Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

“QUIET QUITTING”

Dosen Pengampu :
Irfan Mahdi, SE, MM

Disusun Oleh kelompok 4:

1. Yunda Harari 211310152


2. Witri Hidayati 211310112
3. Cindy Adiska Putri 211310195
4. Shinta Herliyani 211310002
5. Fiqri Darma Putra 211310162

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PONTIANAK
TAHUN 2023/2024
Kata Pengantar

Segala puji bagi Allah Swt. yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya
terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga kami bisa menyelesaikan
makalah mata kuliah "Perilaku Organisasi".
Selawat serta salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad saw. yang
telah memberikan pedoman hidup yakni Al-Qur'an dan sunah untuk keselamatan
umat di dunia.
Makalah ini merupakan satu di antara tugas mata kuliah Perilaku Organisasi di
program studi Manajemen Fakultas Ekonomi Dan Bisnis.
Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Bapak Irfan Mahdi. SE, MM selaku dosen pembimbing mata kuliah Perilaku
Organisasi dan kepada segenap pihak yang telah memberikan bimbingan serta
arahan selama penulisan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penulisan makalah
ini maka itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Pontianak, 15 Desember 2023

Penulis
Daftar isi

KATA PENGANTAR ..............................................................................................


DAFTAR ISI .............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..............................................................................................
1.2 Rumusan Masalah .........................................................................................
1.3 Tujuan ...........................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian quiet quitting .................................................................................
2.2 Dampak positif dan negatif dari quiet quitting bagi perusahaan.....................
2.3 Faktor terjadi fenomena Quiet Quitting..........................................................
2.4 Hal yang dapat perusahaan lakukan untuk menanggulagi quiet quitting........
2.5 Teori perilaku organisasi terhadap quiet quitting …………………………...

BAB III PENUTUP....................................................................................................


3.1 Kesimpulan......................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perilaku Organisasi adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari tentang


perilaku tingkat individu dan tingkat kelompok dalam suatu organisasi serta
dampaknya terhadap kinerja (baik kinerja individual, kelompok, maupun
organisasi). Perilaku organisasi juga dikenal sebagai studi tentang organisasi.
Studi ini adalah sebuah bidang telaah akademik khusus yang mempelajari
organisasi,dengan memanfaatkan metode-metode dari ekonomi, sosiologi,
ilmu politik, antropologi dan psikologi. Perilaku organisasi berkaitan dengan
bagaimana orang bertindak dan bereaksi dalam semua jenis organisasi.
Dalam kehidupan organisasi, orang dipekerjakan, dididik dan dilatih,
diberi informasi, dilindungi dan dikembangkan. Dengan kata lain, maka
perilaku organisasi adalah bagaimana orang berperilaku di dalam suatu
organisasi. Bekerja merupakan salah satu cara bertahan hidup manusia untuk
mencukupi kebutuhan hidup dan mengembangkan kemampuan yang dimiliki.
Menurut Anoraga (2006), mengutip dari pendapat Brown bahwa bekerja
hakikatnya merupakan bagian yang sangat penting bagi seorang individu
untuk membangun status dirinya di tengah-tengah masyarakat. Sehingga,
dapat disimpulkan bahwa dengan bekerja manusia akan mendapatkan
pengakuan di tengah-tengah masyarakat.
Bekerja sejatinya memiliki ketentuan-ketentuan
yang tertulis maupun tidak tertulis, khususnya untuk para pekerja. Ketentuan
yang dibuat dimaksudkan untuk mengatur hak dan kewajiban serta tata tertib
dalam perusahaan. Ketentuan dalam perusahaan dapat berupa hal mengenai
tugas pokok maupun tugas tambahan. Di Indonesia, Pemerintah telah
mengatur hal-hal mengenai dunia pekerjaan seperti durasi kerja yang tertuang
pada UU Ketenagakerjaan Pasal 77 ayat 2 yang menyebutkan bahwa
karyawan bekerja 40 jam dalam seminggu. Peraturan lain yang juga
membahas mengenai ketenagakerjaan yaitu Pasal 31 Peraturan Pemerintah No
35/2021 mengenai durasi kerja. Sayangnya, masih terdapat perusahaan atau
tempat pekerjaan yang masih belum menerapkan secara maksimal peraturan
tersebut. Hal itu terbukti selama pandemi covid-19, perusahaan
memberlakukan pengaturan kerja jarak jauh dengan memberikan tugas-tugas
tambahan untuk dapat memaksimalkan pekerja. Pekerjaan jarak jauh selama
pandemi menyebabkan kerugian pada perusahaan berupa efektivtias kerja
maupun biaya yang harus dikeluarkan untuk menggaji pekerjanya. Kerugian
dirasakan pula oleh para pekerja berupa penambahan beban kerja, perubahan
kebiasaan dan budaya kerja yang mengakibatkan batasan antara pekerjaan dan
kehidupan di luar pekerjaan terganggu. (Aydin Esra & Azizoglu Oznur, 2022).
Sehingga, hal tersebut mengakibatkan ambiguitas peran antara pekerjaan dan
keluarga, minimnya apresiasi dan dukungan dari perusahaan, yang berdampak
pada karyawan yang melakukan quiet quitting (Baumann & Sander, 2021).

1.2 Rumusan Masalah


1. Jelaskan pengertian quiet quitting ?
2. Bagaimana dampak positif dan negatif dari quiet quitting bagi perusahaan?
3. Apa faktor terjadi fenomena Quiet Quitting?
4. Apa yang dapat perusahaan lakukan untuk menanggulagi quiet quitting?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk mengetahui pengertian quiet quit.
2. Untuk mengetahui dampak positif dan negatif dari quiet quitting bagi
perusahaan.
3. Untuk mengetahui faktor terjadi fenomena Quiet Quitting.
4. Untuk mengetahui Apa yang dapat perusahaan lakukan untuk
menanggulagi quiet quitting.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian quiet quitting


Mahand & Caldwell (2023) mendefinisikan quiet quitting sebagai
suatu fenomena dimana seorang pekerja enggan untuk melakukan
pekerjaan tambahan dari pekerja lain yang disebabkan oleh tingginya
tuntutan suatu perusahaan. Karyawan yang melakukan quiet quitting
memberikan batasan tertentu untuk menjaga keseimbangan pekerjaan dan
kehidupan pribadi mereka.
Aydin dan Azizoglu (2022) berpendapat bahwa quiet quitting dapat
didefinisikan sebagai bekerja seminimal mungkin tanpa melampaui batas
tugas utama. Seseorang yang melakukan quiet quitting tidak akan
mengerjakan pekerjaan tambahan yang tanpa dibayar. Para karyawan yang
melakukan quiet quitting menganggap bahwa kesehatan fisik dan mental
mereka lebih berharga dari pekerjaan tambahan yang harus mereka
kerjakan. Sehingga, mereka menolak untuk mengerjakan pekerjaan
tambahan dan menentukan batasan tertentu sesuai dengan bayaran yang
mereka dapatkan.
Pengertian lain mengenai quiet quitting menurut Yikilmaz (2022)
adalah penarikan diri yang ditunjukkan oleh pekerja dengan
memberlakukan kerikatan kerja yang rendah dan sikap tidak puas
mengenai masalah di tempat kerja yang berdampak pada berkurangnya
Sehingga, para pekerja memberlakukan keterikatan kerja yang rendah
dipandang sebagai upaya untuk dapat meminimalisir konflik yang dapat
terjadi di tempat kerja yang dapat mengganggu kesejahteraan.
Quiet quitting merupakan konsep baru, namun gagasan mengenai
fenomena tersebut telah ada sejak beberapa tahun yang lalu. Beberapa
tahun yang lalu muncul fenomena dalam dunia pekerjaan yang disebut
work-disengagement yang memiliki kemiripan dengan konsep dari quiet
quitting yang ramai diperbincangkan. Kesamaan quiet quitting dengan
konsep work-disegagement mengacu pada upaya menjauhkan diri dalam
pekerjaan berupa emosional, kognitif, dan fisik (Afrahi et al., 2021).
Karyawan yang melakukan work-disengagement menganggap bahwa
mereka melindungi diri dari pekerjaan baik itu dalam segi fisik, kognitif,
dan emosional.
Sehingga, mereka tidak akan mendapatkan dampak buruk yang
disebabkan dari bekerja di bawah tekanan. Berdasarkan beberapa definisi
di atas, dapat disimpulkan bahwa quiet quitting merupakan sikap yang
ditunjukkan oleh pekerja dalam menolak melakukan pekerjaan tambahan
yang tidak sesuai dengan tugas utamanya (Mahand & Caldwell, 2023).
Pekerja yang melakukan quiet quitting berupaya untuk dapat menghindari
lingkungan kerja, tugas dan organisasi yang tidak proporsional baginya
dan dapat mengakibatkan kelalahan ekstra yang mengganggu kehidupan
dan pekerjaannya.

2.2 Dampak positif dan negatif dari quiet quitting


 Dampak Negatif Quiet-Quitting
1. Menurunnya produktivitas & inisiatif
Tanda yang paling signifikan pada karyawan yang melakukan quiet-
quitting adalah menurunnya produktivitas dan inisiatif kerja. Apalagi jika
sebelumnya karyawan adalah top performer dan menghasilkan banyak
prestasi.
Menurunnya produktivitas disebabkan karena kehilangan minat dan
motivasi dalam bekerja. Akibatnya, kinerja keseluruhan tim dapat
terpengaruh secara negatif dan atasan menjadi tidak puas dengan hasil
kerja. Oleh karena itu, perusahaan harus mulai lebih memperhatikan
karyawannya.
2. Menarik diri dari tim
Setiap karyawan memiliki hak atas waktu pribadi namun jika mulai
ada tanda-tanda menarik diri dari proyek yang membutuhkan kerja sama
tim, maka ini dapat menjadi sinyal quiet-quitting atau masalah lain yang
lebih serius. Hal ini tentu akan menghambat kinerja organisasi,
mempengaruhi kolaborasi dan komunikasi tim secara keseluruhan.
Jika tidak diatasi maka dapat menyebabkan ketegangan antar rekan kerja
dan kehilangan semangat kerja yang positif.
3. Cenderung memberikan respon negatif
Karyawan yang pada awalnya kooperatif berubah menjadi
argumentatif, suka berdebat dan sulit untuk dihadapi, mungkin saja
menjadi salah satu tanda karyawan yang melakukan quiet-quitting. Hal ini
dilakukan untuk menghindari pekerjaan yang akan diberikan kepadanya.
4. Mempengaruhi reputasi perusahaan
Perusahaan yang karyawannya banyak melakukan quite-quitting akan
mengiring persepsi negatif tentang kepuasan karyawan dan kualitas
lingkungan kerja.
Pada akhirnya akan merugikan dan memberi citra buruk pada perusahaan,
juga mempersulit proses rekrutmen karyawan baru.
Secara umum, budaya quite-quitting dianggap selalu memberikan dampak
negatif, terutama bagi perusahaan.
 Dampak Positif Quiet-Quitting
Namun dalam beberapa situasi, quite-quitting memberikan manfaat positif
terutama bagi karyawan, yaitu sebagai berikut:
1. Menemukan ketidakcocokan
Quite-quitting akan membantu karyawan menyadari jika pekerjaan dan
llingkungan kerja saat ini tidak sesuai dengan minat, tujuan dan nilai yang
mereka pegang.
Oleh karena itu, adakalanya karyawan perlu mengambil waktu tenang
untuk merenung dan mencari jalan baru untuk kehidupan karir yang lebih
baik.Karyawan juga dapat mengalokasikan waktu juga energi untuk
meningkatkan keterampilan, belajar hal baru untuk menjalani perubahan
yang lebih positif dalam hidup secara keseluruhan.
2. Terbentuknya work-life balance
Melakukan quite-quitting merupakan cara yang dilakukan untuk
memperoleh keseimbangan antara kehidupan kerja dan pribadi.
Jika diteruskan, ini akan menjadi kesempatan bagi karyawan mengambil
langkah mundur, evaluasi prioritas & mencari keseimbangan hidup yang
lebih baik.
Karyawan akan memiliki lebih banyak waktu luang untuk menggali
kemampuan baru, beristirahat dengan tenang sehabis jam kerja, serta
menghabiskan lebih banyak waktu bersama teman atau keluarga. Dengan
begitu, mereka tidak akan mengalami burnout.
3. Peluang evaluasi
Dengan adanya karyawan yang melakukan quite-quitting, perusahaan
harus lebih tanggap dalam mengatasi issue ini. Hal ini dapat menjadi
sinyal bagi perusahaan untuk melakukan introspeksi dan evaluasi
penyebab karyawan merasa tidak puas dan kurang motivasi.
Perusahaan pun dapat mengetahui langkah apa yang harus diambil
untuk memperbaiki permasalahan dan mencegah kemungkinan kejadian
yang berulang di masa depan.

2.3 Faktor terjadi fenomena quiet quitting


Quiet quitting adalah fenomena di mana karyawan tidak lagi
berkontribusi secara maksimal di tempat kerja, tetapi tidak mengundurkan
diri secara resmi. Fenomena ini dapat berdampak negatif bagi perusahaan,
karena dapat menurunkan produktivitas dan kinerja karyawan.
Berikut adalah beberapa faktor yang dapat menyebabkan fenomena quiet
quitting:
1. Beban kerja yang terlalu banyak.
Karyawan yang merasa beban kerjanya terlalu berat akan merasa stres dan
tidak termotivasi untuk bekerja.
2. Kompensasi yang tidak sesuai.
Karyawan yang merasa gajinya tidak sesuai dengan beban kerja atau
tanggung jawabnya akan merasa tidak puas dan tidak termotivasi untuk
bekerja.
3. Tidak ada batasan yang jelas.
Karyawan yang tidak memiliki batasan yang jelas antara pekerjaan dan
kehidupan pribadinya akan merasa kelelahan dan tidak termotivasi untuk
bekerja.
4. Harapan yang tidak jelas.
Karyawan yang tidak memiliki pemahaman yang jelas tentang harapan
perusahaan akan merasa tidak yakin tentang apa yang diharapkan dari
mereka.
5. Buruknya komunikasi.
Karyawan yang tidak merasa dihargai atau tidak didengarkan oleh atasan
atau rekan kerja akan merasa tidak termotivasi untuk bekerja.
Selain faktor-faktor di atas, fenomena quiet quitting juga dapat
disebabkan oleh faktor-faktor personal, seperti masalah keluarga,
kesehatan, atau perubahan minat.
Untuk mengatasi fenomena quiet quitting, perusahaan perlu
melakukan upaya untuk meningkatkan kepuasan dan motivasi karyawan.
Upaya tersebut dapat dilakukan dengan cara:
1. Menyeimbangkan beban kerja.
Perusahaan perlu memastikan bahwa beban kerja karyawan tidak terlalu
berat.
2. Memberikan kompensasi yang sesuai.
Perusahaan perlu memberikan gaji dan tunjangan yang sesuai dengan
beban kerja dan tanggung jawab karyawan.
3. Menjelaskan batasan yang jelas.
Perusahaan perlu menjelaskan batasan yang jelas antara pekerjaan dan
kehidupan pribadi karyawan.
4. Menjelaskan harapan yang jelas.
Perusahaan perlu menjelaskan harapan perusahaan kepada karyawan.
5. Meningkatkan komunikasi.
Perusahaan perlu meningkatkan komunikasi antara karyawan, atasan, dan
rekan kerja. Dengan melakukan upaya-upaya tersebut, perusahaan dapat
mengurangi terjadiny
a fenomena quiet quitting dan meningkatkan produktivitas dan kinerja
karyawan.

3.3 Hal-hal yang dapat perusahaan lakukan untuk menanggulagi


quiet quitting.
Berikut adalah beberapa hal yang dapat dilakukan perusahaan untuk
menanggulangi quiet quitting:
 Membangun budaya kerja yang positif.
Budaya kerja yang positif akan membuat karyawan merasa lebih bahagia
dan termotivasi untuk bekerja. Perusahaan dapat membangun budaya kerja
yang positif dengan cara:
1. Menciptakan lingkungan kerja yang kondusif dan nyaman
2. Memberikan penghargaan dan pengakuan kepada karyawan
3. Mendorong kerja tim dan komunikasi yang efektif

 Melakukan komunikasi yang efektif.


Komunikasi yang efektif antara karyawan, atasan, dan rekan kerja akan
membantu menciptakan hubungan yang baik dan saling pengertian.
Perusahaan dapat meningkatkan komunikasi dengan cara:
1. Melakukan pertemuan rutin untuk membahas perkembangan
perusahaan
2. Menciptakan saluran komunikasi yang terbuka bagi karyawan
3. Mendengarkan umpan balik dari karyawan
4. Memberikan kesempatan untuk mengembangkan diri.

Karyawan yang merasa memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri


akan merasa lebih puas dan termotivasi untuk bekerja.
Perusahaan dapat memberikan kesempatan untuk mengembangkan diri
dengan cara:
1. Menyediakan pelatihan dan pengembangan yang relevan
2. Mendorong karyawan untuk mengambil peran kepemimpinan
3. Memberikan umpan balik yang konstrukti
 Menyediakan pelatihan dan pengembangan yang relevan Menjaga
keseimbangan kehidupan kerja.
Karyawan yang merasa memiliki keseimbangan antara kehidupan kerja
dan kehidupan pribadinya akan merasa lebih bahagia dan termotivasi
untuk bekerja. Perusahaan dapat menjaga keseimbangan kehidupan kerja
dengan cara:
1. Memberikan jam kerja yang fleksibel
2. Mendorong karyawan untuk mengambil cuti
3. Memahami kebutuhan karyawan
Dengan melakukan upaya-upaya tersebut, perusahaan dapat mengurangi
terjadinya fenomena quiet quitting dan meningkatkan produktivitas dan
kinerja karyawan.
TEORI PERILAKU ORGANISASI YANG BERHUBUNGAN DENGAN
QUIET QUITTING
BAB II
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Jadi, sahkah mengambil tindakan quiet quitting? Mengenai jawaban ini
kamu bisa bertanya kepada dirimu sendiri. Jika pekerjaan dan kariermu
merasa lebih baik, maka ambilah keputusan ini. Tapi, bila quiet
quitting hanya akan menurunkan produktivitas dan membuat
kariermu stuck, lebih baik kamu pikirkan terlebih dahulu sebelum
memutuskan untuk mengikuti quiet quitting. Oleh karena itu, sudah saatnya
sebagai leader atau atasan untuk dapat bekerja secara efektif demi
menghindari dampak negatif yang timbul dari maraknya karyawan
mengikuti tren quiet quitting.

3.2 Saran

Anda mungkin juga menyukai