Sesungguhnya nafsu itu ada yang nampak dan ada juga yang tersembunyi. Banyak orang
yang terperdaya oleh nafsu yang nampak, namun lebih banyak lagi orang yang tidak bisa
menghindari nafsu yang tesembunyi. Ibnul Atsir pernah berkata, “Sesungguhnya diantara bagian
hawa nafsu yang tersembunyi adalah merasa senang apabila amalan yang kita perbuat dilihat oleh
orang lain.”
Riya adalah bagian dari nafsu tersembunyi yang terkadang kita dan banyak dari para ahli
ibadah terperdaya oleh nafsu ini karena saking sulitnya bagi kita dalam mendeteksinya. Diantara
syarat diterimanya amal ibadah kita adalah ikhlas. Ketika seseorang berbuat riya dalam ibadahnya
maka otomatis ibadahnya akan ditolak oleh Allah Swt. karena itu menjadi bukti ketidak ikhlasannya
dalam beribadah.
Riya termasuk kedalam syirkul ashghar atau syirik kecil yang akan mendatangkan kerugian
bagi pelakunya di akhirat kelak. Rasulullah Saw berabda, “Sesungguhnya yang paling kutakutkan
dari apa yang ku takutkan atas kalian adalah syirik kecil”. Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah,
apakah syirik kecil itu?” Beliau menjawab, “Riya.” Alah Swt berfirman kepada mereka pada hari
kiamat, tatkala memberikan balasan amal-amal manusia, “Pergilah kepada orang-orang yang kalian
berbuat riya di dunia, apakah kalian mendapatkan kebaikan di sisi mereka?”. (HR Ahmad).
Ibnu Qudamah dalam kitabnya Minhajul Qashidin (267-269) menyatakan bahwa riya dalam
masalah agama ada lima macam. Pertama, riya yang berasal dari badan, seperti memperlihatkan
bentuk tubuhnya yang kurus pucat, agar orang lain bisa melihat bahwa dia telah berusaha
sedemikian rupa dalam beribadah, atau dia memperlihatkan suara yang parau, mata yang cekung
dan bibir yang layu agar orang lain menganggapnya terus menerus berpuasa.
Kedua, riya yang berasal dari perhiasan, yaitu dengan mengenakan pakaian yang lusuh dan
membiarkan bekas sujud. Hal ini dilakukan agar orang lain menganggap dia sebagai orang yang
zuhud.
Ketiga, riya dengan perkataan. Riya nya para pemeluk agama adalah dengan nasihat,
peringatan, menjaga pengabaran dan atsar dengan maksud untuk berdebat, memperlihatkan
kedalaman ilmunya dan perhatiannya terhadap orang-orang salaf, menggerakan bibir denga dzikir
di hadapan orang banyak, memperlihatkan amarah saat melihat kemungkaran di hadapan orang
banyak, membaca Al-quran dengan suara pelan, sedangkan didalam hatinya tersimpan maksud agar
Keempat, riya dengan perbuatan. Seperti riyanya orang yang memanjangkan bacaan saat
shalat, memanjangkan ruku dan sujud, menampakan kekhusyuan dan lainnya. Begitu pula riya
Kelima, riya dengan teman dan orang-orang yang berkunjung kepadanya. Seperti
memamerkan kedatangan ulama atau ahli ibadah ke rumahnya, agar dikatakan, “Dia telah
dikunjungi Fulan”, sehingga orang-orang datang kerumahnya dan meminta barakah kepadanya.
Begitu pula orang yang memamerkan sekian banyak syaikhnya atau gurunya, agar orang-orang
berkomentar tentang dirinya, “Dia sudah bertemu dengan sekian banyak syaikh dan menimba ilmu
dari mereka”. Dia berbuat seperti itu untuk membanggakan diri. Begitulah yang biasa dilakukan
orang-orang yang riya untuk mencari ketenaran dan kedudukan di hati manusia.
Menurut Ibnu Qudamah (Minhajul qashidin :276-277), supaya kita bisa terhindar dari sifat
riya ini paling tidak ada dua cara. Pertama, dengan membiasaka diri menyembunyikan ibadah dan
menutup pintu agar tidak diketahui orang lain, tidak ada obat penawar riya yang paling mujarab
daripada menyembunyikan amal. Memang pada mulanya akan terasa berat. Tetapi jika bersabar
untuk beberapa saat dengan sedikit memaksakan diri, tentu tidakakan terasa berat lagi, dan Allah
Kedua, dengan belajar. Siapa yang mau berusaha mengenyahkan sumber-sumber riya dari
hatinya dengan sukarela, menganggap dirinya hina di mata manusia, tidak mempedulikan pujian
dan celaan mereka, tentu riyanya akan hilang. Jika muncul keinginan untuk dipuji, harus diingatkan
dengan bencana riya yang bisa mendatangkan kemurkaan Allah. sehingga keinginan itu bisa
Semoga kita semua senantias diberi taufik oleh Allah Swt agar terhindar dari riya ini. Amin.