrisi
Pasien makan 2-3x sehari dengan komposisi lauk pauk yang bervariasi
dan gizi cukup.

8. Screening COVID
- Flu-like Symptom : disangkal
- Batuk : disangkal
- Sesak napas : disangkal
- Nyeri telan : disangkal
- Riwayat demam dengan malaise : disangkal
- Riwayat berpergian keluar kota : disangkal
- Riwayat kontak pasien COVID : disangkal
- Domisili : Surakarta

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Primary Survey
a. Airway : Clear
b. Breathing : Pengembangan dada kanan = kiri, RR 20 x/menit,
jejas (-), SpO2 99%, SDV (+/+)
c. Circulation : HR: 129 x/menit, TD: 125/62 mmHg
d. Disability : GCS E4V5M6, pupil isokor (3mm/3mm), RC (+/+),
lateralisasi (-)
e. Exposure : T 36,2°C
2. Secondary Survey
a. Kepala : hematoma (-)

3
b. Mata : hematoma periorbital (-), visus ODS 6/6, gerakan bola
mata (N/N)
c. Wajah : tak ada kelainan
d. Telinga : otorhea (-/-), darah kering (-/-)
e. Hidung : rinorhea (-/-), darah kering (-/-)
f. Leher : tidak ada kelainan
g. Thoraks : simetris, retraksi (-)
h. Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, bising
(-), bunyi jantung tambahan (-)
i. Pulmo
Inspeksi : pengembangan dada kanan sama dengan kiri
Palpasi : fremitus raba dada kanan sama dengan kiri
Perkusi : sonor (+/+)
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
j. Abdomen
Inspeksi : distended (-), jejas (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-)
k. Genital : tidak ada kelainan
l. Ekstremitas : lihat status lokalis

3. Status Lokalis
Regio Cruris Dextra
a. Inspeksi : luka post fasciotomy (+), bleeding aktif (-), pus (-),
sludge (-)

4
b. Palpasi : nyeri pada perabaan (+), teraba hangat (+), teraba
pulsasi a. dorsalis pedis (+), warna kulit kehitaman pada tepi luka (+),
penurunan fungsi sensorik (-)
Saturasi Regio Pedis Dextra
a. Digiti I : 97%
b. Digiti II : 98%
c. Digiti III : 99%
d. Digiti IV : 100%
e. Digiti V : 100%

4. Foto Klinis (21/11/2023)

5
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium (23/11/2023)
KIMIA KLINIK
Albumin 3.5 g/dL 3.2 - 4.5

2. Laboratorium (24/11/2023)
HEMATOLOGI
Hemoglobin 10.2 (L) g/dL 11.5 - 15.5
Hematokrit 30 (L) % 35 - 45
Leukosit 11.5 ribu/uL 4.5 - 14.5
Trombosit 539 (H) ribu/uL 150 - 450
Eritrosit 3.50 (L) juta/uL 4.00 - 5.20

3. Laboratorium (25/11/2023)
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11.3 (L) g/dL 11.5 - 15.5
Hematokrit 33 (L) % 35 - 45
Leukosit 14.0 ribu/uL 4.5 - 14.5
Trombosit 565 (H) ribu/uL 150 - 450
Eritrosit 3.79 (L) juta/uL 4.00 - 5.20

4. Laboratorium (05/12/2023)
HEMATOLOGI
Hemoglobin 9.8 (L) g/dL 11.5 - 15.5
Hematokrit 30 (L) % 35 - 45
Leukosit 9.1 ribu/uL 4.5 - 14.5
Trombosit 387 ribu/uL 150 - 450
Eritrosit 3.29 (L) juta/uL 4.00 - 5.20

6
5. Laboratorium (06/12/2023)
HEMATOLOGI
Hemoglobin 9.7 (L) g/dL 11.5 - 15.5
Hematokrit 29 (L) % 35 - 45
Leukosit 8.0 ribu/uL 4.5 - 14.5
Trombosit 406 ribu/uL 150 - 450
Eritrosit 3.25 (L) juta/uL 4.00 - 5.20
KIMIA KLINIK
Albumin 3.1 (L) g/dL 3.2 - 4.5

6. Laboratorium (07/12/2023)
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11.1 (L) g/dL 11.5 - 15.5
Hematokrit 33 (L) % 35 - 45
Leukosit 8.1 ribu/uL 4.5 - 14.5
Trombosit 371 ribu/uL 150 - 450
Eritrosit 3.81 (L) juta/uL 4.00 - 5.20

7. Laboratorium (08/12/2023)
HEMATOLOGI
Hemoglobin 12.2 g/dL 11.5 - 15.5
Hematokrit 38 % 35 - 45
Leukosit 10.7 ribu/uL 4.5 - 14.5
Trombosit 441 ribu/uL 150 - 450
Eritrosit 4.23 juta/uL 4.00 - 5.20

8. Laboratorium (09/12/2023)
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11.7 g/dL 11.5 - 15.5

7
Hematokrit 36 % 35 - 45
Leukosit 9.6 ribu/uL 4.5 - 14.5
Trombosit 387 ribu/uL 150 - 450
Eritrosit 4.06 juta/uL 4.00 - 5.20
MCV 88.5 /um 80.0 - 96.0
MCH 28.9 pg 28.0 - 33.0
MCHC 32.6 (L) g/dL 33.0 - 36.0
RDW 16.4 (H) % 11.6 - 14.6
MPV 8.1 fl 7.2 - 11.1
PDW 16 (L) % 25 - 65
Eosinofil 0.50 % 0.00 - 4.00
Basofil 0.30 % 0.00 - 1.00
Neutrofil 77.10 (H) % 29.00 - 72.00
Limfosit 14.10 (L) % 33.00 - 48.00
Monosit 8.00 (H) % 0.00 - 6.00
KIMIA KLINIK
Albumin 3.2 (L) g/dL 3.2 - 4.5

9. Laboratorium (17/12/2023)
HEMATOLOGI
Hemoglobin 10.5 (L) g/dL 11.5 - 15.5
Hematokrit 32 (L) % 35 - 45
Leukosit 7.1 ribu/uL 4.5 - 14.5
Trombosit 319 ribu/uL 150 - 450
Eritrosit 3.57 (L) juta/uL 4.00 - 5.20

8
10. Foto Toraks AP (21/11/2023)

● Cor: Ukuran dan bentuk kesan normal dengan CTR 53%


● Pulmo: Tak tampak infiltrat/nodul di kedua lapang pulmo, corakan
bronkovaskuler normal
● Sinus costophrenicus kanan kiri tajam
● Hemidiaphragma kanan kiri normal
● Trakhea di tengah
● Sistema tulang baik
Kesimpulan:
1. Cor dan pulmo tak tampak kelainan

9
11. Foto Cruris kanan AP/Lat (21/11/2023)

● Alignment baik
● Trabekulasi tulang normal
● Celah dan permukaan sendi dalam batas normal
● Tak tampak kalsifikasi abnormal
● Tak tampak erosi/destruksi tulang
● Tampak soft tissue swelling di regio 1/3 proksimal hingga 1/3 distal
cruris kanan

10
● Pergeseran sendi (-)
Kesimpulan:
1. Tak tampak fraktur maupun dislokasi pada cruris kanan
2. Soft tissue swelling di regio 1/3 proksimal hingga 1/3 distal cruris
kanan

E. ASSESSMENT
Compartment Syndrome Regio Cruris Dextra Post Fasciotomy ec Susp
Closed Degloving Regio Cruris Dextra ec Trauma

F. PLANNING
- Infus RL 20 tpm
- Injeksi Ampicilin 1,5 g/8 jam
- Injeksi Metamizol 1 g/8 jam
- Injeksi Omeprazole 40 mg/12 jam
- Debridement + Elastic Verband

G. LAPORAN OPERASI
Tanggal : 14 Desember 2023 Jam : 16:00 s/d 18:15
Leader : Amru Sungkar, dr., Sp.BP Asisten : dr. Tama
Jenis Anestesi : Regional
Diagnosa pre – operatif :
● Other Specified Disorders Of Skin And Subcutaneous Tissue
● Disruption Of Operation Wound, Not Elsewhere Classified
Diagnosa post – operatif :
● Other Specified Disorders Of Skin And Subcutaneous Tissue
● Disruption Of Operation Wound, Not Elsewhere Classified
Nama tindakan : Excisional Debridement Of Wound, Infection,
Or Burn
Jenis operasi : Elektif, bersih, khusus

11
1. Jumlah Pendarahan : 10cc
2. Jumlah Kassa : 5
3. Urine Output :
4. Penyulit yang ditemukan : -
5. Implan : Tidak Ada
6. Kondisi khusus Pre Operatif :
7. Penemuan / Laporan Operasi : Pasien posisi supine, bius dengan GA
● Buka balutan luka ekstremitas inferior (D)
● Toilet medan operasi, cuci dengan povidone iodine di jaringan sehat
● Evaluasi luka, ditemukan:
- R.Cruris (D)
I : STSG take 95%, dasar jaringan granulasi, active bleeding (-), pus
(-). slough (-), lisis (+)
● Area donor
- R.Femur(D)
I : luka kering, pus (-), nekrotik (-)
● Lakukan kompres kassa betadine, kassa diangkat
● Potong jaringan yg bergranulasi lebih dari dasar tepi luka
● Luka ditutup tulle, kassa betadine, kassa kering,plester dengan
hypafix, balut dengan elastic verband
● Operasi selesai
8. Terapi : RL 20 tpm
Ampicilin 1 g/8 jam
Metamizole 1 g/8 jam
Ranitidin 50 mg/12 jam

12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
CLOSED DEGLOVING INJURY

A. DEFINISI
Degloving injury merupakan suatu kondisi bedah yang serius, terjadi
suatu avulsi atau pelepasan kulit dan jaringan subkutan dari otot dan fascia
sekunder akibat gaya geser tiba-tiba pada permukaan kulit. Degloving injury
lebih sering terjadi pada laki-laki karena beban trauma traumatis yang lebih
tinggi. Degloving injury dapat terjadi di seluruh bagian tubuh, namun lokasi
utama adalah ekstremitas bawah, badan, kulit kepala dan wajah dengan kulit
dan jaringan lunak yang bervariasi (Antoniou D et al., 2015; Mello DF et al.,
2015).
Closed degloving injury biasanya dikaitkan dengan trauma berenergi
tinggi dan dapat berakibat fatal. Dikenal juga dengan istilah lesi
Morell-Lavallée (MLL) bila terjadi di daerah panggul atau paha, cedera ini
terjadi ketika kulit dan jaringan subkutan tiba-tiba terpisah dari bidang fasia
otot di bawahnya karena gaya geser. Gaya geser ini mengganggu pembuluh
darah dan saluran limfatik yang berlubang, mengakibatkan ruang potensial
(dead space) berisi efusi yang mengandung getah bening, darah, dan lemak
nekrotik (Myrick dan Davis, 2018; McGowan dan Fallahi, 2020; Huang et
al., 2023).

B. KLASIFIKASI
Cedera jaringan lunak dideskripsikan dalam empat pola cedera:
1. Abrasi/avulsi
2. Degloving non-circumferential
3. Circumferential single plane
4. Circumferential multi-plane degloving

13
Cedera jaringan lunak degloving dapat diklasifikasikan menjadi dua
jenis berdasarkan:
1. Open degloving injury
Open degloving (degloving terbuka) adalah terjadinya robekan
atau lepasnya kulit yang menyebabkan penampakan dari otot, tulang
atau jaringan ikat. Pada beberapa kasus, sebagian kulit masih melekat
sebagai flap di dekat luka (Giotis et al., 2021). Cedera degloving jenis
ini dapat memengaruhi semua bagian tubuh, termasuk jari, lengan
atau tungkai.

Gambar 1. Open degloving pada tangan (Morrison et al., 2018).


Cedera open degloving merupakan cedera yang serius dan
harus segera ditangani. Penanganan cedera ini membutuhkan
perawatan kegawatdaruratan untuk mengurangi kehilangan darah dan
mencegah terjadinya infeksi (Peng et al., 2012).
2. Closed degloving injury
Closed degloving atau cedera degloving tertutup tidak selalu
tampak sehingga cukup sulit bagi dokter untuk mendiagnosis. Dalam
beberapa kasus, cedera degloving tertutup dapat menyebabkan
memar, tetapi biasanya hanya ini gejala yang terlihat (Morrison and
Hecht, 2018).
Banyak cedera degloving tertutup yang melibatkan kekuatan
yang memisahkan lapisan atas kulit dan jaringan dari jaringan yang
lebih dalam sehingga meninggalkan ruang di bawah kulit. Ruangan
ini disebut sebagai lesi Morel-Lavallée (Diviti et al., 2017). Lesi ini

14
dapat diisi dengan cairan getah bening, darah, dan lemak.

Gambar 2. Lesi Morel-Lavallée pada cedera degloving tertutup di


regio femur hari ke-1 setelah trauma (Myrick dan Davis, 2018)
Cedera degloving tertutup sering terjadi pada bagian atas tulang
pinggul di area trokanter mayor. Bagian tubuh lain yang umum terjadi
cedera degloving tertutup yaitu torso, tulang belakang bagian bawah,
tulang belikat, atau lutut (Koc et al., 2017).

C. ETIOLOGI
Riwayat tabrakan kendaraan bermotor berkecepatan tinggi,
kecelakaan sepeda motor, atau tabrakan langsung ke area tersebut merupakan
hal yang umum terjadi, dengan tabrakan kendaraan bermotor menjadi
mekanisme yang paling sering dilaporkan. Cedera dapat terjadi di mana saja
di dalam tubuh. Namun, cedera ini terjadi di sekitar pinggul atau di
ekstremitas bawah (93%): trochanter mayor/pinggul (30%), paha (20%),
panggul (19%), lutut (16%), daerah gluteal (6%), daerah lumbosakral (3%),
area perut (1%), betis/tungkai bawah (2%), dan kepala (0,5%) (McGowan
dan Fallahi, 2020).

15
D. PATOFISIOLOGI
Mekanisme cedera, lokasi anatomis, adanya cedera yang menyertai
dan tingkat kehilangan jaringan dapat mempengaruhi kompleksitas dari
cedera. Anatomi kulit dan muskuloskeletal yang normal meliputi lapisan
umum berikut ini, dari yang dangkal hingga yang dalam: kulit, lemak
subkutan, fascia dangkal, lemak dalam, fascia dalam, otot, tulang. Pada
closed degloving injury, ketika terdapat gaya berintensitas tinggi
diaplikasikan pada tubuh baik secara langsung maupun tangensial, maka
efeknya adalah terpisahnya kulit dan jaringan subkutan dari fasia otot di
bawahnya. Ketika cedera traumatis terjadi, terdapat kerusakan pada
pembuluh darah dan suplai limfatik, yang kemudian menyebabkan
penumpukan darah dan getah bening di ruang mati yang dihasilkan oleh
pemisahan fasia superfisial dan profunda. Bahan di dalam lesi menciptakan
proses inflamasi kronis. Lesi ini berhubungan dengan morbiditas dan
mortalitas yang signifikan. Seiring waktu, terjadi resorpsi elemen hemoragik,
peningkatan cairan serosanguinous dan enkapsulasi fibrosa progresif yang
menghambat resorpsi dan menyebabkan perluasan yang lambat dan
berkelanjutan (Myrick dan Davis, 2018; McGowan dan Fallahi, 2020).

E. MANIFESTASI KLINIS
Diagnosis closed degloving injury ditegakkan berdasarkan anamnesis
dan pemeriksaan fisik. Cedera ini sering terjadi bersamaan dengan patah
tulang, seperti patah tulang panggul dan acetabulum, tulang paha, dan tibia
sebagai akibat dari mekanisme energi tinggi. Lesi Morel-Lavallee juga dapat
terjadi secara terpisah. Pasien mengeluhkan pembengkakan pada area fokal
dan mungkin disertai nyeri atau nyeri tekan atau tidak disertai nyeri tekan.
Sensasi kumpulan cairan sering digambarkan sebagai “balon air” di bawah
kulit (Myrick dan Davis, 2018).
Pada pemeriksaan, lesi seringkali menunjukkan area fokal
pembengkakan, bahkan pada pasien obesitas, namun mungkin kurang

16
terlihat pada pasien dengan postur tubuh besar. Mungkin dapat dijumpai
ekimosis dan lecet. Pada pasien kurus, tepi lesi mudah diidentifikasi.
Fluktuasi yang signifikan merupakan ciri khasnya, karena lesi sebagian besar
diisi oleh cairan serosa. Karena MLL terjadi pada antarmuka antara lemak
subkutan dan fascia profunda, pengumpulannya akan terasa dangkal. Hal ini
berbeda dengan hematoma, yang biasanya lebih dalam, kurang jelas, dan
kurang berfluktuasi karena sering kali terjadi pembekuan pada tingkat yang
bervariasi. Meski begitu, membedakan MLL dan hematoma mungkin tidak
bisa dilakukan hanya dengan pemeriksaan saja (Myrick dan Davis, 2018).

F. MANAJEMEN DAN TATALAKSANA


1. Manajemen Awal
Evaluasi awal dan manajemen cedera degloving mempengaruhi
hasil penanganan. Faktor yang berkontribusi terhadap hal ini termasuk
tantangan diagnostik yang dihadapi oleh penyedia layanan kesehatan
yang tidak terbiasa dengan jenis cedera ini dan kurangnya strategi
pengambilan keputusan yang jelas untuk cedera jaringan lunak
degloving (Ali et al., 2020). Hal ini sering mengakibatkan kerusakan
jaringan yang mendasari diremehkan dan keterlambatan dalam
manajemen luka definitif sehingga dapat meningkatkan risiko infeksi.
Oleh sebab itu, penanganan awal dilakukan evaluasi pasien trauma
berdasarkan derajatnya, pengenalan seluruh cedera tulang dan jaringan
lunak yang ada, penanganan untuk mencegah infeksi, dan penanganan
untuk menghentikan perdarahan jika ada (Velazquez et al., 2020).
2. Prinsip Pemeriksaan dan Penanganan Emergensi
Pemeriksaan dan penanganan cedera degloving memiliki banyak
pilihan perawatan yang digunakan tergantung pada keparahan cedera
dan bagian tubuh yang cedera. Prognosis dari cedera degloving dapat
ditingkatkan dengan keberhasilan kebangkitan dan rehabilitasi pasien
dengan resusitasi dini, pengenalan semua cedera tulang dan jaringan

17
lunak yang ada, debridement dini dan penutupan (Hakim et al., 2016;
Veena et al., 2013). Prioritas utama penanganan cedera degloving yaitu
untuk menyelamatkan kulit sebanyak mungkin (Frink et al., 2017).
Cedera dengan keparahan ringan diperbaiki dengan skin grafts atau skin
flaps, sedangkan cedera degloving yang lebih parah dapat membutuhkan
pembedahan rekonstruksi atau amputasi (Perumal et al., 2013). Namun,
standar pedoman diagnostik untuk mendefinisikan, keparahan cedera,
dan penanganan untuk cedera jaringan lunak degloving hingga saat ini
belum tersedia dengan baik.
Penanganan cedera jaringan lunak degloving umumnya dimulai
dengan mendefinisikan cedera dengan menentukan viabilitas cedera
jaringan dan debridement jaringan nekrosis dan perfusi buruk
(Velazquez et al., 2020; Han et al., 2015). Selanjutnya, dilakukan
perbaikan struktur yang masih dapat diselamatkan dan penentuan
cakupan jaringan lunak yang ideal untuk daerah cedera.
Pada sebuah penelitian cedera jaringan lunak degloving pada
ekstremitas, sistem klasifikasi dan algoritma pengobatan dengan
mengidentifikasi karakteristik pasien yang mengalami cedera, penyebab
cedera dan cedera jaringan, penanganan cedera dan luaran rekonstruksi
disertai dengan faktor yang mempengaruhinya (Velazquez et al., 2020).

18
Gambar 3. Klasifikasi cedera jaringan lunak degloving dan algoritma penanganan
(Velazquez et al., 2020)
Tipe cedera jaringan lunak degloving dalam dengan kerusakan tendon
dapat diberikan penanganan berdasarkan berikut:
a. Paratenon tidak intak: dilakukan debridement lokal hingga regional atau
dengan free flap, dengan atau tanpa Split Thickness Skin Graft (STSG)
b. Paratenon intak dan jaringan tidak dapat digunakan: perbaiki tendon,
dermal regeneration template (DRT), staged STSG dengan atau tanpa
negative pressure wound therapy (NPWT)
c. Paratenon intak dan dengan jaringan yang dapat digunakan: perbaiki
tendon, debridement jaringan lemak, dan diaplikasikan sebagai Full
Thickness Skin Graft (FTSG).

19
Tipe cedera jaringan lunak degloving dalam dengan kerusakan
tulang dapat diberikan penanganan berdasarkan berikut:
1. Struktur terfiksasi: lakukan debridement, lokal-regional versus free
flap, dan dengan atau tanpa STSG
2. Struktur tidak terfiksasi dengan periosteum tidak intak: lakukan
debridement, lokal-regional versus free flap, dan dengan atau tanpa
STSG
3. Struktur tidak terfiksasi dengan periosteum intak: lihat apakah tidak
ada cedera tendon atau cedera tulang yang membutuhkan fiksasi
Negative pressure wound therapy (NPWT) dalam mode kontinu
pada -125 mmHg, secara efektif dapat menghilangkan eksudat setelah
debridement sederhana pada pasien yang tidak dapat mentoleransi
anestesi (Xu et al., 2017; Sakai et al., 2017).
Mekanisme cedera dari fraktur degloving humerus proksimal
kemungkinan dapat terjadi karena rotasi internal ekstrim, rotasi
eksternal ekstrim atau abduksi ekstrim. Reduksi dan fiksasi internal
adalah pengobatan yang efektif. Fokus pengobatan tidak hanya fiksasi
fraktur, tetapi juga perbaikan dan rekonstruksi rotator cuff (Li et al.,
2018).

G. KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS


Tingkat keparahan komplikasi closed degloving injury berhubungan
dengan berbagai faktor, seperti ukuran lesi, adanya komplikasi, stadium lesi
(akut atau kronis), dan modalitas pengobatan. Komplikasi closed degloving
injury termasuk diantaranya kekambuhan, infeksi, dan dapat timbul nyeri
kronis ketika closed degloving injury tidak ditangani di periode akut atau
subakut atau terlewatkan didiagnosis sebagai kontusio. Pada closed
degloving injury dengan lesi kecil dan akut, terkadang bisa sembuh secara
spontan tanpa operasi. Lesi akut yang lebih besar tidak hanya menyebabkan
nekrosis kulit dan infeksi sekunder, namun juga mempengaruhi waktu dan

20
pendekatan pembedahan untuk patah tulang yang mendasarinya. Jika lesinya
kronis, pseudokapsul mencegah reabsorpsi isinya dan dapat menyebabkan
gejala sisa yang tidak diinginkan (Rai et al., 2019; Yang dan Tang, 2023).

21
BAB III
PENUTUP

Closed degloving injury merupakan salah satu tipe cedera jaringan lunak
degloving yang terjadi ketika kulit dan jaringan terlepas dan menampakkan otot,
tulang atau jaringan ikat dibawahnya. Closed degloving injury biasanya berhubungan
dengan trauma berenergi tinggi dan dapat berakibat fatal. Lebih dikenal sebagai lesi
Morel-Lavallee, bila di daerah panggul atau paha, degloving terjadi ketika fasia
superfisial terpisah dari fasia dalam melalui mekanisme geser. Hal ini tidak hanya
mengganggu saluran pembuluh darah dan limfatik yang membentang di kedua
lapisan ini tetapi juga menciptakan ruang potensial untuk pengumpulan cairan. Cairan
hemolimfatik yang terkumpul merupakan tempat terjadinya infeksi dan dapat
menyebabkan kulit di atasnya berisiko mengalami nekrosis. Penatalaksanaan
tergantung pada ukuran lesi, tingkat keparahan, dan cedera terkait. Penelitian untuk
menentukan pedoman diagnostik kriteria untuk mendefinisikan, keparahan cedera,
dan penanganan untuk cedera jaringan lunak degloving diperlukan untuk
memudahkan dalam penanganan cedera jaringan lunak degloving.

22
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M., Reda, F. M., Abbassi, H., Issaoui, H., Gargouri, M., & Razanabola, F.
(2020). Management of a Severe Degloving Injury With a Type 2 Open Tibia
Fracture Using Negative Pressure Wound Therapy With Instillation and Dwell
Time. Wounds : a compendium of clinical research and practice, 32(12),
E110–E113.
Antoniou D, Kyriakidis A, Zaharopoulos A. Degloving injury. Eur J Trauma. 2015;
31(6): 593-596
Diviti S, Gupta N, Hooda K, Sharma K, Lo L. (2017). Morel-Lavallee
Lesions-Review of Pathophysiology, Clinical Findings, Imaging Findings and
Management. J Clin of Diagn Res. 11(4): TE01-04.
https://www.doi.org/10.7860/JCDR/2017/25479/9689
Frink, M., Lechler, P., Debus, F., & Ruchholtz, S. (2017). Multiple Trauma and
Emergency Room Management. Deutsches Arzteblatt international,
114(29-30), 497–503. https://doi.org/10.3238/arztebl.2017.0497
Giotis, D., Kotsias, C., Plakoutsis, S., Malahias, M. A., & Konstantinidis, C. (2021).
Management of Heel Pad Degloving Injury After Severe Foot Crush Injury:
A Case Report Study. Cureus, 13(3),
e14191. https://doi.org/10.7759/cureus.14191
Hakim S, Ahmed K, El-Menyar A, et al. (2016). Patterns and management of
degloving injuries: a single national level 1 trauma center experience. World J
Emerg Surg. 11(35) https://doi.org/10.1186/s13017-016-0093-2
Han F, Wang G, Li G, Ping J, Mao Z. (2015). Treatment of degloving injury
involving multiple fingers with combined abdominal superficial fascial flap,
dorsalis pedis flap, dorsal toe flap, and toe-web flap. Ther Clin Risk Manag.
11:1081-1087. https://doi.org/10.2147/TCRM.S86948
Huang, S.K., Wong, M.S., Ting, Y.L., Chen, Y.T., Sun, J.T., Tsai, K.C. and Chang,
C.J., 2023. A Closed Degloving Injury: Morel-Lavallée Lesion. Journal of
Emergency Nursing, 49(6), pp.845-848.
Koc, B. B., Somorjai, N., P M Kiesouw, E., Vanderdood, K., Meesters-Caberg, M.,
Draijer, F. W., & Jansen, E. J. (2017). Endoscopic debridement and fibrin glue
injection of a chronic Morel-Lavallée lesion of the knee in a professional
soccer player: A case report and literature review. The Knee, 24(1), 144–148.
https://doi.org/10.1016/j.knee.2016.10.017
Latifi R, El-Hennawy H, El-Menyar A, Peralta R, Asim M, Consunji R, Al-Thani H.
(2014). The therapeutic challenges of degloving soft-tissues injuries. J Emerg
Trauma Shock. 7:228-32

23
Li W, Zhang Z, Liu Y. (2018). Zhongguo xiu fu chong jian wai ke za zhi = Zhongguo
xiufu chongjian waike zazhi = Chinese journal of reparative and
reconstructive surgery 32(12): 1540–1544.
https://doi.org/10.7507/1002-1892.201804057
McGowan, S.P. and Fallahi, A.K.M., 2020. Degloving injuries.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK557707/. Diakses: 18 November
2023.
Mello DF, Assef JC, Solda SC. (2015). Degloving injuries of trunk and limbs:
comparison of outcomes of early versus delayed assessment by the plastic
surgery team. J Rev Col Bras Cir. 42(3): 143-8.
Morrison W, Hecht M. (2018). Degloving Injuries. Healthline.
https://www.healthline.com/health/degloving#complications (Diakses: 18
Desember 2023).
Myrick, K.M. and Davis, S., 2018. Morel‐Lavallee injury a case study. Clinical
Case Reports, 6(6), p.1033.
Peng, G. G., Wang, K., Ding, X. X., Wu, J. W., Yan, X., & Xie, J. Y. (2012).
Shanghai kou qiang yi xue = Shanghai journal of stomatology, 21(2),
215–219.
Perumal, C., Bouckaert, M., & Robson, M. (2013). Degloving facial injury treated
with hydroconductive dressing. Annals of maxillofacial surgery, 3(1), 87–88.
https://doi.org/10.4103/2231-0746.110073
Rai, S.K., Negi, R.S., Gogoi, B. and Kashid, M., 2019. Morel-Lavallée lesion: An
uncommon closed degloving injury that requires high index of suspicion and
urgent attention. An experience of ten cases. Sports Orthopaedics and
Traumatology, 35(1), pp.56-62.
Sakai, G., Suzuki, T., Hishikawa, T., Shirai, Y., Kurozumi, T., & Shindo, M. (2017).
Primary reattachment of avulsed skin flaps with negative pressure wound
therapy in degloving injuries of the lower extremity. Injury, 48(1), 137–141.
doi:10.1016/j.injury.2016.10.026
Veena PW, Babu R, Venkatesh MS, Udayashankar, Deepak KL. (2013). Degloving
injuries of the abdominal wall. Journal of Wound Care;22(10):562-568
https://doi.org/10.12968/jowc.2013.22.10.562
Velazquez C., Whitaker L., Pestana I.A. (2020). Degloving Soft Tissue Injuries of
the Extremity: Characterization, Categorization, Outcomes, and Management,
Plastic and Reconstructive Surgery - Global Open. 8(11):e3277
10.1097/GOX.0000000000003277
Yang, Y. and Tang, T.T., 2023. The Morel‐Lavallée Lesion: Review and Update on

24
Diagnosis and Management. Orthopaedic Surgery, 15(10), pp.2485-2491.
Xu Q, Zha B, Tang Y, Zhang J, Hu Y, Luo X. (2017). Successful Treatment of
Life-threatening Posttraumatic Wounds With Negative Pressure Wound
Therapy: A Case Report. Wounds : a compendium of clinical research and
practice 29(10):E92–E97.

25

Anda mungkin juga menyukai