KEPUASAN KERJA
(Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas pada matakuliah Psikologi Industri & Organisasi)
Disusun oleh:
Kelas Pi.5
1. Ayu Aprilliah (2130901177)
2. Jihan Nabilah Saper ( 2130901167)
3. M. Najaruddin Rizki ( 2130901154)
Dosen pengampuh:
Listya Istiningtyas,M.Psi.,Psikolog
FAKULTAS PSIKOLOGI
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya
kepada kami sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Makalah ini dibuat berdasarkan
kebutuhan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Psikologi Industri dan Organisasi, serta
untuk kebutuhan kami agar dapat lebih memahami tentang kepuasan kerja. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam pembuatan
makalah ini sehingga makalah ini selesai tepat pada waktunya. Penulis menyadari masih
banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini karena keterbatasan referensi. Mengingat
keterbatasan itu, maka kami membuka selebar-lebarnya kritik dan saran dari Ibu dosen mata
kuliah Psikologi Industri dan Organisasi khusunya, serta dari rekan-rekan pembaca pada
umumnya. Akhir kata, semoga makalah ini bisa bermanfaat dan dapat dipergunakan
sebagaimana mestinya.
Pemakalah
i|Page
DAFTAR ISI
ii | P a g e
BAB I
PENDAHULUAN
1|Page
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, penulis dapat menyimpulkan beberapa rumusan masalah
untuk makalah ini yaitu sebagai berikut :
1. Jelaskan yang dimaksud dengan kepuasan kerja?
2. Apa saja komponen pada kepuasan kerja ?
3. Bagaimana mengukur kepuasan kerja dalam sebuah organisasi?
4. Apa saja teori-teori kepuasan kerja dalam organisasi?
5. Apa saja faktor-faktor yang pendukung kepuasan kerja?
6. Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan kerja?
7. Apa saja kondisi yang mempengaruhi kepuasan kerja?
8. Bagaimana pengaruh iklim kerja organisasi terhadap kepuasan kerja?
C. Tujuan Pemakalah
Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk Mengetahui yang dimaksud dengan kepuasan kerja.
2. Untuk Mengetahui komponen-komponen kepuasan kerja
3. Untuk Mengetahui cara mengukur kepuasan kerja dalam sebuah organisasi.
4. Untuk Mengetahui teori-teori kepuasan kerja dalam organisasi.
5. Untuk Mengetahui faktor-faktor yang pendukung kepuasan kerja.
6. Untuk Mengetahui Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan kerja
7. Untuk Mengetahui kondisi yang mempengaruhi kepuasan kerja.
8. Untuk Mengetahui pengaruh iklim kerja organisasi terhadap kepuasan kerja
2|Page
BAB II
PEMBAHASAN
Dari pengertian tersebut di atas, perasaan positif maupun negatif yang dialami
karyawan menyebabkan seorang dapat mengalami kepuasan maupun ketidakpuasan
kerja merupakan masalah yang kompleks, karena berasal dari berbagai elemen kerja,
misalnya terhadap pekerjaan mereka sendiri, gaji atau upah, promosi, supervisi, rekan
kerja, ataupun secara keseluruhan. Dari berbagai penelitian yang telah banyak
dilakukan, ketika karyawan ditanya tentang respon dari pekerjaan yang telah mereka
lakukan, hasilnya bervariasi untuk berbagai elemen kerja, Dari hasil penelitian, secara
umum karyawan merasakan kepuasan secara keseluruhan (Robbins & Judge, 2007).
Dalam pekerjaan banyak sekali elemen yang berpengaruh terhadap kepuasan dan
ketidakpuasan. Seseorang dapat mengalami kepuasan untuk satu elemen pekerjaan,
tetapi tidak untuk elemen pekerjaan yang lain. Elemen-elemen pekerjaan itu ialah
pekerjaan mereka sendiri, gaji atau upah, promosi, supervisi, rekan kerja, dan
pekerjaan secara keseluruhan. Definisi kepuasan kerja diambil dari pendapat Wexley
dan Yulk (1977) yang menjelaskan kepuasan kerja sebagai perasaan seseorang
terhadap pekerjaannya. Seperti dikemukakan oleh Tiffin (dalam As’ad, 2003)
3|Page
kepuasan kerja berhubungan erat dengan sikap dari karyawan terhadap pekerjaannya
sendiri, situasi kerja, kerjasama antara pimpinan dengan sesama karyawan.
4|Page
Dalam penelitian oleh Robbins (1996) menyebutkan bahwa komponen-
komponen yang menentukan kepuasan kerja adalah:
1. Kerja yang secara mental menantang akan membuat karyawan lebih menyukai
pekerjaan yang dapat memberikan mereka kesempatan untuk menggunakan
keterampilan dan kemampuan mereka serta menawarkan beragam tugas,
kebebasan dan umpan balik.
2. Ganjaran yang pantas dalam hal ini yang dimaksud adalah karyawan
menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan
sebagai adil dan sesuai dengan harapan mereka.
3. Kondisi kerja yang mendukung mempunyai arti karyawan yang peduli dengan
lingkungan kerja, baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan
dalam melakukan pekerjaan yang baik.
4. Rekan kerja yang mendukung apabila karyawan mendapatkan lebih dari pada
sekedar uang atau prestasi dalam pekerjaannya. Bagi kebanyakan karyawan,
kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial.
5. Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan, Pada hakikatnya karyawan dengan
tipe kepribadian kongruen (sama dan sebangun) dengan pekerjaan yang mereka
pilih seharusnya akan menemukan bakat dan kemampuan yang tepat untuk
memenuhi tuntutan dari pekerjaan mereka. Sementara itu menurut Luthans
(dalam Husein, 1998) Job DescriptionIndex (JDI) dapat digunakan untuk
mengukur komponen kepuasan kerja, dimana komponen tersebut tersebut terdiri
dari:
a) Pembayaran, seperti gaji dan upah Merupakan imbalan jasa yang diterima
oleh karyawan sesuai dengan jenis, dan beban pekerjaan yang dilaksanakan.
b) Pekerjaan itu sendiri Menyangkut karakteristik pekerjaan, yaitu apakah
pekerjaan itu menantang, menarik, ataukah justru membosankan.
c) Promosi Merupakan komponen yang mengukur tersedianya kesempatan
untuk berkembang dalam tugas dan jabatan.
d) Supervisi Merupakan kualitas dan bentuk pengawasan, pengarahan dan
pembimbingan yang diterima dari atasan.
e) Rekan sekerja Merupakan komponen yang mengukur apakah rekan-rekan
kerja dapat diajak bekerja sama, apakah mereka memiliki kompetensi yang
5|Page
saling mendukung, persahabatan, serta perilaku tolong-menolong antar
rekan kerja
6|Page
d. Pengabaian (neglect): secara pasif membiarkan kondisi menjadi lebih buruk,
termasuk ketidakhadiran atau keterlambatan yang terus menerus, kurangnya
usaha, dan meningkatnya angka kesalahan.
4. Kepuasan kerja dan Kinerja
Pekerja yang bahagia cenderung kebih produktif, meskipun sulit untuk
mengatakan kearah mana arah hubungan sebab akibat tersebut. Organisasi yang
mempunyai karyawan yang lebih puas cenderung lebih efektif bila dibandingkan
organisasi yang mempunyai karyawan yang kurang puas.
5. Kepuasan kerja dan OCB (Organizational Citizenship Behaviour)
Karyawan yang puas tampaknya cenderung berbicara secara positif tentang
organisasi, membantu individu lain, dan melewati harapan normal dalam
pekerjaan mereka. Selain itu, karyawan yang puas mungkin lebih mudah berbuat
lebih dalam pekerjaan karena mereka ingin merespons pengalaman positif mereka.
6. Kepuasan Kerja dan Ketidakhadiran
Suatu hubungan yang negative yang konsisten antara kepuasan dan ketidak
hadiran, tetapi korelasi tersebut berkisar antara sedang sampai lemah, sementara
adalah masuk akal bahwa karyawan yang tidak puas cenderung melalaikan
pekerjaan, faktor-faktor lain memiliki pengaruh pada hubungan tersebut dan
mengurangi koefisien korelasi.
7. Kepuasan Kerja dan Perputaran
Karyawan Adanya sebuah pengait penting dari hubungan kepuasan-perputaran
karyawan adalah tingkat kinerja karyawan. Khususnya tingkat kepuasan tidak
begitu penting dalam memprediksikan perputaran karyawan untuk pekerja-pekerja
ulung. Karena organisasi biasanya melakukan banyak upaya untuk
mempertahankan orang-orang ini. Mereka mendapatkan kenaikkan bayaran,
pujian, pengakuan, peluang promosi yang meningkat,dan lain-lain. Tanpa
memerhatikan tingkat kepuasan, yang terakhir memiliki kemungkinan yang lebih
besar untuk tinggal dengan organisasi karena pengakuan, pujian dan penghargaan-
penghargaan lain memberi mereka lebih banyak alasan untuk tinggal.
8. Kepuasan Kerja dan Perilaku Menyimpang di Tempat Kerja
Ketidakpuasan kerja memprediksi banyak perilaku khusus, termasuk upaya
pembentukan serikat kerja, penyalah gunaan hakikat, pencurian di tempat kerja,
pergaulan yang tidak pantas, dan kelambanan. Kuncinya adalah apabila karyawan
tidak menyukai lingkungan kerja mereka, entah bagaimana mereka akan
7|Page
merespons. Adalah tidak selalu mudah untuk meramalkan dengan pasti bagaimana
mereka akan merespons.
8|Page
diperoleh orang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang
sekelas, sekantor, maupun di tempat lain.
b. Discrepancy Theory (Teori Ketidaksesuaian)
Teori ini pertama kali dipelopori oleh Proter (dalam Mangkunegara,
2005:121). Ia berpendapat bahwa mengukur kepuasan kerja dapat dilakukan
dengan cara menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan
yang dirasakan Karyawan. 18 Teori ini mempunyai pandangan bahwa kepuasan
kerja seseorang diukur dengan menghitung selisih antara apa yang seharusnya
dengan kenyataan yang dirasakan. Locke (dalam Landy, 1999) mengatakan bahwa
kepuasan kerja adalah suatu keadaan emosional yang dihasilkan dari persepsi
terhadap suatu pekerjaan karena pekerjaan tersebut memenuhi atau mengikuti
pemenuhan nilai kerja yang dimiliki seseorang dan sesuai dengan kebutuhan
individu. Seseorang akan merasa puas apabila tidak ada perbedaan antara apa
yang diinginkan dengan persepsinya terhadap kenyataan yang ada, karena batas
minimum yang diinginkan telah terpenuhi. Apabila didapat ternyata lebih besar
daripada yang diinginkan, maka orang akan menjadi lebih puas lagi walaupun
terdapat discrepancy (ketidaksesuain), tetapi merupakan discrepancy yang positif.
Sebaliknya, makin jauh dari kenyataan yang dirasakan di bawah standar minimum
sehingga menjadi negatif discrepancy, maka makin besar pula ketidakpuasan
seseorang terhadap pekerjaannya. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat
disimpulkan bahwa menurut teori ini, kepuasan kerja seseorang tergantung pada
selisih antara sesuatu yang dianggap akan didapatkan dengan apa yang dicapai.
Dengan demikian, orang akan merasa puas bila tidak ada perbedaan antara yang
diinginkan dengan persepsinya atas kenyataan karena batas minimum yang
diinginkan telah terpenuhi.
c. Two Factor Theory (Teori Dua Faktor)
Herzberg yang dikenal sebagai pengembang teori kepuasan kerja yang
disebut teori dua faktor, membagi situasi yang mempengaruhi seseorang terhadap
pekerjaan menjadi dua faktor yaitu faktor yang membuat orang merasa tidak puas
dan faktor yang membuat orang merasa puas terhadap pekerjaannya (dissotisfiers
– satisfiers). Menurut Herzberg dalam (Gibson dkk, 1997) ada dua kondisi yang
mempengaruhi kepuasan seseorang. Pertama, ada serangkaian kondisi ekstrinsik,
keadaan pekerjaan (job context), yang menghasilkan ketidakpuasan di kalangan
karyawan jika kondisi tersebut tidak ada. Jika kondisi tersebut ada, maka tidak
9|Page
perlu memotivasi karyawan Kedua, berupa serangkaian kondisi intrinsik, isi
pekerjaan (job context) yang akan menggerakkan tingkat motivasi yang kuat
sehingga dapat menghasilkan prestasi kerja yang baik. Jika kondisi tersebut tidak
ada, maka akan timbul rasa ketidakpuasan yang berlebihan. Faktor-faktor yang
membuat orang tidak puas (dissatisfiers) atau juga faktor iklim baik (hygiene
factor) yang tercakup dalam kondisi pertama meliputi upah, jaminan pekerjaan,
kondisi kerja, status, prosedur perusahaan, mutu supervisi, mutu hubungan antar
pribadi di antara rekan kerja, dengan atasan dan dengan bawahan. Sedangkan
faktor dari rangkaian pemuas atau motivator ini meliputi prestasi (achievement),
pengakuan (recognition), tanggung jawab (responsibility), kemajuan
(advancement), pekerjaan itu sendiri (the work itself) dan kemungkinan
berkembang (the posibility of growth). Model teori Herzberg pada dasarnya
mengasumsikan bahwa kepuasan kerja bukanlah suatu konsep berdimensi satu.
Penelitiannya menyimpulkan bahwa diperlukan dua kontinum untuk menafsirkan
kepuasan kerja secara tepat. Apabila kepuasan kerja tinggi ditempatkan di satu
ujung kontinum, maka ujung kontinum yang lain adalah rendahnya kepuasan
kerja. (Gibson dkk, 1997). Berdasarkan teori tersebut, dapat disimpulkan bahwa
faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja berbeda dengan faktor-faktor
yang menimbulkan ketidakpuasan kerja. Faktor yang menimbulkan kepuasan
kerja adalah faktor-faktor yang berkaitan dengan isi dari pekerjaan yang
merupakan fakor intrinsik dari pekerjaan yang apabila faktor tersebut tidak ada,
maka karyawan akan merasa tidak lagi puas. Sedangkan faktor yang menimbulkan
ketidakpuasan adalah berkaitan dengan konteks dari pekerjaan, seperti:
administrasi, pengawasan, gaji, hubungan antar pribadi, dan kondisi kerja. Apabila
faktor ketidakpuasan ini dirasakaan kurang atau tidak diberikan maka karyawan
akan merasa tidak puas.
10 | P a g e
menimbulkan kepuasan tetapi jika tidak dipenuhi akan mengurangi kepuasan. Kedua,
faktor Hygiene merupakan karakteristik pekerjaan berkaitan dengan ketidakpuasan
pekerjaan, yaitu sejumlah kebutuhan yang apabila dipenuhi tidak akan meningkatkan
motivasi, tetapi jika tidak dipenuhkan menimbulkan kepuasan.
Faktor yang termasuk dalam faktor motivator adalah prestasi kerja, promosi,
tanggung jawab, pengakuan, dan kerja itu sendiri. Sedangkan faktor yang termasuk
hygiene faktor adalah hubungan antar pribadi, keamanan kerja, kehidupan pribadi,
keamanan kerja, kebijakan administrasi, gaji, status, supervisi, dan kondisi kerja. Baik
faktor motivator dan hygiene sangat penting bagi pemeliharaan tingkat kepuasan
pegawai. Kedua faktor ini selalu berjalan seiring dengan aktivitas kerja seseorang
dalam organisasinya.
a) Faktor hubungan antar karyawan, antara lain: Hubungan langsung antara manager
dengan karyawan, faktor psikis dan kondisi kerja, hubungan sosial diantara
karyawan, sugesti dari teman sekerja, emosi dan situasi kerja.
b) Faktor-faktor individual: sikap, umur, jenis kelamin, tingkat kepuasan dan
ketidakpuasan kerja akan lebih berarti bila ditempatkan dalam konteks
kecenderungan khas individu (disposisi individu) untuk menjadi puas secara
umum.
c) Faktor-faktor luar, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan: keadaan keluarga
karyawan, rekreasi, pendidikan.
11 | P a g e
Banyak faktor yang telah diteliti sebagai faktor-faktor yang mungkin
menentukan kepuasan kerja. Berikut ini lima faktor kepuasan kerja ditinjau dari
ciri-ciri instrinsik dari pekerjaan, gaji dan penyeliaan (Kurniawati, 2006:18),
yaitu:
12 | P a g e
dipersepsikan sebagai adil berdasarkan tuntutan kerja, tingkat pekerjaan,
tingkat keterampilan individu, dan standar gaji yang berlaku untuk kelompok
pekerjaan tertentu, maka akan ada kepuasan kerja. (Waluyo : 182).
c) Penyeliaan (Manager) Locke memberikan kerangka kerja teoritis untuk
memahami kepuasan tenaga kerja dengan penyeliaan, dia menemukan dua
jenis dari hubungan atasan dengan bawahan yaitu hubungan fungsional dan
keseluruhan (entity). Hubungan fungsional mencerminkan sejauh mana
penyelia membantu tenaga kerja, untuk memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang
penting bagi tenaga kerja. Hubungan keseluruhan didasarkan pada
ketertarikan antar pribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai serupa
(Waluyo : 182).
d) Rekan rekan sejawat yang menunjang Hubungan yang ada antar pekerja
adalah hubungan ketergantungan sepihak, yang bercorak fungsional.
Kepuasan kerja yang ada pada pekerja timbul jika terjadi hubungan yang
harmonis dengan tenaga kerja lain. Didalam kelompok kerja dimana pekerja
harus bekerja sebagai satu tim, kepuasan mereka dapat timbul karena
kebutuhan tingkat tinggi mereka (kebutuhan harga diri, kebutuhan aktualisasi)
dapat dipenuhi dan mempunyai dampak pada motivasi kerja (Waluyo: 183).
e) Kondisi kerja yang menunjang. Bekerja dalam ruangan sempit, panas dan
cahaya lampunya menyilaukan mata, merupakan kondisi kerja yang tidak
mengenakkan (uncomfortable) akan menimbulkan keengganan untuk bekerja,
sehingga pekerja sering keluar dari ruangannya. Kondisi kerja yang
memperhatikan prinsip ergonomik dapat mendukung kepuasan tenaga kerja
juga terpenuhinya kebutuhan-kebutuhaan fisik. Berbeda dengan Robbins
(Sopiah, 2008: 72) yang mengemukakan bahwa aspek-aspek kerja yang
bepengaruh terhadap kepuasan kerja adalah sebagai berikut:
1. Gaji atau Upah Jumlah yang diterima dan keadaan yang dirasakan dari
upah atau gaji. Upah atau gaji adalah imbalan yang diterima seseorang
dari organisasi atas jasa yang diberikannya, baik berupa waktu, tenaga,
keahlian atau keterampilan. Gaji atau upah memerankan peranan yang
sangat berarti sebagai penetu dari kepuasan kerja. Oleh karena itu,
setiap perusahaan atau organisasi harus memperhatikan prinsip
keadilan dalam penetapan gaji dan pengupahan.
13 | P a g e
2. Pekerjaan Sampai sejauh mana tugas kerja dianggap menarik dan
memberikan kesempatan untuk belajar dan menerima tanggung jawab.
3. Promosi Keadaan kesempatan untuk maju. Suatu promosi berarti
perpindahan dari satu jabatan ke jabatan lain yang mempunyai status
dan tanggung jawab yang lebih tinggi. Konsekuensinya disertai
dengan peningkatan gaji atau upah dan hak-hak lain berdasarkan
ketentuan dari perusahaan yang bersangkutan. Dengan demikian,
promosi selalu diikuti dengan tanggung jawab dan wewenang yang
lebih tinggi dari pada jabatan yang diduduki sebelumnya. Namun,
promosi ini sendiri sebenarnya memiliki nilai karena merupakan bukti
pengakuan antara lain terhadap prestasinya. Seorang karyawan
berusaha mendapatkan kebijakan dan praktik promosi yang lebih
banyak, dan status sosial yang ditingkatkan. Oleh karena itu individu-
individu yang mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat 28
dalam cara yang adil (fair ) kemungkinan besar akan mengalami
kepuasan dari pekerjaan mereka (Robbins, 2007: 36).
4. Penyeliaan atau pengawasan kerja Kemampuan penyelia untuk
membantu dan mendukung pekerjaan. Kepuasan karyawan dapat
meningkat bila penyelia langsung bersifat ramah dan dapat
memahami, menawarkan pujian untuk kinerja yang baik,
mendengarkan pendapat karyawan, dan menunjukkan suatu minat
pribadi pada karyawannya.
5. Rekan kerja Sejauh mana rekan kerja bersahabat dan berkompeten.
Manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Bagi
kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi
sosial. Oleh karena itu tidaklah mengejutkan bila mempunyai rekan
sekerja yang ramah dan mendukung membuat kepuasan kerja
meningkat.
14 | P a g e
1. Kondisi Organisasional
Menurut Greenberg dan Baron (1993) terdapat kondisi-kondisi yang berada
dalam lingkungan organisasi atau lingkungan kerja yang mempengaruhi tingkat
kepuasan kerja karyawan:
a) Unsur-unsur dalam pekerjaan
Unsur-unsur seperti tantangan dalam pekerjaan dan variasi dalam
pekerjaan mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Sebab unsur-unsur
ini akan menarik minat karyawan dan dengan sendirinya akan membuat
karyawan semakin terlibat dengan pekerjaannya. Hanya saja tingkat
tantangan dan variasinya harus berada pada levelsedang, sebab level
terlalu tinggi justru mengakibatkan frustasi.
b) Sistem penggajian
Sistem penggajian mempengaruhi kepuasan kerja karyawan karena
merupaka imbalanyang diterima karyawan atas usaha dan produktivitas
yang telah dilakukan selain itu juga berperan sebagai alat pemuas
kebutuhan,- kebutuhan, fisik, simbol status, maupun menciptakan rasa
aman. Dengan demikian sistem penggajian yang dipersepsikan adil dan
adikuat akan menimbulkan kepuasan kerja.
c) Promosi
Kesempatan untuk dipromosikan akan menimbulkan kepuasan kerja
sebab berkaitan dengan kenaikkan gaji, pengakuan, perasaan dihargai
dan simbol status.
d) Pengakuan verbal (Verbal recognition)
Locke (1976) mengatakan bahwa pengakuan dapat menimbulkan
kepuasan kerja,terutama bagi karyawan bawah, sebab kebutuhan untuk
merasa dihargai akan terpenuhisebagaimana halnya dengan kebutuhan
harga diri, dan konsep diri.
e) Kondisi lingkungan kerja
Kondisi lingkungan kerja yang menyenangkan akan menimbulkan
kepuasan kerja sebabkondisi lingkungan yang baik akan mendukung
penyelesaian pekerjaan Lingkungankerja yang terlalu ekstrim seperti :
temperatur udara, pencahayaan ventilasi, dankebisingan akan
mempengaruhi kepuasan kerja karena dapat memunculkan
gangguanfisik.
15 | P a g e
f) Desentralisasi kekuasaan
Desentralisasi yang dimaksudkan adalah pembagian wewenang dan
kekuasaan, dengan tidak memberikan pada satu orang saja. Hal ini akan
menimbulkan kepuasan sebab karyawan dapat berpatisipasi dalam
pengambilan keputusan, dan akan terpenuhi kebutuhan akan rasa
kompetensi diri, otonomi, serta, kekuasaan.
g) Supervisi, rekan kerja dan bawahan
Supervisi yang dimaksud adalah persepsi dari karyawan terhadap
kualitas dari atasan (supervisi) yang mencakup, gaya pengawasan,
teknik pengawasan, kemampuan hubungan interpersonal, dan
kemampuan administrasi. Sedangkan rekan sekerja dan bawahan
berkaitan dengan masalah kompetensi, kesediaan menolong, serta
persahabatan.
h) Kebijakan perusahaan
Kebijakan yang dimaksud adalah menyangkut masalah administrasi,
prosedur kerja, peraturan-peraturan, kebijaksanaan-kebijaksanaan dan
tindakantindakan yang diambil perusahaan untuk kepentingan
perusahaan. Menurut Locke (1976) kebijaksanaan dan peraturan yang
ditetapkan organisasi akan menentukan jenis tugas, dan pekerjaan,
bebantugas, derajat tanggung jawab, kesempatan promosi, tingkat gaji,
serta kondisi fisik lingkungan kerja. Oleh karena itu karyawan akan
merasakan kepuasan kerja pada organisasi yang kebijakannya
membantu karyawan memperoleh apa yang dibutuhkannya.
2. Kondisi Personal
Faktor-faktor yang dimaksudkan di sini adalah faktor-faktor pribadi yang ada
dalam diri karyawan. Dengan kata lain faktor personal adalah perbedaan-
perbedaan individu yang akan mempengaruhi kepuasan kerja.
a. Keadaan demografis
Mencakup karakteritik pada diri karyawan antar lain usia, jenis kelamin, dan
tingkat pendidikan (Landy, 1985). Karyawan yang lebih tua biasanya lebih
berpengalaman sehingga lebih memiliki kesempatan besar dalam
pemenuhan kebutuhan aktualisasi diri dan self fulfillment. Mereka juga
memiliki kesadaran akan lebih sedikitnya kesempatan memperoleh kerja
yang lebih baik sehingga selalu berusaha untuk membuat situasi lebih baik
16 | P a g e
dalam kondisi seburuk apapun. (Schlutz & Schlutz, 1990). Sedangkan untuk
jenis kelamin menurut Schlutz & Schlutz (1990) tidak ada pengaruh
perbedaan gender dengan kepuasan kerja. Sedangkan menurut penelitian
yang lain dikatakan pada umumnya wanita memperlihatkan ketidak puasan
pada kesempatan promosi dan pekerjaan itusendiri. Untuk tingkat
pendidikan Schlutz & Schlutz mengatakan bahwa terdapat hubungan
negative kepuasan kerja dengan tingkat pendidikan. Terdapat indikasi
bahwa karyawan dengan pendidikan lebih rendah pada umumnya lebih
mengalami kepuasansebab karyawan lulusan perguruan tinggi memiliki
harapan-harapan lebih tinggi dalam pekerjaannya.
b. Variabel kepribadian
Yang dimaksud adalah tingkat harga diri, locus of control, dan kemampuan
toleransi terhadap stres. Semakin banyak variabel ini dimiliki karyawan
maka kepuasan kerjanya semakin tinggi.
c. Tingkat intelegensi
Schlutz & Schlutz (1990) Mengatakan tingkat intelegensi yang terlalu tinggi
atau terlalu rendah akan lebih memungkinkan mengalami kebosanan dan
ketidakpuasan kerja. Ketidak sesuaian antara tingkat intelegensi dengan
jenis pekerjaan akan menimbulkan ketidakpuasan kerja.
d. Pengalaman kerja
Tidak adanya pengalaman kerja bagi pemula, membuat pekerjaan menjadi
menantang serta memungkinkan mereka mengembangkan kemampuan dan
pengalaman, namun semakin berpengalaman seseorang maka pekerjaannya
semakin kurang menantang sehingga menimbulkan ketidakpuasan.
e. Penggunaan keterampilan
Menurut Schlutz & Schlutz (1990) pada karyawan yang baru lulus sering
mengalami ketidakpuasan karena tidak ada kesempatan untuk menerapkan
keterampilan yang dimiliki hasil perguruan tinggi. Mereka merasa tidak
dapat memperlihatkan unjuk kerja baik dan optimal disebabkan
keterampilan efektif dalam melakukan pekerjaan belum dimiliki.
f. Tingkat jabatan
Semakin tinggi tingkat jabatan semakin tinggi kepuasan kerja hal ini
disebabkan karena semakin tinggi tingkat jabatan semakin baik kondisi
17 | P a g e
lingkungan, terpenuhi kebutuhan-kebutuhan motivasi, juga semakin besar
tantangan, otonomi, dan tanggung jawab
18 | P a g e
melakukan pekerjaannya. Iklim organisasi digambarkan memiliki peran besar dalam
keberhasilan yang dicapai oleh organisasi organisasi ataupun institusi besar.
19 | P a g e
BAB III
KESIMPULAN
20 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
Aftar Pustaka Davis, Keith & Newstrom, John. 2011. Perilaku Organisasi :Edisi Ketujuh.
Jakarta: Erlangga.
Darmawati, Arum. 2013. Jurnal Economia: Pengaruh Kepuasan Kerja Dan Komitmen
OrganisasiTerhadap Organizational Citizenship Behavior. Dalam
http://eprints.uny.ac.id/14889/1/SKRIPSI.pdf (diuduh, 4 November 2022)
Davis, Keith & Newstrom, John. 2007. Perilaku Organisasi:Edisi Ketujuh . Jakarta: Erlangga
Fraser, T.M. 2013. Stres dan Kepuasan Kerja . Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo.
Gustomo, Aurik & Anita Silvianita. 2009. Pengaruh Nilai-Nilai Personal, Gaya
Kepemimpinan dan Budaya Organisasi terhadap Kepuasan Kerja Karyawan . dalam
http://www.sbm.itb.ac.id/wp-content/uploads/2010/01/Pengaruh-nilai-personal-
gayakepemimpinan-MANTEK-.pdf (diunduh, 4 November 2022)
Judge, Timothy dan Robbins, Stephen. 2009. Perilaku Organisasi: Organizational Behaviour
.Jakarta: Salemba Empat.
Kreitner & Kinicky 2010, Organizational Behaviour 9th edition. Boston : Houghton Mifflin
Company.
Makaluas & Sumampouw. 2017. Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karywan pada
PT BPR Prisma Dana Manado. Jurnal Administrasi Bisnis Vol 5. NO 005.
Muhyadi. 2005. Organisasi, Teori, Struktur dan Proses . Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan
LembagaPendidikan Tenaga Pendidikan.
Munandar, Aahar Sunyoto. 2012 . Psikologi Industri dan Organisasi . Jakarta: UI Press.
Nawawi, Hadari. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk bisnis yang kompetitif.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Nugroho, Wahyu. 2009. Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Komitmen Organisasi Pada
Karyawan Kontrak Universitas Islam Negeri (Uin) Malang. Dalam http://lib.uin-
malang.ac.id/files/thesis/fullchapter/04610104.pdf (diunduh, 4 November 2022)
21 | P a g e
Robbins, Stephen & Judge, Timothy. 2013. Organizational Behavior Edition 15. US: Pearson
Wibowo. 2015. Perilaku dalam Organisasi Edisi Kedua. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Yuniarsih, Tjuju. 2017. Kinerja Unggul Sumber Daya Manusia. Bandung: Rizqi Press.
22 | P a g e