Anda di halaman 1dari 34

Diskusi Kelompok 1

Sistem Gastrointestinal

Nama :M Alfan Hassan Kama


NIM :2250141196
Kelompok :7

Surat Pernyataan
Muhammad Alfan Hassan K

Surat Pernyataan

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas ini saya kerjakan dengan sebaik-baiknya, tanpa melakukan
plagiarisme

Muhammad Alfan Hassan K

0
Muhammad Alfan Hassan K

PETUNJUK UNTUK MAHASISWA

DISKUSI KELOMPOK KE 1
BLOK 9 SISTEM PENCERNAAN

Hari, tanggal & : Jum’at, 15 Desember 2023, pkl. 08.00–10.50 WIB


Pokok Bahasan : Infeksi Sistem Pencernaan
Level kompetensi : 4A
Narasumber : Jusron Iriawan, dr., SpPD
Kontributor terkait : Fransiska Ambarukmi Pontjosudargo, dr., M.Kes
Gusti Ayu Shinta Deasy,dr,M.Biomed.,IFO-K
Dian Anggraeny, dr., M.Si
Dr. Evi Sovia, dr., M.Si
Ania Kurniawati Purwa Dewi, dr., M.Kes
Susanti Ratunanda, dr., Sp.PK., M.Kes
Ali Taufan, dr., MH.Kes
CAPAIAN PEMBELAJARAN BLOK
CPB 1 Merumuskan diagnosis berdasarkan data anamnesis, pemeriksaan fisik,
interpretasi pemeriksaan penunjang pada kasus dalam Sistem Pencernaan (CPL:
STN 12; PP2, 3,4,5,9; KU1, 3)
(Sesuai area Kompetensi 1, 2,3,4,6)
CPB 2 Mengaplikasikan ilmu kedokteran dasar yang berkaitan dengan patogenesis dan
patofisiologi serta kemungkinan komplikasi pada kasus dalam Sistem Pencernaan
(CPL : STN 12; PP1,2,3,4,5,9; KU 1, 3; KK 1,2)
(Sesuai area kompetensi 1,2,3,4,5)
CPB 3 Merencanakan penatalaksanaan sesuai konsep patofisiologi dan evidence based
medicine pada kasus Sistem Pencernaan
(CPL: STN 12; PP 6; KU 1,3; KK 7, 8, 8)
(Sesuai Area Kompetensi 1,2,3,4,7)
CPB 4 Mengaplikasikan konsep profesionalisme, komunikasi efektif dalam pengelolaan
kasus terkait Sistem Pencernaan
(CPL: STN 1,2,4,5,6,7,8,9,10;11,12; PP 7,8, 9,10; KK 10)
(Sesuai Area kompetensi 1,2,3)

1
Muhammad Alfan Hassan K

CAPAIAN PEMBELAJARAN DISKUSI KELOMPOK

1. Memahami pendekatan diagnosis pasien dengan keluhan panas badan tujuh hari (C3-4)
2. Merumuskan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang sebagai dasar diagnosis pada kasus (C4-5)
3. Menganalisis tanda dan gejala pada kasus sesuai dengan patofisiologi dan ilmu kedokteran
dasar terkait (anatomi dan fisiologi) yang mendasari mekanisme patologis kasus (C5-C6)
4. Merencanakan penatalaksanaan komprehensif sesuai dengan konsep patofisiologi dan
kompetensi dokter umum. (C4-5)
5. Menganalisis komplikasi yang terjadi dan prognosis penyakit pada kasus sesuai dengan
konsep patogenesis dan patofisiologinya. (C3-4)
6. Mengaplikasikan konsep dasar komunikasi efektif, etika profesi, isu etik, serta aspek
kesehatan masyarakat pada kasus. (C3-4)

SKENARIO
Seorang wanita, usia 23 tahun datang ke UGD rumah sakit tempat saudara bertugas dengan
keluhan panas badan. Panas badan tersebut timbul sejak 8 hari yang lalu yang berlangsung terus
menerus disertai badan panas menggigil.Penderita sudah pernah berobat ke dokter praktek umum
3 hari yang lalu, diberi minum obat parasetamol, panasnya berkurang, namun tidak sampai ke
suhu normal. Penderita juga mengeluh sering mual dan muntah sebanyak 3 kali, cair berwarna
kuning campur makanan. Nyeri kepala, badan pegal-pegal, nafsu makan berkurang serta
gangguan BAB sejak sakit. Penderita adalah seorang karyawan perusahaan swasta dengan
kebiasaan sering jajan diluar serta jarang mencuci tangan sebelum makan.

Hasil Pemeriksaan
 Kesadaran : Komposmentis BB 50 Kg ; TB 160 cm
 Tanda vital : Nadi 88x/menit, Tensi 100/70 mmHg, Pernapasan 24x/menit, suhu 39.5˚C
 Kepala-leher: mata cekung, mulut basah. Anemia -/ikterus -/Cyanosis -/ dispnea -
 Thoraks : Cor S1S2 Tunggal, murmur - ; Pulmo Vesiculer +/+ : Rh -/- ; Whz -/-
 Abdomen : Perut datar, soupel , nyeri tekan - ; Hepar / Lien tak teraba
 Ekstremitas : Acral hangat, oedema -/- , CRT < 2 detik
 Hasil pemeriksaan Laboratorium
o Darah lengkap : Hb 13,7 g/dL, lekosit 6.500/ mm³, Hct 38,1 %, trombosit 244.000/ mm³,
2
Muhammad Alfan Hassan K

LED 35 mm/jam
o Urine lengkap :Warna kuning jernih, Berat jenis 1.015, pH 7, glukosa dan urobilinogen -.
Sedimen urin :eritrosit 1 -2/HPF, lekosit 2 – 3/HPF, epitel 0 – 1/HPF, Kristal -, silinder -.
Bakteri –
o Feses : tidak didapatkan kelainan
o Kimia darah : GDP 105 mg/dl ;SGOT 26 IU/L ; SGPT 25 IU/L ; Ureum 20 mg/dL ;
Kreatinin Serum 0.9 mg/dL. Tes Widal O 1/320 ; H 1/640
1. Buatlah diagnosis banding dan diagnosis kerja berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang dengan menyusun resume kasus (overview case) !
Indikasi Keterangan
Seorang wanita, usia 23 tahun datang ke UGD rumah ● Identitas pasien (jenis
kelamin dan usia)

● Insidensi demam tifoid:


dekade 1 dan dekade 2
keluhan panas badan DD/

Diagnosis demam dibagi


menjadi 2 :

1. Demam < 7 hari :

 DBD

 Filariasis

 Leptospirosis

 Influenza (flu like


syndrome)

 Covid - 19 (SARS)

2. Demam > 7 hari

 Demand typhoid

 Malaria

3
Muhammad Alfan Hassan K

 TBC

Panas badan tersebut timbul sejak 8 hari yang lalu yang berlangsung  Demam > 7 hari
terus menerus disertai badan panas menggigil
 Menyingkirkan DD/
demam < 7 hari (DBD,
filariasis, leptospirosis,
covid-19,influenza)

 Demam tipe
remitten/step ladder:
bertahap

 Demam menggigil →
kompensasi tubuh
terhadap panas

Penderita sudah pernah berobat ke dokter praktek umum 3 hari yang  Pengobatan
simptomatik
lalu, diberi minum obat parasetamol, panasnya berkurang, namun tidak
(menghilangkan gejala)
sampai ke suhu normal dan tidak adekuat

 Gejala khas demam


tifoid→demam
remitten (fluktuasi 0,5-
0,8oC, tetapi tidak
turun sampai normal)

Penderita juga mengeluh sering mual dan muntah sebanyak 3 kali, cair Gejala dari infeksi S.typhi
yang menyerang GIT terjadi
berwarna kuning campur makanan.
mual muntah

Nyeri kepala, badan pegal-pegal, nafsu makan berkurang serta Tanda dan gejala dari demam
tifoid
gangguan BAB sejak sakit.
 Nyeri kepala, myalgia,
arthralgia
 gangguan GIT : nafsu
4
Muhammad Alfan Hassan K

makan berkurang
gangguan BAB (khas
pada tifoid defekasi
tidak normal
diare/konstipasi)

Penderita adalah seorang karyawan perusahaan swasta dengan Faktor presipitasi


kebiasaan sering jajan diluar serta jarang mencuci tangan sebelum
makan. ● Hygine personal kurang baik
jarang cuci tangan →
Penularan dari makanan →
khas infeksi S.typhi orofecal
Hasil Pemeriksaan  KU: sadar sepenuhnya

 Kesadaran : Komposmentis  IMT:

 BB 50Kg ; TB 160cm TTV:

Tanda vital  Nadi: DBN


 Nadi 88x/menit  TD: DBN
 Tensi 100/70 mmHg  Respirasi: DBN
 Pernapasan 24x/menit  Suhu: Febris
 suhu 39.5˚C
 Mata cekung: dehidrasi
Kepala-leher : mata cekung, mulut basah. Anemia /ikterus -/Cyanosis -/ ringan
dispnea –  Thorax: DBN
 Abdomen: DBN
Thoraks : Cor S1S2 Tunggal, murmur - ; Pulmo Vesiculer +/+ : Rh  Hepatomegaly (-),
-/- ; Whz -/-  splenomegaly (-)
 Ekstremitas: DBN tidak
abdomen : Perut datar, soupel , nyeri tekan - ; Hepar / Lien tak teraba ada syok

Ekstremitas : Acral hangat, oedema -/- , CRT < 2 detik


Hasil pemeriksaan Laboratorium  Hb: DBN (N: 12-16
Darah lengkap : gr/dL)
 Hb 13,7 g/dL,  Hct: DBN (N: 35-45
 lekosit 6.500/ mm³ gr/dL)
 Hct 38,1 %,
 trombosit 244.000/ mm³,  Leukosit: DBN
 LED 35 mm/jam
 Trombosit: DBN (N:
5
Muhammad Alfan Hassan K

 Urine lengkap : 150.000-450.000)


 Warna kuning jernih  LED: Meningkat →
 Berat jenis 1.015 terjadi infeksi bakteri
 pH 7, (akut/kronis)
 glukosa dan urobilinogen
 Urin kuning jernih
rehidrasi yang baik
Sedimen urin :
 eritrosit 1 -2/HPF  Berat jenis DBN (N:
 lekosit 2 – 3/HPF 1.003-1.030)
 epitel 0 – 1/HPF
 Kristal -  pH DBN
 silinder -
 Bakteri-

Feses : tidak didapatkan kelainan  Sedimen urine DBN

Kimia darah :  Feses: DBN


 GDP 105 mg/dl
 SGOT 26 IU/L Kimia darah:
 GDP DBN (N: <120
 SGPT 25 IU/L
mg/dL)
 Ureum 20 mg/dL
 SGOT DBN (N wanita:
 Kreatinin Serum 0.9 mg/dL.
<35)
 SGPT DBN (N: <35)
Serologi  Ureum DBN
 Tes Widal Antigen O 1/320  SCDBN
 Antigen H 1/640

 tes Widal (+) →


Salmonella typhi

DD/

1. Demam typhoid
2. Malaria
3. TBC
4. Q fever
5. Dengue
6
Muhammad Alfan Hassan K

DK/
Demam typhoid

7
2. Sebutkan pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat digunakan untuk menegakkan
diagnosis?
a. Pemeriksaan darah tepi
Pemeriksaan hematologi pada demam tifoid tidak spesifik. Dapat ditemukan adanya anemia
normokromik normositer dalam beberapa minggu setelah sakit. Anemia dapat terjadi antara lain
oleh karena pengaruh berbagai sitokin dan mediator sehingga terjadi depresi sumsum tulang,
penghentian tahap pematangan eritrosit maupun kerusakan langsung pada eritrosit
b. Pemeriksaan serologis Widal
Pemeriksaan widal adalah pemeriksaan antibodi terhadap antigen O dan H S.Typhi, yang
sudah digunakan lebih dari 100 tahun. Pemeriksaan widal memiliki sensitivitas dan
spesifitas rendah, dan penggunaannya sebagai pemeriksaan tunggal di daerah endemik
akan mengakibatkan overdiagnosis.(2,5) Antibodi O meningkat pada hari 6-8, dan
antibodi H pada hari 10-12 setelah onset. Kelemahan pemeriksaan widal lainnya, dapat
juga terjadi reaksi silang dengan enterobakter lain, atau sebaliknya penderita demam tifoid
tidak menunjukkan titer antibody
c. Pemeriksaan PCR
Pemeriksaan nested PCR (Polymerase Chain Reaction), menggunakan primer H1- d dapat
digunakan untuk mengamplifikasi gen spesifik S. typhi dan merupakan pemeriksaan yang
cepat dan menjanjikan. Pemeriksaan PCR memiliki sensitivitas untuk mendeteksi satu
bakteri dalam beberapa jam.
d. Pemeriksaan Biakan darah
Diagnosis utama demam tifoid adalah isolasi kuman S.typhi. Isolasi kuman penyebab
demam tifoid dapat dilakukan dengan mengambil biakan dari berbagai tempat dalam
tubuh. Biakan darah memberi hasil positif pada 40-60% kasus. Sensitivitas biakan darah
yang paling baik adalah selama minggu pertama sakit, dapat positif sampai minggu kedua
dan setelah itu kadang saja ditemukan positif
Jurnal Skala Husada Volume 12 Nomor 1 April 2015 : 22 - 26 25 peningkatan titer
antibodi.
3. Sebutkan kriteria diagnosis yang anda tegakkan beserta manifestasi klinisnya?

Masa inkubasi demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari.Gejala yang timbul bervariasi.
dari gejala klinis ringan sampai berat, dari asimptomatik hingga gambaran gambaran
penyakit yang khas, yang dapat disertai dengan sejumlah komplikasi. Sebagai kasus demam tifoid
dapat berakhir dengan kematian.

Pada minggu pertama, muncul tanda infeksi akut seperti demam, nyeri kepala, pusing, nyeri
Muhammad Alfan Hassan K

otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare perasaan tidak nyaman di perut, batuk, dan
epistaksis. Demam yang terjadi berpola seperti anak tangga dengan suhu makin tinggi dari hari ke
hari, lebih rendah pada pagi hari dan tinggi pada sore hari.

Pada minggu kedua, gejala menjadi lebih jelas dengan demam, bradikardi relatif, lidah tifoid (kotor
di tengah, tepi dan ujung berwarna merah, disertai tremor), hepatomegali, splenomegali,
meteorismus, gangguan kesadaran, dan yang lebih jarang berupa roseolae.

Minggu Keluhan Gejala Patologi


Minggu Pertama Panas berlangsung Gangguan Bakteremia
insidious, tipe panas saluran cerna
stepladder yang
mencapai 39-40°C,
menggigil, nyeri kepala
Minggu kedua Rash, nyeri abdomen, Rose sport,
Vaskulitis,
diare atau konstipasi, splenomegali,
hiperplasia
delirium hepatomegali
pada peyer’s
patches, nodul
tifoid pada
limpa dan hati
Minggu ketiga Komplikasi: Perdarahan Melena, ileus, Ulserasi pada
saluran cerna, perforasi, ketegangan peyer’s
syok abdomen, koma patches, nodul
pada limpa
dan hati
Minggu Keluhan menurun, Tampak sakit Kolelitiasis,
keempat, dst relapse, penurunan BB berat, kakeksia carrier kronik
(Sumber: NANDA, Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Nanda
NIC- NOC, 2015)

Sumber:Poltekkes.denpasar.ac.id
http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/7152/3/BAB%20II%20Tinjauan%20Pustaka.pdf

9
Muhammad Alfan Hassan K

4. Jelaskan epidemiologi penyakit tersebut ?


Depkes, kejadian penyakit ini mengalami peningkatan yaitu jumlah kasus pada
tahun 1990, 1991, 1992, 1993 dan 1994 juga 9.2; 13.4; 15.8; 17,4 per 10.000
penduduk. Data rumah sakit dan puskesmas melaporkan kasus tifus meningkat dari 92
kasus pada tahun 1994 menjadi 125 kasus pada tahun 1996 per 100.000 penduduk.
Meningkatnya kejadian penyakit tifus di Indonesia disebabkan oleh banyak faktor
antara lain : Urbanisasi, sanitasi yang buruk, pembawa penyakit yang tidak terdeteksi
dan diagnosis yang terlambat.
Banyak penelitian telah dilakukan untuk mengetahui mekanisme respon imun pada
demam tifoid manusia, misalnya dengan menginfeksi hewan laboratorium seperti
mencit dengan S. typhimurium. Gejala dan perjalanan penyakit yang diamati pada
tikus yang terinfeksi S. typhimurium mirip dengan demam tifoid yang disebabkan
oleh S. typhi pada manusia. Hal ini membuat infeksi S. typhimurium pada mencit
diterima secara luas sebagai model percobaan untuk demam tifoid pada manusia
(Mittrucker et al. 2000).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah kasus tifoid di seluruh
dunia adalah 16 hingga 33 dan 500 hingga 600.000 meninggal setiap tahun. Anak-
anak lebih rentan terkena tifus, meski gejalanya lebih ringan pada anak-anak
dibandingkan orang dewasa. Tifoid menyerang orang di semua negara, seperti halnya
penyakit menular lainnya, tifus terjadi di banyak negara berkembang yang kebersihan
pribadi dan kebersihan lingkungannya buruk. Insiden kasus bervariasi berdasarkan
lokasi, kondisi lingkungan setempat, dan perilaku masyarakat.
Sangat sulit untuk menentukan jumlah pasti kasus tifoid di seluruh dunia, karena
penyakit ini dapat memiliki spektrum gejala klinis yang sangat luas.

10
Muhammad Alfan Hassan K

Menurut WHO, pada tahun 2003 terdapat sekitar 17 juta kasus tifus di seluruh dunia
dan 600.000 kematian setiap tahunnya. Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun
2009, tifus atau paratifoid menempati urutan ketiga dari 10 penyakit yang paling
banyak diderita penderita. Tifus mempengaruhi orang-orang di semua negara. Insiden
global adalah sekitar 17 juta per tahun dan 600.000 orang meninggal akibat penyakit
ini. WHO memperkirakan 70 persen kematian terjadi di Asia. Penggunaan obat yang
tidak rasional merupakan salah satu masalah di puskesmas. Endemik demam tifoid
muncul di Provinsi Jawa Tengah 2 ketika jumlah demam tifoid meningkat selama 3
tahun berturut-turut sejak tahun 2007, jumlah kasus sebanyak 154 kasus, tahun 2008
naik menjadi 971 kasus, tahun 2009 naik menjadi 4.817 kasus, dan tahun 2010.
kembali
menjadi 5.021 kasus meningkat (Riskesda, 2010).
Tifoid adalah salah satu dari 10 penyakit paling umum yang dirawat di rumah sakit.
Tifoid menempati urutan ke-3 dari 10 penyakit terbanyak rawat inap dengan jumlah
kasus sebanyak 55.098 kasus dan case fatality rate (CFR) sebesar 2,06% (Profil
Kesehatan Indonesia, 2011). Tifus merupakan salah satu dari lima penyebab kematian
di Indonesia.

Sumber:
https://www.researchgate.net/publication/366465848_DEMAM_TIFOID_EPIDEMIOLOGI_
PENYAKIT_MENULAR/

5. Jelaskan patogenesis serta patofisiologi penyakit tersebut?

11
Muhammad Alfan Hassan K

12
Muhammad Alfan Hassan K

13
Muhammad Alfan Hassan K

6. Jelaskan struktur (makroskopis dan mikroskopis) organ dan regulasi fisiologis yang
terkait dengan kasus ini !

ANATOMI JEJUNUM DAN ILEUM

 Panjang 6m.
 Vaskularisasi: Arteri: Aa. Jejenalis & ilealis.

14
Muhammad Alfan Hassan K

Vena: parallel dengan arteri.

 Limfe: Nodus limfoidei mesentrica superior.


 Inervasi: Simpatis: N. Splancnicus minus (T10-T11). Parasimpatis: N. Vagus.

HISTOLOGI

Saluran pencernaan umumnya mempunyai sifat struktural tertentu yang terdiri atas 4
lapisan utama yaitu: lapisan mukosa, submukosa, lapisan otot, dan lapisan serosa.
1) Lapisan mukosa, terdiri atas;

1. epitel pembatas
2. lamina propria yang terdiri dari jaringan penyambung jarang yang kaya akan
pembuluh darah kapiler dan limfe dan sel-sel otot polos, kadang-kadang
mengandung juga kelenjar-kelenjar dan jaringan limfoid
3. muskularis mukosa.
• Terdapat enterosit, yaitu sel silindris tinggi yang memiliki brush border (microvilli) untuk
mengabsorbsi nutrient yang diserang retrovirus sel absorptive/enterosit
• Banyak goblet cell di antara enterosit untuk menyekresi mucus
• Di antara vili terdapat muara kelenjar tubular pendek yang disebut kriptuslieberkuhn
• Sel Paneth, sel eksokrin dengan granul sekresi eosinofilik besar. Melepaskan lisozim,
fosfolipase A2, dan peptide hidrofobik yang disebut defensin yang berfungsi untuk
mengikat dan memecah membrane mikroorganisme dan dinding sel bakteri
• Sel enteroendokrin, menyekresi hormone peptide

15
Muhammad Alfan Hassan K

• Sel M, sel epitel khusus pada ileum, mengendositosis antigen dan mengangkutnya ke
limfosit dan sel dendritic di bawahnya, kemudian berpindah ke limfonodus
2) Submukosa, terdiri atas:
• jaringan penyambung jarang dengan banyak pembuluh darah dan limfe
• pleksus saraf submukosa (juga dinamakan Meissner)
• kelenjar-kelenjar duodenal (brunner) pada ileum
• jaringan limfoid
• banyak plak payer di bawah sel M sebagai limfonodulus
Sel M berfungsi untuk menangkap antigen yang berada di permukaan ileum, kemudian akan
dikirimkan pada plak peyer yang berada dibawahnya.

3) Lapisan otot, tersusun atas:

(1) sel-sel otot polos, berdasarkan susunannya dibedakan menjadi 2 sublapisan menurut
arah utama sel-sel otot yaitu sebelah dalam (dekat lumen), umumnya tersusun melingkar
(sirkuler); pada sub lapisan luar, kebanyakan memanjang (longitudinal).
(2) kumpulan saraf yang disebut pleksus mienterik (atau Auerbach), yang terletak antara 2
sublapisan otot.
(3) pembuluh darah dan limfe.

4) Serosa, merupakan lapisan tipis yang terdiri atas

(1) jaringan penyambung jarang, kaya akan pembuluh darah dan jaringan adiposa
(2) epitel gepeng selapis (mesotel).

Fisiologi demam

16
Muhammad Alfan Hassan K

\
Sumber :
• Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia Dari sel ke system.EGC Penerbit Buku
Kedokteran :2018 Ed. 9 Hal 750
• Mescher. Histologi Dasar Juncquiera. EGC Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta : 2017
Ed 14

7. Jelaskan tentang etiologi penyakit tersebut !


Demam tifoid disebabkan oleh S. Typhi, basil tifoid, basil gram negatif yang
bersifat stigmatik (bergerak dengan rambut bergetar), bersifat anaerobik, dan tidak
menghasilkan spora. Untuk studi epidemiologi, metode skrining laboratorium S.
Typhi "phagotyping" dan "pulsed field gel electrophoresis" sangat bermanfaat untuk
mengidentifikasi isolat. 3S dikenal pada demam paratifoid. Yaitu Enterika : S.
Paratyphi A, S. Paratyphi B, S. Paratyphi C dan beberapa spesies “phage types”.
Bakteri ini masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pencernaan, dan manusia
merupakan sumber utama infeksi karena melepaskan mikroorganisme penyebab
penyakit saat sakit atau dalam masa pemulihan. Bakteri ini dapat hidup dengan sangat
baik di dalam tubuh manusia dan pada suhu yang sedikit lebih rendah, tetapi mati

17
Muhammad Alfan Hassan K

pada suhu 70°C atau di bawah pengaruh antiseptik.


Salmonella typhi biasanya ditularkan melalui unggas yang terkontaminasi, daging
merah, telur, dan susu yang tidak dipasteurisasi. Salmonella typhi ditularkan melalui
kontak dengan hewan peliharaan yang terinfeksi seperti kura-kura dan reptil. Demam
tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella Typhi yang masuk ke

18
Muhammad Alfan Hassan K

dalam tubuh melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi, baik dari masakan,
maupun dari tangan dan peralatan yang terkontaminasi. Bakteri ini diserap di usus kecil,
yang bergerak bersama makanan dan kemudian menyebar ke seluruh organ, terutama hati
dan limpa, menyebabkan pembengkakan dan nyeri. Bakteri ini terus menyebar ke aliran
darah dan kelenjar getah bening, terutama usus kecil.
Bakteri pada dinding usus menyebabkan tukak atau borok (dalam istilah medis) yang berbentuk
lonjong. Luka atau bisul ini menyebabkan pendarahan atau robekan, yang menyebabkan penyebaran
infeksi ke dalam rongga perut. Bila kondisinya sangat parah, diperlukan pembedahan untuk
mengobatinya dan bisa berakibat fatal dan mengakibatkan kematian. Selain itu, bakteri Salmonella
Typhi yang masuk ke dalam tubuh mengeluarkan toksin (racun) yang menimbulkan gejala demam
pada yang terkena. Itu sebabnya penyakit ini disebut juga tifus.
Sumber: DEMAM TIFOID (EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR)

8. Jelaskan insidensi dari penyakit yang anda tegakkan diagnosisnya?


• Frekuensi sering jajan sembarangan yang tingkat kebersihannya masih kurang, merupakan faktor
penularan penyakit demam tifoid. Bakteri Salmonella thypi banyak berkembang biak dalam
makanan yang kurang dijaga higienitasnya.
• disebutkan bahwa penularan demam tifoid dapat menular melalui berbagai cara yang dikenal
dengan 5F yaitu (food, finger, fomitus, fly, feses), feses serta muntahan dari penderita demam
tifoid dapat menularkan bakteri Salmonella typhi kepada orang lain melalui air atau makan yang
terkontminasi
• selain didapatkan dari menelan makanan dan minuman penularan demam tifoid juga dapat
ditularkan dari kontak langsung jari tangan yang terkontminasi tinja, urin, secret saluran nafas
atau dengan pus penderita yang terinfeksi.
• Kebersihan diri merupakan salah satu faktor penularan dari penyakit saluran pencernaan,
penularan penyakit dapat melalui tangan yang tercemar oleh mikroorganisme patogen yang
merupakan penyebab penyakit.
• Selain kebersihan tangan, kebersihan kuku seseorang mempengaruhi terjadinya penyakit demam
tifoid.

Sumber :
 Rahmi Rahmawati Ria. FAKTOR RISIKO YANG MEMENGARUHI KEJADIAN
DEMAM TIFOID DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BINAKAL KABUPATEN
BONDOWOSO. Departemen Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga : Journal, Volume 4, No. 2, September 2020

9. Jelaskan penatalaksanaan serta pencegahan penyakit tersebut ?


Antibiotik Dosis Keterangan
Ciprofloxacin PO 5-7 hari Tidak direkomendasikan
(Grouzard, et al., Dewasa: 1 gram/hari pada anak - anak usia
2016) dalam 2 dosis terbagi dibawah 15 tahun akan
tetapi risiko yang

19
Muhammad Alfan Hassan K

Anak – anak : 30 mengancam jiwa dari


mg/kg/hari dalam 2 dosis tyfoid melebihi risiko efek
terbagi samping (alternatif 2,
fully sensitive
multidrug resistant)

20
Muhammad Alfan Hassan K

Cefixime PO 7 hari Dapat menjadi alternatif


dari
(Grouzard, et al., 2016) Anak – anak (lebih dari Ciprofloxacin bagi anak
usia –
3 bulan) : 20 anak di bawah 15 tahun
mg/kg/hari
dalam 2 dosis terbagi
Amoksisilin PO 14 hari Jika tidak adanya
resisten
(Grouzard, et al., 2016) Dewasa : 3 gram / (fully sensitive)
hari
dalam 3 dosis terbagi
Anak- anak : 75-100
mg/kg/hari dalam 3
dosis
terbagi
Kloramfenikol PO 10-14 hari Jika tidak adanya resisten
(tergantung
(Grouzard, et al., 2016) tingkat keparahan) (pilihan utama, fully
sensitive)
Anak – anak
1-12 tahun : 100
mg/kg/hari
dalam 3 dosis terbagi
≥ 13 tahun : 3 gram/
hari
dalam 3 dosis terbagi
Tiamfenikol PO 5-6 hari Efek samping hematologis
(Rampengan, 2013) 75 mg/kgBB/hari pada penggunaan
tiamfenikol
lebih jarang daripada
kloramfenikol (alternatif 1)
Azitromisin PO 6 hari Azitromisin efektif dan
aman
(Rampengan, 2013) 20 mg/kg/hari diberikan pada anak-anak
dan
dewasa yang menderita
demam tifoid tanpa
komplikasi
Ceftriaxone* IM/IV (3 menit) Salmonella typhi dengan
(Grouzard, et al., 2016) Infus (30 menit) cepat berkembang resisten
10 – 14 hari terhadap kuinolon
(tergantung (quinolone
tingkat keparahan) resistant). Pada kasus ini
Dewasa : 2-4 gram gunakan ceftriaxone
sehari
sekali
21
Muhammad Alfan Hassan K

Anak – anak: 75
mg/kg
sehari sekali

22
Muhammad Alfan Hassan K

Tabel 2. Terapi antibiotik penyakit demam tifoid untuk ibu dan ibu menyusui

Antibiotik Dosis Keterangan


Amoksisilin PO 14 hari Jika tidak adanya resisten
(Grouzard, et al., Dewasa : 3 gram/hari
2016) dalam 3 dosis terbagi
Jika adanya resisten
IM/IV (3 menit)
Ceftriaxone* Namun jika
Infus (30 menit)
(Grouzard, et al., 10 – 14 hari gagal
2016) (tergantung tingkat direkomendasikan
keparahan) Ciprofloxacin
Dewasa : 2-4 gram (umumnya
sehari sekali tidak direkomendasikan
bagi ibu hamil dan
menyusui) PO 5-7 hari
Dewasa: 1 gram/hari dalam
2 dosis terbagi akan tetapi
risiko yang mengancam
jiwa dari typhoid melebihi
risiko efek samping
*) Pelarut ceftriaxone untuk injeksi IM menggunakan Lidocaine (tidak boleh diberikan dengan

rute IV : untuk pemberian IV menggunakan pelarut air untuk injeksi)

Tabel 3. Terapi kortikoteroid penyakit demam tifoid

Kortikosteroid Dosis Keterangan


Dexamethasone IV 2 hari Pada pasien yang mengalami
(Grouzard, et al., Dosis awal : 3 mg/kg dan tifoid berat dengan keadaan
2016) kemdian 1 mg/kg setiap 6 (halusinasi,
jam
perubahan kesadaran atau
pendarahan usus)

23
Muhammad Alfan Hassan K

o Ciprofloxacin

o Ciprofloxacinmempunyai mekanisme menghambat sintesis asam nukleat sel


mikroba
o Cefixime
o mekanisme menghambat sintesis dinding sel mikroba
o Amoksisilin
o mempunyai mekanisme menghambat sintesis dinding sel mikroba
o Kloramfinekol
o Kloramfenikol mempunyai mekanisme menghambat sintesis protein sel
mikroba
o Tiamfinekol
o Tiamfenikol mempunyai mekanisme menghambat sintesis protein sel mikroba
o Azitromisin
o Azitromisin mempunyai mekanisme menghambat sintesis protein sel mikroba
o Ceftriaxone
o Ceftriaxone mempunyai mekanisme menghambat sintesis dinding sel
mikroba

Terapi Non Farmakologis


 Tirah baring
o Dilakukan sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih sampai 14
hari
 Diet lunak rendah serat
o Asupan serat maksimal 8 gram/hari, menghindari susu, daging berserat
kasar, lemak, terlalu manis, asam, berbumbu tajam serta diberikan dalam
porsi kecil.
 Menjaga kebersihan
o Tangan harus dicuci sebelum menangani makanan, selama persiapan makan,
dan setelah menggunakan toilet
Sumber: MANAJEMEN TERAPI DEMAM TIFOID: KAJIAN TERAPI FARMAKOLOGIS
DAN NON FARMAKOLOGIS

24
Muhammad Alfan Hassan K

2.1 Pencegahan Demam Tifoid

- Vaksinasi Vaksinasi digunakan untuk mencegah penyakit ini, sekarang ada vaksin
tifus atau tifus yang disuntikkan atau diminum dan dapat melindungi seseorang
dalam waktu 3 tahun.
- Mengedukasi masyarakat tentang pentingnya mencuci tangan setelah buang air
besar dan sebelum memegang makanan dan minuman, serta memastikan cuci
tangan yang benar. Ini sangat penting bagi mereka yang pekerjaannya melibatkan
penanganan makanan dan mereka yang tugasnya merawat orang sakit dan anak-
anak.
- Buang kotoran di toilet yang higienis dan tidak bisa dimasuki lalat. Gunakan tisu
toilet yang cukup untuk menghindari kontaminasi pada jari Anda.

25
Muhammad Alfan Hassan K

Jika tidak ada jamban, feses dikubur di hilir jauh dari sumber air.
- Lindungi sumber air masyarakat dari potensi pencemaran. Air bersih dan klorin yang
didistribusikan ke masyarakat. Menyediakan air yang aman bagi masyarakat dan
rumah tangga.
- Singkirkan lalat dengan menghilangkan tempat berkembang biaknya dengan sistem
pengumpulan dan pembuangan sampah yang baik. Lalat juga bisa diberantas dengan
insektisida, dengan menangkap lalat dengan umpan, dengan memasang kain kasa.
Toilet dibangun sedemikian rupa sehingga lalat tidak bisa masuk ke sana.
- Ikuti standar kebersihan saat menyiapkan dan menangani makanan; menyimpan
makanan pada suhu yang tepat di lemari es. Perhatian khusus harus diberikan pada
salad dan hidangan lainnya yang disajikan dingin. Standar kebersihan ini berlaku
untuk makanan yang disiapkan di rumah atau disajikan untuk umum. Jika kita tidak
yakin dengan standar kebersihan tempat makan tersebut, pilihlah makanan panas dan
buah-buahan ada baiknya dikupas sendiri.
- Pasteurisasi susu dan produk susu. Pantau secara ketat aspek kebersihan dan
kesehatan lainnya dalam produksi, penyimpanan, dan distribusi produk susu.
- Ikuti prosedur jaminan kualitas yang ketat dari industri makanan dan minuman. Saat
pengalengan makanan, gunakan air yang diklorinasi untuk mendinginkan.
Sumber:Poltekes.denpasar.ac.id

10. Komplikasi apa saja yang dapat terjadi pada kasus tersebut?

Komplikasi intestinal :
Perdarahan
Perforasi
ileus paralitik,
26
Muhammad Alfan Hassan K

pankreatitis

Komplikasi ekstra intestinal

1. Komplkasi Kardiovaskuler :

a. kegagalan sirkulasi perifer (renjatan septik),


b. miokarditis,
c. trombosis
d. tromboflebitis

2. Komplikasi darah :

a. anemia hemolitik
b. trombositopenia,
c. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
d. sondrom uremia hemolitik

3. komplikasi paru :
a. pneumonia
b. empyema
c. pleuritis
4. Komplikasi hepar dan kandung empedu :
a. Hepatitis
b. kolesistitis

5. Komplikasi ginjal :
a. glomerulonefritis
b. pielonefritis
c. perinefritis
6. Komplikasi tulang :
a. Osteomielitis
b. periostitis,
c. spondilitis
d. Artritis
7. Komplikasi Neuropsikiatrik

a. Delirium
b. Meningismus
c. Meningitis
d. Polyneuritis perifer
e. Sindrom Guillain bare
f. Psikosis

27
Muhammad Alfan Hassan K

g. Sindrom katania

Komplikasi neuropsikiatrik/tifoid toksik


11. Bagaimana prognosis pasien tersebut?
• Quo ad Vitam → ad bonam → belum ada komplikasi
• Quo ad Functionam → ad bonam → masih minggu awal fungsi tubuh masih kembali
normal
• Quo ad Sanationam → dubia ad bonam

12. Bagaimana aplikasi bioetik dan humaniora pada kasus tersebut?


• Medical indication
o Beneficence: menerapkan Golden Rule Principle → dokter mampu melakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang sehingga dapat
menegakkan diagnosis “Demam Tifoid”
• Patient preference
o Autonomy: dokter melakukan informed consent kepada pasien dan menghargai hak
pasien → dokter memberikan informasi, melaksanakan informed consent dengan
pasien karena usia pasien yang sudah kompeten
• Quality of life
o Beneficence: meminimalisasi akibat buruk dan mengetahui prognosis
o Non-maleficence: mencegah komplikasi → dokter mencegah komplikasi dengan
melakukan penanganan dan pengobatan yang tepat
• Contextual feature
o Justice: mendistribusikan keuntungan dan kerugian → dokter memberikan edukasi
terkait penyakit serta kekurangan dan kelebihan penanganan tersebut, menganalisis
faktor risiko lain seperti stress psikologis dan lingkungan yang dapat mempengaruhi
kondisi kesehatan pasien, diberitahukan plus minus rawat inap

DAFTAR PUSTAKA

1. Parry CM, Hien Tinh T, Dugan G et al : Typhoid Fever : N Engl J Med, Vol 347, No 22

2. Bhandari J, Pawan KT, DeVos E : Typhoid Fever : NCBI Bookshelf. A Service of the
National Library of Medicine, National Institute f Health: 2022 Jan

3. Cristina MA, Jorge A : Typhoid fever infection – Antibiotic resistance and vaccination
strategies: A narrative review. Travel Medicine and Infectious Disease 40 (2021)

4. Yelvi L, Aldo DP : DEMAM TIFOID : MANIFESTASI KLINIS, PILIHAN TERAPI


DAN PANDANGAN DALAM ISLAM. AL-IQRA MEDICAL JOURNAL : JURNAL
28
Muhammad Alfan Hassan K

BERKALA ILMIAH KEDOKTERAN Vol. 3 No. 1,


Februari 2020, Hal. 10-16

5. Vani R, Keri L : REVIEW: MANAJEMEN TERAPI DEMAM TIFOID: KAJIAN TERAPI


FARMAKOLOGIS
DAN NON FARMAKOLOGIS.Farmaka. Suplemen Volume 16 Nomor 1

6. Abubakar B, Badarudin B, Fatmawati : Personal Hygiene dengan kejadian Demam


Tifoid.Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada. Volume 11 Nomor 2 Desember 2022

7. Wahdah N, Neni O : Evaluation of the Diagnosis of Typhoid Fever Using the Widal Test
and the Anti Salmonella typhi IgM Test. Medical Laboratory Technology Journal. 6 (2),
2020, 128-134

8. Riefki I.H, Imaniar R : The Rationality of Antibiotic Use on Patients of Typhoid Fever.
Mutiara Medika: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan. Vol 20 No 1 Page 1-5 January 2020

9. Abi M, Eyal M, et al : Typhoid and paratyphoid fever: a clinical seminar. Journal of


Travel Medicine, 2021, 1–13

10. Uttam K, Arup B : Typhoid fever: a review. Int J Adv Med. 2017 Apr;4(2):300-306

11. Muresu N, Sotgiu G, Are BM et al. Travel-related typhoid fever: narrative review of the
scientific literature. IJERPH 2020

12. Anggraini AB, Opitasari C, and Sari QAMP. The use of antibiotics in hospitalized adult
typhoid patients in an Indonesian hospital. Health Science of Indonesia. 2014; 5 (1): 40-
43

13. Crump JA, Luby SP, Mintz ED. The global burden of typhoid fever. Bull World
Health Organ. 2004:82:346-53

14. World Health Organization. (2003). Background document: the diagnosis, treatment and
prevention of typhoid fever. Geneva: World Health Organization.

15. Dwi, Novitasari. (2015). Kesesuaian Uji Widal, Tubex Tf® Dan Typhidot-M® dengan
Skor Nelwan pada Pasien Tersangka Demam Tifoid. Diploma thesis, Universitas
Andalas, Indonesia.

16. Rao, V. (2018). A Comparative Study Of Rapid Salmonella-Igm Test (Typhi-dot M) And
Widal Test In The Diagnosis Of Enteric Fever In A Tertiary Hospital. International
Journal Of Current Microbiology And Aplied Sciences

17. Buckle GC, Walker CLF, Black RE. Typhoid fever and paratyphoid fever:
29
Muhammad Alfan Hassan K

Systematic review to estimate global morbidity and mortality for 2010. J Glob Health

30
Muhammad Alfan Hassan K

31

Anda mungkin juga menyukai