Anda di halaman 1dari 61

RESUME BUKU

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perencanaan Dan Evaluasi Pendidikan
Dasar

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Harun, M.Pd.

Disusun oleh:
Wulan Tri Puji Utami
23012050031

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN PSIKOLOGI UNIVERSITAS NEGERI
YOGYAKARTA
2023

1
MATERI I
PENGAMBILAN KEPUTUSAN DI KELAS DAN PENGGUNAAN PENILAIAN

A. Studi Kasus Penilaian Yang Digunakan Untuk Keputusan Pendidikan


Berbagai keputusan pendidikan banyak bergantung pada penilaian, khususnya di
kelas. Sering kali dilakukan identifikasi terhadap prinsip-prinsip dasar yang berhubungan
dengan evaluasi dan penggunaan informasi penilaian. Hal ini menekankan tentang
prinsip-prinsip dasar dari suatu penilaian harus diikuti dan bersifat tanpa perhitungan atau
disamaratakan. Ternyata, setelah kita memahami prinsip dasarnya, kita akan dapat
menentukan kapan penilaian tersebut tepat dan tidak tepat.
B. Keputusan Guru Kelas
Pengajaran dan pembelajaran mengharuskan kita untuk terus mengumpulkan
informasi dan mengambil keputusan. Kita mungkin tidak menyadarinya, namun guru
membuat keputusan tentang siswanya setiap 2 hingga 3 menit (Shavelson & Stem, 1981).
Ini berarti sekitar 20 keputusan setiap periode kelas. Keputusan atau penentuan
pengajaran yang baik memerlukan informasi yang baik. Prosedur penilaian yang baik
mengumpulkan informasi yang masuk akal. Para peneliti memperkirakan bahwa guru
mungkin menghabiskan sepertiga hingga separuh waktunya dalam kegiatan yang
berhubungan dengan penilaian (Stiggins, Conklin, & Associates, 1992).
Untuk membantu memikirkan tentang banyaknya keputusan yang harus diambil
seorang guru, diperlukan serangkaian pertanyaan yang harus dijawab oleh guru sebelum,
selama, dan setelah mengajar. Contoh metode penilaian yang mungkin memberi kita
informasi berguna untuk mengambil keputusan tercantum dalam tanda kurung setelah
setiap pertanyaan.
C. Pedoman Pemilihan dan Penggunaan Penilaian Kelas
Penilaian merupakan proses memperoleh informasi untuk pengambilan keputusan
pendidikan tertentu. Guru harus memfokuskan kegiatan penilaian pada informasi yang
diperlukan untuk membuat keputusan pendidikan. Artinya guru harus kompeten dalam
memilih dan menggunakan penilaian.
D. Pengukuran
Pengukuran didefinisikan sebagai suatu prosedur untuk memberikan angka
(biasanya disebut skor) pada suatu atribut atau karakteristik tertentu dari seseorang
sedemikian rupa sehingga angka tersebut menggambarkan sejauh mana orang tersebut
memiliki atribut tersebut. Ciri penting dari prosedur penetapan angka dalam pengukuran
adalah bahwa skor yang dihasilkan menjaga urutan yang ada di dunia nyata di antara
orang-orang yang diukur. Misalnya, jika siswa lain pandai dalam mengeja dari pada siswa
A, tes yang mengukur kemampuan mengeja siswa A akan menghasilkan skor siswa yang

2
lain (pengukur siswa lainnya) lebih tinggi dari skor siswa A.
Guru dapat melihat dari definisi sebelumnya bahwa penilaian mungkin
memberikan pengukuran atau tidak. Jika suatu prosedur menggambarkan seorang siswa
dengan label atau kategori kualitatif, siswa tersebut dinilai, namun tidak diukur dalam
pengertian yang digunakan di sini. Penilaian merupakan istilah yang lebih luas
dibandingkan tes atau pengukuran karena tidak semua jenis penilaian menghasilkan
pengukuran.
E. Evaluasi
Evaluasi didefinisikan sebagai proses membuat penilaian nilai atas nilai produk
atau kinerja siswa. Misalnya, guru mungkin menilai tulisan siswa sangat bagus untuk
penempatan nilainya. Evaluasi ini dapat mengarahkan guru untuk mendorong siswa
tersebut untuk mengikuti kompetisi esai nasional. Untuk melakukan evaluasi ini, pertama-
tama guru harus menilai kemampuan menulisnya. Guru dapat mengumpulkan informasi
dengan meninjau jurnal siswa tersebut, membandingkan tulisannya dengan siswa lain dan
dengan standar kualitas tulisan yang diketahui, dan sebagainya. Penilaian tersebut
memberikan informasi yang dapat digunakan untuk menilai kualitas atau nilai tulisan
siswa. Penilaian guru bahwa tulisan siswa berkualitas tinggi akan membuat keputusan
untuk mendorongnya mengikuti kompetisi. Evaluasi adalah dasar untuk mengambil
keputusan tentang tindakan apa yang harus diambil.
Guru melakukan evaluasi siswa untuk tujuan formatif atau sumatif. Evaluasi
formatif terhadap prestasi siswa artinya kita menilai kualitas prestasi siswa pada saat
siswa tersebut masih dalam proses belajar. Guru melakukan evaluasi formatif terhadap
siswa sehingga dapat memandu langkah pembelajaran mereka selanjutnya. Ketika guru
mengajukan pertanyaan di kelas untuk melihat apakah siswa memahami pelajaran,
misalnya, guru memperoleh informasi untuk mengevaluasi pembelajaran mereka secara
formatif. Guru kemudian dapat menyesuaikan pelajaran jika siswa belum memahaminya.
Evaluasi sumatif terhadap prestasi siswa berarti menilai kualitas atau nilai prestasi siswa
setelah proses pembelajaran selesai. Memberikan nilai huruf pada rapor adalah salah satu
contoh pelaporan evaluasi sumatif guru terhadap prestasi siswa.
F. Penilaian Dan Akuntabilitas Dengan Tinggi
Mungkin tidak mengejutkan bagi guru bahwa apa yang diajarkan dan cara
mengajarkannya tidak sepenuhnya berada di bawah kendali. Namun, mungkin
mengejutkan bagi para guru pemula bahwa penilaian yang dibuat secara eksternal di kelas
akan membentuk dan memengaruhi apa yang mereka ajarkan dan cara mereka menilai
siswanya. Program penilaian yang diamanatkan secara hukum memberikan batasan pada

3
pengajaran. Guru perlu menyadari hal ini saat merencanakan proses pembelajaran.

G. Tindakan Tidak Ada Anak yang Tertinggal


Undang-Undang No Child Left Behind penting dalam diskusi kita mengenai
penilaian berisiko tinggi karena undang-undang ini mengharuskan negara untuk
menetapkan standar konten dan standar kinerja yang menantang (disebut sebagai standar
pencapaian dalam literatur Undang-undang NCLB), dan untuk menunjukkannya melalui
tes. dan penilaian lainnya seberapa baik siswa telah mencapai tingkat pencapaian yang
tinggi berdasarkan standar ini. Kegagalan negara bagian untuk memberikan demonstrasi
ini akan mengakibatkan hilangnya dana pendidikan federal yang disahkan berdasarkan
Undang-Undang NCLB. Penilaian berdasarkan UU NCLB adalah alat akuntabilitas
tingkat sekolah. Persyaratan Kemahiran Berbasis Standar Standar isi menggambarkan
fakta, konsep, prinsip, dan seterusnya sehingga siswa diharapkan untuk belajar. Standar
kinerja menggambarkan hal-hal yang dapat dilakukan atau dilakukan siswa setelah
standar konten dipelajari.
E. Penilaian Dan Keputusan Pendidikan Tentang Siswa
Di dalam penilaian terdapat berbagai pertimbangan untuk membuat suatu
keputusan dimana keputusan tersebut akan mempengaruhi pertimbangan evaluasi yang
digunakan. Prosedur penilaian memungkinkan guru untuk memberikan beberapa pilihan
terkait jenis penilaian yang akan membantu siswa. Hal ini biasa berkaitan dengan
orangtua dimana mereka akan menanyakan prosedur penilaian apa yang digunakan guru
dalam memberikan nilai kepada anaknya sehingga dalam pembahasan ini akan diberikan
beberapa pandangan terkait pemilihan keputusan penilaian bagi siswa.
G. Meningkatkan Kompetensi Penilaian Siswa
Dalam mengevaluasi tingkat kompetensi dan fokus pada bidang keterampilan,
maka terdapat standar-standar atau kompetensi yang dapat menjadi acuan dalam penilaian
siswa namun hal ini bersifat dinamis sehingga akan terus berkembang. Berikut 7
kompetensi yang menjadi acuan dalam mengembangan penilaian.
a. Guru harus terampil dalam memilih metode penilaian yang sesuai untuk keputusan
pembelajaran
Dalam pengertian ini, guru diupayakan untuk mampu memberikan umpan balik yang
tepat untuk siswa, mendiagnosis kebutuhan pembelajaran kelompok atau individu,
merencanakan program, memotivasi siswa, dan mengevaluasi prosedur pembelajaran.
Untuk menemukan datanya maka guru dapat melakukan tes, pertanyaan lisan,
penilaian kinerja yang tersrtuktur dan spontan, observasi, dan lain-lain

4
b. Guru harus terampil dalam mengembangkan metode penilaian yang sesuai untuk
keputusan pembelajaran. Dalam standar ini guru akan memiliki keterampilan dalam
pengumpulan data/informasi yang memudahkan pengambilan keputusan.
c. Guru harus terampil dalam mengamati, menilai, dan menafsirkan hasil metode
penilaian yang digunakan secara eksternal dan diproduksi guru. Dalam pengertian ini,
guru akan terampil menafsirkan hasil penilaian yang dihasilkan guru. Guru akan
mampu melaksanakan tes prestasi standard an mampu mengintrepretasikan skor
umum yang dilaporkan.
d. Guru harus terampil menggunakan hasil penilaian saat mengamil keputusan tentang
individu siswa, merencanakan keputusan tentang inidvidu siswa, merencanakan
pengajaran, mengembangkan kurikulum, dan peningkatan sekolah
e. Guru harus terampil dalam mengembangkan prosedur penilaian siswa yang valid
dengan menggunakan penilaian siswa. Dalam hal ini guru akan memahami dan
mampu mengartikulasikan nilai yang diberikan untuk siswa, memberikan alasan
rasional, dapat dibenarkan, dan adil.
f. Guru harus terampil dalam mengkomunikasikan hasil penilaian kepada siswa,
orangtua, audiens umum, dan pendidik lainnya. Guru harus secara rutin melaporkan
hasil penilaian siswa kepada pemangku kepentingan untuk mengkomunikasikan hal-
hal yang dirasa perlu. g. Guru harus terampil mengenali metode penilaian, dan
penggunaan informasi penilaian yang tidak etis, illegal, dan tidak pantas.

5
MATERI 2
MENDESKRIPSIKAN TUJUAN PENDIDIKAN DAN TUJUAN PEMBELAJARAN

A. Pentingnya Tujuan Pembelajaran


Tujuan pembelajaran menentukan apa yang siswa harus capai. “Goal” teaching
tidak hanya menyelesaikan materi dan menekankan keaktifan siswa. Namun,
fokus pembelajaran harus meliputi 1) prestasi dan 2) proses. Tujuan pembelajaran
harus dapat menyatakan apa yang siswa lakukan setelah diajar oleh guru.
Objectives = learning targets = achievement targets = tujuan pembelajaran Target
Pembelajaran Membantu Mengarahkan Proses Instruksional
Instruksi adalah proses yang anda gunakan untuk siswa dengan menyediakan
kondisi yang membantu mereka mencapai tujuan pembelajaran. Beberapa tujuan
pembelajaran bersifat kognitif, artinya berhubungan terutama dengan pengetahuan
intelektual dan keterampilan berpikir. Misalnya, anda mungkin ingin siswa
membaca klaim yang dibuat. Anda oleh seorang tokoh politik dan menentukan
apakah terdapat bukti yang mendukung klaim tersebut.
Hasil pembelajaran lainnya bersifat afektif, yang berarti bahwa hasil belajar
tersebut berkaitan dengan apa yang seharusnya dirasakan siswa atau apa yang
harus mereka hargai. Misalnya, mungkin ingin siswa menghargai hak untuk
memilih dalam pemilu dibandingkan aktivitas lain yang bersaing untuk
mendapatkan waktu mereka. Sebagai contoh lain, anda mungkin ingin siswa
merasa nyaman ketika berbicara di depan teman sekelasnya tentang cara
menyelesaikan masalah matematika. Namun, target pembelajaran lainnya adalah
psikomotorik, yang berarti bahwa tujuan pembelajaran tersebut terutama berkaitan
dengan keterampilan motorik, dan persepsi fisik. Misalnya, anda mungkin ingin
siswa mengatur, memfokuskan, dan menggunakan mikroskop dengan benar
selama penyelidikan sains terhadap air kolam.
B. Interaksi Tiga Kegiatan Pembelajaran
Aktivitas bersebut bersifat mendasar dan proses satu-dua-tiga yang lurus.
Menetapkan tujuan pembelajaran yang jelas akan membantu anda merencanakan
pembelajaran anda secara efesien, melaksanakan pembelajaran anda secara efektif,
dan menilai hasil siswa secara valid. Menilai dan mengevaluasi siswa
menggunakan target pembelajaran yang ditentukan dengan jelas memberi anda
informasi tentang bagaimana membimbing pembelajaran siswa dan seberapa
efektif pembelajaran anda. Informasi ini, pada gilirannya, dapat digunakan untuk

6
menyesuaikan pembelajaran anda, untuk merencanakan kegiatan berikutnya, atau
untuk menentukan tujuan pembelajaran dengan lebih baik.
C. Tujuan Pendidikan, Standar Negara, Dan Tujuan Pembelajaran Tujuan
Pendidikan Vs Tujuan Pembelajaran Spesifik
Sekolah dan pembelajaran terorganisisr lainnya membantu siswa mencapai
tujuan pembelajaran. Salah satu dari banyak cara untuk mendefinisikan tujuan
pendidikan adalah bahwa mereka adalah aktivitas manusia yang berkontribusi
pada fungsi masyarakatnya (termasuk berfungsinya individu dalam masyarakat)
dan mana yang bisa diperoleh melalui pembelajaran.
Tujuan pendidikan dinyatakan secara luas. Mereka memberikan arahan dan
tujuan untuk merencanakan kegiatan pendidikan secara keseluruhan. Contoh
pernyataan tujuan pendidikan yang luas muncul dalam laporan yang disiapkan
oleh departemen pendidikan negara bagian, sistem sekolah setempat, dan asosiasi
seperti Dewan Guru Matematika Nasional, Asosiasi Amerika untuk kemajuan
sains, dan Asosiasi Ahli Geografi Amrika Serikat.

D. Standar Negara Versus Tujuan Standar


Pembelajaran negara Bagian Anda mungkin telah mengamanatkan agar siswa
memenuhi serangkaian standar pendidikan. Standar adalah pernyataan tentang apa
yang diharapkan dipelajari oleh siswa. Beberapa negara bagian menyebut
pernyataan ini sebagai keterampilan penting, ekspektasi pembelajaran, hasil
pembelajaran, ekspektasi pencapaian, atau nama lainnya. Undang Undang NCLB
mewajibkan semua negara bagian untuk menentukan standar prestasi dan menilai
pencapaian siswa terhadap standar tersebut. Seringkali ada dua set standar
pencapaian. Standar isi adalah pernyataan tentang fakta, konsep, prinsip, dan
sebagainya yang diharapkan dipelajari oleh siswa. Misalnya, standar ilmu
kehidupan mungkin adalah, “ Siswa harus mengetahui bahwa inti sel adalah
tempat informasi genetik berada pada tumbuhan dan hewan”. Standar Kinerja
adalah pernyataan tentang hal-hal yang dapat dilakukan atau dilakukan siswa
setelah standar isi dipelajari. Misalnya, “siswa bisa mengkidentifikasi inti sel
dalam berbagai slide mikroskopis sel tumbuhan dan hewan”.
E. Tujuan Pembelajaran Khusus sebagai Pernyataan Penguasaan
Penilaian berfokus pada apa yang dapat anda lihat dilakukan siswa. Dari
pengamatan ini anda akan menyimpulkan apakah mereka telah mencapai target
pembelajaran. Misalnya, unit biologi sekolah menengah tentang sel hidup

7
mungkin memiliki target pembelajaran umum bahwa bahwa siswa siswa harus
“mempelajari organisasi dan fungsi sel”. Namun, apa yang dapat dilakukan siswa
untuk menunjukkan pembelajaran mengenai tujuan umum ini? Mungkin ada
beberapa jawaban terhadap pertanyaan ini, masing-masing diungkapkan sebagai
tujuan instruksional tertentu dari masing-masing menggambarkan apa yang dapat
dilakukan oleh seorang siswa, seperti yang ditunjukkan dalam contoh berikut :
Contoh :

1. Siswa dapat menggambar model berbagai jenis sel dan beri label pada bagian-
bagiannya.
2. Siswa dapat membuat daftar bagian-bagian sel dan menjelaskan struktur
yang terdapat di dalamnya.
3. Siswa dapat menjelaskan fungsi-fungsi yang dilakukan oleh sel-sel
yang berbeda dan bagaimana fungsi-fungsi tersebut berhubungan lainnya.
Pernyataan tentang apa yang dapat dilakukan siswa pada akhir pembelajaran
dapat disebut target penguasaan pembelajaran. Hal ini juga disebut sebagai
pernyataan “bisa melakukan”. Hal ini juga disebtu hasil pembelajaran spesifik dan
tujuan perilaku.
F. Target Pembelajaran Penguasaan Vs Target Pembelajaran Perkembangan
Beberapa keterampilan dan kemampuan lebih tepat dinyatakan pada tingkat
abstraksi yang lebih tinggi daripada target pembelajaran penguasaan untuk
mengkomunikasikan bahwa keterampilan dan kemampuan tersebut terus
dikembangkan sepanjang hidup.
G. Taksonomi Target Pembelajaran
Cukup menulis target pembelajaran "dari atas kepala Anda" bisa membuat
frustasi karena ada kemungkinan target yang tampaknya tak ada habisnya.
Selanjutnya, jika Anda tidak terbiasa menulis target leaming, Anda cenderung
menulis terlebih dahulu target yang memiliki fokus sangat sempit, menentukan
topics konten, dan mewakili keterampilan kognitif tingkat rendah. Taksonomi
dapat membantu Anda mengingat berbagai target penting dan keterampilan
berpikir.
Taksonomi target pembelajaran instruksional adalah skema yang sangat
terorganisir untuk mengklasifikasikan target pembelajaran ke dalam berbagai
tingkat kompleksitas. Secara umum, target pendidikan terbagi dalam salah satu
dari tiga domain:

8
1. Domain kognitif: Target fokus pada pengetahuan dan kemampuan yang
membutuhkan memori, pemikiran, dan proses penalaran.
2. Domain afektif: Target fokus pada perasaan, minat, sikap, disposisi, dan
keadaan emosional.
3. Domain psikomotorik: Target fokus pada keterampilan motorik dan proses
perseptial.

Target leaming dalam setiap domain dapat diklasifikasikan dengan


menggunakan taksonomi untuk domain tersebut. Karena ada lebih dari satu cara
untuk mendefinisikan skema klasifikasi, beberapa taksonomi lain telah
dikembangkan untuk menyortir target pembelajaran dalam domain tertentu.
Berdasarkan beberapa pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan:

1. Tujuan pendidikan dinyatakan secara luas. Mereka memberikan arahan dan


tujuan untuk merencanakan kegiatan pendidikan secara keseluruhan. Sedangkan
tujuan pembelajaran dirancang secara spesifik sebagai bahan evaluasi siswa
dalam keberhasilan belajar pada mata pelajaran tertentu.
2. Taksonomi target pembelajaran instruksional adalah skema yang sangat
terorganisir untuk mengklasifikasikan target pembelajaran ke dalam berbagai
tingkat kompleksitas.
3. Pengajaran seharusnya berfokus pada perubahan kinerja siswa, tujuan
pembelajaran harus menggambarkan kinerja siswa. Namun, bukan hal yang
tabu jika beberapa panduan guru, kerangka kurikulum, dan materi lainnya berisi
pernyataan yang tidak berfokus pada siswa.

9
BAB III
Completion, Short-Answer, and True-False Items

A. Three fundamental principles for crafting assessment (tiga prinsip dasar dalam
pembuatan evaluasi)
1. Prinsip Penilaian Pendidikan
Pada kegiatan peningkatan mutu pendidikan, guru berperan penting saat
kegiatan belajar mengajar. Guru adalah profesi paling penting pada kegiatan
belajar untuk menentukan kualitas hasil belajar peserta didik (Hayati 2021). Guru
kelas khususnya pada sekolah dasar, wajib mempunyai kemampuan
meningkatkan profesionalitas secara terus menerus (Irmawanty dkk, 2019). Hal
yang terjadi dalam proses pembelajaran yaitu kurangnya perhatian guru terhadap
aspek penilaian hasil belajar. Dapat diartikan bahwa pendidik lebih fokus ketika
proses belajar saja, dapat dikatakan juga bahwa proses belajar harus berjalan
lancar. Sehingga, kurang dalam memperhatikan tujuan yang ingin dicapai,
berakibat pada teknik penilaian yang sederhana dan belum terpenuhi kriteria
yang ada. Dan juga, masih terdapatkesalahan baik dalam pemahaman konseptual
pendidik tentang penilaian maupun dalam pelaksanaan dan pemakaian hasil
penilaian tersebut. Biasanya guru jarang mempelajari suatu penilaian dan
melakukan penilaianseolah-olah apa adanya tanpa terlebih dahulu memahami
prinsip-prinsip penilaian serta tujuan dan fungsi penilaian.
2. Pendekatan dalam penilaian
Menurut (Arifin,2012)terdapat 2 pendekatan pada penilaian,
yakni: Criterion-Referenced-Assessment (CRA) dan Norm-
Referenced-Assesment (NRA). Penjelasannya sebagai berikut:
a. Criterion-Referenced-Assessment (CRA) ialah penilaian acuan dalam patukan
yang menjadi acuapan dalam hal yang dilakukan peserta didik atau
kemampuannya, tidak membandingkan individu dengan individu lain.
Kriteria disini ialah pencapaian kompetensi peserta didik setelah
pembelajaran.Rentag kriteria 70%-90%. Bagi yang mendapatkan dibawah
criteria, maka ia tidak berhasil dalam menyelesaikan materi yang telah
diajarkan dan harus melakukan remedial. Penilaian ini dapat meningkatkan
hasil peserta didik dalam belajar dan mereka sungguh- sungguh untuk
mencapainya (Irhamni,2018)

10
b. Norm-Referenced-Assesment (NRA) ialah penilaian acuan dalam
norma kelompok . Perolehan nilai denganmembandingkan hasil
belajar individu dengan individu lainnya atau berdasarkan
kelompok kemudian penilaiannya dimasukkan pada rentang hasil
belajar yang telah ditetapkan, Memberi penilaian dari hasil
perolehan pada skor kelompok tersebut .
B. Short-answer items (Item Jawaban Singkat)
1. Beragam Format Jawaban Singkat (Varieties of short-answer formats)
Ada berbagai variasi format pertanyaan singkat (short-answer
formats) yang dapat digunakan dalam penilaian pendidikan. Berikut
adalah beberapa variasi format pertanyaan singkat yang dapat
digunakan:
a. Jawaban Singkat Terbuka: Ini adalah format pertanyaan di mana
siswa diminta untuk memberikan jawaban dalam bentuk kalimat
atau beberapa kalimat singkat. Format ini memungkinkan siswa
untuk mengekspresikan pemikiran mereka secara bebas.
b. Kata-kata Kunci atau Frasa: Dalam format ini, siswa diminta untuk
memberikan kata kunci atau frasa pendek yang merangkum konsep
atau informasi yang relevan. Ini dapat digunakan untuk menguji
pemahaman konsep atau definisi.
c. Daftar atau Poin-poin: Siswa diminta untuk menyusun daftar atau
poin- poin terkait dengan topik atau pertanyaan tertentu. Ini dapat
digunakan untuk menguji pemahaman tentang rangkaian konsep
atau langkah- langkah.
d. Penomoran atau Urutan: Dalam format ini, siswa diminta untuk
mengurutkan informasi, peristiwa, atau langkah-langkah dalam
urutan yang benar. Ini digunakan untuk menguji pemahaman
urutan logis atau prosedur.
e. Identifikasi: Siswa diminta untuk mengidentifikasi elemen atau
komponen yang relevan terkait dengan topik atau masalah tertentu.
Ini digunakan untuk menguji pemahaman komponen-komponen
yang penting.

11
f. Pemilihan dari Opsi: Siswa diberikan pilihan jawaban dan diminta untuk
memilih yang benar atau yang paling sesuai. Ini mirip dengan format pilihan
ganda, tetapi dengan pilihan yang lebih sedikit.
g. Isian Singkat: Siswa diminta untuk melengkapi kalimat atau pernyataan yang
tidak lengkap dengan informasi yang relevan. Ini dapat digunakan untuk
menguji pemahaman konteks atau hubungan antara konsep.
h. Pertanyaan Desain: Siswa diminta untuk merancang atau merumuskan solusi
untuk masalah tertentu dalam beberapa kalimat atau dalam bentuk singkat. Ini
digunakan untuk menguji pemahaman konsep yang lebih mendalam dan
kemampuan pemecahan masalah.
2. Merancang Item Pertanyaan Singkat. ( crafting short-answer items)
Konteks umum, "crafting short-answer items" (membuat item pertanyaan
singkat) merujuk kepada proses merancang pertanyaan singkat atau pertanyaan
berbentuk jawaban singkat yang digunakan dalam penilaian
pendidikan.Pembuatan item pertanyaan singkat adalah bagian penting dari
pengembangan instrumen penilaian yang efektif. Hal ini melibatkan merancang
pertanyaan yang sesuai dengan tujuan pembelajaran, mengukur pemahaman atau
kemampuan yang ingin diuji, serta menyusun instruksi dan skoring yang jelas.
Selain itu, pertanyaan singkat harus diformulasikan sedemikian rupa sehingga
dapat memberikan informasi yang berharga tentang kemajuan siswa dan
membantu dalam pengambilan keputusan pembelajaran.

12
Materi 4
MULTIPLE-CHOICE AND MATCHING EXERCISES

1. Format Butir Soal Pilihan Ganda


Soal pilihan ganda terdiri dari satu atau beberapa kalimat pengantar yang diikuti
dengan daftar dua atau beberapa pilihan jawaban. Siswa harus memilih jawaban
yang benar dari antara jawaban yang Anda cantumkan. Contoh berikut
menggambarkan format ini.

Contoh

Manakah dari hal-hal berikut ini, yang


dikombinasikan dengan revolusi matahari, Batang soal
yang
menyebabkan terjadinya musim?
A. Frekuensi Kemunculan Bintik Matahari
B. Tarikan gravitasi bulan Pengecoh
C. Intensitas cahaya yang dipancarkan oleh
matahari
*D. Kemiringan sumbu Bumi Alternatif kunci jawaban

Batang
Batang soal adalah bagian dari soal yang mengajukan pertanyaan, menetapkan
tugas yang harus dilakukan siswa, atau menyatakan masalah yang harus dipecahkan
siswa. Anda menulis stem agar siswa memahami tugas apa yang harus dilakukan
atau pertanyaan apa yang harus dijawab.

Alternatif
Guru menyebut daftar tanggapan yang disarankan dengan berbagai nama:
alternatif, tanggapan, pilihan, dan opsi. Alternatif-alternatif tersebut harus selalu
disusun dengan cara yang bermakna (secara logis, secara numerik, abjad, dll.).
Urutan kronologis kejadian dan ukuran objek (besar, sedang, kecil) adalah contoh
urutan logis. Jika tidak ada urutan logis atau numerik di antara mereka, alternatif
harus disusun dalam urutan abjad. Pada contoh sebelumnya, alternatif disusun
berdasarkan urutan abjad. Alasannya adalah karena Anda tidak ingin membuat pola
yang dapat memberi petunjuk jawaban bagi siswa yang tidak mengetahuinya. Kedua,

13
mengikuti aturan ini akan menghemat waktu siswa.
2. Alternatif dan Pengalih Perhatian Utama
Alternatif yang merupakan jawaban yang benar atau terbaik untuk pertanyaan atau
masalah yang Anda ajukan disebut jawaban kunci, alternatif kunci, atau kunci.
Alternatif lain yang salah disebut pengecoh atau distraktor. Tujuan dari pengecoh
adalah untuk menyajikan jawaban yang masuk akal (tetapi salah) jawaban atas
pertanyaan atau solusi untuk masalah di buritan. Pertanyaan-pertanyaan ini harus
masuk akal hanya untuk siswa yang tidak memiliki tingkat pengetahuan atau
pemahaman yang dibutuhkan oleh target pembelajaran-mereka yang belum
mempelajari materi dengan cukup baik. Sebaliknya, pertanyaan tidak boleh masuk
akal bagi siswa yang memiliki tingkat pengetahuan yang Anda inginkan.
3. Kritik
Wood (1977) telah merangkum beberapa kritik terhadap tes pilihan ganda. Tentu
saja, sebagian besar kritik yang diungkapkan dalam bagian ini juga berlaku untuk
semua jenis prosedur penilaian. Namun, dalam format penilaian lainnya, kelemahan-
kelemahan tersebut dapat muncul dalam cara guru memberikan tugas atau dalam
rubrik yang digunakan guru untuk menilai jawaban siswa.
1. Siswa harus memilih dari daftar pilihan yang sudah ditentukan, bukannya
menciptakan atau mengekspresikan ide atau solusi mereka sendiri. Jika Anda hanya
mengandalkan tes pilihan ganda, Anda akan berisiko memberikan sedikit atau
bahkan tidak ada
kesempatan kepada siswa untuk menulis tentang towir dalam mata pelajaran yang
mereka pelajari. sedang belajar.
2. Butir soal pilihan ganda yang ditulis dengan buruk dapat bersifat dangkal, sepele,
dan terbatas pada pengetahuan faktual. Tentu saja, begitu juga dengan format
penilaian yang dibuat dengan buruk. Mendapatkan pengetahuan dan keterampilan
untuk mengatasi kritik ini adalah alasan mengapa Anda mengikuti kursus ini!
3. Karena biasanya hanya satu pilihan jawaban yang dianggap benar, siswa yang lebih
pandai mungkin akan dihukum karena tidak memilih pilihan tersebut. Siswa yang
lebih cerdas dapat mendeteksi kekurangan dalam soal pilihan ganda karena
ambiguitas kata- kata, sudut pandang yang berbeda, atau pengetahuan tambahan
tentang mata pelajaran tersebut; sedangkan siswa lain tidak.
4. Butir soal pilihan ganda cenderung mengarah pada pengetahuan yang
"terstandardisasi", "divulgarisasi", atau "disetujui". Masalah yang dipecahkan siswa

14
pada soal pilihan ganda cenderung sangat terstruktur dan tertutup (memiliki satu
jawaban yang benar). Hal ini memberikan kesan bahwa semua Soal-soal dalam
suatu bidang studi memiliki satu jawaban yang benar, yang dapat mendorong siswa
untuk menaruh terlalu banyak kepercayaan pada kebenaran figur otoritas atau dapat
salah mengartikan suatu bidang studi sebagai bidang studi yang memiliki dasar
pengetahuan yang tetap dan terbatas. Lebih lanjut, jika Anda menggunakan tes
pilihan ganda yang tidak menggunakan soal- soal yang terkait dengan materi
interpretasi yang realistis, hal ini akan mengakibatkan tes tidak memiliki konteks
dunia nyata. Hal ini disebut sebagai pengetahuan yang didekontekstualisasikan.
Akibatnya, tes Anda mungkin tidak dapat menilai apakah siswa dapat
menggunakan apa yang telah mereka pelajari dalam konteks yang bermakna dan
otentik.
5. Penggunaan tes pilihan ganda secara eksklusif untuk penilaian yang penting atau
berisiko tinggi dapat membentuk pendidikan dengan cara yang tidak diinginkan.
Mereka yang keberatan dengan tes pilihan ganda menunjukkan bahwa Jenis ujian
yang Anda gunakan dapat membentuk isi dan sifat instruksi yang Anda berikan
kepada siswa. Jika soal pilihan ganda dalam penilaian berisiko tinggi, maka
fokuslah pada pengetahuan faktual, guru cenderung menggunakan teknik drill-and-
practice untuk mempersiapkan siswa dalam menghadapi ujian. Jika tes berisi soal
pilihan ganda yang menilai penggunaan pengetahuan dan penerapan keterampilan
berpikir tingkat tinggi, strategi pengajaran drill-and-practice menjadi kurang efektif.

Materi 5
TUGAS PENILAIAN ESAI

A. Format Untuk Soal Esai dan Cara Menjawab


1. Bentuk Soal Esai Jawaban Terbatas
Format esai biasanya diklasifikasikan menjadi dua kelompok: Soal esai yang
jawabannya terbatas dan soal esai yang jawabannya diperluas. Kedua jenis ini
merupakan alat yang berguna, tetapi untuk tujuan yang berbeda. Jawaban esai
terbatas didefinisikan sebagai bentuk esai dengan jawaban terbatas yang
membatasi baik isi jawaban siswa maupun bentuk respons tertulis mereka. Hal
ini dilakukan dengan cara menyusun tugas dengan jawaban terbatas. Siswa
diberikan pertanyaan atau pernyataan tertentu dan harus memberikan jawaban
yang spesifik dan terbatas pada topik yang telah ditentukan. Artinya, siswa tidak

15
memiliki kebebasan sepenuhnya untuk menjelajahi topik sesuai keinginannya,
melainkan harus tetap fokus pada hal-hal yang telah ditentukan.

2. Bentuk Soal Jawaban Diperluas


Soal esai jawaban yang diperluas adalah jenis soal yang meminta siswa atau
peserta ujian untuk memberikan jawaban yang lebih rinci, mendalam, dan
terperinci daripada soal esai jawaban singkat. Konsep ini melibatkan pembuatan
pertanyaan yang mengharuskan jawaban yang lebih panjang dan komprehensif.
Soal esai dengan jawaban yang diperluas mengharuskan siswa untuk menulis
esai di mana mereka bebas mengekspresikan dan mengatur ide-ide dalam
jawaban mereka sendiri. Ada beberapa cara untuk menulis jawaban yang baik.
Seorang siswa bebas memilih cara untuk menjawab, dan tingkat kebenaran atau
kelayakan respons siswa hanya dapat dinilai oleh guru yang terampil dan
memiliki pengetahuan mengenai subjek tersebut.
Ada dua manfaat dari soal esai dengan jawaban diperluas yakni: (a) menilai
kemampuan menulis umum siswa; (b) pengetahuan materi pelajaran. Jika tujuan
Anda hanya untuk menilai kemampuan menulis, esai Anda harus memberikan
petunjuk kepada siswa.

B. Manfaat dari Penilaian Esai


Penilaian esai memiliki berbagai manfaat penting dalam konteks pendidikan
dan evaluasi. Salah satu kegunaannya adalah mengukur pemahaman yang
mendalam dari siswa. Penilaian esai memungkinkan pengukuran pemahaman siswa
yang lebih mendalam terhadap materi pelajaran. Siswa harus menjelaskan,
menganalisis, dan menerapkan konsep-konsep dengan cara yang jelas dan rinci.
Soal esai mendorong siswa untuk berpikir kritis. Mereka harus menguraikan ide,
menyusun argumen, dan mengembangkan bukti untuk mendukung pendapat
mereka.
Berikut ini dijelaskan secara terperinci beberapa kegunaan dari penilaian
esai.
1. Kemampuan dan keterampilan siswa dinilai dari soal esai.
Seperti yang sudah dibahas sebelumnya bahwa soal pilihan ganda dapat
mengukur beberapa kemampuan yang sama. Saran untuk mengembangkan soal
pilihan ganda dan esai untuk mengukur kemampuan tingkat yang lebih tinggi.

16
Yang mungkin unik dari bentuk soal esai adalah menawarkan kesempatan bagi
siswa untuk menampilkan kemampuan mereka dalam menulis, mengorganisasi,
mengekspresikan, dan untuk menjelaskan keterkaitan antar ide. Guru dapat
menilai daya ingat dan pemahaman siswa dengan lebih mudah dengan soal
jawaban singkat dan saol pilihan. Oleh karena itu, pilihlah format penilaian yang
akan menilai secara tepat target pembelajaran yang ingin dicapai siswa.

2. Pertanyaan esai dapat menilai kemampuan yang berbeda.


Guru mungkin merasa terbantu jika mempelajari berbagai cara menyusun
pertanyaan, yang memungkinkan anda membuat soal esai yang mendorong
siswa untuk menggunakan proses dan keterampilan kognitif tingkat tinggi. Tabel
2 berikut menunjukkan beberapa contoh cara menyusun pertanyaan esai
sehingga menilai target pembelajaran yang berbeda. Menulis pertanyaan esai
dengan cara seperti itu akan memungkinkan anda menilai keterampilan berpikir
tingkat tinggi. Perhatikan bahwa banyak pertanyaan menggunakan materi
interpretasi yang baru bagi siswa. Perhatikan juga bahwa sebagian besar
pertanyaan meminta siswa untuk memberikan alasan atau menjelaskan pilihan
mereka. Tanpa menanyakan penjelasan atau alasan tersebut, anda tidak akan
menilai proses berpikir tingkat tinggi yang digunakan siswa.

3. Memberikan pengaruh terhadap strategi belajar siswa.


Penilaian soal esai dapat menggunakan penilaian untuk memotivasi siswa
belajar. Tampaknya masuk akal jika jenis penampilan yang anda harapkan dari
siswa dalam ujian akan mempengaruhi metode belajar mereka. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa ketika siswa mengetahui bahwa pertanyaan esai
akan ditanyakan, mereka cenderung fokus pada pembelajaran konsep-konsep
luas dan mengartikulasikan keterkaitan, mengkontraskan, membandingkan, dan
seterusnya; mereka yang mempersiapkan pertanyaan jawaban pilihan fokus pada
mengingat fakta, detail, dan ide spesifik (Struyven, Dochy, & Janssens, 2005).
Namun meskipun dilaporkan bahwa mereka mempersiapkan diri secara berbeda
untuk jenis penilaian yang berbeda, siswa tidak serta merta memberikan hasil
yang berbeda pada bentuk penilaian yang berbeda.

17
18
MATERI 6
HOTS dan PROBLEM SOLVING

A. High Order Thinking (HOT)


Pada usia SD 6-12 tahun tugas perkembangan fisik ditandai dengan belajar
kemampuan fisik yang diperlukan agar bisa melaksanakan permainan, olahraga,
untuk membentuk sikap tertentu tsebagai pribadi yang sedang tumbuh dan
berkembang, belajar bergaul dengan teman-teman seumurnya, mengembangkan
kemampuan dasar dalam membaca, menulis dan menghitung, mengembangkan
nurani, moralitas dan skala nilai, memperoleh kebebasan pribadi, membentuk
sikap terhadap kelompok sosial dan instusi (Suyadi, Calista, Puspita, 2018).

Dalam perkembangan kognitif anak otaknya mulai mengembangkan


kemampuan untuk berfikir, belajar dan mengingat. Dunia kognitif anak pada usia
ini adalah kreatif, bebas, dan fantastis. Imajinasi anak berkembang sepanjang
waktu, dan pemahaman mental mereka mengenai dunia menjadi lebih baik. Pada
tingkat ini anak sudah dapat meningkatkan penggunaan bahasa dengan menirukan
prilaku orang dewasa. Anak usia SD akan mengalami perkembangan kognitif yang
pesat. Anak akan mulai belajar membentuk sebuah konsep, melihat hubungan, dan
memecahkan masalah terhadap situasi yang bersifat konkret. (Slavin, 2011).

Menurut Witasari (2018) menyatakan bahwa dalam intelegensi operasional


anak berada pada tahap konkrit-operasional terdapat sistem operasi kognitif yang
meliputi :
a. Conservation (konservasi/pengekalan)
Kemampuan anak dalam memahami aspek aspek kumulatif materi seperti,
volume dan jumlah.
b. Addition of classes (penambahan golongan benda)
Kemapuan anak dalam memahami cara/prosedur pengkombinasian beberapa golongan
benda yang dianggap berkelas lebih rendah, seperti mawar dan melati dan
menghubungkan dengan golongan benda yang tergabung dalam sebuah benda yang
berkelas tinggi seperti bunga. Disamping itu, kemampuan ini juga meliputi kecakapan
memilah-milah benda - benda yang tergabung dalam sebuah benda yang berkelas tinggi
menjadi benda-benda yang berkelas rendah, misalnya dari bunga menjadi mawar, melati,
dan seterusnya.
c. Multiplication of classes (pelipatgandaan golongan benda)
Yakni kemampuan yang melibatkan pengetahuan mengenai cara mempertahankan
dimensi- dimensi benda (seperti warna bunga dan tipe bunga) untuk membentuk
gabungan golongan benda (seperti mawar merah, mawar putih, dan seterusnya). Selain
itu, kemampuan ini juga meliputi kemampuan memahami cara sebaliknya, yakni cara

19
memisahkan gabungan golongan benda menjadi dimensi-dimensi tersendiri, misalnya
warna bunga mawar terdiri atas merah, putih, dan kuning.

Tahapan Perkembangan Kognitif Anak Berdasarkan Teori Piaget seorang


filsuf dan ahli perkembangan psikologi asal Swiss, kecerdasan anak akan berubah
seiring dengan pertambahan usia. Adapun tahapan perkembangan kognitif anak
menurut teori Piaget adalah sebagai berikut:
1. Tahap Sensorimotor (Usia 18–24 Bulan)
Tahap sensorimotor adalah tahap pertama dari perkembangan kognitif
anak yang terjadi pada usia 0–2 tahun. Pada tahap ini, anak akan belajar untuk
mengenal diri sendiri dan dunia luar melalui kemampuan sensorik (melihat dan
mendengar) serta tindakan motorik (menyentuh dan menggapai). Hal yang
dipelajari anak pada tahap sensorimotor akan didasarkan pada pengalaman dan
trial and error. Misalnya, anak akan menangis jika ingin mendapatkan
perhatian atau mengetahui keberadaan orang tua saat bermain petak umpet.
Tahap ini menjadi dasar bagi perkembangan cara berpikir anak untuk berpikir
tingkat tinggi.
2. Tahap Praoperasional (Usia 2–7 Tahun)
Tahap rentang usia 2 – 7 tahun dijenal dengan tahap praoperasional di
mana anak akan mengembangkan kemampuannya dalam mengingat dan
berimajinasi. Selain itu, pada tahap ini, anak memiliki kecenderungan untuk
meniru cara seseorang dalam berbicara dan berperilaku. Perlu diketahui, pada
tahap ini, anak masih belum bisa menggunakan logika maupun mengubah,
menggabungkan, dan memisahkan pikiran atau idenya.
3. Tahap Operasional Konkret (Usia 7–11 Tahun)
Tahapan perkembangan kognitif anak usia 7–11 tahun dikenal sebagai
tahapan operasional konkret, perkembnagan ini ditandai dengan perkembangan
kemampuan pemikiran logika, namun hanya untuk objek fisik. Salah satu
contoh perkembangan kognitif anak pada tahap operasional konkret adalah anak
dapat memahami bahwa air bisa membeku dan mencair, mampu mengatur serta
mengurutkan krayon berdasarkan warnanya, dan lain sebagainya. Seiring
pertambahan usi, anak usi SD ini akan menunjukkan kemampuan memilah,
mengelompokkan , menghitung hingga berpikir tingkat tinggi.

20
4. Tahap Operasional Formal (12 Tahun Ke Atas)

Tahap operasional formal merupakan tahap terakhir dari perkembangan


kognitif anak menurut teori Piaget. Tahap operasional formal akan dimulai saat
anak menginjak usia 12 tahun. Saat memasuki tahap ini, anak akan memperoleh
kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menggunakan logika untuk
menyelesaikan masalah, dan belajar merencanakan sesuatu.

Menurut Piaget kemampuan logika seorang anak mulai berkembang pada


tahap operasional konkret (usia 7–11 Tahun), pada tahap ini anak siap
untuk diberikan stimulus keterampilan berpikir tingkat tinggi yang dikenal
dengan High Order Thinking (HOT).

Taksonomi Bloom dapat dipahami mulai dari etimologi kata taksonomi


yang berasal dari bahasa Yunani yaitu tassein dan nomos. Tassein adalah
mengklasifikasi dan nomos adalah aturan. Jadi taksonomi ini bisa diartikan
klasifikasi atas suatu prinsip maupun aturan (Asip Suryadi, 2017) Taksonomi
Benjamin Bloom tahun 1956 direvisi oleh Lorin Andersoan, murid dari Bloom.
Bloom mengelompokan dan menyusun tingkatan hasil belajar kedalam 5
tingkatan yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan
evaluasi. Menurut Lorin Anderson, di era baru ini hasil belajar ditingkatkan
sampai evaluasi dan mencipta. Oleh karena itu Andersoan dengan koleganya,
David R. Krathwohl merevisi taksonomi Bloom melalui buku berjudul
Taxonomy for Learning, Teaching and Assessing: A Revision of Bloom's
Taxonomy of Educational Objectives yang diterbitkan pada tahun 2001.
Tahapan berpikir dimulai dari tingkat paling rendah yaitu mengingat sampai
tingkat berpikir paling tinggi yaitu mencipta.

21
Pada taksonomi Andersoan dikenal istilah HOT (Higher Order Thinking).
Dimana dimaksud dengan HOT adalah kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Dalam taksonomi Anderson, hasil belajar yang termasuk kedalam wilayah ini
mulai “menganalisis” hingga “mencipta” seperti terlihat pada piramida di atas.
Siswa SD sudah bisa diajarkan hingga tingkat mencipta benda atau karya yang
sederhana sesuai usia perkembangan berpikir.

Berdasarkan tahapan berpikir Bloom, maka keterampilan berpikir dibagi


menjadi dua bagian dalam proses kognitif. Pertama adalah keterampilan
berpikir tingkat rendah (LOTS) dalam proses pembelajaran, yaitu mengingat
(remembering), emahami (understanding), dan menerapkan (applying).Kedua
adalah yang diklasifikasikan ke dalam keterampilan berpikir tingkat tinggi
(HOTS) berupa keterampilan menganalisis (analysing), mengevaluasi
(evaluating), dan mencipta (creating).

Proses Kognitif sesuai dengan level kognitif Bloom. dijelaskan dalam


tabel di bawah ini.

Tabel 1. pembagian tingkat berpikir kognitif (Dirjen GTK Kemdikbud, 2018)

Keterampilan berpikir tingkat tinggi yang dikenal dengan Higher


Order Thinking Skill (HOTS) dipicu oleh empat kondisi sebagai berikut :
1. Situasi belajar tertentu yang memerlukan strategi pembelajaran yang spesifik
dan tidak dapat digunakan di situasi belajar lainnya.

22
2. Kecerdasan yang tidak lagi dipandang sebagai kemampuan yang tidak dapat
diubah, melainkan kesatuan pengetahuan yang dipengaruhi oleh berbagai
faktor. Faktor tersebut terdiri dari lingkungan belajar, strategi dan kesadaran
dalam belajar.
3. Pemahaman pandangan yang telah bergeser dari unidimensi, linier, hirarki
atau spiral menuju pemahaman pandangan ke multidimensi dan interaktif.
4. Keterampilan berpikir tingkat tinggi yang lebih spesifik seperti penalaran,
kemampuan analisis, pemecahan masalah, dan keterampilan berpikir kritis
dan kreatif.

Menurut beberapa ahli, definisi keterampilan berpikir tingkat tinggi salah


satunya dari Resnick (1987) adalah proses berpikir kompleks dalam
menguraikan materi, membuat kesimpulan, membangun representasi,
menganalisis, dan membangun hubungan dengan melibatkan aktivitas
mental yang paling dasar.

Pembelajaran yang berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat tinggi


adalah pembelajaran yang melibatkan 3 aspek keterampilan berpikir tingkat
tinggi.

Keterampilan berpikir tingkat tinggi erat kaitannya dengan ranah


berpikir kognitif, afektif, psikomotorik yang menjadi kesatuan dalam proses
belajar mengajar.

23
Ranah afektif

Tabel 3.
Ranah Psikomotorik

Pengembangan pembelajaran yang berorientasi pada keterampilan


berpikir tingkat tinggi atau Higher Order Thinking Skill (HOTS) merupakan
program yang dikembangkan sebagai upaya Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan melalui Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
(Ditjen GTK) bertujuan peningkatan kualitas pembelajaran dan meningkatkan
kualitas lulusan.

Implementasi pembelajaran HOTS (High Order Thinking


Skill) dalam Kurikulum 2013 menurut Permendikbud No. 22 Tahun 2016
tentang Standar Proses menggunakan tiga model pembelajaran yang diharapkan
dapat membentuk perilaku saintifik, sosial serta mengembangkan rasa
keingintahuan.

24
B. Keterampilan Berpikir Tinggi Problem Solving
Menurut Marzano dkk (1988) problem solving adalah salah satu bagian dari

proses berpikir yang berupa kemampuan untuk memecahkan persoalan . Problem


solving adalah kemampuan menyelesaikan masalah dengan pengambilan
keputusan yang tepat. Berdasarkan buku Konsep Adversity & Problem Solving
Skill yang disusun Risma Anita Puriani dan Ratna Sari Dewi, problem solving
merupakan salah satu soft skill yang harus dimiliki seseorang.

Problem-solving is a complex skill. It involves critical thinking, decision-


making, creativity, and information processing.

Menurut Mourtos, Okamoto dan Rhee, ada enam aspek yang dapat digunakan
untuk mengukur sejauh mana keterampilan pemecahan masalah peserta didik,
yaitu:
1. Mengidefinisi masalah, menjelaskan permasalahan, menentukan kebutuhan
data dan informasi yang harus diketahui sebelum digunakan Buku Pegangan
Pembelajaran Berorientasi pada Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi 14
untuk mendefinisikan masalah sehingga menjadi lebih detail, dan
mempersiapkan kriteria untuk menentukan hasil pembahasan dari masalah
yang dihadapi.
2. Mengeksplorasi masalah, dengan menentukan objek yang berhubungan dengan
masalah, memeriksa masalah yang terkait dengan asumsi dan menyatakan
hipotesis yang terkait dengan masalah.
3. Merencanakan solusi dimana peserta didik mengembangkan rencana untuk
memecahkan masalah, memetakan sub-materi yang terkait dengan masalah,
memilih teori prinsip dan pendekatan yang sesuai dengan masalah, dan
menentukan informasi untuk menemukan solusi.
4. Melaksanakan rencana, pada tahap ini peserta didik menerapkan rencana yang
telah ditetapkan.
5. Memeriksa solusi, mengevaluasi solusi yang digunakan untuk memecahkan
masalah.
6. Mengevaluasi, dalam langkah ini, solusi diperiksa, asumsi yang terkait dengan
solusi dibuat, memperkirakan hasil yang diperoleh ketika
mengimplementasikan solusi dan mengkomunikasikan solusi yang telah
dibuat.

25
Pembelajaran abad 21 menggunakan istilah yang dikenal sebagai 4Cs (critical
thinking, communication, collaboration, and creativity), adalah empat
keterampilan yang telah diidentifikasi sebagai keterampilan abad 21/21st century
skills. Framework 21st Century Skills Kompetensi Berpikir P21

Creativity Thinking and innovation, peserta didik dapat menghasilkan,


mengembangkan, dan mengimplementasikan ide-ide mereka secara kreatif baik
secara mandiri maupun berkelompok. Critical Thinking and Problem Solving,
peserta didik dapat mengidentifikasi, menganalisis, menginterpretasikan, dan
mengevaluasi bukti-bukti, argumentasi, klaim dan data-data yang tersaji secara
luas melalui pengakajian secara mendalam, serta merefleksikannya dalam
kehidupan seharihari.

Communication, peserta didik dapat mengkomunikasikan ide-ide dan gagasan


secara efektif menggunakan media lisan, tertulis, maupun teknologi. Collaboration,
peserta didik dapat bekerja sama dalam sebuah kelompok dalam memecahkan
permsalahan yang ditemukan dalam perkembangannya sebagai bagian warga
dunia, maka kecakapan abad 21 ditambahkan Creative dan Citizenship.

Langkah Problem Solving :

1. Definisi Masalah
Tahap paling pertama adalah mendefinisikan masalah. harus dicari tahu apa
sebenarnya inti dari masalah itu dan dari mana sumbernya.
2. Identifikasi Masalah
Setelah mengetahui akar masalahnya, maka identifikasi dan petakan hal-hal
yang berkaitan dengan masalah itu, seperti dampak langsung dan tidak langsung
3. Cari Alternatif Solusi
Dari hasil identifikasi, akan menemukan beberapa alternatif solusi.
4. Pilih Solusi Terbaik
Dari alternatif solusi yang muncul, dapat dipilih solusi yang terbaik.
5. Terapkan
Dari alternatif solusi yang muncul, didapatkan solusi terbaik tinggal penerapan.
6. Evaluasi
Evaluasi perlu dilakukan untuk melihat efektifitas keputusan yang diambil.

26
C. Critical Thinking
Terdapat berbagai pengertian berpikir kritis. Turan, dkk (2019)
menawarkan definisi yang paling sederhana: “Berpikir kritis berarti membuat
penilaian- penilaian yang masuk akal”. Turan memandang berpikir kritis
sebagai menggunakan criteria untuk menilai kualitas sesuatu, dari kegiatan
yang paling sederhana seperti kegiatan normal sehari-hari sampai
menyusun kesimpulan dari sebuah tulisan yang digunakan seseorang untuk
mengevaluasi validitas sesuatu (pernyataan-pernyataan, ide-ide, argumen-
argumen, penelitian, dan lain-lain). Alsaleh (2020) menyatakan bahwa
berpikir kritis sebagai pengaturan diri dalam memutuskan (judging)
sesuatu yang menghasilkan interpretasi, analisis, evaluasi, dan inferensi,
maupun pemaparan menggunakan suatu bukti, konsep, metodologi,
kriteria, atau pertimbangan kontekstual yang menjadi dasar dibuatnya
keputusan. Berpikir kritis penting sebagai alat inkuiri. Berpikir kritis
merupakan suatu kekuatan serta sumber tenaga dalam kehidupan
bermasyarakat dan personal seseorang.

Filsaime (2008) mengutip beberapa definisi berpikir kritis dari


beberapa ahli berikut. Scriven dan Paul (1996) dan Angelo (1995)
memandang berpikir kritis sebagai proses disiplin cerdas dari
konseptualisasi, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi aktif dan
berketerampilan yang dikumpulkan dari, atau dihasilkan oleh observasi,
pengalaman, refleksi, penalaran, atau komunikasi sebagai sebuah penuntun
menuju kepercayaan dan aksi. Selain itu, berpikir kritis juga telah
didefinisikan sebagai “berpikir yang memiliki maksud, masuk akal, dan
berorientasi tujuan” dan “kecakapan untuk menganalisis sesuatu informasi
dan ide-ide secara hati-hati dan logis dari berbagai macam perspektif”
(Silverman dan Smith, 2002). Secara umum nampak bahwa berpikir kritis
yaitu proses intelektual yang aktif dan penuh dengan keterampilan dalam
membuat pengertian atau konsep, mengaplikasikan, menganalisis,
membuat sistesis, dan mengevaluasi. Semua kegiatan tersebut berdasarkan
hasil observasi, pengalaman, pemikiran, pertimbangan, dan komunikasi,
yang akan membimbing dalam menentukan sikap dan tindakan.

27
28
MATERI 8
HOW TO CRAFT PERFORMANCE TASKS,
PROJECTS, PORTOFOLIOS, RATING SCALES,
AND SCORING RUBRICS

A. Tahap Penyusunan Tugas Kinerja dan Rubrik


Yang terbaik adalah menggunakan pendekatan sistematis untuk menyusun
tugas kinerja. Prosesnya memiliki tiga tahap (Stiggins, 1994): (a) memperjelas
kinerja yang ingin kita nilai, (b) menyusun tugas, dan (c) menyusun cara untuk
menilai dan mencatat hasilnya. Bagian berikut menyarankan cara-cara untuk
meningkatkan penyusunan tugas kinerja kita di setiap tahap.
1. Tahap Satu: Memperjelas Kinerja yang Akan Dinilai
Karena tugas kinerja menilai target pembelajaran yang kompleks, kita harus
cukup jelas mengenai apa yang akan dinilai. Kita harus mengetahui apakah
target pembelajaran kurikulum yang ingin dinilai terutama mengenai proses yang
digunakan siswa, produk yang dihasilkan, atau keduanya. Anda harus menjawab
pertanyaan-pertanyaan ini:
a) Target pembelajaran manakah yang penting untuk dinilai?
b) Pada dimensi pencapaian, konten apa yang akan dipilih sebagai fokus tugas?
c) Pada keterampilan berpikir kompleks, apa yang harus difokuskan pada
tugas ini?
d) Dimensi prestasi apa lagi yang harus dinilai bersama dengan dimensi
isi dan dimensi keterampilan berpikir?
e) Apakah target pembelajaran berkaitan dengan menilai suatu proses,
produk, atau keduanya?
Pilih Target Pembelajaran yang Akan Dinilai
Saat menyusun penilaian kinerja, yang dijadikan pedoman adalah kerangka
kurikulum negara dan kerangka kurikulum yang dikembangkan sekolah, standar
negara dan standar sekolah, serta target pembelajaran yang spesifik pada mata
pelajaran yang diajarkan. Setiap penilaian kinerja harus selaras dengan pedoman
tersebut. Kita dapat memutuskan bahwa dua atau tiga target pembelajaran dapat
dinilai dengan penilaian kinerja yang sama secara kompleks. Beberapa target
pembelajaran mungkin melebihi target kurikulum (misalnya, komunikasi
efektif). Ingatlah dari Bab sebelumnya bahwa tidak setiap target pembelajaran

29
dapat dinilai atau harus dinilai dengan tugas kinerja: Pilih hanya target yang
dapat dinilai dan harus dinilai. Ingatlah dari pembahasan sebelumnya bahwa kita
harus membuat rencana penilaian dan pembuatan penilaian kinerja harus
disesuaikan dengan rencana itu. Terakhir, ingat kembali bahwa prinsip dasar
penilaian adalah fokus hanya pada target pembelajaran yang penting; dengan
demikian, penilaian kita harus menilai target pembelajaran yang bermanfaat.
Menilai Dimensi Prestasi
Bagian paling penting dari tahap pertama dalam penyusunan
penilaian kinerja adalah menentukan dimensi prestasi yang akan dipakai
untuk menilai kinerja siswa (lihat Marzano et al., 1993; Stiggins, 1987).
Dimensi prestasi adalah pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan
yang dipelajari siswa dari hasil pengajaran. Dimensinya mencakup target
pembelajaran spesifik seperti isi atau materi pelajaran dan target
pembelajaran seumur hidup. Dimensi pencapaian konten mencakup
target pembelajaran deklaratif dan prosedural spesifik yang ingin dicapai
siswa. Sasaran pembelajaran deklaratif adalah fakta, ide, generalisasi, dan
teori yang ingin dipelajari siswa. Sasaran pembelajaran prosedural adalah
keterampilan, metode, dan prosedur yang ingin dipelajari siswa. Dimensi
pencapaian seumur hidup mencakup hasil yang diharapkan kurikulum
atau mungkin berguna di luar sekolah, seperti pemikiran kompleks,
pemrosesan informasi, komunikasi efektif, kerja sama dan kolaborasi,
dan kebiasaan berpikir (Marzano et al.,1993). Kita harus menyusun tugas
kinerja diseputar dimensi pencapaian atau kerangka kerja lain yang
diwajibkan digunakan oleh kebijakan sekolah.
Batasi Jumlah Dimensi yang Dinilai: Kita tidak boleh mencoba menilai
semua dimensi pencapaian dalam satu tugas kinerja, jika tidak maka
tugas tersebut akan menjadi berat dan membingungkan. Marzano dan
rekannya (1993) menyarankan bahwa setiap tugas kinerja harus menilai
satu dimensi pencapaian dari masing- masing empat kategori berikut:
konten, pemikiran kompleks, pemrosesan informasi, dan komunikasi
efektif. Menilai satu dimensi pencapaian dari masing-masing dua
kategori lainnya (kolaborasi/kerja sama dan kebiasaan berpikir) adalah
opsional.

30
MATERI 9
EVALUASI FORMATIF MENGGUNAKAN PENILAIAN INFORMAL
DIAGNOSIS

A. Tujuan Penilaian Diagnostik dan Evaluasi Menggunakan 6 Pendekatan Evaluasi


formatif menggunakan penilaian Diagnostic informal
1. Penilaian diagnostic: jelaskan tujuan ganda penilaian diagnostic kesulitan belajar
2. Kisi pengajaran dengan enam pendekatan diagnostic: jelaskan enam
pendekatan penilaian diagnostic dan contohnya masing-masing, susun
prosedur penilaian diagnostic menggunakan masing-masing dari enam
pendekatan yang dijelaskan dalam bab ini, jelaskan kekuatan dan kelemahan
setiap pendekatan penilaian diagnostic, tunjukkan melalui kata-kata dan
diagram bagaimana proses pengajaran, diagnosis dan penilaian dapat
diintegrasikan
3. Mewawancarai siswa: jelaskan bagaimana meningkatkan penilaian diagnostic
wawancara siswa
4. Istilah dan konsep penting: jelaskan pentingnya pendidikan terhadap istilah
dan konsep yang tercantum di akhir bab ini.
Penilaian diagnostic
Dua tujuan penilaian diagnostic: a) untuk mengidentifikasi target belajar
mana yang belum dikuasai siswa b) menyarankan kemungkinan penyebab atau
alas an mengapa siswa belum menguasai target belajar. Jika mengetahui lebih
awal apa yang belum dikuasai siswa, maka pengajaran akan difokuskan dengan
remedial.
6 pendekatan untuk diagnostic masalah pembelajaran:
1. Pendekatan profil kekuatan dan kelemahan: menganalisis siswa dalam
kekuatan dan kelemahannya berdasarkan hasil belajar. Misalnya siswa ada
kurang dibidang perkalian dan pembagian sedangkan dibagian pengurangan
dan pengambilan, siswa mampu.

2. Pendekatan penurunan pengetahuan dan keterampilan prasyarat. Siswa


mengalami ‘kegagalan’ dalam menerima keuntungan dari pengajaran dalam
suatu kursus. Misalnya dalam pengurangan, siswa belum dapat mengurangi
bilangan dengan konsep “turunan ke bawah”, meletakkan urutan bilangan
satuan, puluhan dan ratusan.

31
3. Penguasaan pendekatan tujuan tertentu, dimana deficit diartikan sebagai
kegagalan siswa dalam mencapai satu atau lebih target pembelajaran di
akhir pembelajaran. Misalnya, target pembelajaran, siswa dapat mengurangi
dengan system bersusun ke bawah, di akhir pembelajaran siswa belum
mampu mencapi target tersbeut.

4. Mengidentifikasi kesalahan siswa dalam pendekatan kinerja, dimana deficit


didefinisikan sebagai jenis kesalahan yang dilakukan. Misalnya
ketika mengerjakan operasi pengurangan dengan system turunan ke bawah,
siswa keliru dalam penempatan satuan alhasil hasil akhirnya keliru.

5. Siswa. Pendekatan struktur pengetahuan, dimana deficit didefinisikan


sebagai ketidaksesuaian atau organisasi mental yang salah dari konsep-
konsep dan keterkaitannya. Misalnya ketika konsep pengurngan ini belum
dikuasai, siswa mengalami keragu-raguan dalam menjawab akhirnya ketika
‘disalahkan’ mental siswa menurun.

6. Kompetensi komponen pendekatan pemecahan masalah, dimana deficit


didefinisikan sebagai ketidakmampuan siswa untuk melakukan satu atau
lebih komponen diperlukan untuk memecahkan masalah kata. Misalnya
ketika konsep dasar peletakkan satuan, puluhan ini belum dikuasai dengan
baik maka soal variatif dengan soal cerita yang sama dasarnya, siswa
kebingungan dan tidak mampu menyelesaikannya.
Tujuan tes diagnostic yakni mengidentifikasi kemungkinan penyebab
kesulitan belajar siswa. Empat pendekatan pertama dengan contoh spesifik dan
berfungsi sebagai alat untuk membandingkan pendekatan-pendekatan tersebut.
Dua pendekatan terakhir diilustrasikan kemudian, lebih sejalan dengan psikologi
instruksional yang berorientasi kognitif. Gambar 1 (contoh bagaimana
pendekatan untuk mendiagnosis kesulitan-kesulitan tertentu bersifat integrasi ke
dalam pengajaran)

32
MATERI 10
Mempersiapkan Siswa Untuk Dinilai dan Menggunakan Hasilnya
Untuk Meningkatkan Penilaian

A. Mempersiapkan Siswa
1. Mempersiapkan Siswa Untuk Penilaian
a. Menilai Kinerja Maksimal Yang Tidak Biasa Di Kelas
Guru harus menilai kinerja maksimum siswa daripada kinerja
biasa mereka (Cronbach, 1990). Guru menilai kinerja maksimum
ketika mengatur kondisi sehingga siswa dapat memperoleh nilai
terbaik yang mereka bisa. Menilai kinerja tipikal ketika
mengumpulkan informasi tentang apa yang akan dilakukan siswa di
bawah kondisi normal atau tipikal. Sebagai contoh, mungkin siswa
telah diajarkan keterampilan praktis seperti menyeimbangkan buku
cek, dan prosedur penilaian, mengumpulkan informasi tentang
apakah setiap siswa mampu melakukannya, hal Ini adalah penilaian
kinerja yang maksimal, di sisi lain, beberapa siswa mungkin
melakukan kesalahan di luar kelas ketika benar-benar menggunakan
cek saat berbelanja, atau mereka mungkin tidak pernah melakukan
rekonsiliasi rekening giro mereka. Dengan demikian, siswa tersebut
mungkin mampu melakukan keterampilan yang diajarkan
sebelumnya, tetapi biasanya tidak dapat melakukan keterampilan
tersebut secara maksimal. Karena sekolah biasanya berusaha: untuk
mengajarkan kemampuan baru kepada para siswa pada tingkat yang
tinggi, maka penilaian prestasi dilakukan dalam kondisi yang
mendorong siswa untuk melakukan yang terbaik dari kemampuan
mereka.
b. Memberikan Informasi Yang Cukup Kepada Siswa Sebelum
Penilaian
Guru bertanggung jawab secara profesional untuk
menginformasikan kepada siswa tentang penilaian yang akan datang
dan bagaimana penilaian akan dilakukan. Untuk menilai siswa yang
berada di bawah dengan memberikan Siswa Informasi yang cukup
sebelum melakukan penilaian. Setidaknya guru memberikan
informasi tentang penilaian Anda yang akan dating sebagai berikut:

1) Kapan akan diberikan.


2) Penilaian seperti apa akan diberikan (timed speeded, take
home test).
3) Area konten yang akan dicakupnya.
4) Penekanan atau bobot bidang konten yang akan dimasukkan
dalam penilaian (nilai dalam poin)
5) Jenis- jenis penampilan yang akan ditunjukkan oleh siswa (jenis

33
soal- soal dalam ujian, sejauh mana ingatan akan dibutuhkan).
6) Bagaimana penilaian akan dinilai dan dinilai (apakah kredit
parsial akan diberikan?).
7) Pentingnya hubungan hasil penilaian tertentu dengan keputusan
mengenai siswa (misalnya, akankah dihitung setengah dari nilai
periode penilaian?).
c. Kapan Penilaian Diberikan
Guru memberitahukan kapan penilaian akan dilaksanakan,
sehingga siswa dapat mempersiapkan diri terlebih dahulu. Siswa,
perlu mengatur upaya belajar mereka dan menetapkan prioritas .
Mereka dapat belajar melakukan perencanaan ini ketika mereka
mengetahui tanggal ujian sebelumnya. Guru dari berbagai mata
pelajaran harus mengoordinasikan jadwal penilaiannya agar tersebar.
d. Pop Kuis Tidak Menilai Performa Dengan Maksimal
Beberapa guru menganjurkan kuis “kejutan” atau “pop”. Alasan
mereka seringkali berupa gagasan yang samar-samar bahwa siswa
yang baik harus selalu siap untuk melakukan perintah. Hal ini
nampaknya merupakan harapan siswa yang tidak realistis. Beberapa
guru menggunakan kuis kejutan untuk mengancam atau menghukum
kelas yang tidak patuh. Hal ini dianggap sebagai penggunaan
penilaian yang tidak etis. Siswa dengan masalah khusus sering kali
mendapat manfaat dari mengetahui tentang penilaian jauh
sebelumnya. Kecemasan dan ketakutan menghadapi ujian cenderung
berkurang ketika siswa dapat merencanakan program studi secara
rasional untuk penilaian yang akan datang (Mealey & Host, 1992).
Anak-anak penyandang disabilitas yang

diarusutamakan di kelas reguler seringkali mendapat pengajaran


tambahan dari guru atau tutor keliling yang hanya menemui mereka
sekali atau dua kali seminggu. Misalkan seorang anak tunarungu
belum memahami pelajaran hari Rabu, dan guru keliling rutin datang
pada hari Senin. Selanjutnya, misalkan kuis tersebut “muncul” pada
hari Jumat. Bagaimana hal ini bisa diharapkan untuk membuat
rencana secara efektif dan menggunakan sumber daya yang
disediakan ketika guru reguler tidak dapat diprediksi?.

e. Kondisi Penilaian
Memberi tahu siswa kondisi yang diharapkan dapat mereka lakukan:
Berapa banyak soal yang akan diujikan? Berapa lama waktu yang
dimiliki siswa untuk menyelesaikan penilaian? Apakah penilaiannya
akan dipercepat? Apakah bukunya terbuka atau tertutup? Apakah

34
akan ada penalti untuk menebak? Dan pada jam berapa diberikan
(jika tidak pada waktu biasa)?
f. Menjelaskan Kepada Siswa Apa Saja Cakupan Tes Mengatakan
informasi untuk merencanakan dan belajar secara efektif, siswa
memerlukan lebih banyak detail. Beberapa guru menyiapkan daftar
pertanyaan penelaahan untuk membantu siswa memfokuskan siswa.
Hal ini mungkin sangat berguna bagi siswa sekolah dasar yang
menganggap hampir semua hal dalam buku sama pentingnya.
Pertanyaan belajar juga membantu siswa yang lebih tua, terutama
ketika sejumlah besar materi telah dibahas selama semester
tersebut. Untuk siswa sekolah menengah dan perguruan tinggi,
alternatif untuk mengembangkan serangkaian pertanyaan belajar
adalah dengan memberi mereka salinan cetak penilaian, daftar target
pembelajaran, salinan kriteria penilaian (atau rubrik), atau garis
besar konten terperinci yang menunjukkan jumlah item yang
mencakup setiap elemen.

g. Menjelaskan Apa Yang Ditekankan Dalam Tes


Memberi tahu siswa bagaimana konten dalam penilaian diberi bobot,
termasuk berapa banyak item (dan berapa banyak poin) yang akan
dikhususkan untuk setiap tujuan, elemen konten. Bobot berbagai
bagian penilaian harus sesuai dengan penekanan pengajaran, jika
tidak, hasilnya akan memiliki validitas yang rendah. Siswa dapat
menghabiskan waktu berjam-jam mempelajari topik yang tidak
terlalu penting atau tidak penting dalam penilaian. Banyak guru
membagikan rencana penilaian mereka kepada siswa, memberi tahu
mereka di awal kursus atau periode penilaian mengenai bobot yang
mereka berikan pada setiap tugas, kuis, tes, dan aktivitas kinerja
kelas. Siswa kemudian dapat mengatur upaya mereka berdasarkan
prioritas ini.

h. Memberikan Kesempatan Untuk Mempraktikan Kinerja Yang


Diharapkan
Memberikan siswa kesempatan untuk mempraktikkan jenis
pertunjukan yang guru ingin siswa pertanggungjawabkan. Tetapi,

35
siswa seringkali harus menebak sifat atau jenis pertanyaan yang akan
muncul pada suatu penilaian. Misalnya, seorang guru memberikan
latihan latihan kepada siswa kelas enam yang memintanya untuk
mengidentifikasi frasa preposisi secara terpisah menggunakan daftar
kata dan frasa tertentu. Keesokan harinya, penilaiannya terdiri dari
menemukan subjek, predikat, dan frase preposisi dalam konteks
beberapa paragraf yang lebih otentik. Siswa tidak pernah mempunyai
kesempatan untuk mempraktekkan tugas yang menjadi tanggung
jawabnya. Cara terbaik untuk membiasakan siswa dengan tugas-tugas
yang akan muncul dalam penilaian adalah dengan memberi mereka
contoh tugas, mungkin bentuk penilaian lama yang dapat mereka
praktikkan. Hal ini
mungkin efektif khususnya ketika jenis tugas yang muncul dalam
penilaian bersifat kompleks atau asing bagi siswa.
i. Memberitahu Siswa Bagaimana Cara Menilai Tes
Mempersiapkan diri, terutama untuk menjawab tugas terbuka. Jika
guru akan memberikan poin untuk mengeja istilah-istilah penting dan
nama diri, maka siswa perlu melatih ejaan ini selain
mempelajari gagasan utama dan melatih cara menyusun jawaban
mereka. Siswa juga perlu mengetahui apakah dan bagaimana guru
akan memberikan nilai untuk jawaban yang kurang sempurna dan
berapa bobot (yaitu, nilai) yang akan diberikan untuk setiap
pertanyaan. Pastikan untuk membagikan rubrik penilaian kepada
siswa jauh sebelum memberikan ujian.

j. Memberitahu Siswa Kegunaan Dari Hasil Tes


Memberi tahu siswa pentingnya skor penilaian untuk setiap
keputusan yang akan guru buat, termasuk memasukkan siswa ke
dalam kelompok, menempatkan mereka di bagian lain dari kursus,
menugaskan mereka untuk instruksi remedial, memberi mereka
pengayaan atau pekerjaan lanjutan, dan memberikan nilai.

36
k. Keterampilan Pengambilan Nilai Minimal Dan Keterampilan
Yang Perlu Diajarkan Kepada Siswa
Siswa memerlukan lebih dari sekadar informasi tentang penilaian,
Siswa perlu belajar cara mengerjakan tes. Guru perlu mengajari siswa
keterampilan mengambil penilaian minimum berikut, mungkin
melalui instruksi langsung di kelas (Ebel & Frisbie, 1991):

1) Memperhatikan arahan lisan dan tertulis serta mencari tahu


akibat jika tidak mengikutinya.
2) Menanyakan bagaimana penilaian akan dinilai, bagaimana
masing-masing tugas akan dibobotkan ke dalam total, dan

berapa poin yang akan dikurangi untuk jawaban yang salah,


salah ejaan, atau tata bahasa yang buruk.
3) Menulis tanggapan mereka atau menandai jawaban dengan rapi
untuk menghindari penurunan nilai karena tulisan tangan yang
buruk atau jawaban yang salah tanda.
4) Belajar dan meninjau secara bertahap untuk mengurangi rasa
kelelahan.
5) Menggunakan waktu penilaian secara bijak agar semua tugas
selesai dalam waktu yang ditentukan.
6) Menggunakan sebagian pengetahuan mereka dan menebak
dengan tepat.
7) Merefleksikan, menguraikan, dan mengatur jawaban esai
sebelum ditulis; menggunakan jumlah waktu yang tepat untuk
setiap esai.
8) Memeriksa tanda yang mereka buat pada lembar jawaban
terpisah untuk menghindari ketidakcocokan atau kehilangan
tempat ketika ada item yang dihilangkan.
9) Meninjau jawaban mereka terhadap tugas dan mengubah
jawaban jika mereka dapat memberikan respons yang lebih baik.

Guru harus menghindari meremehkan siswa, beberapa guru


mempunyai pendapat yang kuat tentang tidak memberikan soal
pilihan ganda kepada siswa. Yang lain hanya memberikan kuis
singkat dan tes yang berlangsung selama 15 hingga 20 menit. Yang
lain lagi hampir tidak memberikan ujian, hanya mengandalkan tugas
dan pekerjaan yang dibawa pulang. Guru perlu mempertimbangkan
posisi mengenai masalah ini. Siswa hampir selalu diminta untuk
mengikuti penilaian negara dan atau tes standar. Keberhasilan dalam
ujian ini akan menjadi hal yang penting bagi siswa, karena keputusan
mengenai mereka dan sekolah Anda akan bergantung pada seberapa
baik prestasi mereka. Dalam buku ini tidak menganjurkan
penggunaan tes pilihan ganda secara eksklusif, atau bahkan secara

37
ekstensif, juga tidak menganjurkan untuk selalu memberikan tes yang
panjang. Namun harus bersikap adil terhadap siswa. Jika kita
mengharapkan mereka untuk mengerjakan penilaian negara bagian
dan tes standar dengan baik, maka mereka harus mengalami jenis
penilaian ini selama kelas normal mereka sebagai bagian dari proses
pengajaran dan penilaian normal mereka. Mempersiapkan siswa
untuk mengambil

tes pilihan ganda yang lebih lama seminggu atau lebih sebelum tes
tampaknya tidak tepat. Ini hanya membuang- buang waktu
pengajaran dan mungkin merupakan praktik pengajaran yang tidak
etis.

2. Keterujian
a. Kuis Tes Kebijaksanaan
Pastikan untuk menandai jawaban untuk setiap item, meskipun tidak
yakin dengan jawabannya. Ada jawaban yang benar atau terbaik
untuk setiap item.

b. Taksonomi Keterampilan Tes Kebijaksanaan


Kemampuan menjawab soal-soal seperti sebelumnya dengan benar
sering disebut testwiseness. Kebijaksanaan dalam ujian adalah
kemampuan untuk menggunakan strategi pengambilan penilaian,
petunjuk dari item yang ditulis dengan buruk, dan pengalaman dalam
melakukan penilaian untuk meningkatkan skor melebihi apa yang
seharusnya diperoleh dari penguasaan materi pelajaran itu sendiri.
Saat menulis penilaian kelas, perhatikan caranya siswa dapat
memanfaatkan keistimewaan dalam penulisan soal atau soal yang
cacat untuk meningkatkan skor mereka tanpa mencapai tingkat
penguasaan yang diinginkan. Guru harus membuat penilaian
berkualitas baik yang meminimalkan keuntungan apa pun yang
dimiliki siswa yang suka tes. Penelitian telah menunjukkan bahwa
kebijaksanaan dalam menghadapi tes dipelajari, dan hal ini
meningkat seiring dengan tingkat kelas, pengalaman dalam dinilai,
kematangan, dan motivasi untuk mengerjakan penilaian dengan baik
(Geiger, 1997; Sarnacki, 1979).

38
c. Saran Mengubah Jawaban
Apakah siswa akan mendapat manfaat jika mereka mengubah
jawabannya setelah diberi tanda pada lembar jawaban? Terlepas

dari pendapat umum, itu melakukan membayar untuk mengubah


jawaban jika mengubahnya didasarkan pada pertimbangan ulang
yang matang terhadap item tersebut. Berikut adalah ringkasan temuan
penelitian (Wise, 1996) mengenai masalah ini.
1) Kebanyakan peserta tes dan banyak pendidik percaya bahwa
mengubah jawaban tidak ada gunanya.
2) Namun, sebagian besar siswa mengubah jawaban mereka
menjadi sekitar 4% dari seluruh item.
3) Studi penelitian menunjukkan bahwa sebenarnya ada gunanya
mengubah jawaban. Biasanya dua dari tiga jawaban yang diubah
akan menjadi benar.
4) Imbalan untuk mengubah jawaban berkurang ketika soal menjadi
lebih sulit bagi siswa.
5) Siswa dengan nilai lebih rendah mendapat manfaat lebih sedikit
dari perubahan jawaban dibandingkan siswa dengan nilai lebih
tinggi.

39
Materi 11
THE MEANING OF TEST SCORE

A. Interpretasi nilai menggunakan acuan norma atau acuan kriteria


Untuk membantu kita memahami dan menafsirkan hasil tes kita
membutuhkan kerangka acuan. Yaitu pembanding kinerja peserta tes dengan
“sesuatu”. Tafsiran nilai dapat di kelompokkan dalam acuan norma atau acuan
kriteria, dan perbedaan ini mengacu pada “sesuatu” yang kita bandingkan dengan
kinerja peserta ujian. Pada Interpretasi nilai menggunakan acuan norma, kinerja
peserta tes di bandingkan dengan kinerja orang lain (kelompok referensi). Contoh
nilai tes intelegensia adalah contoh Interpretasi nilai menggunakan acuan norma,
Jika anda melaporkan IQ peserta 100, ini memnunjukkan skor-nya lebih tinggi di
bandingkan 50% orang dalam sampel standardisasi. Kinerja peserta tes di
bandingkan dengan peserta tes lain. Contoh lain tes menggunakan acuan norma
adalah tes kepribadian.
Pada Interpretasi nilai menggunakan acuan kriteria, kinerja peserta tes tidak
di bandingkan dengan hasil orang lain tapi dengan tingkat performa spesifik
(kriteria). Pada interpretasi ini, penekanan pada yang diketahui peserta dan apa
yang dapat mereka lakukan, jadi tidak di bandingkan dengan peserta tes lain.
Contoh yang paling umum adalah ujian di kelas. Jika seorang siswa dapat
menjawab 85%, ini termasuk dalam interpretasi menggunakan acuan kriteria. Kita
tidak membandingkan nilai siswa tersebut dengan siswa lain tapi kita
membandingkan dengan standar yaitu kinerja sempurna dalam tes.
Interpretasi nilai menggunakan acuan norma adalah relatif sementara
Interpretasi nilai menggunakan acuan kriteria bersifat absolut. Interpretasi nilai
menggunakan acuan norma memiliki banyak aplikasi, yang dan sebagian besar
menghasilkan skor dengan acuan norma. Meskipun demikian, tes dengan acuan
kriteria juga penting, terutama pada bidang pendidikan. Istilah acuan norma dan
acuan kriteria sebetulnya mengascu pada interpretasi skor tes. Meskipun biasanya
tes menggunakan salah satu kriteia, tapi sebetulnya mungkin untuk menggunakan
keduanya.

40
1. Interpretasi Yang Mengacu Pada Norma
a. Norma dan Kelompok Inferensi
Untuk memahami kinerja pada tes psikologi atau pendidikan,
sering kali berguna untuk membandingkan kinerja peserta tes dengan
kinerja beberapa kelompok individu yang telah dipilih sebelumnya. Nilai
mentah pada tes, seperti jumlah yang benar, memiliki makna khusus ketika
dievaluasi terhadap kinerja kelompok normatif atau kelompok referensi.
Untuk mencapai hal ini, ketika menggunakan pendekatan acuan norma
untuk menginterpretasikan skor tes, skor mentah pada tes biasanya
dikonversi menjadi skor turunan berdasarkan informasi tentang kinerja
kelompok normatif atau referensi tertentu. Pertimbangan yang paling
penting ketika membuat interpretasi yang mengacu pada norma adalah
relevansi dari kelompok individu yang dibandingkan dengan kinerja
peserta tes. Kelompok referensi dari mana norma-norma diturunkan harus
mewakili jenis individu yang diharapkan untuk mengikuti tes dan harus
didefinisikan sebelum standarisasi tes. Ketika Anda menginterpretasikan
kinerja siswa dalam tes atau penilaian lainnya, Anda harus bertanya pada
diri sendiri, "Apakah norma-norma ini sesuai untuk siswa ini?" Sebagai
contoh, akan masuk akal untuk membandingkan kinerja siswa pada tes
prestasi akademik dengan siswa lain yang memiliki usia, kelas, dan latar
belakang pendidikan yang sama. Namun, mungkin tidak terlalu berguna
untuk membandingkan kinerja siswa dengan siswa yang lebih muda yang
tidak terpapar kurikulum yang sama, atau dengan siswa yang lebih tua
yang telah menerima instruksi, pelatihan, atau pengalaman tambahan. Agar
interpretasi yang mengacu pada norma menjadi bermakna, Anda perlu
membandingkan kinerja peserta ujian dengan kinerja kelompok referensi
atau sampel yang relevan. Oleh karena itu, langkah pertama dalam
mengembangkan data normatif yang baik adalah mendefinisikan dengan
jelas populasi yang menjadi sasaran tes.
Setelah populasi referensi yang sesuai telah didefinisikan dengan
jelas, sampel acak dipilih dan diuji. Kelompok referensi normatif yang

paling sering digunakan untuk memperoleh skor disebut sampel

41
standardisasi, sampel dari populasi target yang diambil dengan
menggunakan seperangkat prosedur tertentu. Sebagian besar penerbit dan
pengembang tes memilih sampel standardisasi menggunakan prosedur
yang dikenal sebagai pengambilan sampel acak berstrata proporsional
populasi. Ini berarti bahwa sampel orang dipilih sedemikian rupa untuk
memastikan bahwa populasi nasional secara keseluruhan terwakili secara
proporsional pada variabel-variabel penting. Di Amerika Serikat,
misalnya, tes biasanya distandarisasi dengan menggunakan rencana
pengambilan sampel yang mengelompokkan sampel berdasarkan jenis
kelamin, usia, pendidikan, etnis, latar belakang sosial ekonomi, wilayah
tempat tinggal, dan ukuran komunitas berdasarkan statistik populasi yang
disediakan oleh Biro Sensus AS. Jika data dari Biro Sensus menunjukkan
bahwa 1% dari populasi AS terdiri dari laki-laki Afrika-Amerika dengan
status sosial ekonomi menengah yang tinggal di pusat-pusat kota di
wilayah selatan, maka 1% dari sampel standardisasi tes diambil untuk
memenuhi karakteristik yang sama. Setelah sampel standarisasi dipilih
dan diuji, tabel skor turunan dibuat. Tabel-tabel ini didasarkan pada
kinerja sampel standardisasi dan biasanya disebut sebagai tabel normatif
atau "norma". Karena relevansi sampel standardisasi sangat penting
ketika menggunakan tes yang direferensikan dengan norma, maka
penerbit tes bertanggung jawab untuk memberikan informasi yang
memadai tentang sampel standardisasi. Selain itu, merupakan tanggung
jawab setiap pengguna tes untuk mengevaluasi kecukupan sampel dan
kesesuaian dalam membandingkan skor peserta ujian dengan kelompok
tertentu. Dalam membuat keputusan ini, Anda harus mempertimbangkan
faktor-faktor berikut:
1) Apakah sampel standardisasi mewakili peserta ujian yang akan
menggunakan tes tersebut? Apakah karakteristik demografis sampel
(misalnya, usia, ras, jenis kelamin, pendidikan, lokasi geografis, dll.)
serupa dengan peserta ujian yang akan mengikuti tes? Dalam istilah
awam, apakah Anda membandingkan apel dengan apel dan jeruk
dengan jeruk?

42
2) Apakah sampelnya mutakhir? Partisipan dalam sampel dari 20 tahun
yang lalu mungkin akan memberikan respons yang sangat berbeda
dengan sampel kontemporer. Sikap, kepercayaan, perilaku, dan
bahkan kemampuan kognitif berubah seiring waktu, dan agar relevan,
data normatif haruslah data terkini (lihat Topik Minat Khusus 3.1
untuk informasi mengenai "Efek Flynn" dan bagaimana kecerdasan
berubah seiring waktu).
3) Apakah ukuran sampel cukup besar untuk memberikan informasi
statistik yang stabil? Meskipun tidak ada angka ajaib, namun jika
sebuah tes mencakup rentang usia yang luas, maka biasanya sampel
standardisasi melebihi 1.000 peserta. Jika tidak, jumlah peserta pada
setiap tingkat usia atau kelas mungkin terlalu kecil untuk
menghasilkan estimasi rata-rata, standar deviasi, dan distribusi skor
yang lebih umum. Sebagai contoh, Tes Prestasi Individu Wechsler
Achievement Test-Second Edition (WIAT-II; The Psychological
Corporation, 2002) memiliki 3.600 peserta dalam standarisasi, dengan
minimal 150 peserta di setiap tingkat kelas (yaitu pra-taman kanak-
kanak sampai kelas 12).
Pertimbangan terakhir mengenai interpretasi yang mengacu pada
norma adalah pentingnya administrasi yang terstandarisasi. Sampel
normatif harus diberikan tes dalam kondisi yang sama dan dengan
prosedur administratif yang sama dengan yang akan digunakan dalam
praktik yang sebenarnya. Oleh karena itu, ketika tes diberikan dalam
pengaturan klinis atau pendidikan, penting bagi pengguna tes untuk
mengikuti prosedur administratif dengan tepat. Sebagai contoh, jika Anda
memberikan tes standar, Anda harus memastikan bahwa Anda membaca
petunjuk secara verbatim dan mematuhi batas waktu. Tentu saja tidak
masuk akal untuk membandingkan kinerja siswa Anda pada tes
matematika dengan waktu tertentu dengan kinerja sampel standarisasi
yang diberi waktu lebih atau kurang untuk menyelesaikan butir soal.
(Kebutuhan untuk mengikuti prosedur administrasi dan penskoran yang
standar sebenarnya berlaku untuk semua tes yang terstandardisasi, baik

43
yang mengacu pada norma maupun yang mengacu pada kriteria).

44
MATERI 12
ITEM ANALYSIS FOR TEACHERS
(Analisis Soal Untuk Guru-Guru)

A. Indeks Kesulitan Soal (Tingkat Kesulitan Soal)


Ketika mengevaluasi soal pada tes kemampuan, pertimbangan penting adalah
tingkat kesulitan soal tersebut. Kesukaran soal diartikan sebagai persentase atau
proporsi peserta tes yang menjawab soal dengan benar. Tingkat kesukaran atau
indeks soal disingkat p dan dihitung dengan rumus sebagai berikut:
p = Jumlah Peserta Ujian yang Menjawab Soal dengan Benar
Jumlah Peserta Ujian
Misalnya, dalam suatu kelas yang terdiri dari 30 siswa, jika 20 siswa
menjawab benar dan sepuluh siswa menjawab salah, indeks kesukaran soal adalah
0,67. Perhitungannya diilustrasikan di sini.
p =20 = 0,67
30
Pada kelas yang sama, jika sepuluh siswa menjawab benar dan 20 siswa salah,
indeks kesukaran soalnya adalah 0,33. Indeks kesulitan soal dapat berkisar dari
0,0 hingga 1,0 dengan soal yang lebih mudah memiliki nilai desimal lebih besar
dan soal yang sulit memiliki nilai lebih rendah. Sebuah soal yang dijawab dengan
benar oleh semua siswa mendapat tingkat kesulitan soal 1,0 sedangkan soal yang
dijawab tidak benar oleh semua siswa mendapat tingkat kesulitan soal 0,0. Soal
dengan nilai p 1,0 atau 0,0 tidak memberikan informasi tentang perbedaan
individu dan tidak bernilai dari perspektif pengukuran. Beberapa pengembang tes
akan menyertakan satu atau dua soal dengan nilai p 1,0 di awal tes untuk
menanamkan rasa percaya diri pada peserta tes. Ini adalah praktik yang dapat
dipertahankan dari sudut pandang motivasi, namun dari sudut pandang teknis,
soal-soal ini tidak berkontribusi pada karakteristik pengukuran tes. Faktor lain
yang perlu diperhatikan dalam memasukkan soal sangat mudah atau sangat sulit
adalah masalah efisiensi waktu. Waktu yang digunakan siswa untuk menjawab
soal-soal yang tidak efektif sebagian besar terbuang percuma dan sebaiknya
digunakan untuk soal-soal yang meningkatkan karakteristik pengukuran tes.

45
Untuk memaksimalkan variabilitas dan reliabilitas, tingkat kesulitan soal yang
optimal adalah 0,50, yang menunjukkan bahwa 50% peserta tes menjawab soal
dengan benar dan 50% menjawab salah. Berdasarkan pernyataan ini, anda
mungkin menyimpulkan bahwa semua soal tes sebaiknya memiliki tingkat
kesulitan 0,50, namun hal ini belum tentu benar karena beberapa alasan. Salah
satu alasannya adalah bahwa soal-soal dalam suatu tes sering kali berkorelasi
satu sama lain, yang berarti proses pengukuran mungkin menjadi kacau jika
semua soal memiliki nilai p 0,50. Akibatnya, sering kali diinginkan untuk
memilih beberapa item dengan nilai p di bawah 0,50 dan beberapa dengan nilai
lebih besar dari 0,50, namun dengan rata-rata 0,50. Aiken (2000)
merekomendasikan bahwa harus ada kisaran sekitar 0,20 nilai p di sekitar nilai
optimal. Misalnya, pengembang tes mungkin memilih item dengan tingkat
kesulitan berkisar antara 0,40 hingga 0,60, dengan rata-rata 0,50.
Alasan lain mengapa 0,50 bukanlah tingkat kesulitan optimal untuk setiap
situasi pengujian adalah karena pengaruh menebak. Pada soal-soal dengan
respons yang dikonstruksi (misalnya, soal esai dan jawaban singkat) yang tidak
terlalu menjadi perhatian utama dalam menebak, 0,50 biasanya dianggap sebagai
tingkat kesulitan optimal. Akan tetapi, pada soal dengan respon terpilih
(misalnya soal pilihan ganda dan benar-salah) di mana peserta tes dapat
menjawab soal tersebut dengan benar hanya dengan menebak, tingkat kesulitan
optimalnya bervariasi. Untuk mempertimbangkan efek menebak, tingkat kesulitan
soal yang optimal ditetapkan lebih tinggi daripada jawaban soal yang dibangun.
Misalnya, untuk soal pilihan ganda dengan empat pilihan, rata-rata p harus sekitar
0,74 (Lord, 1952). Artinya, pengembang tes mungkin memilih soal dengan
tingkat kesulitan dari 0,64 hingga 0,84 dengan rata-rata sekitar 0,74. Tabel 6.1
memberikan informasi mengenai nilai rata-rata p optimal untuk soal jawaban
terpilih dengan jumlah alternatif atau pilihan yang bervariasi.

Tabel 6.1 Nilai p Optimal untuk Soal dengan Jumlah Pilihan yang Bervariasi
Nomor Pilihan OptimalBerartiPNilai
2 (misalnya, Benar-Salah) 0,85
3 0,77
4 0,74

46
5 0,69
Tanggapan yang 0,50
dibangun (misalnya,
esai)
Situasi Penilaian Khusus dan Kesulitan Butir
Diskusi kita tentang kesulitan soal sejauh ini paling dapat diterapkan pada
tes yang mengacu pada norma. Untuk tes yang mengacu pada kriteria, khususnya
tes penguasaan, tingkat kesulitan soal dievaluasi secara berbeda. Pada tes
penguasaan, peserta tes biasanya lulus atau gagal dan ada harapan bahwa sebagian
besar peserta tes pada akhirnya akan berhasil. Akibatnya, pada tes penguasaan,
biasanya soal memiliki nilai p rata-rata setinggi 0,90. Tes lain yang dirancang
untuk tujuan penilaian khusus mungkin berbeda dalam hal mewakili tingkat
kesulitan soal yang diinginkan. Misalnya, jika sebuah tes dikembangkan untuk
membantu pemberi kerja memilih 25% pelamar kerja teratas, maka akan lebih
baik jika tes tersebut memiliki item dengan nilai p yang rata-rata sekitar 0,25. Jika
suatu tes diinginkan untuk dapat membedakan antara peserta ujian dengan kinerja
tertinggi (misalnya, dalam menguji siswa berbakat dan berbakat), mungkin juga
diinginkan untuk memasukkan setidaknya beberapa soal yang sangat sulit.
Singkatnya, meskipun rata-rata p sebesar 0,50 adalah optimal untuk
memaksimalkan variabilitas di antara peserta tes, tingkat kesulitan yang berbeda-
beda diinginkan dalam banyak aplikasi pengujian. Kami akan memberikan
beberapa contoh bagaimana pengembang tes menggunakan informasi tentang
kesulitan item dan statistik analisis item lainnya untuk memilih item yang akan
dipertahankan, direvisi, atau dihapus dari administrasi tes di masa depan.

B. Soal Diskriminasi
Diskriminasi soal mengacu pada seberapa baik suatu soal dapat membedakan
atau membedakan peserta tes yang berbeda pendapat dalam konstruksi yang
diukur dengan tes tersebut. Misalnya, jika sebuah tes dirancang untuk mengukur

pemahaman membaca, diskriminasi item mencerminkan kemampuan item untuk


membedakan antara individu dengan kemampuan pemahaman bacaan yang baik
dan mereka yang memiliki kemampuan membaca yang buruk. Berbeda dengan

47
tingkat kesulitan soal yang disepakati mengenai cara menghitung statistik, lebih
dari 50 indeks diskriminasi soal yang berbeda telah dikembangkan selama
bertahun-tahun (Anastasi & Urbina, 1997). Untungnya, sebagian besar indeks ini
menghasilkan hasil yang serupa (Engelhart, 1965; Oosterhof, 1976).

Soal-Total Koefisien Korelasi


Pendekatan lain untuk menguji soal diskriminasi adalah dengan
mengkorelasikan kinerja soal (yang diberi skor 0 atau 1) dengan total skor tes. Hal
ini disebut sebagai korelasi soal-total. Nilai tes total biasanya merupakan jumlah
total soal yang dijawab dengan benar (tidak disesuaikan) atau jumlah total soal
yang dijawab dengan benar tanpa memperhitungkan soal yang diperiksa
(disesuaikan). Apa pun yang terjadi, korelasi soal-total biasanya dihitung
menggunakan korelasi titik-biserial. Seperti yang anda ingat dari pembahasan
kita tentang statistik dasar, point-biserial digunakan ketika satu variabel
merupakan skor nominal dikotomis dan variabel lainnya diukur pada skala
interval atau rasio. Di sini variabel dikotomi adalah skor pada satu soal (misalnya
benar atau salah) dan variabel yang diukur pada skala interval adalah skor tes
total.

Korelasi soal-total yang besar diambil sebagai bukti bahwa suatu soal
mengukur konstruk yang sama dengan ukuran tes secara keseluruhan dan bahwa
soal tersebut membedakan antara individu yang memiliki konstruk tinggi dan
mereka yang memiliki konstruk rendah. Korelasi soal-total yang dihitung pada
total yang disesuaikan akan lebih rendah dibandingkan dengan yang dihitung pada
total yang tidak disesuaikan dan lebih disukai karena soal yang diperiksa tidak
"mencemari" atau meningkatkan korelasi. Hasil korelasi soal-total akan serupa
dengan indeks soal diskriminasi dan dapat diinterpretasikan dengan cara yang
sama (Hopkins, 1998).

48
MATERI 13
The Initial Steps In Developing a Classroom Test

A. Menyusun Tujuan Tes


Menurut Sudjana (2014:3) “penilaian adalah proses memberikan atau
menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu”. Jadi
penilaian kelas/Classroom test merupakan suatu proses yang dilakukan melalui
langkah perencanaan, penyusunan alat penilaian, pengumpulan informasi melalui
sejumlah bukti yang menunjukkan pencapaian hasil belajar peserta didik,
pengolahan, dan penggunaan informasi tentang hasil belajar peserta didik. Sebelum
menyusun penilaian tentu seorang guru harus terlebih dahulu mengetahui tujuan
penilaian yang akan dilakukan, misalnya pada awal pembelajaran dapat
dilakukan pre test , tes diagnostic untuk mengetahui kesulitan siswa atau standar
kemampuan awal siswa, formative test untuk mengetahui hasil belajar setelah satu
topik belajar selesai di pelajari atau tes sumative. tes yang diberikan setelah
sekumpulan satuan program pembelajaran selesai diberikan untuk mengetahui
keberhasilan belajar murid setelah mengikuti program pengajaran tertentu yang
pelaksanaannya itu dilakukan pada akhir tahun atau akhir
Tujuan tes akan menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk
itu menyusun tujuan tes yang jelas dan terarah merupakan langkah penting dalam
proses perencanaan tes. Tujuan tes membantu guru memahami apa yang ingin dicapai
melalui tes tersebut. Tujuan dari tes kelas dapat bervariasi tergantung pada
konteksnya. Berikut adalah beberapa tujuan umum dari tes kelas
1. Menilai pemahaman siswa: Tes kelas digunakan untuk mengukur sejauh mana
siswa memahami materi yang diajarkan dalam kurikulum. Tes ini dapat
mencakup berbagai jenis pertanyaan, seperti pilihan ganda, isian singkat, atau
soal uraian, yang dirancang untuk menguji pemahaman siswa tentang konsep-
konsep kunci dan fakta-fakta terkai

2. Mengukur kemajuan belajar: Tes kelas juga digunakan untuk mengukur


kemajuan siswa dalam belajar dari waktu ke waktu. Dengan melakukan tes secara
teratur, guru dapat memantau perkembangan siswa dan mengidentifikasi area di
mana siswa mungkin perlu bantuan tambahan.

49
3. Mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan siswa: Dengan menganalisis hasil tes,
guru dapat mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan siswa dalam pemahaman
materi. Informasi ini dapat digunakan untuk merencanakan pengajaran yang lebih
efektif dan menyediakan bantuan tambahan kepada siswa yang membutuhkannya.

4. Mendorong pemelajaran aktif: Tes kelas dapat merangsang pemelajaran aktif


dengan mendorong siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan mereka dan
memecahkan masalah yang relevan dengan materi yang dipelajari. Melalui tes,
siswa dapat menguji pengetahuan dan menguji keterampilan mereka dalam
konteks yang relevan.

5. Mempersiapkan siswa untuk evaluasi tingkat yang lebih tinggi: Tes kelas juga
dapat berfungsi sebagai persiapan untuk evaluasi tingkat yang lebih tinggi, seperti
ujian akhir atau ujian nasional. Dengan terbiasa menghadapi tes kelas, siswa
dapat mengembangkan keterampilan ujian yang penting, seperti manajemen
waktu, analisis soal, dan komunikasi efektif

Dengan menyusun tujuan tes yang jelas dan terarah, guru akan memiliki panduan
yang kuat selama proses pengujian dan dapat memastikan bahwa pengujian yang
dilakukan akan efektif dan efisien.

B. Rencana Pengembangan Tes


Pengembangan tes dapat dicontohkan dalam kurikulum Merdeka untuk sekolah
dasar, pengembangan tes adalah suatu langkah penting dalam mengevaluasi kemajuan
belajar siswa dan menilai pencapaian kompetensi yang diharapkan. Rencana
pengembangan tes yang dapat digunakan dalam kurikulum Merdeka untuk sekolah
dasar dapat dikaji dari tujuan pengembangan tes ,proses pengembangan tes
,jenis jenis tes dan aspek yang diukur dalam tes :
1. Tujuan Pengembangan Tes
a. Mengukur pemahaman siswa terhadap materi pelajaran yang diajarkan.
b. Menilai kemampuan siswa dalam menerapkan pengetahuan dan keterampilan
dalam konteks kehidupan sehari-hari.

Proses penMemberikan umpan balik yang jelas kepada siswa, guru, dan orang
tua tentang prestasi belajar siswa.

50
c. Mendorong pengembangan kurikulum yang berfokus pada hasil belajar yang
konkret dan terukur.

2. Proses Pengembangan Tes


a. Identifikasi Kompetensi: Mengidentifikasi kompetensi yang akan diukur dalam
tes, yang mencakup pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan
evaluasi.

b. Konstruksi Instrumen: Membuat instrumen tes yang sesuai dengan kompetensi


yang diukur, seperti tes pilihan ganda, tes uraian, atau tes praktik.

c. Validasi Instrumen: Melakukan uji validitas instrumen tes untuk memastikan


bahwa instrumen tersebut benar-benar mengukur apa yang diinginkan.

d. Uji Coba: Melakukan uji coba instrumen tes kepada sejumlah siswa untuk
mengumpulkan data dan melakukan analisis untuk memperbaiki instrumen yang
ada.

e. Revisi dan Finalisasi: Merevisi instrumen tes berdasarkan hasil uji coba dan
analisis, serta finalisasi instrumen yang akan digunakan.

3. Jenis-Jenis Tes
a. Tes Objektif: Tes pilihan ganda atau isian singkat yang mengukur pengetahuan
faktual dan pemahaman siswa.

b. Tes Subjektif: Tes uraian yang memungkinkan siswa untuk mengungkapkan


pemahaman dan analisis mereka secara lebih mendalam.

c. Tes Kinerja: Tes praktik atau proyek yang mengukur kemampuan siswa
dalam menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam konteks nyata.

d. Tes Portofolio: Pengumpulan karya siswa dari berbagai aspek pembelajaran


yang mencerminkan kemajuan dan pencapaian mereka sepanjang waktu.

4. Aspek yang Diukur dalam Tes


a. Pengetahuan Faktual: Menilai pemahaman siswa terhadap fakta-fakta dan
informasi yang diajarkan.

51
b. Pemahaman Konsep: Mengukur pemahaman siswa terhadap konsep-konsep
yang mendasari materi pelajaran.

c. Penerapan: Menilai kemampuan siswa dalam menerapkan pengetahuan dan


keterampilan dalam situasi nyata.

d. Analisis dan Sintesis: Mengukur kemampuan siswa dalam menganalisis


informasi, membuat kesimpulan, dan menyusun gagasan baru.

e. Pemecahan Masalah: Menilai kemampuan siswa dalam mengidentifikasi


masalah, merumuskan strategi penyelesaian, dan mencapai solusi yang efektif.

f. Keterampilan Berpikir Kritis: Mengukur kemampuan siswa dalam


mengevaluasi informasi, mengidentifikasi asumsi, dan membuat penilaian yang
rasional.

Pengembangan tes yang komprehensif dan terencana dalam kurikulum Merdeka


untuk sekolah dasar akan memberikan gambaran yang jelas tentang kemajuan belajar
siswa, serta membantu guru dan orang tua dalam menyediakan pembelajaran yang
efektif dan dibutuhkan oleh siswa.

52
MATERI 14

The Initial Steps in Developing a Classroom Test Part II

A. Perencanaan Tes Kelas dan Penilaian (Planning Classroom Tests and Assessments)
Tes kelas dan penilaian memiliki peran penting dalam mengevaluasi hasil belajar siswa.
Validitas dari penilaian ini bergantung pada perencanaan dan persiapan yang cermat. Tujuan
utama adalah untuk mendapatkan informasi yang valid, reliabel, dan bermanfaat tentang
pencapaian siswa. Hal ini memerlukan penentuan apa yang perlu diukur dan definisi yang
tepat. Juga melibatkan spesifikasi domain pencapaian dan memastikan penekanan yang
sesuai pada tujuan-tujuan utama. Sejumlah langkah, termasuk menentukan tujuan
pengukuran, mengembangkan spesifikasi, memilih tugas yang sesuai, dan menyusun item,
harus diikuti untuk meningkatkan kemungkinan persiapan penilaian yang valid.
Tes kelas dan penilaian dapat digunakan untuk berbagai tujuan instruksional, seperti
pretes, tes selama instruksi, dan penilaian akhir instruksi. Pretes digunakan untuk
menentukan kesiapan siswa atau menilai pencapaian sebelumnya. Tes selama instruksi
digunakan untuk penilaian formatif, memonitor kemajuan dan memberikan umpan balik. Tes
akhir instruksi menilai sejauh mana hasil pembelajaran telah dicapai dan juga dapat
memberikan umpan balik serta mengevaluasi efektivitas pengajaran.
Dalam menyusun tes dan penilaian, penting untuk mencocokkan item dan tugas dengan
hasil pembelajaran yang diinginkan. Berbagai jenis item dan tugas, seperti jawaban singkat,
pilihan ganda, benar-salah, dan pertanyaan esai, dapat digunakan untuk mengukur berbagai
jenis hasil. Item tes objektif sangat terstruktur dan memerlukan respons yang spesifik,
sementara tugas penilaian kinerja memberikan kebebasan lebih dalam respons. Kedua jenis
ini memiliki kelebihan dan keterbatasan dan harus digunakan sesuai dengan kebutuhan.
Untuk memastikan sampel item dan tugas yang representatif, dapat dikembangkan tabel
spesifikasi. Tabel ini memandu pemilihan item dan tugas untuk mengukur hasil
pembelajaran yang diinginkan dan memastikan representasi yang seimbang dari konten.
Jumlah item dan tugas tergantung pada tujuan pengukuran, jenis item yang digunakan, dan
tingkat reliabilitas yang dibutuhkan. Penting untuk menghilangkan hambatan yang tidak
relevan terhadap performa dan memastikan bahwa siswa memiliki keterampilan dan
kemampuan yang diperlukan untuk merespons. Ambiguitas harus dihindari, dan item serta
tugas harus jelas dan ringkas.

53
Secara keseluruhan, tes kelas dan penilaian memainkan peran penting dalam
mengevaluasi hasil belajar siswa. Perencanaan dan persiapan yang cermat diperlukan untuk
memastikan hasil yang valid dan reliabel. Pemilihan item dan tugas yang tepat,
pencocokannya dengan hasil yang diinginkan, dan penghilangan faktor-faktor ekstrinsik
adalah pertimbangan kunci dalam konstruksi tes.
1. Tujuan dari tes kelas dan penilaian
Tujuan dari tes kelas dan penilaian adalah untuk mendapatkan informasi yang valid,
reliabel, dan bermanfaat tentang pencapaian siswa. Penilaian ini digunakan untuk mengukur
hasil pembelajaran, menentukan kesiapan siswa, memantau kemajuan, mendeteksi
pemahaman yang keliru, memberikan umpan balik kepada siswa dan guru, serta
mengevaluasi efektivitas pengajaran. Mereka juga membuat hasil pembelajaran yang
diharapkan eksplisit bagi siswa dan orang tua, serta menunjukkan jenis kinerja yang dihargai.
Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan pembelajaran siswa dengan menggunakan
hasil tes dan penilaian untuk membimbing dan meningkatkan pengajaran.
2. Langkah-langkah dalam perencanaan tes kelas dan penilaian
Langkah-langkah yang terlibat dalam perencanaan tes kelas dan penilaian adalah sebagai
berikut:
a. Menentukan tujuan pengukuran

Langkah ini melibatkan mengidentifikasi apa yang perlu diukur dan mendefinisikannya
dengan tepat. Ini termasuk menentukan domain pencapaian dan menentukan penekanan
pada tujuan-tujuan utama.
b. Mengembangkan spesifikasi

Langkah ini melibatkan membuat set spesifikasi yang mendefinisikan dan membatasi
domain pencapaian yang akan diukur. Ini menguraikan konten kursus dan
menghubungkan tujuan pembelajaran dengan konten, menentukan sifat sampel yang
diinginkan dari item dan tugas. Tabel spesifikasi dapat digunakan untuk tujuan ini.
c. Memilih jenis item tes dan tugas penilaian yang sesuai

Berdasarkan spesifikasi, dipilih jenis item tes dan tugas penilaian yang sesuai. Ini bisa
mencakup item tes objektif (seperti pertanyaan pilihan ganda atau benar-salah) atau
tugas penilaian kinerja (seperti esai atau proyek).

54
d. Menyiapkan set item dan tugas yang relevan

Setelah jenis item dan tugas dipilih, disiapkan set item dan tugas yang relevan. Item dan
tugas ini harus sesuai dengan hasil pembelajaran yang diinginkan dan jelas, ringkas, dan
bebas dari bias atau hambatan yang tidak relevan.
Dengan mengikuti langkah-langkah ini, pendidik dapat meningkatkan kemungkinan
persiapan tes kelas dan penilaian yang valid, reliabel, dan bermanfaat.
3. Tes Objektif dan Penilaian Kinerja
Tes objektif dan penilaian kinerja adalah dua pendekatan utama dalam mengukur
pencapaian siswa, masing-masing dengan karakteristik uniknya sendiri. Tes objektif,
pertama-tama, menonjolkan tugas yang sangat terstruktur, yang membatasi opsi respons
siswa menjadi bentuk tertentu seperti penyediaan jawaban singkat, lengkap, atau pemilihan
dari beberapa alternatif yang disediakan. Jenis item tes objektif melibatkan berbagai macam
format, yaitu :
a. jawaban singkat,

b. jawaban lengkap,

c. benar-salah,

d. pencocokan, dan pilihan ganda.

Dengan kata lain, tes objektif memberikan panduan yang jelas tentang apa yang
diharapkan dari siswa dan mengevaluasi pemahaman mereka terhadap materi pembelajaran.
Di sisi lain, penilaian kinerja memungkinkan lebih banyak kebebasan dalam respons
siswa. Dalam konteks ini, siswa memiliki kesempatan untuk menunjukkan pemahaman
mereka melalui tindakan konkret, seperti menyusun ide, menjalankan suatu tugas, atau
memberikan kinerja di atas kertas. Penilaian kinerja mendorong kreativitas dan penerapan
pengetahuan dalam situasi nyata, memungkinkan evaluasi yang lebih holistik terhadap
kemampuan siswa.
Kedua pendekatan ini memberikan manfaat dalam pengukuran pencapaian siswa. Tes
objektif sering kali dianggap efisien karena dapat dengan cepat dan mudah dinilai. Jenis item
seperti pilihan ganda atau benar-salah memungkinkan evaluasi massal dalam waktu yang
relatif singkat. Selain itu, tes objektif dapat mengukur pemahaman fakta dan konsep secara

55
luas. Namun, kelemahan tes objektif terletak pada keterbatasannya dalam mengukur
keterampilan kompleks, penerapan pengetahuan dalam konteks nyata, dan aspek kreatif
siswa.
Di sisi lain, penilaian kinerja menangkap dimensi keterampilan yang lebih mendalam.
Siswa diuji tidak hanya pada pemahaman teoritis, tetapi juga kemampuan mereka untuk
menerapkan pengetahuan tersebut dalam situasi kehidupan nyata. Kreativitas, kemampuan
pemecahan masalah, dan keterampilan praktis dapat dinilai secara lebih akurat melalui
penilaian kinerja. Namun, kelemahannya termasuk waktu dan sumber daya yang dibutuhkan
untuk evaluasi yang cermat, serta subjektivitas yang mungkin muncul dalam penilaian oleh
orang yang berbeda.
Pemilihan antara tes objektif dan penilaian kinerja harus didasarkan pada tujuan
pembelajaran yang diinginkan. Jika fokusnya pada pemahaman konsep dan fakta, tes objektif
mungkin menjadi pilihan yang efisien. Namun, jika tujuan pembelajaran mencakup
penerapan pengetahuan dalam konteks nyata, pengembangan keterampilan praktis, dan
pengukuran aspek kreatif siswa, maka penilaian kinerja menjadi lebih relevan.
Kelebihan dan keterbatasan keduanya harus dipertimbangkan dengan cermat.
Penggunaan kombinasi keduanya dalam suatu pengukuran dapat memberikan gambaran
yang lebih menyeluruh tentang pencapaian siswa. Integritas dan keberlanjutan proses
pengukuran juga harus diperhatikan, sehingga hasilnya dapat memberikan informasi yang
akurat dan bermanfaat bagi pengembangan pendidikan dan peningkatan mutu pembelajaran.
Dengan pemahaman yang mendalam tentang keunggulan dan kelemahan masing-masing
metode, pendidik dapat membuat keputusan yang terinformasi dan sesuai dengan konteks
pembelajaran mereka.
4. Persiapan Item Tes dan Tugas Penilaian
Persiapan item tes dan tugas penilaian merupakan tahapan kritis dalam proses
pengembangan instrumen evaluasi yang valid dan bermakna.
a. Menyesuaikan item dan tugas secara langsung dengan tujuan pembelajaran.

Pertama-tama, penting untuk menyesuaikan setiap item dan tugas secara langsung
dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Hal ini memastikan bahwa
evaluasi yang dilakukan secara efektif mencerminkan capaian yang diharapkan dari
siswa sesuai dengan kurikulum dan rencana pembelajaran.
b. Memperoleh sampel representatif dari hasil yang diinginkan.

56
Selanjutnya, untuk mendapatkan hasil yang akurat dan bermakna, perlu memperoleh
sampel representatif dari hasil yang diinginkan. Ini melibatkan pemilihan item dan
tugas yang mencakup berbagai aspek materi pembelajaran dan mencerminkan tingkat
kesulitan yang diinginkan. Sampel yang representatif memastikan bahwa hasil
evaluasi memberikan gambaran yang holistik tentang pemahaman siswa terhadap
materi pembelajaran.
c. Menghilangkan hambatan yang tidak relevan terhadap jawaban.

Selain itu, dalam proses persiapan item tes dan tugas penilaian, penting untuk
menghilangkan hambatan yang tidak relevan terhadap jawaban siswa. Hambatan ini
bisa berupa redaksi yang ambigu, pertanyaan yang terlalu rumit, atau asumsi yang
tidak jelas. Penghapusan hambatan ini memastikan bahwa siswa dapat memberikan
jawaban yang sesuai dengan pemahaman mereka tanpa terkendala oleh masalah
teknis atau linguistik.
d. Mencegah petunjuk tidak disengaja untuk respons.

Mencegah petunjuk tidak disengaja untuk respons juga menjadi perhatian utama
dalam persiapan item dan tugas penilaian. Petunjuk yang tidak disengaja dapat
memberikan keuntungan tidak adil atau memunculkan bias dalam hasil evaluasi. Oleh
karena itu, setiap item dan tugas harus diformulasikan dengan cermat untuk
meminimalkan kemungkinan interpretasi yang keliru atau memandu siswa ke arah
tertentu.
e. Fokus pada perbaikan pembelajaran dan instruksi.

Terakhir, fokus pada perbaikan pembelajaran dan instruksi menjadi prinsip terpenting
dalam persiapan item tes dan tugas penilaian. Evaluasi bukan hanya tentang
memberikan penilaian pada siswa, tetapi juga tentang memahami bagaimana
pembelajaran dapat ditingkatkan. Oleh karena itu, setiap item dan tugas harus
dirancang dengan mempertimbangkan bagaimana informasi yang diperoleh dari
evaluasi dapat memberikan wawasan untuk mengembangkan metode pembelajaran
yang lebih efektif.
Secara keseluruhan, persiapan item tes dan tugas penilaian adalah tahap yang
memerlukan ketelitian dan kebijaksanaan. Dengan menyesuaikan item dan tugas dengan
tujuan pembelajaran, memperoleh sampel representatif, menghilangkan hambatan, mencegah

57
petunjuk tidak disengaja, dan fokus pada perbaikan pembelajaran, proses evaluasi dapat
menjadi alat yang kuat untuk mendukung pengembangan kurikulum dan peningkatan
kualitas pembelajaran.

B. Pembuatan Item Tes Objektif: Bentuk Sederhana (Constructing Objective Test Items: Simple
Forms)
Setiap jenis item tes memiliki karakteristik, penggunaan, kelebihan, keterbatasan, dan
aturan konstruksi yang unik. Karakteristik ini dipertimbangkan khususnya untuk bentuk tes
objektif yang umumnya digunakan untuk mengukur hasil pembelajaran yang relatif
sederhana, yaitu: (a) item tes jawaban singkat, (b) item tes benar-salah, dan (c) latihan
pencocokan.
Perencanaan awal tes, sebagaimana dijelaskan sebelumnya, memberikan dasar yang
kokoh untuk mengembangkan tes kelas yang dapat digunakan untuk berbagai tujuan
pembelajaran. Spesifikasi tes menjelaskan sampel pencapaian yang akan diukur, dan
pertimbangan berbagai aspek dalam perencanaan tes membentuk kerangka umum untuk
melanjutkan proses. Langkah selanjutnya adalah konstruksi aktual dari item tes. Tahap ini
sangat krusial karena validitas tes kelas pada akhirnya ditentukan oleh sejauh mana kinerja
yang akan diukur benar-benar dipanggil oleh item tes. Memilih jenis item yang tidak sesuai
untuk hasil pembelajaran yang akan diukur, membuat item dengan cacat teknis, atau tanpa
sengaja menyertakan petunjuk yang tidak relevan dalam item dapat merusak semua
perencanaan yang telah dilakukan dengan cermat sebelumnya.
Konstruksi item tes yang berkualitas dianggap sebagai suatu seni. Namun,
keterampilan yang diperlukan untuk hal ini sejalan dengan keterampilan yang ditemukan
dalam pengajaran yang efektif. Dibutuhkan pemahaman mendalam tentang materi pelajaran,
konsepsi yang jelas tentang hasil pembelajaran yang diinginkan, pemahaman psikologis
tentang siswa, penilaian yang baik, ketekunan, dan sentuhan kreativitas. Satu-satunya
persyaratan tambahan untuk membuat item tes yang baik adalah penerapan terampil dari
sejumlah aturan dan saran sederhana namun penting.
Jenis Item Tes Objektif dan Karakteristiknya
a. Item Tes Jawaban Singkat (Short-answer Items)

58
Jenis ini memerlukan siswa untuk menyediakan kata, frasa, angka, atau simbol yang
sesuai dengan pertanyaan langsung atau pernyataan yang tidak lengkap. Cocok untuk
mengukur berbagai hasil pengetahuan sederhana, terutama untuk mengukur kemampuan
pemecahan masalah dalam sains dan matematika. Meskipun mudah dikonstruksi dan
relatif bebas dari tebakan, penggunaannya dibatasi oleh hasil pembelajaran yang relatif
sederhana dan rentan terhadap kesalahan ejaan.

b. Item Tes Benar-Salah (True-false Items)

Jenis ini memerlukan siswa untuk memilih salah satu dari dua jawaban yang mungkin.
Digunakan untuk mengukur hasil pengetahuan ketika hanya ada dua alternatif yang
mungkin atau kemampuan untuk mengidentifikasi kebenaran pernyataan fakta. Dapat
digunakan untuk mengukur kemampuan membedakan fakta dan opini serta kemampuan
mengenali hubungan sebab-akibat. Penggunaannya dibatasi oleh kesulitan konstruksi
item tanpa petunjuk, rentan terhadap tebakan, reliabilitas yang rendah, dan kurangnya
nilai diagnostik.
c. Latihan Pencocokan (Matching Exercises)

Terdiri dari dua kolom paralel frasa, kata, angka, atau simbol yang harus dipasangkan.
Digunakan untuk mengukur kemampuan mengidentifikasi hubungan antara dua hal.
Meskipun efisien untuk mengukur banyak hubungan dalam waktu singkat, memiliki
keterbatasan, termasuk kesulitan menghilangkan petunjuk yang tidak relevan dan
kesulitan menemukan materi homogen yang signifikan. Penggunaannya dapat
ditingkatkan dengan menyertakan lebih banyak item dalam satu kolom daripada yang
lain, menyusun tanggapan yang lebih pendek di sebelah kanan dan dalam urutan logis,
serta menunjukkan dengan jelas dasar pemadanan semua yang akan berkontribusi pada
efektivitas latihan pencocokan tersebut.

59
60
DAFTAR PUSTAKA

Miller M. D. Linn R. L. & Gronlund N. E. (2009). Measurement and assessment in teaching


(Tenth). Merrill/Pearson.

Nitko, A.J., Brookhart, S.M. 2007. Educational Assessment of Students. Upper Saddle
River, NJ:Merrill Prentice Hall

61

Anda mungkin juga menyukai