FISIKA DASAR I
Disusun Oleh:
KELOMPOK 07
1. Akhdan Hanif Kartika Zaman I0321005
2. Bunga Ayu Maharani I0321024
3. Desti Nur Annisa I0321033
4. Dimas Ramadhan I0321036
5. Elvie Sithanaomi R. A. I0321039
Disusun Oleh:
KELOMPOK 07
1. Akhdan Hanif Kartika Zaman I0321005
2. Bunga Ayu Maharani I0321024
3. Desti Nur Annisa I0321033
4. Dimas Ramadhan I0321036
5. Elvie Sithanaomi R. A. I0321039
i
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Laporan :
Disusun Oleh:
KELOMPOK 07
1. Akhdan Hanif Kartika Zaman I0321005
2. Bunga Ayu Maharani I0321024
3. Desti Nur Annisa I0321033
4. Dimas Ramadhan I0321036
5. Elvie Sithanaomi R.A I0321039
Mengetahui,
Koordinator Praktikum Fisika Dasar I 2022
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kemudahan, ilmu
dan juga berkat rahmat-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan
Laporan Praktikum Fisika Dasar I ini. Laporan praktikum ini disusun untuk
memenuhi tugas dari mata kuliah Praktikum Fisika Dasar I Fakultas Teknik,
program studi Teknik Industri Universitas Sebeas Maret Surakarta. Selain itu,
tujuan dari dibuatnya laporan praktikum ini adalah untuk melaporkan hasil dan
bentuk dokumentasi tertulis dari praktikum yang telah kami laksanakan.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
MODUL I : PENGUKURAN
1.3.1 Hasil Pengukuran Dimensi Benda menggunakan Jangka Sorong ........ I-8
iv
1.4.1 Analisis Hasil Pengukuran Dimensi Benda menggunakan Jangka
Sorong ................................................................................................ I-15
1.4.2 Analisis Hasil Pengukuran Massa Benda menggunakan Neraca ........ I-17
MODUL II : KALORIMETRI
2.4 Analisis...........................................................................................................II-9
v
3.3.2 Hasil Pengamatan Percobaan Pengaruh Massa Bandul terhadap
Perhitungan ........................................................................................ III-5
5.3.2 Perhitungan Arus Listrik pada Rangkaian Seri dan Rangkaian Pararel
............................................................................................................ V-6
vi
5.3.3 Perhitungan Arus Listrik Setiap Hambatan pada Percobaan Hukum
Kirchoff …… .................................................................................... V-9
5.4.2 Analisis Perbedaan Besar Arus Rangkaian Seri Secara Pengamatan dan
Perhitungan. ...................................................................................... V-11
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
vii
DAFTAR GAMBAR
MODUL I : PENGUKURAN
Gambar 1.1 Jangka Sorong ............................................................................... I-2
Gambar 1.2 Mikrometer Sekrup ........................................................................ I-4
Gambar 1.3 Neraaca Ohauss Empat Lengan ..................................................... I-5
Gambar 1.4 Gelas Ukur ..................................................................................... I-6
Gambar 1.5 Gambar Bangun Ruang: Tabung ................................................... I-7
MODUL II : KALORIMETRI
Gambar 2.1 Kalorimetri Sederhana ..................................................................II-3
viii
Gambar 4.9 Grafik Hubungan Kecepatan, Waktu, Perpindahan, dan Percepatan
pada GLBB ............................................................................... IV-14
ix
DAFTAR TABEL
MODUL I : PENGUKURAN
Tabel 1.1 Hasil Pengukuran Dimensi Benda Menggunakan Jangka Sorong I-8
Tabel 1.2 Hasil Pengukuran Massa Benda Kerja .......................................... I-9
Tabel 1.3 Hasil Pengukuran Ketebalan Benda Kerja .................................. I-10
Tabel 1.4 Hasil Pengukuran Volume Benda Kerja...................................... I-11
Tabel 1.5 Hasil Pengukuran Massa Jenis Benda Kerja ............................... I-14
MODUL II : KALORIMETER
Tabel 2.1 Hasil Perhitungan Kapasitas Kalor Kalorimeter pada Percobaan A
......................................................................................................II-4
Tabel 2.2 Hasil Perhitungan Kalor Jenis Logam pada Percobaan B ............II-5
x
MODUL I
PENGUKURAN
LABORATORIUM SISTEM PRODUKSI
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
Jl. Ir. Sutami No. 36 A Kentingan 57126
LEMBAR ASISTENSI
PRAKTIKUM FISIKA DASAR I
MODUL I: PENGUKURAN
- Mengerjakan Elvie
Kesimpulan
- Mengerjakan Akhdan
Lampiran
Bab ini membahas mengenai tujuan praktikum, landasan teori, hasil dan
pembahasan, analisis serta kesimpulan pada Praktikum Fisika Dasar I Modul I
Pengukuran.
I-1 Kelompok 07
Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
Macam-macam alat ukur dapat digolongkan menjadi alat ukur panjang, massa,
dan waktu.
Pada praktikum kali ini digunakan 4 alat ukur, yaitu:
1.2.1 Jangka Sorong
Jangka sorong merupakan alat ukur panjang yang memiliki ketelitian
hingga 0,1 mm atau 0,01 cm. Alat ini biasa digunakan untuk mengukur
panjang, kedalaman, dan diameter dalam maupun luar dari suatu objek
ukur.
a) Gambar fisik dan bagian-bagian jangka sorong
I-2 Kelompok 07
Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
mengukur kedalaman, ketinggian, dan ketebalan dalam suatu
benda.
4. Skala utama, berfungsi untuk menampilkan skala utama hasil
pengukuran untuk melihat nilai ukuran suatu benda dalam
satuan cm.
5. Skala Nonius (Vernier), berfungsi untuk menampilkan hasil
pengukuran suatu benda dalam satuan mm dan inchi
6. Mur Pengunci (Locking Screw), berfungsi untuk mengunci
posisi jangka sorong agar tidak bergerak saat sedang dianalisa,
sehingga nilai yang dihasilkan dari pengukuran dapat lebih
objektif.
b) Cara membaca hasil pengukuran jangka sorong
Adapun tata cara membaca hasil pengukuran menggunakan jangka
sorong antara lain:
1. Buka mur pengunci jangka sorong
2. Letakkan benda di antara rahang tetap dan rahang geser.
3. Gerakkan rahang geser sehingga menjepit benda lalu kuatkan
mur pengunci agar skala tidak bergeser.
4. Baca skala utama dengan cara melihat angka nol skala nonius,
perhatikan angka pada skala utama yang berdekatan dengan
angka nol pada nonius.
5. Perhatikan dengan seksama antara skala nonius dan skala
utama. Cari salah satu skala nonius yang paling tepat segaris
(berimpit) dengan skala utama.
6. Hasil pengukuran didapatkan dengan menjumlahkan angka
yang didapat dari skala utama dan skala nonius.
1.2.2 Mikrometer Sekrup
Mikrometer sekrup merupakan alat ukur panjang dengan tingkat
ketelitian 0,01 mm atau 0,001 cm dan berfungsi untuk mengukur ketebalan
benda yang cenderung tipis serta mengukur diameter luar dari sebuah benda
yang kecil.
I-3 Kelompok 07
Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
a) Gambar fisik dan bagian-bagian mikrometer sekrup
I-4 Kelompok 07
Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
1. Perhatikan skala utama, lihat skala yang tepat ditunjuk atau
tepat di sebelah kiri skala putar. Angka tersebut mempunyai
satuan mm.
2. Lihat angka pada skala putar yang segaris dengan garis
melintang di skala utama. Kalikan angka tersebut dengan 0,01.
3. Tambahkan angka yang diperoleh pada langkah satu dan dua.
1.2.3 Neraca Ohaus Empat Lengan
a) Gambar fisik dan bagian bagian neraca Ohauss empat lengan
I-5 Kelompok 07
Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
5. Titik nol merupakan garis kesetimbangan untuk menentukan
titik setimbang pada proses pengukuran.
a) Cara penggunaan dan membaca hasil pengukuran neraca
Ohauss empat lengan
Cara penggunaan neraca Ohauss empat lengan yaitu dengan
meletakkan benda yang akan diukur massanya di atas piringan atau
tempat beban. Selanjutnya geser pemberat pada lengan neraca mulai
dari skala yang paling besar menuju yang paling kecil. Apabila belum
setimbang, geser lagi pemberat hingga titik nol mencapai
kesetimbangan.
Apabila kesetimbangan sudah tercapai, langkah selanjutnya adalah
membaca skala. Caranya adalah dengan melihat angka yang
ditunjukkan oleh pemberat dari skala dengan satuan yang terbesar
menuju satuan terkecil. Setelah itu, jumlahkan seluruhnya dan hasil
yang didapatkan adalah massa benda yang diukur tersebut.
1.2.4 Gelas Ukur
a) Gambar fisik gelas ukur
I-6 Kelompok 07
Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
1.2.5 Massa Jenis
Massa jenis adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda.
Massa jenis benda berbeda-beda tergantung pada temperatur dan
tekanannya. Semakin tinggi temperatur maka massa jenis akan berkurang
dan sebaliknya. Apabila tekanannya tinggi, maka massa jenis juga akan
semakin tinggi. Massa jenis dilambangkan dengan "𝜌" (dibaca rho) dengan
satuan kg/m3.
Rumus:
𝑚
𝜌=
𝑉
Keterangan:
𝜌 = massa jenis (kg/m3)
𝑚 = massa benda (kg)
𝑉 = Volume benda (m3)
I-7 Kelompok 07
Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
1.3 Hasil dan Pembahasan
Subbab ini menjelaskan tentang hasil pengukuran dimensi benda
menggunakan jangka sorong, hasil pengukuran massa benda menggunakan
neraca, hasil pengukuran ketebalan benda menggunakan mikrometer sekrup,
hasil pengukuran volume benda menggunakan gelas ukur dan perhitungan
manual serta hasil pengukuran massa jenis benda pada Praktikum Fisika Dasar I
Modul I Pengukuran.
1.3.1 Hasil Pengukuran Dimensi Benda menggunakan Jangka Sorong
Bagian ini menjelaskan mengenai pengamatan dan pengukuran
Panjang, diameter luar maupun diameter dalam suatu benda menggunakan
alat ukur jangka sorong.
Berikut merupakan tabel dan hasil perhitungan pengukuran dengan
jangka sorong:
Tabel 1.1 Hasil Pengukuran Dimensi Benda Menggunakan Jangka Sorong
Hasil pengukuran
No. Benda kerja
(cm) (m)
t = 3,84 t = 3,84 × 10-2
1 Silinder pejal
-2
r = 1,55 r = 1,55 × 10
-2
t = 2,99 t = 2,99 × 10
2 Silinder berongga r1 = 0,51 r1 = 0,51 × 10-2
-2
r2 = 1,46 r2 =1,46 × 10
-2
t 1 = 2,19 t 1 = 2,19 × 10
-2
r1= 1,58 r1= 1,58 × 10
t 2= 0,72 t 2= 0,72 × 10-2
3 Silinder kompleks -2
r2 = 1,58 r2 = 1,58 × 10
-2
t 3 = 1,60 t 3 = 1,60 × 10
r3= 1,42 r3= 1,42 × 10-2
Berikut merupakan contoh perhitungan hasil pengukuran tinggi
benda kerja berdasarkan percobaan:
➢ Perhitungan tinggi silinder pejal menggunakan jangka sorong
Diketahui :
I-8 Kelompok 07
Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
Ditanya :
Berapa tinggi benda silinder pejal?
Jawab :
𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 = 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝 + 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑛𝑜𝑛𝑖𝑢𝑠
𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 = 3,80 + 0,04
𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 = 3,84 cm
Jadi, tinggi silinder pejal adalah 3,84 cm atau 3,84 x 10−2m
➢ Perhitungan jari-jari silinder pejal menggunakan jangka sorong
Diketahui :
𝑑𝑖𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 = 3,10 𝑐𝑚
Ditanya :
jari-jari silinder pejal?
Jawab :
𝐷
𝑟= 2
3,10
𝑟= 2
𝑟 = 1,55 𝑐𝑚
jadi, jari-jari silinder pejal adalah 1,55 cm atau 1,55 x 10−2 m
1.3.2 Hasil Pengukuran Massa Benda menggunakan Neraca
Bagian ini menunjukan hasil pengukuran massa benda dengan
menggunakan neraca Ohauss empat lengan. Berikut merupakan tabel hasil
pengukuran massa benda menggunakan neraca:
Tabel 1.2 Hasil Pengukuran Massa Benda Kerja
I-9 Kelompok 07
Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
𝐿𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐼𝑉 = 0 𝑔𝑟𝑎𝑚
Ditanya :
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑖𝑙𝑖𝑛𝑑𝑒𝑟 𝑝𝑒𝑗𝑎𝑙 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑘𝑖𝑙𝑜𝑔𝑟𝑎𝑚?
Jawab :
𝑀𝑠 = (70,00 + 7,00 + 0,29) 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 77,29𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑎𝑡𝑎𝑢 77,29 𝑥 10−3 𝑘𝑔.
Ditanya :
I - 10 Kelompok 07
Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
Jawab :
= 1,50 + 0,16
= 1,66 𝑚𝑚
= 1,66 𝑥 10−3 𝑚𝑚
Jadi, ketebalan dari uang koin 100 adalah 1,66 𝑥 10−3 𝑚𝑚
1.3.4 Hasil Pengukuran Volume Benda menggunakan Gelas Ukur dan
Perhitungan Manual
Bagian ini menjelaskan mengenai pengamatan dan perhitungan hasil
pengukuran volume menggunakan alat ukur gelas ukur dan perhitungan
manual dari dimensi-dimensi yang diukur dari benda menggunakan rumus
bangun ruang. Berikut adalah tabel hasil pengukuran benda:
Tabel 1.4 Hasil Pengukuran Volume Benda Kerja
Hasil Pengukuran
No. Benda Kerja
Gelas ukur (ml) M anual (ml)
1 Silinder Pejal 29 ml 28.97 ml
2 Silinder Berongga 16 ml 17.57 ml
3 Silinder Kompleks 32 ml 33.07 ml
Berikut merupakan contoh perhitungan hasil pengukuran volume
benda kerja berdasarkan percobaan:
➢ Pengukuran volume pada silinder pejal menggunakan gelas ukur
Diketahui :
𝑉𝑎𝑤𝑎𝑙 = 100 𝑚𝑙
𝑉𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 = 100 𝑚𝑙
Ditanya :
𝑉𝑆𝑝 =?
Jawab :
𝑉𝑆𝑝 = 𝛥𝑉
I - 11 Kelompok 07
Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
𝑉𝑆𝑝 = 𝑉𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 − 𝑉𝑎𝑤𝑎𝑙
𝑉𝑆𝑝 = 29 𝑚𝑙
Diketahui :
𝑡 = 3,84 𝑐𝑚
𝑟 = 1,55 cm
Ditanya : 𝑉𝑆𝑝𝑒𝑗𝑎𝑙 =?
Jawab :
𝑉𝑆𝑝 = 𝜋𝑟 2 𝑡
𝑉𝑆𝑝 = 28,97 𝑚𝑙
𝑡1 = 2,99 𝑐𝑚
𝑟1 = 0,51 𝑐𝑚
𝑟2 = 1,46 𝑐𝑚
I - 12 Kelompok 07
Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
Ditanya :
𝑉𝑆𝑏𝑒𝑟𝑜𝑛𝑔𝑔𝑎 =?
Jawab :
= (17,57 𝑐𝑚3 )
= 17,57 𝑚𝑙
𝑡1 = 2,19 𝑐𝑚
𝑟1 = 1,58 𝑐𝑚
𝑡2 = 0,72 𝑐𝑚
𝑟2 = 1,58 𝑐𝑚
𝑡3 = 1,63 𝑐𝑚
𝑟3 = 1,42 𝑐𝑚
Ditanya :
𝑉𝑆𝑘 =?
Jawab :
I - 13 Kelompok 07
Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
(3,14 × 1,422 × 1,63)
= 33,07 𝑐𝑚3
= 33,07 𝑚𝑙
V = 29,00 𝑥 10−6 𝑚3
Ditanya :
𝜌 =?
Jawab :
𝑚
𝜌 = 𝑉
77,29 𝑥 10−3 𝑘𝑔
𝜌 = = 2,66 𝑥 10−3 𝑘𝑔/𝑚3
29,00 𝑥 10−6 𝑚3
I - 14 Kelompok 07
Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
1.4 Analisis
Subbab ini menjelaskan mengenai analisis dari hasil pengukuran dimensi
benda menggunakan jangka sorong, analisis hasil pengukuran massa benda
menggunakan neraca, analisis hasil pengukuran ketebalan benda menggunakan
mikrometer sekrup, analisis hasil pengukuran volume benda menggunakan gelas
ukur dan perhitungan manual, serta analisis pengukuran massa jenis pada
Praktikum Fisika Dasar I Modul I Pengukuran.
1.4.1 Analisis Hasil Pengukuran Dimensi Benda menggunakan Jangka
Sorong
Bagian ini menjelaskan mengenai pengukuran dimensi benda kerja
menggunakan alat ukur jangka sorong. Pada tabel 1.1 (Hasil Pengukuran
Dimensi Benda Menggunakan Jangka Sorong) perhitungan hasil
pengukuran sangat bergantung pada keahlian dan ketelitian pengguna dan
alat ukur. Pada percobaan ini, jangka sorong yang digunakan memiliki
tingkat ketelitian 0,1 mm. Maksud dari tingkat ketelitian 0,1 mm adalah
harga terdekat suatu variabel yang diukur terhadap harga sebenarnya.
Dalam percobaan ini dilakukan dengan tiga bentuk benda yang
berbeda, seperti silinder pejal, silinder berongga, dan silinder kompleks
untuk mengetahui pengukuran pada tinggi, jari-jari dalam, dan jari- jari luar
tiap silinder.
Hasil pengukuran diperoleh dari pembacaan skala utama yang
ditambahkan dengan nilai skala nonius yang sudah dikali ketelitian jangka
sorong.
Pada percobaan untuk tinggi silinder pejal dengan skala utama 3,80
cm dan skala nonius 0,04 cm diperoleh tinggi untuk silinder pejal adalah
3,84cm. Percobaan selanjutnya untuk mencari jari-jari silinder pejal dengan
diameter 3,10 cm dibagi dengan 2, maka diperoleh jari-jari untuk silinder
pejal adalah 1,55 cm.
Pada percobaan untuk tinggi silinder berongga dengan skala utama
2,90 cm dan skala nonius 0,99 cm diperoleh tinggi untuk silinder berongga
adalah 2,99 cm. Percobaan selanjutnya untuk mencari jari-jari silinder
I - 15 Kelompok 07
Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
berongga dengan diameter 1,01 cm dibagi 2 diperoleh jari-jari pertama
silinder berongga adalah 0,51 cm. Percobaan kedua untuk mencari jari-jari
silinder berongga dengan diameter 2,92 cm dibagi 2 diperoleh jari-jari
kedua silinder berongga adalah 1,46 cm.
Pada percobaan pertama untuk tinggi silinder kompleks dengan skala
utama 2,10 cm dan skala nonius 0,09 cm diperoleh tinggi silinder kompleks
adalah 2,19 cm. Percobaan kedua untuk tinggi silinder kompleks dengan
skala utama 0,70 cm dan skala nonius 0,02 cm diperoleh tinggi silinder
pejal adalah 0,72 cm. Percobaan ketiga untuk tinggi total silinder kompleks
dengan skala utama 4,60 cm dan skala nonius 0,01 cm diperoleh tinggi
total silinder kompleks adalah 4,61cm. Percobaan keempat untuk tinggi
silinder kompleks adalah 1,62 cm didapat dari perhitungan pengurangan
percobaan pertama, percobaan kedua, dan percobaan ketiga.
Pada percobaan pertama untuk jari-jari silinder kompleks dengan
diameter 3,16 dibagi dengan 2 diperoleh jari-jari 1,58cm. percobaan kedua
untuk silinder kompleks dengan diameter 3,16 cm dibagi dengan 2
diperoleh jari-jari 1,58 cm. Percobaan ketiga untuk silinder kompleks
dengan diameter 2,83 cm dibagi dengan 2 diperoleh jari-jari 1,42 cm
Perbedaan hasil perhitungan tinggi setiap bentuk silinder dan jari-jari
setiap bentuk silinder dipengaruhi oleh perbedaan keterampilan
menggunakan alat ukur, dimana titik acuan awal adalah tepat di angka nol
dan alat ukur tidak miring. Kedua, keterampilan membaca hasil
pengukuran, di mana mata pembaca harus tepat bertegak lurus dengan titik
0 dan titik hasil. Ketiga getaran yang dapat membuat perhitungan sedikit
meleset.
Dengan demikian, pada data diatas dalam mengukur benda silinder
pejal, silinder berongga, dan silinder kompleks haruslah mengetahui apa
saja yang mempengaruhi ketelitian pengukuran agar tidak terjadi
kesalahan.
I - 16 Kelompok 07
Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
1.4.2 Analisis Hasil Pengukuran Massa Benda menggunakan Neraca
Neraca Ohauss adalah alat ukur yang digunakan untuk mengukur
massa suatu benda dengan ketelitian 0,01 gram. Massa benda adalah jumlah
materi yang dimiliki oleh suatu benda.
Pada praktikum pengukuran kali ini, pengukuran massa benda
menggunakan neraca Ohauss empat lengan dan benda yang akan diukur
massanya adalah silinder pejal, silinder berongga, dan silinder komplek.
Setelah dilakukan pengukuran, didapatkan bahwa massa silinder
pejal adalah 77,29 gram, massa silinder berongga adalah 40,50 gram, dan
massa silinder kompleks adalah 89,32 gram. Hasil tersebut didapat dengan
cara menaruh benda yang akan diukur ke piringan neraca, setelah itu agar
lengan neraca dan beban benda yang diukur seimbang, maka geser anting
lengan pemberat, apabila terdapat garis yang sejajar dengan angka nol,
maka artinya sudah seimbang.
Selanjutnya adalah membaca skala pengukuran. Pembacaan ini
dilakukan dengan membaca skala yang paling besar atau utama menuju
skala nonius yang paling kecil. Langkah terakhir yaitu menjumlahkan
massa benda yang ditunjukkan setiap lengan.
Terdapat 3 jenis skala pada neraca Ohauss yaitu hundred scale shear
dengan skala (0, 100, 200, 300, 400, 500) gram, ten scale shear dengan
skala (0, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90,100) gram dan unit scale shear
dengan skala (0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10) gram.
Kesalahan pengukuran dapat terjadi karena praktikan yang kurang
teliti saat membaca skala pengukuran, kesalahan pada alat ukur, kesalahan
titik nol, kesalahan kalibrasi dan kesalahan lainnya. Namun, karena tingkat
ketelitian yang tinggi pada neraca Ohauss, seharusnya kesalahan dalam
pengukuran minim sekali.
1.4.3 Analisis Hasil Pengukuran Ketebalan Benda menggunakan
Mikrometer Sekrup
Bagian ini menjelaskan mengenai hasil pengamatan dan pengukuran
ketebalan dari suatu benda kerja menggunakan mikrometer sekrup. Pada
I - 17 Kelompok 07
Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
tabel 1.3.3 terdapat benda kerja disertai dengan hasil pengukuran dalam
satuan milimeter dan meter. Benda kerja tersebut meliputi, uang koin 100,
uang koin 200, dan uang koin 500.
Hasil dari pengukuran benda kerja didapatkan dari penjumlahan skala
utama dan skala nonius yang telah dikalikan dengan ketelitian dari
mikrometer sekrup (skala utama + (skala nonius x 0,01mm)). Kesalahan
pengukuran dapat terjadi karena praktikan kurang cermat ketika membaca
skala pengukuran, kurang tepat ketika menggunakan alat ukur, dan lain
sebagainya.
Pada benda kerja uang koin 100, telah diukur ketebalannya dan
didapatkan skala utama setebal 1,50 mm dan skala nonius setebal 0,16 mm.
Apabila kedua skala tersebut ditambahkan, maka akan didapatkan
ketebalan total dari koin tersebut, yaitu 1,66 mm. Untuk merubah satuan
milimeter ke meter, maka ketebalan tersebut dikalikan dengan 10-3. Dengan
begitu didapatkan ketebalan dari uang koin 100 adalah 1,66 x 10-3 m.
Untuk benda kerja uang koin 200, didapatkan skala utama setebal 2
mm dan skala nonius setebal 0,30 mm. Ketebalan total dari koin tersebut
adalah penjumlahan dari kedua skala tersebut, yaitu setebal 2,30 mm.
Untuk merubah satuan milimeter ke meter, maka ketebalan tersebut
dikalikan dengan 10-3. Dengan begitu didapatkan ketebalan dari uang koin
200 adalah 2,30 x 10-3 m.
Untuk benda kerja uang koin 500, didapatkan skala utama setebal 2
mm dan skala nonius setebal 0,48 mm. Ketebalan total dari koin tersebut
adalah penjumlahan dari kedua skala tersebut, yaitu setebal 2,48 mm.
Untuk merubah satuan milimeter ke meter, maka ketebalan tersebut
dikalikan dengan 10-3. Dengan begitu didapatkan ketebalan dari uang koin
500 adalah 2,48 x 10-3 m.
1.4.4 Analisis Hasil Pengukuran Volume Benda menggunakan Gelas
Ukur dan Perhitungan Manual
Bagian ini menjelaskan mengenai pengukuran volume benda kerja
menggunakan alat ukur gelas ukur dan perhitungan manual. Pada tabel 1.3
I - 18 Kelompok 07
Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
hasil pengukuran didapatkan hasil volume silinder pejal menggunakan
gelas ukur adalah 29 ml dan pengukuran manual didapatkan 28,97 ml.
Untuk silinder berongga, diukur dengan gelas ukur didapatkan sebesar 16
ml sedangkan pengukuran manual didapatkan sebesar 17,57 ml. Dan untuk
silinder kompleks, volume yang didapat dengan menggunakan gelas ukur
adalah 32 ml dan menggunakan pengukuran manual didapatkan volume
sebesar 33,07 ml. Selisih hasil menggunakan dua metode pengukuran
tersebut memiliki hasil yang cenderung mirip dengan selisih dibawah 2 ml.
Selisih pada pengukuran gelas ukur dan perhitungan manual paling besar
terdapat pada pengukuran silinder berongga dengan selisih 1,57 ml,
dilanjutkan pada pengukuran silinder kompleks dengan selisih 1,07 ml, dan
selisih paling kecil pada pengukuran silinder pejal dengan selisih 0,03 ml.
Penyebab terjadinya perbedaan hasil pada pengukuran dengan gelas
ukur dan manual dikarenakan kesalahan pengukur saat menggunakan alat
ukur. Pada saat menggunakan gelas ukur, air pada gelas ukur tidak dapat
terlihat jelas sehingga sulit untuk mengetahui secara presisi saat air
mencapai suatu garis level atau volume. Selain itu, faktor tempat
pengukuran dimana kelandaian meja juga mempengaruhi pengamatan
pengukur yang mungkin juga menjadi penyebab hasil yang kurang presisi.
1.4.5 Analisis Hasil Pengukuran Massa Jenis
Bagian ini menjelaskan mengenai hasil percobaan pengukuran,
pengaruh volume, dan massa dari suatu benda terhadap massa jenis dari
benda tersebut.
Percobaan pertama pada silinder pejal dengan massa benda 77,29 x
10-3 kg dan volume 29,00 x 10-6 m3 diperoleh massa jenisnya adalah 2,66 x
10-3 kg/m3.
Percobaan kedua pada silinder berongga dengan massa benda 46,50
x 10-3 kg dan volume 16,00 x 10-6 m3 diperoleh massa jenisnya adalah 2,91
x 10-3 kg/m3.
I - 19 Kelompok 07
Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
Percobaan ketiga pada silinder kompleks dengan massa benda 89,32
x 10-3 kg dan volume 32,00 x 10-6m3 diperoleh massa jenisnya adalah 2,79
x 10-3 kg/m3.
Perbedaan hasil perhitungan nilai massa jenis ini dipengaruhi oleh
perbedaan volume dan massa dari ketiga benda tersebut, walaupun
ketiganya terbuat dari bahan yang sama. Dimana nilai dari volume
berbanding terbalik dengan massa jenis yang akan dihasilkan. Sedangkan,
nilai dari massa benda berbanding lurus dengan nilai massa jenis yang
dihasilkan sesuai persamaan rumus untuk memperoleh nilai massa jenis di
atas.
Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar nilai volume benda maka
massa jenis yang dihasilkan akan semakin kecil dan semakin besar massa
benda maka massa jenis yang dihasilkan akan semakin besar.
Didukung dengan data pengukuran, dari ketiga benda kerja diperoleh
massa jenis terbesar adalah silinder berongga dengan perbandingan massa
dan volume adalah 2,91 : 1 dan nilai massa jenis terbesar kedua adalah
silinder kompleks dengan perbandingan massa dan volume adalah 2,79 : 1
terakhir nilai massa jenis dari silinder pejal dengan perbandingan massa
dan volume adalah 2,66 : 1.
Dengan demikian data ini sesuai dengan pernyataan di atas dimana
jika ketiga benda dihitung dalam volume yang sama sedangkan massa yang
berbeda (dalam hal ini volume ketiga benda kerja adalah 1 yang merupakan
hasil penyederhanaan pembagian) bahwa semakin besar massa benda maka
nilai massa jenisnya akan semakin besar pula.
1.5 Kesimpulan
Subbab ini menjelaskan kesimpulan yang dapat diambil setelah melakukan
Praktikum Fisika I Modul I Pengukuran, yaitu:
1. Tiap alat ukur memiliki cara penggunaan yang berbeda dengan
tingkat ketelitian alat yang berbeda pula sehingga dibutuhkannya
keterampilan, kemampuan, dan kecermatan yang tinggi bagi pengamat agar
tidak terjadi kesalahan dalam pengukuran. Selain itu, setiap dimensi
I - 20 Kelompok 07
Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
pengukuran dan perhitungan alat ukur harus disesuaikan dengan alat ukur
yang digunakan sehingga perlu diperhatikan juga dalam penggunaan satuan
yang sesuai. Pengukuran dengan jangka sorong dan mikrometer sekrup
diperoleh dengan menjumlah skala utama dengan skala nonius, pengukuran
dengan neraca diperoleh dengan menjumlahkan masing-masing posisi anak
timbangan sepanjang lengan setelah neraca dalam keadaan setimbang,
sedangkan pengukuran dengan gelas ukur diperoleh dari selisih antara skala
akhir dengan skala awal dari gelas ukur yang telah diisi air.
2. Pada perhitungan massa jenis diperoleh data-data dimensi berupa
massa dari pengukuran menggunakan neraca ohauss empat lengan dan
volume benda didapat dari hasil pengukuran menggunakan gelas ukur.
Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan bahwa massa jenis silinder pejal
adalah 2,66 x 10-3 kg/m3 dengan massa benda 77,29 x 10-3 kg dan volume
29,00 x 10-6 m3. Massa jenis silinder berongga adalah 2,91 x 10-3 kg/m3
dengan massa benda 46,50 x 10-3 kg dan volume 16,00 x 10-6 m3. sedangkan
untuk silinder komplek diperoleh massa jenis 2,79 x 10-3 kg/m3 dengan
massa benda 89,32 x 10-3 kg dan volume 32,00 x 10-6m3.. Dapat disimpulkan
bahwa semakin besar massa benda maka nilai massa jenisnya akan semakin
besar pula. Di mana nilai dari volume berbanding terbalik dengan massa
jenis yang akan dihasilkan. Sedangkan, nilai dari massa benda berbanding
lurus dengan nilai massa jenis yang dihasilkan dari rumus persamaan: ρ =
𝑚
dan dalam hal ini perhitungan dan hasil analisis yang kami lakukan
𝑉
I - 21 Kelompok 07
Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
MODUL II
KALORIMETRI
LABORATORIUM SISTEM PRODUKSI
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
Jl. Ir. Sutami No. 36 A Kentingan 57126
LEMBAR ASISTENSI
PRAKTIKUM FISIKA DASAR I
MODUL II: KALORIMETRI
- Dokumentasi Akhdan,
Elvie
LABORATORIUM SISTEM PRODUKSI
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
Jl. Ir. Sutami No. 36 A Kentingan 57126
Bab ini membahas mengenai tujuan praktikum, landasan teori, hasil dan
pembahasan, analisis serta kesimpulan pada Praktikum Fisika Dasar I Modul II
Kalorimetri.
Kelompok 07
II - 1
Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
PAGE 1
Teori Azas Black adalah salah satu teori dalam ilmu termodinamika yang
dikemukakan oleh ilmuwan Fisika Bernama Joseph Black yang menyatakan bahwa:
a) Apabila dua benda yang berbeda suhu dicampurkan, maka akan terjadi aliran
kalor dari benda yang bersuhu lebih tinggi ke benda yang bersuhu lebih
rendah sampai terjadi keseimbangan suhu dari keduanya.
b) Benda yang memiliki suhu lebih tinggi berperan sebagai pelepas kalor dan
benda yang bersuhu lebih rendah berperan sebagai penerima kalor.
c) Jumlah kalor yang diserap benda bersuhu lebih rendah sama dengan jumlah
kalor yang dilepaskan oleh benda bersuhu lebih tinggi.
Bunyi Azas Black adalah “pada pencampuran dua zat, banyaknya kalor yang
dilepas oleh zat yang suhunya lebih tinggi sama dengan banyaknya kalor yang
diterima oleh zat yang suhunya lebih rendah”.
Secara umum, rumus Azas Black adalah sebagai berikut:
𝑄𝑙𝑒𝑝𝑎𝑠 = 𝑄𝑡𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎
𝑚1 𝑐1 (𝑇1 − 𝑇𝑠 ) = 𝑚2 𝑐2 (𝑇𝑠 − 𝑇2 )
Keterangan:
Q = jumlah kalor yang diserap atau dilepas (Joule)
m1 = massa benda suhu yang lebih tinggi (kg)
m2 = massa benda suhu yang lebih rendah (kg)
T1 = suhu benda yang lebih tinggi (℃)
T2 = suhu benda yang lebih rendah (℃)
Ts = suhu pada keadaan setimbang (℃)
c1 = kalor jenis benda yang bersuhu lebih tinggi (J/kg℃)
c2 = kalor jenis benda yang bersuhu lebih rendah (J/kg℃)
Kalor jenis adalah banyaknya kalor yang dibutuhkan sebuah zat untuk
menaikkan suhu 1gram zat sebesar 1℃. Rumus untuk menghitung besarnya kalor
jenis atau perpindahan kalor adalah:
𝑄
𝑐=
𝑚∆𝑇
Keterangan:
Q = banyak kalor yang diterima ataupun dilepas (Joule)
m = massa zat (kg)
Kelompok 07
II - 2
Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
PAGE 1
c = kalor jenis zat (J/kg℃)
∆𝑇 = perubahan suhu (℃)
Kapasitas kalor adalah besaran yang menyatakan banyaknya kalor yang
diperlukan untuk menaikkan suhu zat sebesar 1℃. Rumus untuk menghitung nilai
kapasitas kalor suatu jenis zat adalah sebagai berikut:
𝑄
𝐶=
∆𝑇
𝐶 = 𝑚𝑐
Keterangan:
Q = banyak kalor yang diterima ataupun dilepas (Joule)
m = massa zat (kg)
∆𝑇 = perubahan suhu (℃)
c = kalor jenis zat (J/kg℃)
C = kapasitas kalor (Joule/℃)
Berdasarkan ketetapan dalam Sistem Satuan Internasional (SI) satuan besaran
kalor adalah Joule (J), tetapi juga biasa dinyatakan dalam Kalori. Perubahan nilai
pada pengkonversian satuan kalor adalah sebagai berikut:
1 Joule = 0,24 Kalori dan
1 Kalori = 4,20 Joule.
Salah satu alat untuk mengukur jumlah kalor yang terlibat dalam reaksi kimia
dalam sebuah larutan adalah kalorimeter sederhana atau biasa disebut dengan
kalorimeter larutan yang bekerja dengan prinsip Azas Black dan diukur pada
tekanan tetap. Biasanya kalorimeter jenis ini dibuat dari gelas styrofoam untuk
tabung bagian luarnya karena bersifat isolator sehingga tidak ada kalor yang diserap
atau dilepaskan oleh sistem ke lingkungan.
Bagian-bagian dari kalorimeter sederhana adalah sebagai berikut:
Kelompok 07
II - 3
Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
PAGE 1
Pada kalorimeter jenis ini, besarnya jumlah kalor yang diserap atau
dilepaskan larutan sama dengan kalor reaksinya, sedangkan kalor yang diserap oleh
gelas dan lingkungan dapat diabaikan.
2.3 Hasil dan Pembahasan
Subbab ini menjelaskan tentang hasil perhitungan kapasitas kalor kalorimetri
pada percobaan A dan hasil perhitungan kalor jenis logam pada percobaan B.
2.3.1 Perhitungan Kapasitas Kalor Kalorimeter pada Percobaan A
Bagian ini menjelaskan mengenai perhitungan kapasitas kalor pada
kalorimeter berdasarkan pengukuran pada Praktikum Fisika Dasar I Modul
II Kalorimetri.
Berikut merupakan tabel hasil perhitungan pengukuran kapasitas kalor
kalorimeter menggunakan kalorimeter sederhana:
Tabel 2.1 Hasil perhitungan Kapasitas Kalor Kalorimeter pada Percobaan A
Kelompok 07
II - 4
Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
PAGE 1
➢ Langkah pertama adalah mencari kalor jenis kalorimeter
𝑄𝑙𝑒𝑝𝑎𝑠 = 𝑄𝑡𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎
𝑄𝑎𝑖𝑟 2 = 𝑄𝑎𝑖𝑟 1 + 𝑄𝑘𝑎𝑙𝑜𝑟𝑖𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟
𝑚𝑎𝑖𝑟 2 . 𝑐𝑎𝑖𝑟 2 . ∆𝑇2 = 𝑚𝑎𝑖𝑟 1 . 𝑐𝑎𝑖𝑟 1 . ∆𝑇1 + 𝑚𝑘𝑎𝑙 . 𝑐𝑘𝑎𝑙 . ∆𝑇1
(72 × 10−3 )(4200)(28) = (82 × 10−3 )(4200)(19) + (65 × 10−3 )(𝑐𝑘𝑎𝑙 )(19)
(8467,20) = (155,80) + (1,235)(𝑐𝑘𝑎𝑙 )
8311,40 = (1,235)(𝑐𝑘𝑎𝑙 )
𝑐𝑘𝑎𝑙 = 6729,88 J/Kg℃
Jadi, didapatkan kalor jenis kalorimeter adalah 6729,88 J/Kg℃ yang
akan digunakan di perhitungan berikutnya
➢ Langkah terakhir, yaitu mencari kapasitas kalor kalorimeter
𝑐𝑘𝑎𝑙𝑜𝑟𝑖𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 = (𝑚𝑘𝑎𝑙𝑜𝑟𝑖𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 )(𝑐𝑘𝑎𝑙 )
𝑐𝑘𝑎𝑙𝑜𝑟𝑖𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 = (65 × 10−3 )(6729,88)
𝑐𝑘𝑎𝑙𝑜𝑟𝑖𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 = 437,40 J/℃
Jadi, nilai kapasitas kalor pada kalorimeter sederhana tersebut adalah
437,40 J/℃
2.3.2 Perhitungan Kalor Jenis Logam pada Percobaan B
Bagian ini menjelaskan mengenai perhitungan kalor jenis logam
berdasarkan pengukuran pada Praktikum Fisika Dasar I Modul II
Kalorimetri. Terdapat tiga jenis logam yang digunakan pada percobaan ini,
yaitu aluminium, besi, dan kuningan.
Berikut merupakan tabel hasil perhitungan kalor jenis ketiga logam
menggunakan kalorimeter sederhana:
Tabel 2.2 Hasil Perhitungan Kalor Jenis Logam pada Percobaan B
Kelompok 07
II - 5
Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
PAGE 1
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑖𝑟 = 70 × 10−3 𝑘𝑔
𝑠𝑢ℎ𝑢 𝑎𝑖𝑟 = 27℃
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐴𝑙 = 22 × 10−3 𝑘𝑔
𝑠𝑢ℎ𝑢 𝐴𝑙 = 78℃
𝑠𝑢ℎ𝑢 𝑠𝑒𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔 = 31℃
𝑐 𝑘𝑎𝑙𝑜𝑟𝑖𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 = 6.729,88 𝐽/𝐾𝑔℃
Ditanya :
a) Berapakah nilai kalor jenis aluminium?
b) Berapa besar kalor (Q) pada aluminium?
Jawab :
a) Nilai kalor jenis aluminium:
∆𝑇1 = 𝑠𝑢ℎ𝑢 𝐴𝑙 − 𝑠𝑢ℎ𝑢 𝑠𝑒𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔
= 78℃ − 31℃
= 47℃
∆𝑇2 = 𝑠𝑢ℎ𝑢 𝑠𝑒𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔 − 𝑠𝑢ℎ𝑢 𝑎𝑖𝑟
= 31℃ − 27℃
= 4℃
𝑄𝑙𝑒𝑝𝑎𝑠 = 𝑄𝑡𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎
𝑚𝐴𝑙 × 𝑐𝐴𝑙 × ∆𝑇1 = (𝑚𝑎𝑖𝑟 × 𝑐𝑎𝑖𝑟 × ∆𝑇2 ) +(𝑚𝑘𝑎𝑙 × 𝑐𝑘𝑎𝑙 × ∆𝑇2 )
(22 × 10−3 × 𝑐𝐴𝑙 × 47) =
(70 × 10−3 × 4200 × 4) + (65 × 10−3 × 6729,8 × 4)
1,03 × 𝑐𝐴𝑙 = (1176 + 1749,77)
2925,77
𝑐𝐴𝑙 = 1,03
Kelompok 07
II - 6
Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
PAGE 1
Jadi besar kalor yang dilepas aluminium adalah 2937,13 Joule atau
704,91 Kalori.
➢ Perhitungan kalor jenis dan besar kalor pada logam besi
Diketahui :
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑘𝑎𝑙𝑜𝑟𝑖𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 = 65 × 10−3 𝑘𝑔
𝑠𝑢ℎ𝑢 𝑘𝑎𝑙𝑜𝑟𝑖𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 = 27℃
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑖𝑟 = 77 × 10−3 𝑘𝑔
𝑠𝑢ℎ𝑢 𝑎𝑖𝑟 = 27℃
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑏𝑒𝑠𝑖 = 60 × 10−3 𝑘𝑔
𝑠𝑢ℎ𝑢 𝑏𝑒𝑠𝑖 = 73℃
𝑠𝑢ℎ𝑢 𝑠𝑒𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔 = 29℃
𝑐 𝑘𝑎𝑙𝑜𝑟𝑖𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 = 6729,88 𝐽/𝑘𝑔℃
Ditanya :
a) Berapakah nilai kalor jenis besi?
b) Berapa besar kalor (Q) pada besi?
Jawab :
a) Nilai kalor jenis besi:
∆𝑇1 = 𝑠𝑢ℎ𝑢 𝑏𝑒𝑠𝑖 − 𝑠𝑢ℎ𝑢 𝑠𝑒𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔
= 73℃ − 29℃
= 44℃
∆𝑇2 = 𝑠𝑢ℎ𝑢 𝑠𝑒𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔 − 𝑠𝑢ℎ𝑢 𝑎𝑖𝑟
= 29℃ − 27℃
= 2℃
𝑄𝑙𝑒𝑝𝑎𝑠 = 𝑄𝑡𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎
𝑚𝑏𝑒𝑠𝑖 . 𝑐𝑏𝑒𝑠𝑖 . ∆𝑇1 = (𝑚𝑎𝑖𝑟 . 𝑐𝑎𝑖𝑟 . ∆𝑇2 ) (𝑚𝑘𝑎𝑙 . 𝑐𝑘𝑎𝑙 . ∆𝑇2 )
60 × 10−3 × 𝑐𝑏𝑒𝑠𝑖 × 29 =
(77 × 10−3 × 4200 × 2) + (65 × 10−3 × 6729,88 × 2)
1,74 × 𝑐𝑏𝑒𝑠𝑖 = 646,80 + 874,88
1521,68
𝑐𝑏𝑒𝑠𝑖 = 1,74
Kelompok 07
II - 7
Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
PAGE 1
Jadi, nilai kalor jenis logam besi adalah 874,52 𝐽/𝐾𝑔℃
b) Besar kalor (Q) pada besi:
𝑄𝑏𝑒𝑠𝑖 = 𝑚𝑏𝑒𝑠𝑖 × 𝑐𝑏𝑒𝑠𝑖 × ∆𝑇
= 60 × 10−3 × 874,52 × 29
= 1521,66 Joule
𝑄𝑏𝑒𝑠𝑖 = (1521,66 J) (0,24 kal)
= 365,19 Kalori.
Jadi, besar kalor yang dilepas oleh besi adalah 1521,66 Joule atau
sama dengan 365,19 Kalori.
➢ Perhitungan kalor jenis dan besar kalor pada logam kuningan
Diketahui :
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑘𝑎𝑙𝑜𝑟𝑖𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 = 65 × 10−3 𝑘𝑔
𝑠𝑢ℎ𝑢 𝑘𝑎𝑙𝑜𝑟𝑖𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 = 27℃
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑖𝑟 = 75 × 10−3 𝑘𝑔
𝑠𝑢ℎ𝑢 𝑎𝑖𝑟 = 27℃
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛 = 67 × 10−3 𝑘𝑔
𝑠𝑢ℎ𝑢 𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛 = 72℃
𝑠𝑢ℎ𝑢 𝑠𝑒𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔 = 30℃
𝑐 𝑘𝑎𝑙𝑜𝑟𝑖𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 = 6729,88 𝐽/𝐾𝑔℃
Ditanya :
a) Berapakah nilai kalor jenis besi?
b) Berapa besar kalor (Q) pada besi?
Jawab :
a) Nilai kalor jenis kuningan:
∆𝑇1 = 𝑠𝑢ℎ𝑢 𝑏𝑒𝑠𝑖 − 𝑠𝑢ℎ𝑢 𝑠𝑒𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔
= 72℃ − 30℃
= 42℃
∆𝑇2 = 𝑠𝑢ℎ𝑢 𝑠𝑒𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔 − 𝑠𝑢ℎ𝑢 𝑎𝑖𝑟
= 30℃ − 27℃
= 3℃
𝑄𝑙𝑒𝑝𝑎𝑠 = 𝑄𝑡𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎
𝑚𝑘 × 𝑐𝑘 × ∆𝑇𝑘 = (𝑚𝑎𝑖𝑟 × 𝑐𝑎𝑖𝑟 ∆𝑇2 ) + (𝑚𝑘𝑎𝑙 × 𝐶𝑘𝑎𝑙 × ∆𝑇2 )
Kelompok 07
II - 8
Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
PAGE 1
67 × 10−3 × 𝑐𝑘 × 42 =
(75 × 10−3 × 4200 × 3) + (65 × 10−3 × 6729,88 × 3)
2,81 × 𝑐𝑘 = 945 + 1312,32
2257,32
𝑐𝑘 = 2,81
𝑐𝑘 = 803,32 𝐽/𝐾𝑔℃
Jadi, nilai kalor jenis logam kuningan adalah 803,32 𝐽/𝐾𝑔℃
b) Besar kalor (Q) pada kuningan:
𝑄𝑘 = 𝑚𝑘 × 𝑐𝑘 × ∆𝑇
= 67 × 10−3 × 803,32 × 42
= 2260,54 Joule
𝑄𝑘 = (2260,54 J) (0,24 kal)
= 542,53 Kalori.
Jadi, besar kalor yang dilepas besi adalah 2260,54 Joule atau setara
dengan 542,53 Kalori.
2.4 Analisis
Subbab ini menjelaskan analisis perhitungan kapasitas kalor kalorimeter pada
percobaan A dan analisis perhitungan kalor jenis pada percobaan B.
2.4.1 Analisis Perhitungan Kapasitas Kalor Kalorimeter pada
Percobaan A
Bagian ini menjelaskan mengenai analisis dari perhitungan kapasitas
kalor kalorimeter pada percobaan A. Percobaan ini menggunakan alat dan
bahan berupa kalorimeter, heater, termometer, air biasa, dan air panas.
Kapasitas kalor adalah banyaknya kalor yang diserap oleh suatu benda
bermassa tertentu untuk menaikkan suhu sebesar 1℃. Dengan begitu,
kapasitas kalor kalorimeter adalah banyaknya kalor yang diserap oleh
kalorimeter dengan massa tertentu untuk menaikkan suhu sebesar 1℃.
Pengujian untuk memperoleh kapasitas kalor dari kalorimeter ini
awalnya perlu dilakukan pengukuran massa dari kalorimeter dan air.
Didapatkan massa dari kalorimeter tersebut sebesar 65 × 10−3 𝑘𝑔 dan massa
air tersebut sebesar 82 × 10−3 𝑘𝑔. Lalu dilakukan pengukuran suhu awal
dari kalorimeter tersebut dan air menggunakan termometer. Didapatkan suhu
Kelompok 07
II - 9
Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
PAGE 1
sebesar 27℃ untuk kalorimeter dan air tersebut. Air tersebut lalu dimasukkan
ke dalam kalorimeter. Lalu dilakukan pengukuran massa air yang telah
dipanaskan menggunakan heater yang diperoleh sebesar 72 × 10−3 𝑘𝑔.
Setelah itu dilakukan pengukuran lagi terhadap air panas untuk diperoleh
temperaturnya, yaitu sebesar 74℃. Air panas tersebut dimasukkan ke dalam
kalorimeter dan diaduk selama 10 detik. Selama pengadukan diamati
peningkatan suhu dari campuran air tersebut. Didapatkan suhu setimbang
sebesar 46℃. Dengan begitu, dapat diketahui ∆𝑇1 atau perubahan suhu dari
air biasa menjadi air campuran sebesar 19℃ dan ∆𝑇2 atau perubahan suhu
dari air panas menjadi air campuran sebesar 28℃. Telah diketahui kalor jenis
dari air sebesar 4200 J/Kg℃.
Dengan diketahuinya data di atas, maka dapat dilakukan perhitungan
kalor jenis kalorimeter dengan menggunakan prinsip 𝑄𝑙𝑒𝑝𝑎𝑠 = 𝑄𝑡𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎
menjadi 𝑄𝑎𝑖𝑟 2 = 𝑄𝑎𝑖𝑟 1 + 𝑄𝑘𝑎𝑙𝑜𝑟𝑖𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 dengan 𝑄 = 𝑚. 𝑐. ∆𝑇. Didapatkan
kalor jenis kalorimeter adalah 6729,88 J/Kg℃ yang akan digunakan di
perhitungan berikutnya. Perhitungan selanjutnya mencari kapasitas kalor dari
kalorimeter dengan menggunakan prinsip 𝐶𝑘𝑎𝑙𝑜𝑟𝑖𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 =
(𝑚𝑘𝑎𝑙𝑜𝑟𝑖𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 )(𝑐𝑘𝑎𝑙 ). Dengan begitu, dilakukan perhitungan dan didapatkan
nilai dari kapasitas kalor pada kalorimeter sederhana tersebut sebesar
437,40 J/℃. Hasil ini menunjukkan bahwa kalorimeter sederhana pada
percobaan ini memerlukan kalor sebesar 437,40 Joule untuk mengubah suhu
sebesar 1℃.
2.4.2 Analisis Perhitungan Kalor Jenis Logam pada Percobaan B
Bagian ini menjelaskan mengenai analisis perhitungan kalor jenis
logam pada percobaan B kalorimetri. Logam yang diuji untuk diketahui kalor
jenisnya pada percobaan ini meliputi besi, aluminium, dan kuningan. Kalor
jenis bahan merupakan kemampuan suatu benda atau bahan dalam menyerap
atau mengeluarkan energi kalor atau panas dimana semakin besar kalor
jenisnya, maka semakin kecil kemampuan bahan tersebut untuk menyerap
atau mengeluarkan panas (Widyastuti & Ishafit, 2019).
Untuk dapat mengetahui kalor jenis suatu bahan dapat dilakukan
dengan uji kalorimetri menggunakan kalorimeter sederhana. Dalam
Kelompok 07
II - 10
Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
PAGE 1
pengujian kalor jenis bahan digunakan Azas Black sebagai prinsip dimana
kalor yang diterima bahan sama dengan kalor yang dikeluarkan bahan
lainnya. Pada pengujian ini bahan yang terlibat meliputi air, kalorimeter, dan
logam yang berupa logam besi, aluminium, dan kuningan.
Pengujian dilakukan dengan cara memanaskan logam uji yang suhu dan
massanya diketahui dan diletakkan ke dalam kalorimeter berisi air bersuhu
ruangan dengan kalor jenis, massa, dan temperaturnya yang telah diketahui
dari percobaan sebelumnya. Setelah meletakkan logam dalam kalorimeter
berisi air, dilakukan pengadukan agar suhu air merata dan stabil sehingga
pengukuran suhu dapat dilakukan secara tepat. Dengan diketahuinya
temperatur awal , temperatur akhir, massa, dan kalori jenis kalorimeter dan
air serta temperatur awal, temperatur akhir, dan massa logam, maka kalor
jenis dapat dihitung menggunakan prinsip 𝑄𝑙𝑒𝑝𝑎𝑠 = 𝑄𝑡𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎 dengan 𝑄 =
𝑚. 𝑐. ∆𝑇.
Dengan langkah kerja tersebut, pada percobaan B dengan 3 logam
berupa logam besi, aluminium, dan kuningan didapatkan hasil sesuai dengan
tabel 2.2 berupa kalor jenis aluminium sebesar 2840,55 𝐽/𝐾𝑔℃, kalor jenis
besi sebesar 907,79 𝐽/𝐾𝑔℃ dan kalor jenis kuningan sebesar 803,32 𝐽/𝐾𝑔℃
. Hasil-hasil tersebut didapatkan menggunakan teori yang ada dimana kalor
jenis diketahui menggunakan prinsip Azas Black setelah kalor pada logam
yang telah dipanaskan melepaskan energi kalornya kepada air dan
kalorimeter dengan persamaan 𝑄𝑙𝑜𝑔𝑎𝑚 = 𝑄𝑎𝑖𝑟 + 𝑄𝑘𝑎𝑙𝑜𝑟𝑖𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 .
Namun, hasil perhitungan kalor jenis pada ketiga bahan berbeda dengan
literatur karya Cverna, F. (2002) dimana didapatkan bahwa aluminium murni
memiliki kalor jenis dengan besar 835 − 933 𝐽/𝐾𝑔℃ , besi murni memiliki
kalor jenis dengan besar 444 − 473 𝐽/𝐾𝑔℃, serta kuningan cetak memiliki
besar 335 − 390 𝐽/𝐾𝑔℃. Hal tersebut dapat terjadi kemungkinan karena
perbedaan kandungan atau kemurnian logam, kesalahan-kesalahan seperti
keluarnya kalor ke lingkungan akibat proses adiabatik yang tidak sempurna
pada uji percobaan kalorimetri, atau kesalahan pengamat dalam melakukan
pengamatan massa, temperatur atau perhitungan. Ketiga hal tersebut dapat
Kelompok 07
II - 11
Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
PAGE 1
menjadi sebab terjadinya perbedaan pengukuran dari literatur-literatur yang
ada.
2.5 Kesimpulan
Subbab ini menjelaskan mengenai kesimpulan yang dapat diambil setelah
melakukan Praktikum I Modul II Kalometri, yaitu:
1. Jenis kalorimeter yang digunakan pada percobaan dalam Praktikum Fisika
Dasar I Modul II Kalorimetri adalah kalorimeter larutan atau kalorimeter
sederhana. Prinsip kerja dari kalorimeter jenis adalah dengan menggunakan
prinsip Azaz Black yang berbunyi “kalor yang dilepas oleh benda panas sama
dengan kalor yang diterima oleh benda dingin”. Jadi, ketika dua buah benda
didekatkan satu sama lainnya maka akan terjadi perpindahan kalor dari benda
panas ke benda dingin hingga mencapai suatu keseimbangan termal atau
mencapai suhu setimbang. Sedangkan, untuk variabel yang belum diketahui
seperti kalor jenis, kapasitas bahan kalor, massa, dan kalor dapat dicari
menggunakan persamaan.
2. Berdasarkan percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa kapasitas
kalor suatu benda dapat diartikan sebagai jumlah kalor atau panas yang
dibutuhkan untuk menaikkan suhu benda dalam satuan suhu. Dalam hal ini
kapasitas kalor suatu kalorimeter memiliki nilai yang konstan karena setara
dengan massa dari benda tersebut dikalikan dengan kalor jenis suatu benda.
Satuan kapasitas kalor kalorimeter dalam satuan internasional yaitu 𝐽/℃.
Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan bahwa Kapasitas Kalor
Kalorimeter adalah 437,40 𝐽/℃ . Hasil ini menunjukkan bahwa kalorimeter
sederhana pada percobaan ini memerlukan kalor sebesar 437,40 Joule untuk
mengubah suhu sebesar 1℃.
3. Pada perhitungan kalor jenis logam diperoleh data-data berupa massa benda,
kalor benda, dan selisih suhu akhir dengan suhu awal serta kalor kalorimeter.
Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan bahwa kalor jenis aluminium
adalah 2.840,55 𝐽/𝑘𝑔℃. Kalor jenis Besi adalah 907,79 𝐽/𝑘𝑔℃.
Sedangkan untuk Kuningan diperoleh kalor jenisnya adalah 803,32 𝐽/𝑘𝑔℃.
Dapat disimpulkan bahwa kalor jenis menunjukkan kemampuan suatu benda
untuk menyerap kalor. Semakin besar kalor jenis suatu benda, maka semakin
Kelompok 07
II - 12
Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
PAGE 1
besar pula kemampuan benda tersebut untuk menyerap kalor lebih banyak
dibandingkan dengan benda yang kalor jenisnya kecil. Hal ini berarti tiap
logam (aluminium, besi, dan kuningan) memerlukan kalor yang berbeda-beda
meskipun untuk menaikkan suhu dan massa yang sama.
4. Dalam Satuan Internasional, kalor dinyatakan dengan J(Joule). Satuan
lainnya dinyatakan dengan “kal” (Kalori). 1 kalori didefinisikan sebagai
banyaknya kalor yang diperlukan untuk memanaskan sebanyak 1 𝑘𝑔 air
dengan suhu 1℃. Untuk mengubah dari kalori menjadi joule, kalikan kalori
dengan 4,20. Sebaliknya, untuk mengubah dari Joule menjadi kalori, bagilah
dengan 4,20 menjadi 0,24 kalori. Jadi, dalam 1 kalori memiliki nilai sebesar
4,20 Joule dan dalam 1 Joule memiliki 0,24 kalori. Berdasarkan hasil
perhitungan besar kalor logam pada percobaan B diketahui bahwa kalor yang
terlibat dalam percobaan logam aluminium sebesar 2937,13 𝐽/𝐾𝑔℃ atau
704,91 Kalori. Selanjutnya kalor yang terlibat dalam percobaan logam
aluminium sebesar 1521,66 𝐽/𝐾𝑔℃ atau setara dengan 365,19 Kalori.
Sedangkan kalor yang terlibat dalam percobaan logam aluminium sebesar
2260,54 𝐽/𝐾𝑔℃ atau setara dengan 542,53 Kalori.
Kelompok 07
II - 13
Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
PAGE 1
MODUL III
BANDUL MATEMATIS
LABORATORIUM SISTEM PRODUKSI
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
Jl. Ir. Sutami No. 36 A Kentingan 57126
LEMBAR ASISTENSI
PRAKTIKUM FISIKA DASAR I
MODUL III: BANDUL MATEMATIS
- Dokumentasi. Elvie
Bab ini membahas mengenai tujuan praktikum, landasan teori, hasil dan
pembahasan, analisis serta kesimpulan pada Praktikum Fisika Dasar I Modul III
Bandul Matematis.
III -1 Kelompok 07
~PAGE Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
13
Gerakannya merupakan gerak osilasi dan periodik sehingga disebut sebagai
gerakan sebuah ayunan sederhana.
atau
4𝜋 2 𝑙
𝑇2 = 𝑔
III -2 Kelompok 07
~PAGE Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
13
Keterangan:
T = Periode (s)
l = Panjang tali (m)
g = Percepatan gravitasi (m/s2)
b) Frekuensi (f)
Frekuensi adalah banyaknya getaran yang dilakukan oleh benda selama satu
detik. Satuan frekuensi adalah 1/sekon atau s-1 atau disebut juga hertz (Hz).
1
𝑓=
𝑇
atau
1 𝑔
𝑓= √
2𝜋 𝑙
Keterangan:
f = Frekuensi (1/s atau Hz)
l = Panjang tali (m)
g = Percepatan gravitasi (m/s2)
c) Amplitudo
Amplitudo dapat didefinisikan sebagai jarak terjauh dari garis kesetimbangan
dalam gelombang sinusoida.
3.3 Hasil dan Pembahasan
Subbab ini menjelaskan mengenai hasil dan pembahasan percobaan pengaruh
panjang tali terhadap perhitungan gravitasi serta hasil dan pembahasan percobaan
pengaruh massa bandul terhadap perhitungan gravitasi berdasarkan Praktikum
Fisika Dasar I Modul III Bandul Matematis.
3.3.1 Hasil Pengamatan Percobaan Pengaruh Panjang Tali terhadap
Perhitungan
Bagian ini menjelaskan mengenai pengaruh panjang tali bandul
terhadap perhitungan berdasarkan percobaan pada Praktikum Fisika Dasar I
Modul III Bandul Matematis.
Berikut merupakan tabel hasil pengamatan percobaan pengaruh
panjang tali terhadap perhitungan:
III -3 Kelompok 07
~PAGE Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
13
Tabel 3.1 Hasil Pengamatan Pengaruh Panjang Tali Pada Bandul Matematis
𝑇2 = 1,23 𝑠 2
Ditanya :
Jawab :
4𝜋 2
𝑇2 = 𝑔
4𝜋 2 4×3,142 11,83
𝑔 = = = = 9,62 𝑚/𝑠 2
𝑇2 1,23 1,23
III -4 Kelompok 07
~PAGE Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
13
Berikut merupakan Grafik Periode Ayunan Rata-Rata Kuadrat
Ayunan:
III -5 Kelompok 07
~PAGE Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
13
Berikut merupakan perhitungan pengaruh panjang tali terhadap
perhitungan percepatan gravitasi bumi pada bandul dengan massa 99 gram:
➢ Perhitungan percepatan gravitasi bumi dengan massa bandul 99
gram
Diketahui:
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑏𝑎𝑛𝑑𝑢𝑙 = 99 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 99 × 10−3 𝑘𝑔
𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑎𝑙𝑖 (𝑙) = 30 𝑐𝑚 = 0,30 𝑚
𝑇2 = 1,23 𝑠 2
Ditanya:
Berapa percepatan gravitasinya?
Jawab:
4𝜋 2 × 𝑙
𝑇2 = 𝑔
4𝜋 2 ×𝑙
𝑔 = 𝑇2
4×3,142
𝑔 = = 9,62 𝑚/𝑠 2
1,23
Gambar 3.3 Grafik Periode Ayunan Rata-rata Kuadrat terhadap Massa Bandul
III -6 Kelompok 07
~PAGE Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
13
3.4 Analisis
Subbab ini menjelaskan analisis pengaruh panjang tali, massa bandul, dan
perbedaan percepatan gravitasi bumi pada ayunan bandul matematis sederhana
yang telah dilakukan pada Praktikum Fisika Dasar I Modul III Bandul Matematis.
3.4.1 Analisis Pengaruh Panjang Tali terhadap Perhitungan
Bagian ini menjelaskan mengenai analisis pengaruh panjang tali
terhadap perhitungan pada bandul matematis. Berdasarkan landasan teori
yang telah dinyatakan sebelumnya, periode bandul matematis dapat dihitung
dengan mengalikan 2𝜋 dengan akar dari panjang dibagi dengan gravitasi.
Dari teori tersebut sudah dapat dikatakan bahwa panjang bandul berpengaruh
langsung terhadap perhitungan pada bandul matematis.
Percobaan bandul matematis untuk mengetahui pengaruh panjang tali
dilakukan dengan mengayunkan bandul dengan panjang bervariasi dan
derajat tertentu secara konsisten, dimana dalam percobaan ini adalah 5°
kemudian melepaskannya agar dapat mengayun secara alami hingga dapat
membuat gerakan harmonis sederhana. Setelah bandul terayun dengan stabil,
ayunan bandul dihitung dan dicatat waktunya menggunakan stopwatch untuk
mendapatkan nilai dari periode bandul tersebut.
Pada percobaan yang telah dilakukan, didapatkan hasil periode bandul
matematis pada beban bermassa 99 gram dengan panjang tali yang bervariasi,
yaitu 10 cm, 20 cm, dan 30 cm dengan masing masing panjang tali diuji
sebanyak 5 kali didapatkan rata-rata periode untuk panjang tali 10 cm
menghasilkan periode sebesar 0,75 s; panjang tali 20 cm menghasilkan
periode sebesar 0,95 s; dan panjang tali 30 cm menghasilkan periode sebesar
1,15 s. Hal tersebut membuktikan bahwa teori yang telah disebutkan dapat
dibuktikan karena ketika panjang tali diubah, maka periode akan berbanding
lurus terhadap panjang tali yang digunakan dalam percobaan, yaitu semakin
panjang tali yang digunakan makan semakin besar nilai periode yang
dihasilkan seperti pada grafik di gambar 3.2 yang menunjukkan kenaikan
konsisten pada nilai periode bandul seiring bertambahnya panjang tali pada
bandul.
III -7 Kelompok 07
~PAGE Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
13
Namun, sebuah percobaan pasti memiliki nilai ketelitian yang berbeda
dalam setiap pelaksanaanya. Untuk mengetahui tingkat ketelitian dari
percobaan ini, dilakukan perhitungan gravitasi menggunakan rumus pada
teori dengan nilai-nilai yang didapatkan dari percobaan. Hasil yang dijadikan
patokan keakuratan pengukuran adalah tetapan gravitasi secara teori yaitu
9,8 𝑚/𝑠 2 . Hasil yang didapatkan pada perhitungan gravitasi pada percobaan
dengan panjang tali 10 cm didapatkan nilai gravitasi sebesar 7,43 𝑚/𝑠 2 , pada
percobaan dengan panjang tali 20 cm didapatkan nilai gravitasi sebesar
8,76 𝑚/𝑠 2 , dan pada percobaan dengan panjang tali 30 cm didapatkan nilai
gravitasi sebesar 9,62 𝑚/𝑠 2 . Berdasarkan hasil yang telah didapatkan, dapat
dikatakan bahwa pengujian pada panjang tali 30 cm memiliki tingkat
ketelitian yang baik dimana hasil perhitungan gravitasi dari percobaan ini
hanya memiliki selisih sebesar 0,18 𝑚/𝑠 2 . Perbedaan hasil pada percobaan
dengan teori dapat terjadi akibat kesalahan pengamat seperti akibat kesalahan
ketika mengukur sudut simpangan bandul, ketika mengukur panjang tali
bandul, atau ketika mengukur waktu menggunakan stopwatch.
3.4.2 Analisis Pengaruh Massa Bandul terhadap Perhitungan
Bagian ini menjelaskan mengenai analisis pengaruh massa bandul
terhadap perhitungannya. Percobaan menggunakan tiga beban dengan massa
yang berbeda-beda dan pengamatan dilakukan berulang-ulang sebanyak lima
kali.
Pada beban yang pertama dengan massa beban 99 gram didapatkan
hasil perhitungan periode sebesar 1,11 s. Untuk beban yang kedua dengan
massa beban 199 gram didapatkan hasil perhitungan periode sebesar 1,09 s.
Sedangkan, untuk beban yang ketiga dengan massa beban 254 gram
didapatkan hasil perhitungan periode sebesar 1,40 s. Kemudian, melalui
rumus yang sudah ada di atas, yaitu
4𝜋 2 𝑙
𝑔=
𝑇2
kita dapat menghitung berapa besar gravitasi bumi yang dialami setiap beban
pada massa yang berbeda-beda.
III -8 Kelompok 07
~PAGE Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
13
Berdasarkan hasil perhitungan, pada beban pertama dengan massa
beban 99 gram mendapatkan percepatan gravitasi sebesar 9,62 m/s2; untuk
beban kedua dengan massa beban 199 gram mendapatkan percepatan
gravitasi sebesar 9,94 m/s2; dan untuk beban ketiga dengan massa beban
sebesar 254 gram mendapat percepatan gravitasi sebesar 8,45 m/s2.
Dari hasil percobaan dan perhitungan tersebut dapat dilihat bahwa
periode yang dihasilkan pada ketiga beban dengan massa yang berbeda
memiliki nilai yang hampir sama dan mendekati sebesar 1,11 s, 1,09 s, dan
1,40 s. Hal ini juga dapat dilihat pada grafik di gambar 3.3 yang menunjukkan
bahwa besar atau kecilnya massa benda tidak mempengaruhi nilai periode
kuadrat yang dihasilkan dari benda tersebut karena nilai dari periode kuadrat
benda yang bermassa 99 gram lebih besar daripada nilai periode kuadrat
benda yang bermassa 199 gram dan lebih kecil daripada benda yang bermassa
254 gram. Hal ini menunjukkan bahwa massa beban tidak berpengaruh
terhadap besar kecilnya nilai periode kuadrat yang dihasilkan pada masing-
masing bandul tersebut.
Selain itu, percepatan gravitasi yang dihasilkan oleh ketiga bandul
dengan massa yang berbeda juga menunjukan hasil yang hampir sama dan
mendekati, yaitu sebesar 9,62 m/s2; 9,94 m/s2; dan 8,45 m/s2. Hal ini juga
menunjukan bahwa massa beban pada bandul tidak berpengaruh pada
percepatan gravitasi yang dihasilkan. Kedua hal tersebut sesuai dengan
4𝜋 2 𝑙
rumus gravitasi pada bandul, yaitu 𝑔 = . Rumus ini menunjukkan bahwa
𝑇2
III -9 Kelompok 07
~PAGE Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
13
bumi merupakan besaran vektor, oleh karena itu percepatan gravitasi bumi
memiliki besar dan arah. Arah dari percepatan gravitasi bumi tegak lurus
menuju ke pusat bumi atau permukaan tanah. Sedangkan besar rata-rata dari
percepatan gravitasi bumi berdasarkan eksperimen dan percobaan yang telah
dilakukan oleh para fisikawan adalah 9,8 m/s2. Terkadang untuk
memudahkan perhitungan dari suatu soal, maka besar percepatan gravitasi
bumi dibulatkan menjadi 10 m/s2. Percepatan gravitasi bumi tidak selalu sama
di semua tempat dikarenakan bumi tidak benar-benar bulat, sehingga
percepatan gravitasi bumi bergantung pada jaraknya dengan pusat bumi.
4𝜋 2 .𝑙
Secara teori, percepatan gravitasi bumi dapat dirumuskan dengan 𝑔 = 𝑇2
panjang tali mempengaruhi percepatan gravitasi dan periode pada ayunan bandul
sederhana. Semakin besar panjang tali pada bandul maka semakin besar juga
gravitasinya. Sedangkan, besar percepatan gravitasi berbanding terbalik dengan
kuadrat periodenya, yaitu semakin besar gravitasi, maka semakin kecil nilai
periode yang dihasilkan pada ayunan bandul sederhana tersebut. Untuk
mendapatkan nilai percepatan gravitasi pada bandul didapatkan dengan cara
mengayunkan bandul dan hitung waktu bandul untuk berosilasi saat sudah
konstan, lalu hitung periode dan panjang talinya untuk selanjutnya dimasukkan
dalam persamaan untuk mencari nilai percepatan gravitasi.
3. Setelah dilakukan percobaan dan analisis, dapat disimpulkan bahwa
panjang tali mempengaruhi percepatan gravitasi bumi dan periode bandul.
Sedangkan, massa beban tidak mempengaruhi percepatan gravitasi dan periode
bandul. Secara teori, gravitasi bumi adalah 9,8 𝑚/𝑠 2 , namun hasil dari percobaan
LEMBAR ASISTENSI
PRAKTIKUM FISIKA DASAR I
MODUL 4: GERAK LINIER
- Mengumpulkan
lembar pengamatan
- Mengerjakan
landasan teori Desti
- Mengerjakan hasil
dan pembahasan Elvie
- Mengerjakan
perhitungan Bunga
kecepatan (v) pada
GLB
- Mengerjakan
perhitungan Elvie
kecepatan akhir (vt)
pada GLBB
- Mengerjakan
perhitungan jarak Akhdan
pada GLBB
- Mengerjakan analisis
perbandingan Akhdan
perhitungan dan hasil
running
- Mengerjakan analisis
pengaruh waktu Bunga
terhadap jarak
- Mengerjakan analisis
pengaruh waktu Desti
terhadap kecepatan
- Mengerjakan analisis
pengaruh waktu Dimas
terhadap percepatan
- Mengerjakan
kesimpulan Dimas
- Mengerjakan daftar
pustaka Dimas
- Menggabungkan file
LABORATORIUM SISTEM PRODUKSI
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
Jl. Ir. Sutami No. 36 A Kentingan 57126
- Mengerjakan
lampiran Desti dan
Elvie
- Mengisi lembar
asistensi Bunga
Bab ini membahas mengenai tujuan praktikum, landasan teori, hasil dan
pembahasan, analisis serta kesimpulan pada Praktikum Fisika Dasar I Modul IV
Gerak Linier (GLB dan GLBB).
IV - 1 Kelompok 07
PAGE Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
\*
konstan (tidak ada percepatan dan perlambatan atau perbandingan jarak dan selang
waktu selalu konstan).
Berikut merupakan grafik pada GLB:
Gambar 4.1 Hubungan kecepatan, waktu, perpindahan, dan percepatan pada GLB.
(a) grafik v – t, (b) grafik x – t, dan (c) grafik a – t.
Pada grafik (a) menyatakan hubungan dengan kecepatan (v) dengan waktu
tempuh (t) adalah konstan atau tetap artinya tidak ada percepatan atau perlambatan
yang terjadi pada gerak tersebut. Pada grafik (b) menyatakan hubungan antara
perpindahan yang biasa dilambangkan dengan (s) atau (x) dengan waktu tempuh (t)
artinya perbandingan antara jarak yang ditempuh dengan selang tempuh adalah
tetap atau konstan. Sedangkan grafik (c) menyatakan hubungan dengan percepatan
(a) dan waktu tempuh (t) artinya percepatan sama dengan 0 karena tidak ada
perlambatan atau percepatan yang terjadi terjadi kecepatan konstan.
Adapun rumus untuk GLB adalah:
𝑥
𝑣=
𝑡
Keterangan:
𝑣 = kecepatan (m/s)
𝑥 = perpindahan (m)
𝑡 = waktu tempuh (s)
GLBB atau Gerak Lurus Berubah Beraturan adalah gerak lurus yang
kecepatannya berkurang atau bertambah secara teratur tiap detik yang artinya benda
mengalami percepatan maupun perlambatan yang konstan (Azzakadarwati, 2022).
Berikut merupakan grafik pada GLBB.
IV - 2 Kelompok 07
PAGE Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
\*
(a) (b) (c)
Gambar 4.2 Hubungan kecepatan, waktu, perpindahan, dan percepatan pada GLBB.
(a) grafik a – t, (b) grafik v – t, dan (c) grafik x – t.
Pada grafik (a) menyatakan hubungan antara percepatan (a) dengan waktu
tempuh (t) yaitu percepatan yang terjadi pada selang waktu tertentu adalah tetap
atau konstan. Pada grafik (b) menyatakan hubungan kecepatan (v) dengan waktu
tempuh (t) dimana terjadi percepatan secara teratur. Sedangkan, pada grafik (c)
menunjukkan hubungan antara perpindahan (x atau s) dengan waktu tempuh (t)
yang artinya selalu terjadi kenaikan kecepatan secara teratur pada selang waktu
tertentu.
Adapun rumus dari GLBB adalah:
𝑣𝑡 = 𝑣0 + 𝑎𝑡
1 2
𝑥 = 𝑣0 𝑡 × 𝑡
2
𝑣𝑡 2 = 𝑣0 2 + 2𝑎𝑥
Keterangan:
𝑣 = kecepatan (m/s)
𝑎 = percepatan (m/s2)
𝑥 = perpindahan (m)
𝑡 = waktu tempuh (s)
4.3 Hasil dan Pembahasan
Subbab ini menjelaskan mengenai hasil dan pembahasan pada Praktikum
Fisika Dasar I Modul IV Gerak Linier.
IV - 3 Kelompok 07
PAGE Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
\*
Berikut merupakan tabel hasil perhitungan GLB.
Tabel 4.1 Hasil Perhitungan GLB
IV - 4 Kelompok 07
PAGE Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
\*
∆𝑡 = 1,28 𝑠
Ditanya:
Berapa kecepatan (v) benda?
Jawab :
𝑥
𝑣 = ∆𝑡
0,55 𝑚
𝑣 = 1,28 𝑠
𝑣 = 0,43 𝑚/𝑠
Jadi, kecepatan benda adalah 0,43 𝑚/𝑠.
4.3.2 Perhitungan Kecepatan Akhir (vt) pada GLBB
Bagian ini menjelaskan mengenai perhitungan kecepatan akhir (vt) pada
GLBB berdasarkan percobaan pada Praktikum Fisika Dasar I Modul IV
Gerak Linear (GLB dan GLBB).
Berikut merupakan contoh perhitungan kecepatan akhir (vt) pada
percepatan sebesar 6 𝑚/𝑠 2 :
⮚ Perhitungan kecepatan akhir pada GLBB pada percepatan sebesar
6 𝑚 ∕ 𝑠2.
Diketahui:
𝑎 = 6 𝑚/𝑠 2
𝑉0 = 2 𝑚/𝑠
𝑥 = 8𝑚
Ditanya:
a. Kecepatan akhir (vt) pada GLBB
b. Waktu (t)
Jawab:
a. 𝑣𝑡2 = 𝑉02 + 2 ⋅ 𝑎 ⋅ 𝑥
22 𝑚
𝑣𝑡2 = + 2 ⋅ 6 𝑚/𝑠 2 ⋅ 8 𝑚
𝑠
𝑣𝑡2 = 100 m/s
𝑣𝑡 = 10 𝑚/𝑠
Jadi, didapatkan kecepatan akhir adalah 10 𝑚/𝑠 yang akan
digunakan untuk menghitung waktu.
IV - 5 Kelompok 07
PAGE Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
\*
b. 𝑉𝑡 = 𝑉0 + 𝑎 ⋅ 𝑡
10 𝑚/𝑠 = 2 𝑚/𝑠 + 6 𝑚/𝑠 2 ⋅ 𝑡
𝑡 =2𝑠
Jadi, nilai waktu pada perhitungan GLBB adalah 2 𝑠.
4.3.3 Perhitungan Jarak (s) pada GLBB
Bagian ini menjelaskan mengenai perhitungan jarak (s) pada percobaan
GLBB menggunakan simulasi online pada situs Phet. Sesuai landasan teori
yang ada, jarak merupakan suatu ukuran numerik yang menunjukkan jauh
suatu objek berpindah terhadap objek lainnya.
Berikut merupakan contoh perhitungan jarak pada GLBB:
⮚ Perhitungan kecepatan akhir pada GLBB pada percepatan sebesar
6 𝑚/𝑠 2
Diketahui:
𝑎 = 6 𝑚/𝑠 2
𝑉0 = 2 𝑚/𝑠
𝑡 = 1,3 𝑠
Ditanya:
𝑠 =?
Jawab:
1
𝑠 = 𝑣𝑜 𝑡 + 2 𝑎𝑡 2
1
𝑠 = (2 × 1,3) + (2 × 6 × 1,32 )
𝑠 = 7,67 m
Jadi, didapatkan jarak akhir pada percobaan GLBB ini adalah
7,67 𝑚.
4.4 Analisis
Subbab ini menjelaskan mengenai analisis pada Praktikum Fisika Dasar 1
Modul IV Gerak Linier, yaitu analisis perbandingan perhitungan dengan hasil
running, analisis pengaruh waktu terhadap jarak, analisis pengaruh waktu terhadap
kecepatan, dan analisis pengaruh waktu terhadap percepatan.
IV - 6 Kelompok 07
PAGE Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
\*
4.4.1 Analisis Perbandingan Perhitungan dengan Hasil Running
Bagian ini menjelaskan mengenai perbandingan perhitungan hasil
dengan hasil running percobaan GLB dan GLBB pada saat percobaan Modul
4 Praktikum Fisika Dasar I. Hasil yang dibandingkan berasal dari Tabel 4.2
dan hasil perhitungan pada subbab 4.3. Dari kedua hasil tersebut, dapat dilihat
bahwa keduanya memiliki nilai yang berbeda.
Perbedaan perhitungan secara teori dengan hasil running dapat terjadi
akibat ketidakpastian dari sebuah pengukuran. Dalam setiap pengukuran yang
dilakukan oleh praktikan, maka akan selalu terdapat ketidakpastian akibat
lingkungan, alat ukur, maupun praktikan sendiri. Ketidakpastian tersebut
yang membuat hasil perhitungan dapat berbeda.
Pada kasus perbedaan perhitungan dan hasil running pada percobaan
kali ini, perbedaan hasil terjadi karena kesalahan si praktikan dan alat simulasi
dimana keduanya memiliki patokan dalam pembulatan angka yang berbeda.
Alat yang digunakan dalam simulasi memiliki ketelitian angka tinggi dalam
setiap satuannya dengan pembulatan lebih dari 2 angka dibelakang koma
sedangkan pada perhitungan dan pengamatan oleh praktikan hanya
menggunakan 2 angka dibelakang koma sehingga hasil yang didapatkan
berbeda dengan hasil jarak pada running GLBB dengan percepatan 6 𝑚/𝑠 2
sebesar 8 𝑚 sedangkan pada perhitungan sesuai teori didapatkan jarak
sebesar 7,67 𝑚.
4.4.2 Analisis Pengaruh Waktu Terhadap Jarak
Bagian ini menjelaskan mengenai pengaruh waktu terhadap jarak untuk
percobaan pada GLB dan GLBB. Gerak lurus beraturan (GLB) adalah gerak
dengan lintasan berbentuk garis lurus yang menempuh jarak yang sama dalam
tiap satuan waktu. GLB memiliki kecepatan yang konstan yang dalam artian
benda yang bergerak akan menempuh jarak yang sama untuk selang waktu
yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa jarak berbanding lurus terhadap
waktu. Sehingga semakin lama waktu maka semakin jauh jarak yang
ditempuh benda. Untuk membuktikan teori tersebut, dilakukanlah percobaan
1 dan 2. Pada percobaan 1 yang menggunakan jarak 0,55 𝑚 didapatkan waktu
1,28 𝑠, sedangkan pada percobaan 2 yang menggunakan jarak 0,62 𝑚 waktu
IV - 7 Kelompok 07
PAGE Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
\*
yang diperoleh adalah 1,40 𝑠. Dari hasil yang didapat menunjukkan bahwa
teori waktu dan jarak berbanding lurus adalah benar. Berikut ini adalah grafik
hubungan waktu dan jarak pada GLB.
IV - 8 Kelompok 07
PAGE Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
\*
Gambar 4.4 Grafik Pengaruh Waktu Terhadap Jarak (GLBB)
4.4.3 Analisis Pengaruh Waktu Terhadap Kecepatan
Bagian ini menjelaskan mengenai analisis pengaruh waktu terhadap
kecepatan pada GLB dan GLBB. GLB atau Gerak Lurus Berubah Beraturan
merupakan gerak pada lintasan lurus dengan kecepatan konstan. Sedangkan
GLBB adalah gerak pada lintasan lurus dengan kecepatan yang berubah
secara teratur tiap detiknya.
Kecepatan sebuah benda merupakan besaran vektor yang menyatakan
dua hal, yaitu berapa cepat gerakannya serta arah gerakannya atau laju
perpindahan lintasan pada tiap satuan detik/jarak.
Percobaan pertama pada GLB menunjukkan pada saat benda melewati
sensor 1 dengan waktu tempuh 2,48 sekon, benda tersebut mengalami
kecepatan sebesar 0,43 m/s dan pada saat melewati sensor kedua dengan
waktu total 3,76 sekon, benda tersebut mengalami kecepatan yang sama atau
konstan sebesar 0,43 m/s.
Percobaan kedua pada GLB menunjukkan bahwa pada saat benda
melewati sensor pertama dengan waktu tempuh 1,93 s benda tersebut
mengalami kecepatan sebesar 0,44 m/s dan saat melewati sensor yang kedua
dengan total jarak tempuh 3,33 s, benda tersebut mengalami kecepatan yang
sama atau konstan sebesar 0,44 m/s.
Melalui data yang telah dihitung, bahwa pada percobaan pertama dan
kedua dengan waktu yang berbeda didapatkan besaran kecepatan yang sama
atau konstan dan hal ini sesuai dengan teori yang sudah ada.
IV - 9 Kelompok 07
PAGE Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
\*
Gambar 4.5 Grafik Pengaruh Waktu Terhadap Kecepatan Akhir (GLB)
Berdasarkan grafik dan penjelasan di atas menunjukkan bahwa waktu
tempuh pada GLB tidak berpengaruh pada kecepatan karena kecepatan yang
dialami benda pada setiap waktunya selalu tetap atau konstan (𝑣 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛)
atau dengan kata lain bahwa benda tidak memiliki percepatan atau
perlambatan (𝑎 = 0).
Sedangkan pada percobaan pertama GLBB dengan jarak 8 meter dan
percepatan 6 m/s2 didapatkan bahwa pada saat t = 0 s kecepatan awal adalah
2 m/s dan pada saat t = 1,30 s kecepatan akhirnya berubah menjadi 10,50 m/s.
Pada percobaan kedua GLBB dengan jarak yang sama 8 meter dan
percepatan 7 m/s2 didapatkan bahwa pada saat t = 0 s kecepatan awalnya
adalah 2 m/s dan pada saat t = 1,30 s kecepatan akhirnya berubah menjadi
10,75 m/s.
Melalui data yang telah dihitung, bahwa pada percobaan pertama dan
kedua dengan waktu yang berbeda didapatkan besaran kecepatan yang
berbeda juga secara teratur karena percepatan yang digunakan sama pada
setiap percobaan yang ada dan hal ini sesuai dengan teori yang sudah ada.
IV - 10 Kelompok 07
PAGE Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
\*
Berdasarkan grafik dan penjelasan di atas menunjukkan bahwa waktu
tempuh berpengaruh pada kecepatan yang akan dihasilkan oleh benda akibat
adanya percepatan maupun perlambatan konstan yang terjadi pada benda
tersebut sehingga kecepatan benda setiap waktunya berubah-ubah secara
teratur pada setiap detiknya.
4.4.4 Analisis Pengaruh Waktu Terhadap Percepatan
Bagian ini menjelaskan mengenai analisis dari pengaruh waktu
terhadap percepatan pada percobaan GLBB. GLBB atau Gerak Lurus
Berubah Beraturan adalah gerak pada lintasan lurus yang kecepatannya
berkurang atau bertambah secara teratur tiap satuan waktu. Perubahan
kecepatan dalam satuan waktu tertentu tersebut dinamakan percepatan.
Percobaan pertama pada GLBB menunjukkan bahwa diperlukan waktu
tempuh sebesar 1,30 sekon untuk menempuh jarak 8 meter. Percepatan yang
dialami benda pada saat 𝑡 = 0 𝑠 adalah sebesar 6 𝑚/𝑠 2 . Percepatan yang
dialami benda pada saat 𝑡 = 1,30 𝑠 adalah sebesar 6 𝑚/𝑠 2 . Dapat
disimpulkan bahwa percepatan yang dialami benda dari awal percobaan
hingga akhir percobaan adalah tetap atau konstan. Perubahan yang terjadi
dalam percobaan ini adalah perubahan kecepatan yang disebabkan oleh
percepatan.
Percobaan kedua pada GLBB menunjukkan bahwa diperlukan waktu
tempuh sebesar 1,30 sekon untuk menempuh jarak 7,97 meter. Percepatan
yang dialami benda pada saat 𝑡 = 0 𝑠 adalah sebesar 7 𝑚/𝑠 2 . Percepatan
yang dialami benda pada saat 𝑡 = 1,30 𝑠 adalah sebesar 7 𝑚/𝑠 2 . Dapat
disimpulkan bahwa percepatan yang dialami benda dari awal percobaan
hingga akhir percobaan adalah tetap atau konstan. Perubahan yang terjadi
dalam percobaan ini adalah perubahan kecepatan yang disebabkan oleh
percepatan.
IV - 11 Kelompok 07
PAGE Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
\*
Gambar 4.7 Grafik Pengaruh Waktu terhadap Percepatan
Berdasarkan grafik serta penjelasan di atas, maka waktu tempuh tidak
berpengaruh terhadap besarnya percepatan pada percobaan GLBB karena
percepatan yang dialami oleh benda tiap satuan waktunya selalu tetap atau
konstan. Namun, dikarenakan adanya percepatan yang diiringi bertambahnya
waktu tempuh, maka benda tersebut akan bergerak semakin cepat secara
teratur tiap satuan waktunya atau dengan kata lain benda tersebut akan
bertambah kecepatan secara teratur seiring dengan bertambahnya waktu
tempuh. Dengan penjelasan tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
waktu tidak berpengaruh terhadap percepatan dan hal ini sesuai teori yang
telah ada sebelumnya.
4.5 Kesimpulan
Subbab ini menjelaskan mengenai kesimpulan yang dapat diambil setelah
melakukan Praktikum Fisika Dasar I Modul IV Gerak Linier, yaitu:
1. Gerak linier dibagi menjadi dua jenis, yaitu GLB dan GLBB. GLB atau Gerak
Lurus Beraturan merupakan gerak lurus yang kecepatannya selalu tetap atau
konstan (tidak ada percepatan dan perlambatan atau perbandingan jarak dan
selang waktu selalu konstan). GLBB atau Gerak Lurus Berubah Beraturan
adalah gerak lurus yang kecepatannya berkurang atau bertambah secara
teratur tiap satuan waktu yang artinya benda mengalami percepatan maupun
perlambatan yang konstan.
2. Kecepatan (𝑣) adalah jarak yang ditempuh dalam satuan waktu tertentu.
Kecepatan memiliki satuan seperti 𝑚/𝑠, 𝑘𝑚/𝑗𝑎𝑚, dan lain sebagainya.
IV - 12 Kelompok 07
PAGE Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
\*
3. Waktu tempuh (𝑡) adalah waktu yang diperlukan suatu benda untuk
melakukan perpindahan. Perpindahan (𝑥) adalah jarak yang ditempuh oleh
suatu benda dalam waktu tertentu. Pada GLB dan GLBB, waktu berbanding
lurus dengan perpindahan, semakin lama waktu maka semakin jauh jarak
yang ditempuh. Sedangkan hubungan antara waktu dengan kecepatan adalah
pada GLB, waktu tidak berpengaruh terhadap kecepatan karena kecepatannya
konstan dan pada GLBB waktu berpengaruh terhadap kecepatan karena
adanya percepatan atau perlambatan dari benda. Waktu juga tidak
berpengaruh untuk percepatan pada GLBB karena percepatan yang dialami
GLBB selalu konstan.
4. Untuk mengetahui hubungan antara kecepatan, waktu, perpindahan, dan
percepatan pada GLB dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 4.6 Grafik Hubungan kecepatan, waktu, perpindahan, dan percepatan pada
GLB. (a) grafik v – t, (b) grafik x – t, dan (c) grafik a – t.
Dalam gambar tersebut terdapat (a) grafik v–t, (b) grafik x–t, dan (c) grafik
a-t. Grafik (a) menyatakan hubungan antara kecepatan dengan waktu tempuh
adalah konstan atau tetap yang artinya tidak ada percepatan atau perlambatan
yang terjadi pada gerak tersebut. Grafik (b) menyatakan hubungan antara
perpindahan dengan waktu tempuh adalah konstan atau tetap yang artinya
perbandingan antara jarak yang ditempuh dengan selang tempuh tidak ada
perubahan. Grafik (c) menyatakan hubungan percepatan dan waktu tempuh
adalah sama dengan 0 karena tidak ada perlambatan atau percepatan yang
terjadi, melainkan kecepatan konstan.
Untuk mengetahui hubungan antara kecepatan, waktu, perpindahan, dan
percepatan pada GLBB dapat dilihat pada gambar berikut.
IV - 13 Kelompok 07
PAGE Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
\*
Gambar 4.7 Grafik Hubungan kecepatan, waktu, perpindahan, dan percepatan pada
GLBB.
(a) grafik a – t, (b) grafik v – t, dan (c) grafik x – t.
Dalam gambar tersebut terdapat (a) grafik a–t, (b) grafik v–t, dan (c) grafik
x-t. Grafik (a) menyatakan hubungan antara percepatan dengan waktu tempuh
adalah konstan atau tetap yang artinya tidak ada perubahan pada percepatan
yang terjadi pada selang waktu tertentu. Grafik (b) menyatakan hubungan
kecepatan dengan waktu tempuh terjadi percepatan yang teratur sehingga
kecepatan meningkat secara teratur dalam waktu tempuh tersebut. Grafik (c)
menyatakan hubungan perpindahan dengan waktu tempuh yang dimana
selalu terjadi penambahan kecepatan untuk menempuh suatu jarak dalam
waktu tempuh tersebut.
IV - 14 Kelompok 07
PAGE Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
\*
MODUL V
LISTRIK STATIS
LABORATORIUM SISTEM PRODUKSI
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
Jl. Ir. Sutami No. 36 A Kentingan 57126
LEMBAR ASISTENSI
PRAKTIKUM FISIKA DASAR I
MODUL V: LISTRIK DINAMIS
- Melakukan running
listrik dinamis dengan
menggunakan web
phEt untuk percobaan
rangkaian pararel dan
Hukum Kirchoff.
- Mengerjakan revisi
lembar pengamatan
LABORATORIUM SISTEM PRODUKSI
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
Jl. Ir. Sutami No. 36 A Kentingan 57126
- Mengerjakan Bunga
perhitungan arus
listrik rangkaian seri
dan rangkaian pararel
- Mengerjakan Bunga
perhitungan arus
listrik setiap
hambatan pada
percobaan Hukum
Kirchof
rangkaian secara
pengamatan dan
perhitungan pada
percobaan Hukum
Kirchoff
- Mengerjakan Dimas
kesimpulan dan daftar
pustaka
- Mengerjakan Elvie
lampiran
LISTRIK DINAMIS
Bab ini membahas mengenai tujuan, landasan teori, hasil dan pembahasan,
analisis serta kesimpulan pada Praktikum Fisika Dasar I Modul V Listrik Dinamis.
V -1 Kelompok 07
PAGE 12 Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
Arus listrik adalah sebuah aliran yang terjadi akibat jumlah muatan listrik
yang mengalir dari satu titik ke titik lain (Bitar, 2022). Arus listrik juga terjadi
akibat adanya beda potensial atau tegangan pada media penghantar antara dua titik.
Semakin besar nilai tegangan antara kedua titik tersebut, maka akan semakin besar
pula nilai arus yang mengalir pada kedua titik tersebut. Satuan dari arus listrik
adalah Ampere (A).
Aliran arus listrik mengikuti arah aliran muatan positif menuju muatan
negatif. Berdasarkan arah alirannya, arus listrik dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Arus searah (Direct Current / DC), yaitu arus listrik yang mengalir dari
titik berpotensial tinggi menuju titik potensial rendah.
2. Arus bolak-balik (Alternating Current / AC), yaitu arus listrik yang
mengalir secara berubah-ubah mengikuti garis waktu.
Adapun rumus untuk arus listrik adalah:
𝑞
𝐼=
𝑡
Keterangan:
I = Kuat arus listrik (Ampere)
q = Muatan listrik yang mengalir (Coulomb)
t = waktu yang diperlukan (sekon)
Hambatan atau resistansi adalah sebuah perbandingan antara tegangan listrik
dari suatu komponen elektronik (resistor) dengan arus listrik yang melewatinya.
Hambatan listrik mempunyai satuan Ohm (Azzahra, 2021). Resistansi yang
diterima oleh electron dipengaruhi oleh jenis bahan, suhu, panjang penghantar, dan
luas penampang penghantar.
𝜌𝑙
𝑅=
𝐴
Keterangan:
R = hambatan (Ohm)
𝜌 = hambatan jenis (Ohm)
L = panjang bahan (m)
A = luas penampang (m2)
Rangkaian seri adalah rangkaian yang terdiri dari beberapa komponen yang
memiliki hambatan dan disusun secara sejajar atau seri (Rosman et al. 2019). Pada
V -2 Kelompok 07
PAGE 22 Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
rangkaian seri, hambatan total dapat dihitung dengan menjumlahkan tiap hambatan
yang ada dalam rangkaian. Arus yang mengalir pada rangkaian seri bernilai sama.
Sementara, tegangan pada rangkaian seri berbeda setiap tempatnya.
𝑅𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝑅1 + 𝑅2 + ⋯ + 𝑅𝑛
𝐼1 = 𝐼2 = 𝐼𝑛
𝑉 = 𝑉1 + 𝑉2 + 𝑉𝑛
Rangkaian parallel adalah rangkaian dari beberapa hambatan yang disusun
secara parallel atau bercabang. Pada rangkaian paralel, hambatan total akan
berkurang atau mengecil ketika komponen dirangkai dalam rangkaian paralel
(Rosman et al. 2019). Masing-masing cabang dalam rangkaian paralel adalah
rangkaian sendiri dimana arus yang mengalir disetiap cabang tergantung hambatan
yang ada didalam cabang tersebut. Tegangan yang terdapat pada rangkaian paralel
sama besar di setiap cabang.
1 1 1 1
= + + ⋯+
𝑅𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑅1 𝑅2 𝑅3
𝐼 = 𝐼1 + 𝐼2 + 𝐼𝑛
𝑉1 = 𝑉2 = 𝑉𝑛
Amperemeter adalah alat yang digunakan untuk mengukur besaran arus
listrik pada suatu rangkaian. Pada amperemeter terdapat galvanometer yang
merupakan bagian penting pada amperemeter.
V -3 Kelompok 07
PAGE 32 Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
Gambar 5.2 Voltmeter Analog
Multimeter adalah alat yang digunakan untuk mengukur resistensi atau
hambatan, arus listrik, kapasitansi, hingga tengangan pada listrik AC maupun DC.
Multimeter biasanya juga dapat digunakan untuk mengetahui kualitas suatu
komponennya. Pada dasarnya, multimeter adalah gabungan dari amperemeter,
voltmeter, ohmmeter sehingga biasa disebut sebagai VOM atau Volt-Ohm Meter.
V -4 Kelompok 07
PAGE 42 Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
diterapkan kepadanya dan berbanding terbalik dengan hambatannya. Berikut adalah
rumus dari Hukum Ohm:
𝑉 = 𝐼𝑅
Hukum Kirchoff adalah persamaan yang berhubungan dengan beda potensial
dan kuatu arus dalam suatu rangkaian listrik yang diperkenalkan oleh fisikawan
bernama Gusstav Robert Kirchoff pada tahun 1845. Hukum I Kirchoff atau hukum
percabangan menyatakan bahwa jumlah arus listrik yang masuk melalui titik
percabangan dalam suatu rangkaian listrik sama dengan jumlah arus yang keluar
melalui titik percabangan tersebut. Sedangkan pada Hukum Kirchoff 2 atau hukum
simpal menyatakan bahwa setiap rangkaian tertutup, jumlah beda potensialnya
harus sama dengan nol.
Ʃ𝐼𝑅 + Ʃ𝑈 = 0
5.3 Hasil dan Pembahasan
Subbab ini menjelaskan mengenai hasil dan pembahasan pada Praktikum
Fisika Dasar I Modul V Listrik Dinamis.
5.3.1 Hasil Pengamatan Rangkaian Seri, Rangkaian Paralel, dan
Percobaan Hukum Kirchoff
Bagian ini menjelaskan mengernai hasil pengamatan Rangkaian Seri,
Rangkaian Parallel, dan percobaan Hukum Kirchoff.
Berikut merupakan tabel pengamatan Rangkaian Seri:
Tabel 5.1 Hasil Pengamatan Rangkaian Seri:
V -5 Kelompok 07
PAGE 52 Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
Berikut merupakan table hasil pengamatan Hukum Kirchoff:
Tabel 5.3 Hasil Pengamatan Hukum Kirchoff
𝐼 = 0,78 × 10−3 𝐴
Jadi, arus listrik pada rangkaian seri tersebut adalah 0,78 × 10−3 𝐴.
V -6 Kelompok 07
PAGE 62 Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
Diketahui:
𝑉 = 12 𝑣𝑜𝑙𝑡
𝑅1 = 10 × 102 Ω
𝑅2 = 47 × 102 Ω
𝑅𝑙𝑎𝑚𝑝𝑢 = 55,6 × 102 Ω
Ditanya: Berapa arus listriknya (I)?
Jawab:
𝑅𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝑅1 + 𝑅2 + 𝑅𝑙𝑎𝑚𝑝𝑢
𝑅𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 10 × 102 Ω + 47 × 102 Ω + 55,6 × 102 Ω
𝑅𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 112,6 × 102 Ω
𝑉
𝐼 =𝑅
12
𝐼 = 112,6×102 Ω
𝐼 = 1,10 × 10−3 𝐴
Jadi, arus listrik pada rangkaian seri tersebut adalah 1,10 × 10−3 𝐴.
2. Perhitungan Rangkaian Paralel
a) Berikut contoh perhitungan arus listrik pada rangkaian
paralel dengan tegangan 9 volt:
Diketahui:
𝑉 = 9 𝑣𝑜𝑙𝑡
𝑅1 = 40 Ω
𝑅2 = 88 Ω
𝑅3 = 44 Ω
𝑅 𝑙𝑎𝑚𝑝𝑢 = 10 Ω
Ditanya: Berapa arus listriknya (I)?
Jawab:
1 1 1
= 𝑅1 +
𝑅𝑃1 𝑅𝑙𝑎𝑚𝑝𝑢
1 1 1
= 40 +
𝑅𝑃1 10
1 10+40 50
= = 400
𝑅𝑃1 400
40
𝑅𝑃1 = = 8,00 𝐴
5
1 1 1
= + 𝑅𝑙𝑎𝑚𝑝𝑢
𝑅𝑃2 𝑅2
V -7 Kelompok 07
PAGE 72 Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
1 1 1
= + 10
𝑅𝑃2 88
1 10+88 98
= =
𝑅𝑃2 880 440
880
𝑅𝑃2 = = 8,98 Ω
98
1 1 1
= + 𝑅𝑙𝑎𝑚𝑝𝑢
𝑅𝑃3 𝑅3
1 1 1
= + 10
𝑅𝑃3 44
1 10+44 54
= = 440
𝑅𝑃2 440
440
𝑅𝑃3 = = 8,15 Ω
54
𝑉 9
𝐼1 = 𝑅𝑃2 = 8,00 = 1,13 𝐴
𝑉 9
𝐼2 = 𝑅𝑃2 = 8,98 = 1,00 𝐴
𝑉 9
𝐼3 = 𝑅𝑃3 = 8,15 = 1,10 𝐴
V -8 Kelompok 07
PAGE 82 Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
1 1 1
= + 10
𝑅𝑃2 88
1 10+88 98
= =
𝑅𝑃2 880 440
880
𝑅𝑃2 = = 8,98 Ω
98
1 1 1
= + 𝑅𝑙𝑎𝑚𝑝𝑢
𝑅𝑃3 𝑅3
1 1 1
= + 10
𝑅𝑃3 44
1 10+44 54
= = 440
𝑅𝑃2 440
440
𝑅𝑃3 = = 8,15 Ω
54
𝑉 12
𝐼1 = 𝑅𝑃2 = 8,00 = 1,50 𝐴
𝑉 12
𝐼2 = 𝑅𝑃2 = 8,98 = 1,34 𝐴
𝑉 9
𝐼3 = 𝑅𝑃3 = 8,15 = 1,47 𝐴
V -9 Kelompok 07
PAGE 92 Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
𝑅3 = 89 Ω + 10 Ω = 99 Ω
𝑉 9
𝐼1 = 𝑅1 = 55 = 0,16 Ω
𝑉 9
𝐼2 = 𝑅2 = 58 = 0,16 Ω
𝑉 9
𝐼3 = 𝑅3 = 99 = 0,09 Ω
5.4 Analisis
Subbab ini menjelaskan mengenai analisis pada Praktikum Fisika Dasar I
Modul V Listrik Dinamis, yaitu analisis pengaruh resistor terhadap nyala lampu,
analisis perbedaan besar arus rangkaian seri secara pengamatan dan perhitungan,
V -10 Kelompok 07
PAGE 10 Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
2
analisis perbedaan besar arus rangkaian pararel secara pengamatan dan
perhitungan, dan analisis perbedaan besar arus rangkaian secara pengamatan dan
perhitungan pada percobaan hukum Kirchoff.
5.4.1 Analisis Pengaruh Resistor terhadap Nyala Lampu
Bagian ini menjelaskan mengenai pengaruh resistor terhadap nyala
lampu pada Praktikum Fisika Dasar I Modul V Listrik Dinamis. Rangkaian
seri adalah rangakaian yang disusun secara berderet dan tidak ada
percabangan. Hambatan pada rangkaian seri mempunyai hambatan total yang
besar atau bisa di tuliskan 𝑅𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝑅1 + 𝑅2 + 𝑅3 +…Rn.
Berdasarkan perhitungan pada percobaan pertama rangkaian seri
dengan tegangan 9 V dan total nilai hambatan (resistor) sebesar 115,3 ×
102 Ω didapatkan nilai kuat arus sebesar 1,20× 10−3 𝐴 dan pada percobaan
kedua dengan tegangan 12 V dan hambatan total sebesar 112,6 × 102 Ω
didapatkan nilai kuat arus sebesar 1,80× 10−3 𝐴 sehingga nyala lampu yang
lebih terang adalah pada percobaan yang kedua karena arus listrik lebih besar.
Hal ini sesuai dengan teori yang sudah ada bahwa semakin besar kuat arus
maka semakin terang nyala lampu pada rangkain tersebut.
Hal tersebut sesuai dengan landasan teori bahwa terangnya lampu
memiliki nilai yang berbanding terbalik dengan nilai hambatan pada
resistor. Jadi, semakin besar nilai hambatan (R) yang digunakan, maka
lampu akan menjadi semakin redup.
5.4.2 Analisis Perbedaan Besar Arus Rangkaian Seri Secara
Pengamatan dan Perhitungan.
Bagian ini menjelaskan mengenai perbedaan besar arus rangkaian seri
secara pengamatan dan perhitungan pada saat percobaan Praktikum Fisika
Dasar I Modul V Listrik Dinamis.
Hasil yang didapatkan pada saat pengamatan dapat dilihat pada Tabel
5.1 dan hasil yang didapatkan pada saat perhitungan dapat dilihat pada subbab
5.3.2. Berdasarkan pengamatan, didapatkan besar arus listrik dalam
rangkaian seri dengan tegangan 9 volt sebesar 1,20 × 10−3 𝐴 sedangkan
untuk rangkaian seri dengan tegangan 12 volt sebesar 1,80 × 10−3 𝐴. Dan
berdasarkan perhitungan, didapatkan besar arus listrik dalam rangkaian seri
V -11 Kelompok 07
PAGE 11 Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
2
adalah sebesar 0,78 × 10−3 𝐴 dan 1,10 × 10−3 𝐴. Dari kedua hasil tersebut,
dapat dilihat bahwa keduanya memiliki hasil yang berbeda. Perbedaan hasil
arus listrik secara pengamatan dan perhitungan dapat terjadi akibat
ketidakpastian atau error dari sebuah pengukuran yang dilakukan.
Ketidakpastian dalam pengukuran tersebut dapat disebabkan oleh
lingkungan, alat ukur, maupun praktikan sendiri. Ketidakpastian tersebut
menghasilkan perbedaan antara pengamatan dan perhitungan.
Pada kasus perbedaan arus listrik rangkaian seri secara pengamatan dan
perhitungan kali ini dikarenakan pada saat pengamatan terdapat toleransi
sebesar ± 5% di setiap hambatannya. Toleransi tersebut ditentukan oleh alat
yang digunakan ketika percobaan. Alat yang digunakan dalam percobaan
memiliki ketelitian lebih tinggi daripada praktikan. Sedangkan ketika
perhitungan, toleransi tidak dicantumkan dikarenakan perhitungan
menggunakan dasar teori yang ada untuk menghitung besar arus listrik. Dasar
teori yang digunakan adalah rumus untuk menghitung besarnya arus listrik,
𝑉
yaitu 𝐼 = 𝑅. Besar arus listrik yang didapatkan ketika pengamatan adalah
1,20 × 10−3 𝐴 dan 1,80 × 10−3 𝐴 sedangkan besar arus listrik yang
didapatkan ketika perhitungan adalah 0,78 × 10−3 𝐴 dan 1,10 × 10−3 𝐴.
Oleh karena itu, toleransi pada tiap hambatan sangat berpengaruh pada hasil
pengamatan dan perhitungan arus listrik pada rangkaian seri. Berdasarkan
analisa di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ketelitian dari praktikan dan
tidak tercantumnya toleransi pada tiap hambatan saat perhitungan
dikarenakan mengikuti dasar teori yang ada adalah penyebab perbedaan besar
arus listrik rangkaian seri pada pengamatan dan perhitungan.
V -12 Kelompok 07
PAGE 12 Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
2
Berdasarkan data pada tabel 5.2 pada percobaan rangkaian paralel yang
pertama dengan besar hambatan 40 Ω, 88 Ω, dan 44 Ω dengan beda potensial
baterai 9 V, didapatkan besar tegangan yang sama pada masing-masing
hambatan sebesar 9 V dan kuat arus total sebesar 3,23 A. Sedangkan pada
percobaan rangkaian paralel yang kedua dengan besar hambatan 40 Ω, 88 Ω,
dan 44 Ω dengan beda potensial baterai 12 V, didapatkan besar tegangan yang
sama pada masing-masing hambatan sebesar 12 V dan kuat arus total sebesar
4,31 A.
Berdasarkan data yang telah ada pada tabel, dapat dilihat bahwa besar
tegangan pada masing-masing hambatan di rangkaian paralel adalah sama
dengan besar beda potensial sumber arus listrik nya atau beda potensial pada
baterai yang digunakan. Hal ini sesuai dengan teori yang sudah ada bahwa
besar tegangan pada setiap hambatan di rangkaian paralel adalah sama atau
𝑉𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝑉1 = 𝑉2 = 𝑉3 .
Berdasarkan tabel dan perhitungan didapatkan bahwa arus total pada
rangkaian paralel merupakan hasil penjumlahan kuat arus pada masing-
masing hambatan. Dalam rangkaian paralel dengan besar tegangan 9 volt dan
12 volt, pada hambatan pertama, sebesar 8,00 Ω didapatkan kuat arus sebesar
1,03 A dan 1,50 A, pada hambatan kedua sebesar 8,98 Ω didapatkan kuat arus
sebesar 1,00 A dan 1,34 A, sedangkan pada hambatan ketiga sebesar 8,15 Ω
didapatkan kuat arus sebesar 1,11 A dan 1,47 A. Jika semua kuat arus listrik
pada setiap hambatan di rangkaian paralel ini dijumlahkan maka akan
didapatkan kuat arus listrik pada tegangan 9 volt sebesar 3,23 A dan pada
tegangan 12 volt sebesar 4,31 A. Hal ini sesuai dengan teori yang sudah ada
bahwa besar kuat arus pada rangkaian paralel pada setiap hambatan berbeda
atau 𝐼𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝐼1 + 𝐼2 + 𝐼3 .
Perbedaan kuat arus pada setiap hambatan disebabkan oleh nilai resistor
(hambatan), tegangan baterai, dan jenis rangkaian yang digunakan. Semakin
besar nilai resistor, maka kuat arus yang didapatkan akan semakin kecil dan
semakin besar nilai tegangan, maka akan semakin besar pula nilai kuat arus
yang didapatkan.
V -13 Kelompok 07
PAGE 13 Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
2
5.4.4 Analisis Perbedaan Besar Arus Rangkaian secara Pengamatan dan
Perhitungan pada Percobaan Hukum Kirchoff
Bagian ini menjelaskan mengenai analisis perbedaan besar arus listrik
secara pengamatan dan perhitungan pada percobaan Hukum Kirchoff
Praktikum Dasar I Modul V Listrik Dinamis.
Hasil yang didapatkan pada pengamatan percobaan Hukum Kirchoff
sesuai dengan Tabel 5.3 dan hasil perhitungan pada subbab 5.3.2 memiliki
nilai yang berbeda. Pada pengamatan secara virtual menggunakan simulator
PhET, didapatkan hasil pada tegangan 9 volt, arus listrik pada hambatan R1
dan R2 sebesar 0,16 𝐴 dan besar arus listrik pada R3 sebesar 0,09 𝐴.
Sedangkan untuk tegangan 12 volt, arus listrik di hambatan R1 sebesar 0,22
A, arus listrik di hambatan R2 sebesar 0,21 A, dan di R3 arus listrik yang
mengalir sebesar 0,12 A. Hasil yang didapatkan adalah sama dengan hasil
perhitungan secara teori.
Pada kasus praktikum kali ini, hasil pengamatan dan perhitungan secara
teori memiliki nilai yang sama. Hal tersebut dikarenakan angka yang diuji
bukan angka sulit atau angka yang tidak memerlukan ketelitian tinggi
sehingga tidak menimbulkan selisih akibat pembulatan angka pada
perhitungan. Selain itu, pada pengamatan menggunakan simulasi Phet tidak
terjadi kesalahan atau error akibat lingkungan, pengamat, ataupun alat ukur
sehingga kemungkinan untuk terjadi perbedaan hasil menjadi rendah.
Resistor yang digunakan pada pengamatan yang bernilai pasti dan tanpa
toleransi juga menjadi alasan mengapa hasil nilai besar arus di dalam
rangkaian paralel pada pengamatan dan percobaan tidak memiliki perbedaan.
5.5 Kesimpulan
Subbab ini menjelaskan mengenai kesimpulan yang dapat diambil setelah
melakukan Praktikum Fisika Dasar I Modul V Listrik Dinamis, yaitu:
1. Rangkaian seri merupakan sebuah rangkaian listrik yang penyusunannya
hanya terdapat satu jalur untuk arus listrik mengalir dari sumber arus listrik.
Ketika satu komponen dimatikan atau rusak maka aliran listrik akan terhenti
V -14 Kelompok 07
PAGE 14 Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
2
sehingga semua komponen juga akan mati. Hambatan total pada rangkaian
seri dapat dihitung dengan menjumlahkan tiap hambatan yang ada dalam
rangkaian. Rangkaian seri memiliki arus yang nilainya akan selalu bernilai
sama di setiap tempat. Sementara, tegangan pada rangkaian seri berbeda
setiap hambatannya. Rangkaian paralel adalah rangkaian dari beberapa
hambatan yang disusun secara paralel atau bercabang. Berbeda dengan
rangkaian seri, hambatan total yang ada pada rangkaian paralel berkurang
setiap ditambah percabangan. Rangkaian paralel yang bercabang
menyebabkan arus yang mengalir setiap cabang akan bergantung terhadap
hambatang yang ada pada cabang tersebut. Untuk tegangan yang ada pada
rangkaian paralel, besarnya akan bernilai sama di setiap cabangnya.
2. Perbedaan utama dari rangkaian seri dengan rangkaian paralel adalah cara
pemasangan atau penyusunannya dimana rangkaian seri disusun dengan
hanya menggunakan satu jalur arus listrik, sedangkan rangkaian paralel
disusun dengan menggunakan beberapa jalur arus listrik. Dilihat dari
penyusunannya, maka kabel listrik yang disusun untuk rangkaian seri lebih
sedikit dan lebih mudah dibandingkan dengan rangkaian paralel. Oleh karena
rangkaian seri hanya berdasarkan satu jalur arus listrik, maka setiap
komponen yang terdapat dalam rangkaian akan dialiri arus listrik yang sama,
namun tegangan listrik yang dimiliki setiap komponen berbeda-beda.
Sedangkan untuk rangkaian paralel yang berdasarkan beberapa jalur arus
listrik maka setiap komponen yang terdapat dalam rangkaian akan dialiri arus
listrik yang berbeda. Namun, tegangan listrik yang dimiliki setiap komponen
sama. Berdasarkan rumus yang digunakan untuk menghitung hambatan total
dari tiap rangkaian, maka hambatan total rangkaian seri lebih besar daripada
rangkaian paralel.
3. Hukum Ohm adalah suatu hukum dasar yang menyatakan bahwa arus listrik
yang mengalir pada suatu penghantar berbanding lurus dengan tegangan
listrik yang diterapkannya, namun arus listrik berbanding terbalik dengan
hambatan listrik. Dengan begitu, Hukum Ohm dapat dinyatakan dalam rumus
𝑉 = 𝐼 × 𝑅 dengan 𝑉 adalah tegangan listrik, 𝐼 adalah arus listrik, dan 𝑅
adalah hambatan listrik. Hukum Kirchoff dibagi menjadi dua, yaitu Hukum
V -15 Kelompok 07
PAGE 15 Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
2
Kirchoff I dan Hukum Kirchoff II. Hukum Kirchoff I merupakan hukum
kekekalan muatan listrik yang menyatakan bahwa kuat arus listrik yang
mengalir masuk dalam suatu rangkaian akan tetap sama dengan kuat arus
listrik yang mengalir keluar dalam rangkaian tersebut. Hukum Kirchoff I
dapat dinyatakan dalam rumus ∑ 𝐼 𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘 = ∑ 𝐼 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟. Hukum Kirchoff II
merupakan hukum konservasi energi yang menyatakan bahwa pada
rangkaian yang tidak bercabang atau tertutup, jumlah beda potensialnya harus
sama dengan nol. Hukum Kirchoff II dapat dinyatakan dalam rumus ∑ ε +
∑ 𝐼 𝑅 = 0.
4. Voltmeter adalah sebuah alat ukur yang memiliki fungsi untuk mengetahui
berapa besarnya tegangan listrik yang terdapat dalam suatu rangkaian listrik.
Skala yang digunakan untuk mengukur tegangan listrik tersebut adalah Volt
(V). Cara penggunaan dari voltmeter yaitu dipasang secara paralel dengan
objek yang diukur. Amperemeter adalah sebuah alat ukur yang memiliki
fungsi untuk mengukur seberapa kuatnya arus listrik yang mengalir dalam
suatu rangkaian listrik. Skala yang digunakan untuk mengukur arus listrik
tersebut adalah Ampere (A). Cara penggunaan dari amperemeter yaitu
dipasang secara seri dengan rangkaian tersebut saat dilakukan pengukuran.
V -16 Kelompok 07
PAGE 16 Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
2
DAFTAR PUSTAKA
Kelompok 07
Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
1.2 Pengukuran Massa Benda menggunakan Neraca
Kelompok 07
Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
1.3 Pengukuran Ketebalan Benda menggunakan Mikrometer Sekrup
Kelompok 07
Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
1.4 Pengukuran Volume Benda menggunakan Gelas Ukur
Kelompok 07
Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
2.1 Percobaan A Menentukan Kapasitas Kalor Kalorimeter
Kelompok 07
Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
2.2 Percobaan B Menentukan Kalor Jenis Logam Besi
Kelompok 07
Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
2.3 Percobaan B Menentukan Kalor Jenis Logam Alumunium
Kelompok 07
Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
2.4 Percobaan B Menentukan Kalor Jenis Logam Kuningan
Kelompok 07
Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
3.1 Percobaan Pengaruh Massa Beban terhadap Perhitungan
Kelompok 07
Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
3.2 Percobaan Pengaruh Panjang Tali terhadap Perhitungan
Kelompok 07
Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
4.1 Dokumentasi Percobaan 1 GLB
Kelompok 07
Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
4.2 Dokumentasi Percobaan 2 GLB
Kelompok 07
Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
4.3 Screen Capture Percobaan 1 GLBB
Kelompok 07
Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
4.4 Screen Capture Percobaan 2 GLBB
Kelompok 07
Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
5.1 Percobaan Rangkaian Seri
Kelompok 07
Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
5.2 Percobaan Rangkaian Paralel
Kelompok 07
Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie
5.3 Percobaan Hukum Kirchoff
Kelompok 07
Akhdan – Bunga – Desti – Dimas – Elvie