12 - DK1 - M Alfan Hassan Kamal
12 - DK1 - M Alfan Hassan Kamal
Sistem Gastrointestinal
Surat Pernyataan
Muhammad Alfan Hassan K
Surat Pernyataan
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas ini saya kerjakan dengan sebaik-baiknya, tanpa melakukan
plagiarisme
0
Muhammad Alfan Hassan K
DISKUSI KELOMPOK KE 1
BLOK 9 SISTEM PENCERNAAN
1
Muhammad Alfan Hassan K
1. Memahami pendekatan diagnosis pasien dengan keluhan panas badan tujuh hari (C3-4)
2. Merumuskan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang sebagai dasar diagnosis pada kasus (C4-5)
3. Menganalisis tanda dan gejala pada kasus sesuai dengan patofisiologi dan ilmu kedokteran
dasar terkait (anatomi dan fisiologi) yang mendasari mekanisme patologis kasus (C5-C6)
4. Merencanakan penatalaksanaan komprehensif sesuai dengan konsep patofisiologi dan
kompetensi dokter umum. (C4-5)
5. Menganalisis komplikasi yang terjadi dan prognosis penyakit pada kasus sesuai dengan
konsep patogenesis dan patofisiologinya. (C3-4)
6. Mengaplikasikan konsep dasar komunikasi efektif, etika profesi, isu etik, serta aspek
kesehatan masyarakat pada kasus. (C3-4)
SKENARIO
Seorang wanita, usia 23 tahun datang ke UGD rumah sakit tempat saudara bertugas dengan
keluhan panas badan. Panas badan tersebut timbul sejak 8 hari yang lalu yang berlangsung terus
menerus disertai badan panas menggigil.Penderita sudah pernah berobat ke dokter praktek umum
3 hari yang lalu, diberi minum obat parasetamol, panasnya berkurang, namun tidak sampai ke
suhu normal. Penderita juga mengeluh sering mual dan muntah sebanyak 3 kali, cair berwarna
kuning campur makanan. Nyeri kepala, badan pegal-pegal, nafsu makan berkurang serta
gangguan BAB sejak sakit. Penderita adalah seorang karyawan perusahaan swasta dengan
kebiasaan sering jajan diluar serta jarang mencuci tangan sebelum makan.
Hasil Pemeriksaan
Kesadaran : Komposmentis BB 50 Kg ; TB 160 cm
Tanda vital : Nadi 88x/menit, Tensi 100/70 mmHg, Pernapasan 24x/menit, suhu 39.5˚C
Kepala-leher: mata cekung, mulut basah. Anemia -/ikterus -/Cyanosis -/ dispnea -
Thoraks : Cor S1S2 Tunggal, murmur - ; Pulmo Vesiculer +/+ : Rh -/- ; Whz -/-
Abdomen : Perut datar, soupel , nyeri tekan - ; Hepar / Lien tak teraba
Ekstremitas : Acral hangat, oedema -/- , CRT < 2 detik
Hasil pemeriksaan Laboratorium
o Darah lengkap : Hb 13,7 g/dL, lekosit 6.500/ mm³, Hct 38,1 %, trombosit 244.000/ mm³,
2
Muhammad Alfan Hassan K
LED 35 mm/jam
o Urine lengkap :Warna kuning jernih, Berat jenis 1.015, pH 7, glukosa dan urobilinogen -.
Sedimen urin :eritrosit 1 -2/HPF, lekosit 2 – 3/HPF, epitel 0 – 1/HPF, Kristal -, silinder -.
Bakteri –
o Feses : tidak didapatkan kelainan
o Kimia darah : GDP 105 mg/dl ;SGOT 26 IU/L ; SGPT 25 IU/L ; Ureum 20 mg/dL ;
Kreatinin Serum 0.9 mg/dL. Tes Widal O 1/320 ; H 1/640
1. Buatlah diagnosis banding dan diagnosis kerja berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang dengan menyusun resume kasus (overview case) !
Indikasi Keterangan
Seorang wanita, usia 23 tahun datang ke UGD rumah ● Identitas pasien (jenis
kelamin dan usia)
DBD
Filariasis
Leptospirosis
Covid - 19 (SARS)
Demand typhoid
Malaria
3
Muhammad Alfan Hassan K
TBC
Panas badan tersebut timbul sejak 8 hari yang lalu yang berlangsung Demam > 7 hari
terus menerus disertai badan panas menggigil
Menyingkirkan DD/
demam < 7 hari (DBD,
filariasis, leptospirosis,
covid-19,influenza)
Demam tipe
remitten/step ladder:
bertahap
Demam menggigil →
kompensasi tubuh
terhadap panas
Penderita sudah pernah berobat ke dokter praktek umum 3 hari yang Pengobatan
simptomatik
lalu, diberi minum obat parasetamol, panasnya berkurang, namun tidak
(menghilangkan gejala)
sampai ke suhu normal dan tidak adekuat
Penderita juga mengeluh sering mual dan muntah sebanyak 3 kali, cair Gejala dari infeksi S.typhi
yang menyerang GIT terjadi
berwarna kuning campur makanan.
mual muntah
Nyeri kepala, badan pegal-pegal, nafsu makan berkurang serta Tanda dan gejala dari demam
tifoid
gangguan BAB sejak sakit.
Nyeri kepala, myalgia,
arthralgia
gangguan GIT : nafsu
4
Muhammad Alfan Hassan K
makan berkurang
gangguan BAB (khas
pada tifoid defekasi
tidak normal
diare/konstipasi)
DD/
1. Demam typhoid
2. Malaria
3. TBC
4. Q fever
5. Dengue
6
Muhammad Alfan Hassan K
DK/
Demam typhoid
7
2. Sebutkan pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat digunakan untuk menegakkan
diagnosis?
a. Pemeriksaan darah tepi
Pemeriksaan hematologi pada demam tifoid tidak spesifik. Dapat ditemukan adanya anemia
normokromik normositer dalam beberapa minggu setelah sakit. Anemia dapat terjadi antara lain
oleh karena pengaruh berbagai sitokin dan mediator sehingga terjadi depresi sumsum tulang,
penghentian tahap pematangan eritrosit maupun kerusakan langsung pada eritrosit
b. Pemeriksaan serologis Widal
Pemeriksaan widal adalah pemeriksaan antibodi terhadap antigen O dan H S.Typhi, yang
sudah digunakan lebih dari 100 tahun. Pemeriksaan widal memiliki sensitivitas dan
spesifitas rendah, dan penggunaannya sebagai pemeriksaan tunggal di daerah endemik
akan mengakibatkan overdiagnosis.(2,5) Antibodi O meningkat pada hari 6-8, dan
antibodi H pada hari 10-12 setelah onset. Kelemahan pemeriksaan widal lainnya, dapat
juga terjadi reaksi silang dengan enterobakter lain, atau sebaliknya penderita demam tifoid
tidak menunjukkan titer antibody
c. Pemeriksaan PCR
Pemeriksaan nested PCR (Polymerase Chain Reaction), menggunakan primer H1- d dapat
digunakan untuk mengamplifikasi gen spesifik S. typhi dan merupakan pemeriksaan yang
cepat dan menjanjikan. Pemeriksaan PCR memiliki sensitivitas untuk mendeteksi satu
bakteri dalam beberapa jam.
d. Pemeriksaan Biakan darah
Diagnosis utama demam tifoid adalah isolasi kuman S.typhi. Isolasi kuman penyebab
demam tifoid dapat dilakukan dengan mengambil biakan dari berbagai tempat dalam
tubuh. Biakan darah memberi hasil positif pada 40-60% kasus. Sensitivitas biakan darah
yang paling baik adalah selama minggu pertama sakit, dapat positif sampai minggu kedua
dan setelah itu kadang saja ditemukan positif
Jurnal Skala Husada Volume 12 Nomor 1 April 2015 : 22 - 26 25 peningkatan titer
antibodi.
3. Sebutkan kriteria diagnosis yang anda tegakkan beserta manifestasi klinisnya?
Masa inkubasi demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari.Gejala yang timbul bervariasi.
dari gejala klinis ringan sampai berat, dari asimptomatik hingga gambaran gambaran
penyakit yang khas, yang dapat disertai dengan sejumlah komplikasi. Sebagai kasus demam tifoid
dapat berakhir dengan kematian.
Pada minggu pertama, muncul tanda infeksi akut seperti demam, nyeri kepala, pusing, nyeri
Muhammad Alfan Hassan K
otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare perasaan tidak nyaman di perut, batuk, dan
epistaksis. Demam yang terjadi berpola seperti anak tangga dengan suhu makin tinggi dari hari ke
hari, lebih rendah pada pagi hari dan tinggi pada sore hari.
Pada minggu kedua, gejala menjadi lebih jelas dengan demam, bradikardi relatif, lidah tifoid (kotor
di tengah, tepi dan ujung berwarna merah, disertai tremor), hepatomegali, splenomegali,
meteorismus, gangguan kesadaran, dan yang lebih jarang berupa roseolae.
Sumber:Poltekkes.denpasar.ac.id
http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/7152/3/BAB%20II%20Tinjauan%20Pustaka.pdf
9
Muhammad Alfan Hassan K
10
Muhammad Alfan Hassan K
Menurut WHO, pada tahun 2003 terdapat sekitar 17 juta kasus tifus di seluruh dunia
dan 600.000 kematian setiap tahunnya. Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun
2009, tifus atau paratifoid menempati urutan ketiga dari 10 penyakit yang paling
banyak diderita penderita. Tifus mempengaruhi orang-orang di semua negara. Insiden
global adalah sekitar 17 juta per tahun dan 600.000 orang meninggal akibat penyakit
ini. WHO memperkirakan 70 persen kematian terjadi di Asia. Penggunaan obat yang
tidak rasional merupakan salah satu masalah di puskesmas. Endemik demam tifoid
muncul di Provinsi Jawa Tengah 2 ketika jumlah demam tifoid meningkat selama 3
tahun berturut-turut sejak tahun 2007, jumlah kasus sebanyak 154 kasus, tahun 2008
naik menjadi 971 kasus, tahun 2009 naik menjadi 4.817 kasus, dan tahun 2010.
kembali
menjadi 5.021 kasus meningkat (Riskesda, 2010).
Tifoid adalah salah satu dari 10 penyakit paling umum yang dirawat di rumah sakit.
Tifoid menempati urutan ke-3 dari 10 penyakit terbanyak rawat inap dengan jumlah
kasus sebanyak 55.098 kasus dan case fatality rate (CFR) sebesar 2,06% (Profil
Kesehatan Indonesia, 2011). Tifus merupakan salah satu dari lima penyebab kematian
di Indonesia.
Sumber:
https://www.researchgate.net/publication/366465848_DEMAM_TIFOID_EPIDEMIOLOGI_
PENYAKIT_MENULAR/
11
Muhammad Alfan Hassan K
12
Muhammad Alfan Hassan K
13
Muhammad Alfan Hassan K
6. Jelaskan struktur (makroskopis dan mikroskopis) organ dan regulasi fisiologis yang
terkait dengan kasus ini !
Panjang 6m.
Vaskularisasi: Arteri: Aa. Jejenalis & ilealis.
14
Muhammad Alfan Hassan K
HISTOLOGI
Saluran pencernaan umumnya mempunyai sifat struktural tertentu yang terdiri atas 4
lapisan utama yaitu: lapisan mukosa, submukosa, lapisan otot, dan lapisan serosa.
1) Lapisan mukosa, terdiri atas;
1. epitel pembatas
2. lamina propria yang terdiri dari jaringan penyambung jarang yang kaya akan
pembuluh darah kapiler dan limfe dan sel-sel otot polos, kadang-kadang
mengandung juga kelenjar-kelenjar dan jaringan limfoid
3. muskularis mukosa.
• Terdapat enterosit, yaitu sel silindris tinggi yang memiliki brush border (microvilli) untuk
mengabsorbsi nutrient yang diserang retrovirus sel absorptive/enterosit
• Banyak goblet cell di antara enterosit untuk menyekresi mucus
• Di antara vili terdapat muara kelenjar tubular pendek yang disebut kriptuslieberkuhn
• Sel Paneth, sel eksokrin dengan granul sekresi eosinofilik besar. Melepaskan lisozim,
fosfolipase A2, dan peptide hidrofobik yang disebut defensin yang berfungsi untuk
mengikat dan memecah membrane mikroorganisme dan dinding sel bakteri
• Sel enteroendokrin, menyekresi hormone peptide
15
Muhammad Alfan Hassan K
• Sel M, sel epitel khusus pada ileum, mengendositosis antigen dan mengangkutnya ke
limfosit dan sel dendritic di bawahnya, kemudian berpindah ke limfonodus
2) Submukosa, terdiri atas:
• jaringan penyambung jarang dengan banyak pembuluh darah dan limfe
• pleksus saraf submukosa (juga dinamakan Meissner)
• kelenjar-kelenjar duodenal (brunner) pada ileum
• jaringan limfoid
• banyak plak payer di bawah sel M sebagai limfonodulus
Sel M berfungsi untuk menangkap antigen yang berada di permukaan ileum, kemudian akan
dikirimkan pada plak peyer yang berada dibawahnya.
(1) sel-sel otot polos, berdasarkan susunannya dibedakan menjadi 2 sublapisan menurut
arah utama sel-sel otot yaitu sebelah dalam (dekat lumen), umumnya tersusun melingkar
(sirkuler); pada sub lapisan luar, kebanyakan memanjang (longitudinal).
(2) kumpulan saraf yang disebut pleksus mienterik (atau Auerbach), yang terletak antara 2
sublapisan otot.
(3) pembuluh darah dan limfe.
(1) jaringan penyambung jarang, kaya akan pembuluh darah dan jaringan adiposa
(2) epitel gepeng selapis (mesotel).
Fisiologi demam
16
Muhammad Alfan Hassan K
\
Sumber :
• Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia Dari sel ke system.EGC Penerbit Buku
Kedokteran :2018 Ed. 9 Hal 750
• Mescher. Histologi Dasar Juncquiera. EGC Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta : 2017
Ed 14
17
Muhammad Alfan Hassan K
18
Muhammad Alfan Hassan K
dalam tubuh melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi, baik dari masakan,
maupun dari tangan dan peralatan yang terkontaminasi. Bakteri ini diserap di usus kecil,
yang bergerak bersama makanan dan kemudian menyebar ke seluruh organ, terutama hati
dan limpa, menyebabkan pembengkakan dan nyeri. Bakteri ini terus menyebar ke aliran
darah dan kelenjar getah bening, terutama usus kecil.
Bakteri pada dinding usus menyebabkan tukak atau borok (dalam istilah medis) yang berbentuk
lonjong. Luka atau bisul ini menyebabkan pendarahan atau robekan, yang menyebabkan penyebaran
infeksi ke dalam rongga perut. Bila kondisinya sangat parah, diperlukan pembedahan untuk
mengobatinya dan bisa berakibat fatal dan mengakibatkan kematian. Selain itu, bakteri Salmonella
Typhi yang masuk ke dalam tubuh mengeluarkan toksin (racun) yang menimbulkan gejala demam
pada yang terkena. Itu sebabnya penyakit ini disebut juga tifus.
Sumber: DEMAM TIFOID (EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR)
Sumber :
Rahmi Rahmawati Ria. FAKTOR RISIKO YANG MEMENGARUHI KEJADIAN
DEMAM TIFOID DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BINAKAL KABUPATEN
BONDOWOSO. Departemen Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga : Journal, Volume 4, No. 2, September 2020
19
Muhammad Alfan Hassan K
20
Muhammad Alfan Hassan K
Anak – anak: 75
mg/kg
sehari sekali
22
Muhammad Alfan Hassan K
Tabel 2. Terapi antibiotik penyakit demam tifoid untuk ibu dan ibu menyusui
23
Muhammad Alfan Hassan K
o Ciprofloxacin
24
Muhammad Alfan Hassan K
- Vaksinasi Vaksinasi digunakan untuk mencegah penyakit ini, sekarang ada vaksin
tifus atau tifus yang disuntikkan atau diminum dan dapat melindungi seseorang
dalam waktu 3 tahun.
- Mengedukasi masyarakat tentang pentingnya mencuci tangan setelah buang air
besar dan sebelum memegang makanan dan minuman, serta memastikan cuci
tangan yang benar. Ini sangat penting bagi mereka yang pekerjaannya melibatkan
penanganan makanan dan mereka yang tugasnya merawat orang sakit dan anak-
anak.
- Buang kotoran di toilet yang higienis dan tidak bisa dimasuki lalat. Gunakan tisu
toilet yang cukup untuk menghindari kontaminasi pada jari Anda.
25
Muhammad Alfan Hassan K
Jika tidak ada jamban, feses dikubur di hilir jauh dari sumber air.
- Lindungi sumber air masyarakat dari potensi pencemaran. Air bersih dan klorin yang
didistribusikan ke masyarakat. Menyediakan air yang aman bagi masyarakat dan
rumah tangga.
- Singkirkan lalat dengan menghilangkan tempat berkembang biaknya dengan sistem
pengumpulan dan pembuangan sampah yang baik. Lalat juga bisa diberantas dengan
insektisida, dengan menangkap lalat dengan umpan, dengan memasang kain kasa.
Toilet dibangun sedemikian rupa sehingga lalat tidak bisa masuk ke sana.
- Ikuti standar kebersihan saat menyiapkan dan menangani makanan; menyimpan
makanan pada suhu yang tepat di lemari es. Perhatian khusus harus diberikan pada
salad dan hidangan lainnya yang disajikan dingin. Standar kebersihan ini berlaku
untuk makanan yang disiapkan di rumah atau disajikan untuk umum. Jika kita tidak
yakin dengan standar kebersihan tempat makan tersebut, pilihlah makanan panas dan
buah-buahan ada baiknya dikupas sendiri.
- Pasteurisasi susu dan produk susu. Pantau secara ketat aspek kebersihan dan
kesehatan lainnya dalam produksi, penyimpanan, dan distribusi produk susu.
- Ikuti prosedur jaminan kualitas yang ketat dari industri makanan dan minuman. Saat
pengalengan makanan, gunakan air yang diklorinasi untuk mendinginkan.
Sumber:Poltekes.denpasar.ac.id
10. Komplikasi apa saja yang dapat terjadi pada kasus tersebut?
Komplikasi intestinal :
Perdarahan
Perforasi
ileus paralitik,
26
Muhammad Alfan Hassan K
pankreatitis
1. Komplkasi Kardiovaskuler :
2. Komplikasi darah :
a. anemia hemolitik
b. trombositopenia,
c. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
d. sondrom uremia hemolitik
3. komplikasi paru :
a. pneumonia
b. empyema
c. pleuritis
4. Komplikasi hepar dan kandung empedu :
a. Hepatitis
b. kolesistitis
5. Komplikasi ginjal :
a. glomerulonefritis
b. pielonefritis
c. perinefritis
6. Komplikasi tulang :
a. Osteomielitis
b. periostitis,
c. spondilitis
d. Artritis
7. Komplikasi Neuropsikiatrik
a. Delirium
b. Meningismus
c. Meningitis
d. Polyneuritis perifer
e. Sindrom Guillain bare
f. Psikosis
27
Muhammad Alfan Hassan K
g. Sindrom katania
DAFTAR PUSTAKA
1. Parry CM, Hien Tinh T, Dugan G et al : Typhoid Fever : N Engl J Med, Vol 347, No 22
2. Bhandari J, Pawan KT, DeVos E : Typhoid Fever : NCBI Bookshelf. A Service of the
National Library of Medicine, National Institute f Health: 2022 Jan
3. Cristina MA, Jorge A : Typhoid fever infection – Antibiotic resistance and vaccination
strategies: A narrative review. Travel Medicine and Infectious Disease 40 (2021)
7. Wahdah N, Neni O : Evaluation of the Diagnosis of Typhoid Fever Using the Widal Test
and the Anti Salmonella typhi IgM Test. Medical Laboratory Technology Journal. 6 (2),
2020, 128-134
8. Riefki I.H, Imaniar R : The Rationality of Antibiotic Use on Patients of Typhoid Fever.
Mutiara Medika: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan. Vol 20 No 1 Page 1-5 January 2020
10. Uttam K, Arup B : Typhoid fever: a review. Int J Adv Med. 2017 Apr;4(2):300-306
11. Muresu N, Sotgiu G, Are BM et al. Travel-related typhoid fever: narrative review of the
scientific literature. IJERPH 2020
12. Anggraini AB, Opitasari C, and Sari QAMP. The use of antibiotics in hospitalized adult
typhoid patients in an Indonesian hospital. Health Science of Indonesia. 2014; 5 (1): 40-
43
13. Crump JA, Luby SP, Mintz ED. The global burden of typhoid fever. Bull World
Health Organ. 2004:82:346-53
14. World Health Organization. (2003). Background document: the diagnosis, treatment and
prevention of typhoid fever. Geneva: World Health Organization.
15. Dwi, Novitasari. (2015). Kesesuaian Uji Widal, Tubex Tf® Dan Typhidot-M® dengan
Skor Nelwan pada Pasien Tersangka Demam Tifoid. Diploma thesis, Universitas
Andalas, Indonesia.
16. Rao, V. (2018). A Comparative Study Of Rapid Salmonella-Igm Test (Typhi-dot M) And
Widal Test In The Diagnosis Of Enteric Fever In A Tertiary Hospital. International
Journal Of Current Microbiology And Aplied Sciences
17. Buckle GC, Walker CLF, Black RE. Typhoid fever and paratyphoid fever:
29
Muhammad Alfan Hassan K
Systematic review to estimate global morbidity and mortality for 2010. J Glob Health
30
Muhammad Alfan Hassan K
31