Anda di halaman 1dari 32

MODUL

MATA KULIAH : EVALUASI PEMBELAJARAN IPS

DOSEN PENGAMPU: YULI BUDHIARTI, M.Pd

OLEH:
NAMA : MAYA
NIM : C861920037
PRODI : PGSD
SEMESTER : IV (Empat)
REG :C

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)


MELAWI KAMPUS WILAYAH PERBATASAN ENTIKONG
TAHUN 2021
2. KONSEP DASAR EVALUASI

A.    PENGERTIAN EVALUASI
Secara harfiah kata evaluasi berasal dari bahasa inggris evaluation yang dalam bahasa indonesia
nilai. Adapun dari segi istilah, sebagaimana dikemukakan Edwind wandt dan Gerald W. Brown
(1997): evaluation refer to the act or process to determining the value of something. Menurut
definisi ini, maka istilah evaluasi itu menunjuk kepada atau mengandung pengertian: suatu
tindakan atau proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Evaluasi pendidikan adalah kegiatan
atau proses penentuan nilai pendidikan, sehingga dapat diketahui mutu atau hasilnya.
Lembaga Administrasi Negara mengemukakan batasan mengenai Evaluasi pendidikan sebagai
berikut :
Evaluasi pendidikan adalah :
1)      Proses/kegiatan untuk menentukan kemajuan pendidikan, dibandingkan dengan tujuan
yang telah ditentukan.
2)      Usaha untuk meperoleh informasi berupa umpan balik ( feed back ) bagi penyempurnaan
pendidikan.

B.     TUJUAN EVALUASI
Evaluasi pembelajaran memiliki berbagai tujuan khusus diantaranya adalah untuk :
1)      Menentukan angka kemajuan atau hasil belajar pada siswa. Berfungsi sebagai :
a)      Laporan kepada ornag tua/ wali siswa
b)      Penentuan kenaikan kelas
c)      Penentuan kelulusan siswa
2)      Penempatan siswa dalam situasi belajar mengajar yang tepat dan serasi dengan tingkat
kemampuan, minat, dan berbagai karakteristik yang dimiliki.
3)      Mengenal latar belakang siswa ( psikologis, fisik, dan lingkungan) yang berguna baik bagi
penempatan maupun penentuan sebab-sebab kesulitan belajar siswa, yankni berfungsi sebagai
masukan bagi tugas bimbingan dan penyuluhan (BP)
4)      Sebagai umpan balik bagi guru yang ada pada gilirannya yang digunakan untuk
memperbaiki proses belajar mengajar dan program remedial bagi siswa.
Tujuan umum evaluasi terkait dengan pembelajaran adalah sebagai berikut :
1)      Mendeskripsikan kemampuan belajar siswa.
2)      Mengetahui tingkat keberhasilan
3)      Menentukan tindak lanjut hasil penelitian
4)      Memberikan pertanggung jawaban ( accountability).

C.     PRINSIP EVALUASI
Terdapat prinsip umum dan penting dalam kegiatan evaluasi, yaitu adanya triangulasi atau
hubungan erat tiga komponen, yaitu :
1)      Tujuan pembelajaran
2)      Kegiatan pembelajaran KBM
3)      Evaluasi

Tiga prinsip dasar evaluasi yaitu :


1)    Prinsip keseluruhan
Ketika melakukan sebuah evaluasi harus melihat dari tiga aspek yaitu, kognitif, afektif, dan
psikomotorik
2)    Berkesinambungan
Dengan prinsip berkesinambungan dimaksudkan di sini bahwa evaluasi hasil belajar yang baik
adalah evaluasi hasil belajar yang dilakukan secara teratur dan sambung menyambung dari waktu
ke waktu.
3)    Obyektivitas
Dalam pelaksanaan evaluasi hasil belajar, seorang harus senantiasa berfikir dan bertindak wajar,
menurut keadaan yang senyatanya, tidak dicampuri oleh kepentingan-kepentingan yang bersifat
subyektif.

D.    JENIS-JENIS PENILAIAN
a.       Quis isian atau jawaban singkat yang menanyakan hal-hal prinsip.
b.      Pertanyaan lisan untuk mengukur pemahaman terhadap konsep, prinsip, dan teorema
c.       Ulangan harian, dilakukan oleh guru secara peridik pada akhir pembelajaran kompetensi
dasar (KD) tertentu.
d.      Ulangan tengah semester atau akhir semester,
e.       Tugas individu
f.       Tugas kelompok
g.      Ujian praktik
h.      Laporan kerja praktik
i.        Penilaian portofolio.

3. FUNGSI TUJUAN DAN KEGUNAAN EVALUASI

Sudijono (1996: 7) menjelaskan bahwa secara umum ada tiga fungsi evaluasi, yaitu untuk: (a)
mengukur kemajuan, (b) menunjang penyusunan rencana, dan (c) memperbaiki atau melakukan
penyempurnaan kembali.
Ketiga fungsi tersebut saling terikat satu dengan yang lainnya. Pada poin mengukur kemajuan,
data penilaian juga bisa menjadi bahan untuk melihat kekurangan dan kelemahan peserta didik
dalam pembelajaran.

Sehingga bisa menjadi bahan dan dasar untuk menyusun perencanaan untuk melakukan
perbaikan maupun remediasi untuk menyempurnakan pemahaman bagi yang masih belum
paham.

Baca Juga:

Pengertian Silabus dan Komponennya

Instrumen Penilaian Daring

TUJUAN EVALUASI PENDIDIKAN

Sudijono (1996: 16-17) menyatakan bahwa secara umum tujuan evaluasi belajar adalah untuk:

(a) menghimpun bahan-bahan keterangan yang akan dijadikan sebagai bukti mengenai taraf
perkembangan atau taraf kemajuan yang dialami oleh para peserta didik, setelah mereka
mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu; dan

(b) mengetahui tingkat efektivitas dari metode-metode pengajaran yang telah dipergunakan
dalam proses pembelajaran selama jangka waktu tertentu.

MANFAAT EVALUASI PENDIDIKAN

Manfaat pelaksanaan evaluasi pendidikan memberikan kemudahan dalam menentukan keputusan


untuk proses pembelajaran selanjutnya. Hasil pembelajaran yang telah dilakukan akan menjadi
dasar dalam menentukan metode, media serta konsep belajar yang tepat untuk peserta didik.

Melalui evaluasi didapatkan gambaran kualitas proses pembelajaran yang telah dilakukan.
Evaluasi terhadap pelaksanaan pembelajaran juga tidak terbatas pada peserta didik, namun juga
untuk evaluasi bagi guru sendiri. Sejauh mana pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan guru
dapat memberikan hasil yang maksimal.

PRINSIP-PRINSIP EVALUASI PENDIDIKAN

Karena pelaksanaan evaluasi yang penting untuk proses belajar selanjutnya, maka diperlukan
prinsip-prinsip evaluasi yang harus dilakukan. Agar hasil evaluasi memberikan data yang valid
untuk perubahan pembelajaran yang diperlukan.

Menurut Daryanto (2005: 19-21) terdapat beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam
melakukan evaluasi, yaitu keterpaduan, keterampilan peserta didik, koherensi, pedagogis, dan
akuntabilitas.
a. Keterpaduan

Keterpaduan dalam pelaksanaan evaluasi dimaksudkan adanya kesesuaian antara tujuan


pembelajaran, media, metode pembelajaran dan evaluasi yang dilakukan.

b. Keterampilan peserta didik

Keterampilan peserta didik berkaitan dengan keterlibatan aktif mereka dalam proses
pembelajaran. Sehingga pelaksanaan evaluasi menjadi lebih maksimal. Guru juga harus
memberikan informasi penilaian kepada siswa agar mereka juga merasa dihargai.

c. Koherensi

Pelaksanaan evaluasi harus disesuaikan dengan materi pembelajaran yang telah dilakukan.
Jangan sampai soal evaluasi pembelajaran tidak mengarah pada materi dan ranah kemampuan
peserta didik.

d. Pedagogis

Hasil evaluasi dapat digunakan untuk meningkatkan motivasi peserta didik untuk pembelajaran
berikutnya. Walaupun hasilnya belum maksimal, namun kita bisa memberikan semangat dan
motivasi bagi peserta didik agar tetap termotivasi untuk belajar. Salah satunya tetap memberikan
kesempatan untuk memperbaiki hasil evaluasi yang telah dilakukan.

e. Akuntabilitas

Hasil evaluasi dapat digunakan pembuatan laporan pelaksanaan pembelajaran. Hasil ini juga
nanti akan sangat diperlukan jika peserta didik mengalami permasalahan tidak naik kelas.
Sehingga data-data hasil evaluasi yang telah dilakukan dapat menjadi pelaporan bagi orang tua
atau siapa pun yang telah berkepentingan dalam proses permasalahan tersebut.

4-5 PENGERTIAN OBJEK DAN SUBJEK SASARAN EVALUASI


Subjek Evaluasi
Subjek evaluasi adalah orang yang melakukan pekerjaan evaluasi. Siapa yang dapat disebut
sebagai subjek evaluasi untuk setiap tes, ditentukan oleh suatu aturan pembagian tugas atau
ketentuan yang berlaku. Ada pandangan lain yang disebut subjek evaluasi adalah siswa, yakni
orang yang di evaluasi. Dalam hal ini yang dipandang sebagai subjek misalnya : prestasi
matematika, kemampuan membaca, kecepatan lari dan sebagainya.
Berbicara tentang subjek evaluasi pendidikan disekolah, kiranya perlu dikemukakan disini,
bahwa mengenai siapa yang disebut sebagai subjek evaluasi pendidikan itu akan sangat
bergantung pada, atau ditentutkan oleh suatu aturan yang menetapkan pembagian tugas untuk
melakukan evaluasi tersebut. Jadi subjek evaluasi pendidikan itu dapat berbeda-beda orangnya.
Dalam kegiatan evaluasi pendidikan dimana sasaran evaluasinya adalah prestasi belajar, maka
subjek evaluasinya adalah guru atau dosen yang mengasuh mata pelajaran tertentu. Jika evaluasi
yang dilakuakan itu sasaranya adalah sikap peserta didik, maka subjek evaluasinya adalah guru
atau petugas yang sebelum melaksanakan evaluasi tentang sifat itu, terlebih dahulu memperoleh
pendidikan atau latihan (training) mengenai cara-cara menilai sikap seseorang. Adapun apabila
sasaran yang dievaluasi adalah keprbadian peserta didik, dimana pengukuran tentang kepribadian
itu dilakukan dengan menggunakan insrtumen dengan berupa tes yang sifatnya baku
(standardized test), maka subjek evaluasinya tidak bisa lain kecuali orang psikolog yaitu
seseorang yang memang telah didik untuk menjadi tenanga ahli provesional dibidang psikologi.
Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa disamping alat-alat evaluasi yang digunakan untuk
mengukur kepribadian seseorang itu sifatnya rahasia, juga hasil-hasil pengukuran yang diperoleh
dari tes kepribadian itu, hanya dapat diinterpretasi dan di simpulkan oleh para psikolog tersebut,
tidak mungkin dapat dikerjakan oleh orang lain.
B.            Objek Evaluasi
Objek Evaluasi pendidikan ialah segala sesuatu yang bertalian dengan kegiatan atau proses
pendidikan, yang dijadikan titik pusat perhatian atau pengamatan, karena pihak penilai
(evaluator) ingin memperoleh informasi tentang kegiatan atau proses pendidikan tersebut. Siswa
atau mahasiswa sudah merupakan objek yang populer bagi evaluasi pendidikan. Penting sekali
menentukan dan mengetahui apa yang akan dievaluasi. Hal ini akan menolong menentukan apa
informasi yang dikumpulkan dan bagaimana menganalisisnya dan akan membantu pemfokusan
evaluasi.
Menurut Prof. Dr. Suharsimi arikunto, objek evaluasi adalah hal-hal yang menjadi puast
perhatian untuk dievaluasi. Apapun yang ditentukan oleh evaluator atau penilai untuk dievaluasi,
itulah yang disebut dengan objek evaluasi. Seperti pada waktu evaluator ingin menilai berat
badan siswa, maka yang menjadi objek adalah berat badan siswa, sedangkan angka yang
menunjukkan barapa berat badan siswa adalah hasil evaluasi. Maka yang menjadi objek evaluasi
semua unsur atau komponen yang ada dalam transformasi  tersebut, agar diperoleh gambaran
yang menyeluruh tentang mutu dan kebenaran kinerja transformasi yang dijadikan objek evaluasi
adalah semua aspek terkait dalam kinerja transformasi seperti :
1.    Masukan Mentah
Masukan mentah adalah merupakan individu yang belajar dan ini akan mempunyai peranan yang
besar dalam berhasil tidaknya dalam belajar. Untuk melihat segi segi dari masukan yang ikut
berperan dalam belajar ini ialah menyangkut segi kejasmanian, dan segi psikologis. Walaupun
keduanya di bedakan tetapi tidak berarti di pisahkan karena keduanya tetap merupakan suatu
kesatuan, satu dengan yang lain tidak dapat dipisahkan, kedua  segi tersebut dibedakan agar
dapat melihat permasalahannya dengan lebih rinci.
2.    Masukan instrumental
Masukan instrumental adalah masukan pendukung yang meliputi guru, materi, sarana
pendidikan, pengelolaan manajemen atau pengaturan dan fasilitas yang memungkinkan atau
kelompok melakukan kegiatan belajar.
3.    Masukan lingkungan
Dalam  upaya  meningkatkan  dan  memperluas  jangkauan pelayanan terhadap penerimaan
pelayanan, maka para pengelola program pelatihan keterampilan berusaha mendayagunakan
semua sarana prasarana dan fasilitas yang ada, baik di lingkungan pemukiman maupun
lingkungan desa. Lingkungan disini merupakan segala sesuatu yang memberi dukungan atau
hambatan bagi terwujudnya potensial dari individu, untuk mengembangkan bakat, minat, aspirasi
dan kreativitas.
4.    Proses transformasi
Dalam proses transformasi, selain siswa sebagai bahan yang diolah, masih ada 2 masukan lain.
Yang pertama berfungsi membantu atau memperlancar terjadinya proses, sedangkan yang kedua
berupa lingkungan yang berpengaruh terhadap terjadinya proses.

5.    Keluaran, hasil transformasi itu sendiri


Komponen keluaran merupakan kualitas dan  kuantitas peserta didik hasil pendidikan dan
penyuluhan kesehatan lingkungan dan pemukiman. Kualitas dan kuantitas yang dimaksudkan
disini ditujukan pada aspek perubahan pola hidup dan perilaku hidup sehat yang terjadi pada para
peserta didik, baik aspek kognitif, apektif maupun psikomotor.
C.           Sasaran Evaluasi
Sasaran evaluasi adalah segala sesuatu yang dititik pusat pengamatan karena penilai
menginginkan informasi tentang sesuatu tersebut. Dengan demikian sasaran penilai untuk unsur-
unsurnya meliputi input, transformasi dan output.
a.    Input
Calon siswa sebagai pribadi yang utuh, dapat ditinjau dari beberapa segi yang menghasilkan
bermacam-macam bentuk tes yang digunakan sebagai alat untuk mengukur. Aspek yang bersifat
rohani setidak nya mencakup 4 (emapat) hal.
1.    Aspek kemampuan
Untuk dapat diterima sebagai calon peserta didik dalam rangka mengikuti program pendidikan
tertentu, maka para calon peserta didik harus memiliki kemampuan yang sesuai atau memadai,
sehingga dalam mengikuti proses pembelajaran pada program pendidikan tertentu itu nantinya
peserta didik tidak akan mengalami banyak hambatan atau kesulitan.
Sehubungan dengan itu, maka bekal kemampuan yang dimiliki calon peserta didik perlu untuk
dievaluasi terlebih dahulu, guna mengetahui sampai sejauh mana kemampuan yang dimiliki oleh
masing-masing calon peserta didik dalam mengikuti program tertentu. adapun alat yang biasa
dipergunakan dalam rangka mengevaluasi kemampuan peserta didik itu adalah tes kemampuan
(aptitude test).
2.    Aspek kepribadian
Kepribadian adalah sesuatu yang terdapat pada diri seseorang, dan menampakkan bentuknya
dalam tingkah laku. Sebelum mengikuti program pendidikan tertentu, para calon peserta didik
perlu terlebih dahulu dievaluasi kepribadiannya masing-masing, sebab baik buruknya
kepribadian mereka secara psikologis akan dapat mempengaruhi keberhasilan mereka dalam
mengikuti program pendidikan tertentu. evaluasi yang dilakukan untuk mengetahui atau
mengungkapkan kepribadian seseorang adalah dengan jalan menggunakan tes kepribadian
(personality test).
3.    Aspek sikap
Sikap pada dasarnya adalah merupakan bagian dari tingkah laku manusia, sebagai gejala atau
gambaran kepribadian yang memancar keluar. Karena sikap ini merupakan sesuatu yang sangat
dibutuhkan dalam pergaulan, maka memperoleh informasi mengenai sikap sseorng adalah hal
yang sangat penting. Karena itu maka aspek sikap perlu dinilai atau di evaluasi terlebih dahulu
bagi calon peserta didik sebelum mengikuti program pendidikan tertentu.

4.   Aspek intelegensi
Untuk mengetahui tingkat intelegensi digunakan tes intelegensi yang sudah banyak diciptakan
oleh para ahli. Dalam hal ini yang terkenal adalah tes buatan Binet dan Simon yang dikenal
dengan tes Binet-Simon. Dari hasil tes akan diketahui IQ (Intelliigence Quotient) orang tersebut.
IQ bukanlah intelegensi. IQ berbeda dengan intelegensi karena IQ hanyalah angka yang
memberikan petunjuk tinggi rendahnya intelegensi seseorang.

6. PROSEDUR EVALUASI

Evaluasi merupakan hal yang penting dilaksanakan dalam melaksanakan program pembelajaran
agar dapat mengetahui sejauh mana pemahaman peserta didik terhadap materi yang disampaikan
dan untuk mengetahui juga efektifitas program pembelajaran yang digunakan. Selain itu Evaluasi
juga berfungsi sebagai alat ukur apakah tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan sebelumnya
sudah tercapai atau belum dan juga apakah materi pembelajaran yang telah disampaikan sudah
dimengerti atau belum. Evaluasi pada dasarnya bukanlah hasil,  melainkan sebuah proses yang
berlangsung selama program pembelajaran tersebut berlangsung.
Dalam melaksanakan kegiatan evaluasi, tentunya kita  harus mengacu pada prosedur yang sudah
ada. Prosedur evaluasi pembelajaran merupakan tahap-tahapan atau tata urutan yang harus
dilakukan dalam melakukan kegiatan evaluasi pembelajaran. Secara garis besar, prosedur-
prosedur dalam melakukan evaluasi akan dijelaskan secara singkat yang meliputi :
1.     Penyusunan Rancangan
Langkah-langkahnya meliputi:
a.    Menyusun latar belakang,  yang berisikan dasar pemikiran dan/atau rasional
penyelenggaraan evaluasi.
b.    Problematika,  yang berisikan rumusan permasalahan atau problem yang akan dicari
jawabannya baik secara umum maupun terinci.
c.    Tujuan evaluasi,  merupakan rumusan yang sesuai dengan problematika evaluasi
pembelajaran, yakni perumusan tujuan umum dan tujuan khusus.
d.    Populasi dan sample, yakni sejumlah komponen pembelajaran yang dikenai evaluasi
pembelajaran dan/atau yang dimintai informasi dalam kegiatan evaluasi pembelajaran.
e.    Instrumen Evaluasi. Instrumen adalah semua jenis alat pengumpulan informasi yang
diperlukan sesuai dengan teknik pengumpulan data yang diterapkan dalam evaluasi
pembelajaran. Sumber data adalah dokumen, kegiatan, atau orang yang dapat memberikan
informasi atau data yang diperlukan.
f.     Teknik analisis data, yakni cara/teknik yang digunakan untuk menganalisis data yang
disesuaikan dengan bentuk problematika dan jenis data.

2.     Penyusunan Instrumen
 Langkah-langkah penyusunan instrumen.
a.     Merumuskan tujuan yang akan dicapai dengan instrumen yang akan disusun;
b.     Membuat kisi-kisi yang mencanangkan tentang perincian variabel dan jenis instrument yang
akan digunakan untuk mengukur bagian variabel yang bersangkutan;
c.      Membuat butir-butir instrument evaluasi pembelajaran yang dibuat berdasarkan kisi-kisi;
dan
d.     Menyunting instrumen evaluasi pembelajaran yang meliputi,  mengurutkan butir menurut
sistematika yang dikehendaki evaluator untuk mempermudah pengolahan data, menuliskan
petunjuk pengisian dan indentitas serta yang lain, dan membuat pengantar pengisian instrument.

3.     Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data dapat diterapkan berbagai teknik pengumpulan data diantaranya.
a.      Kuesioner;
b.      Wawancara;
c.      Pengamatan;
d.      Studi Kasus.

4.     Analisis Data dan Informasi


Dalam kegiatan evaluasi pemebelajaran, analisis data yang paling banyak dilaksanakan adalah
analisis deskriptif kualitatif yang ditunjang oleh data-data kuantitatif hingga menghasilkan
informasi yang berguna.

5.     Penyusunan Laporan
Dalam laporan evaluasi pembelajaran harus berisikan pokok-pokok berikut.
a.    Tujuan evaluasi;
b.     Problematika;
c.    Lingkup dan Metodologi evaluasi pembelajaran;
d.     Pelaksanaan evaluasi pembelajaran;
e.     Hasil evaluasi Pembelajaran.

            Dengan menerapkan tata urutan atau tahapan-tahapan dalam melaksanakan kegiatan


evaluasi terhadap hasil belajar ini, diharapkan proses evaluasi yang dilakukan akan berhasil
dan  sesuai dengan kondisi real dari siswa serta mampu dipertanggungjawabkan hasilny.
Sehingga dapat dijadikan tolok ukur untuk meningkatkan kegiatan belajar menjadi lebih optimal.

7. PENDEKAAN EVALUASI

Pendekatan evaluasi merupakan sudut pandang seseorang dalam menelaah atau mempelajari
evaluasi. Dilihat dari komponen pembelajaran, pendekatan evaluasi dapat dibagi dua, yaitu
pendekatan tradisional dan pendekatan system.

1. Pendekatan Tradisional
Pendekatan ini berorientasi pada praktik evaluasi yang telah berjalan selama ini disekolah yang
ditunjukan pada perkembangan aspek intelektual peserta didik.

2. Pendekatan Sistem
Sistem adalah totalitas dari berbagai komponen yang saling berhubungan dan ketergantungan.

a. Penilaian Acuan Patokan (PAP)


Pendekatan ini sering juga disebut penilaian norma absolut. Jika ingin menggunakan pendekatan
ini, berarti guru harus membandingkan hasil yang diperoleh peserta didik dengan sebuah patokan
atau kriteria yang secara absolut atau mutlak telah ditetapkan oleh guru.
b. Penilaian Acuan Norma (PAN)
Pendekatan ini membandingkan skor setiap peserta didik dengan teman satu kelasnya. Makna
nilai dalam bentuk angka maupun kualifikasi memiliki sifat relatif.  
9-10 PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN EVALUASI PEMBELAJARAN

A.    Pengertian Evaluasi Pembelajaran


Menurut bahasa, evaluasi berasal dari bahasa inggris dari kata evaluation yang berarti penilaian.
Evaluasi adalah memberikan suatu nilai, harga terhadap sesuatu dengan menggunakan kriteria
tertentu.
Evaluasi pembelajaran adalah suatu proses atau kegiatan yang sistematis, berkelanjutan dan
menyeluruh dalam rangka pengendalian, penjaminan dan penetapan kualitas (nilai atau arti)
berbagai komponen pembelajaran berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu sebagai bentuk
pertanggungjawaban guru dalam melaksanakan pembelajaran.

B.     Tujuan dan Fungsi Evaluasi Pembelajaran


Dari berbagai penjelasan secara bahasa dan istilah di atas bahwa Evaluasi memiliki tujuan
sebagai berikut :
a.         Untuk mengetahui kadar pemahaman peserta didik terhadap materi pelajaran
b.        Untuk melatih dan mengajak peserta didik untuk mengingat kembali materi yang
disajikan
c.         Untuk mengetahui tingkat perubahan prilakunya
d.        Untuk mengetahui siapa di antara peserta didik yang cerdas dan yang lemah, sehingga
yang lemah diberi perhatian khusus agar ia dalam mengejar kekurangannya. Oleh karena itu,
sasaran dari evaluasi bukan saja peserta didik tetapi mencakupi pengajarnya( guru)[1]
Fungsi Evaluasi memang cukup luas, tergantung pada sudut mana kita melihatnya. Bila kita lihat
secara menyeluruh. Fungsi evaluasi adalah sebagai berikut :
a.       Evaluasi berfungsi untuk mengetahui peserta didik dalam kelompok, apakah dia termasuk
anak yang pandai, sesang atau kurang pandai. Hal ini berhubungan dengan sikap dan tanggung
jawab orang tua sebagai pendidik pertama dan utama di lingkungan keluarga. Orang tua perlu
mengetahui kemajuan anak – anaknya untuk menentukan langkah – langkah selanjutnya,
b.      Evaluasi berfungsi membantu guru dalam memberikan bimbingan dan seleksi, baik dalam
rangka menentukan jenis pendidikan, jurusan maupun kenaikkan kelas. Melalui evaluasi kita
dapat mengetahui potensi peserta didik sehingga kita dapat memberikan bimbingan yang sesuai
dengan tujuan yang diharapkan. Begitu juga tentang kenaikan kelas. Jika peserta didik belum
menguasai kompetensi yang ditentukan, maka peserta didik tersebut jangan dinaikkan ke kelas
berikutnya. Kegagalan ini merupakan hasil keputusan evaluasi, karena guru perlu mengadakan
bimbingan yang lebih profesional.
c.       Secara administratif, evaluasi berfungsi untuk memberikan laporan tentang kemajuan
peserta didik kepada orang tua, kepala sekolah, guru – guru dan peserta didik itu sendiri. Hasil
evaluasi dapat memberikan gambaran secara umum tentang semua hasil usaha yang dilakukan
oleh institusi pendidikan.
d.      Secara didaktis – metodis, evaluasi berfungsi untuk membantu guru dalam menempatkan
peserta didik dalam kelompok tertentu sesuai dengan kemampuan dan kecakapan masing-masing
e.       Secara sosiologi, evaluasi berfungsi untuk mengetahui apakah peserta didik sudah cukup
mampu untuk terjun ke masyarakat. Mampu dalam arti bahwa peserta didik dapat berkomunikasi
dan beradaptasi terhadap seluruh lapisan masyarakat dengan segala karakteristiknya[2].

C.    Ruang Lingkup Evaluasi Pembelajaran


Menurut Benyamin S.Bloom, dkk ( 1956 ) hasil belajar dapat dikelompokkan ke dalam tiga
domain, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor[3].
a.       Domain kognitif ( Cognitive domain ). Domain ini memiliki enam jenjang kemampuan,
yaitu :
1.      Pengetahuan ( knowledge ), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk
dapat mengenali atau mengetahui adanya konsep, prinsip, dan fakta, Seperti mendefinisikan,
mengidentifikasi, menyusun daftar, mencocokkan, menyebutkan, membuat garis besar,
menyatakan kembali, memilih, dll.
2.      Pemahaman ( comprehension ), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik
untuk memahami atau mengerti tentang materi pelajaranyang disampaikan guru.
3.      Penerapan ( application ),  yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk
menggunakan ide – ide umum. Seperti mengubah, menghitung, mendemonstrasikan,
mengungkapkan, mengerjakan dengan teliti, menjalankan, memanipulasikan, menghubungkan,
menunjukkan, memecahkan, menggunakan.
4.      Analisis ( analysis ), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk
menguraikan suatu situasi atau keadaan tertentu ke dalam unsur – unsur atau kelompok
pembentuknya. Kemampuan analisis dikelompokkan menjadi tiga, yaitu analisis unsur, analisis
hubungan dan analisis prinsip – prinsip yang teroganisasi.
5.      Sintesis ( synthesis ), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk
menghasilkan sesuatu yang baru dengan cara menggabungkan berbagai faktor. Hasil yang
diperoleh dapat berupa tulisan, rencana atau mekanisme.
6.      Evaluasi ( evaluation ), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk dapat
mengevaluasi suatu situasi, keadaan, pernyataan atau konsep berdasarkan kriteria tertentu.
b.      Domain afektif ( affective domain  ), yaitu internalisasi sikap yang menunjuk ke arah
pertumbuhan batiniah dan terjadi bila peserta didik menjadi sadar dengan nilai yang diterima,
kemudian mengambil sikap sehingga menjadi bagian dari dirinya dalam membentuk nilai dan
menentukan tingkah laku. Domain afektif terdiri atas beberapa jenjang kemampuan, yaitu :
1.      Kemauan menerima ( receiving ), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik
untuk peka terhadap eksistensi fenomena atau rangsangan tertentu. Kepekaan ini diawali dengan
penyadaran kemampuan untuk menerima dan memperhatikan.
2.      Kemampuan menanggapi / menjawab ( responding ), yaitu jenjang kemampuan yang
menuntut peserta didik untuk tidak hanya peka terhadap satu fenomena, tetapi juga bereaksi
terhadap salah satu cara. Penekanannya pada kemauan peserta didik untuk menjawab secara
sukarela, membaca tanpa ditugaskan.
3.      Menilai ( valuing ),  yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menilai
suatu objek, fenomena atau tingkah laku secara konsisten.
4.      Organisasi ( organization ), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk
menyatukan nilai – nilai yang berbeda, memecahkan masalah, membentuk suatu sistem nilai.
c.       Domain psikomotor ( psychmotor domain ), yaitu kemampuan peserta didik yang
berkaitan dengan gerak tubuh atau bagian – bagiannya, mulai dari gerakan yang sederhana
sampai dengan gerakan yang kompleks. Perubahan pola gerakan memkan waktu sekurang –
kurangnya 30 menit,
1.      Muscular or motor skill, meliputi : mempertontonkan gerak, menunjukkan hasil, melompat,
menggerkkan, menampilkan.
2.      Manipulations of materials or object,meliputi : mereparasi, menyusun, membersihkan,
menggeser, memindahkan, membentuk.
3.      Neuromuscular coordination, meliputi : mengamati, menerapkan, menghubungkan,
menggandeng, memadukan, memasang, memotong, menarik, dan menggunakan.

D.    Jenis Evaluasi Pembelajaran


Dilihat dari fungsinya, penilaian terdiri  atas  beberapa  macam yakni penilaian  formatif,
penilaian sumatif, penilaian diagnostik, penilaian selektif dan penilaian penempatan[4].
a.       Penilaian formatif  adalah penilaian yang dilaksanakan pada akhir program
belajar  mengajar  untuk melihat  tingkat keberhasilan  proses  belajar mengajar itu sendiri.
Penilaian formatif berorientasi pada proses, yang akan memberikan
informasi  kepada  guru  apakah  program  atau proses belajar mengajar masih perlu diperbaiki.
b.      Penilaian sumatif  adalah penilaian yang dilaksanakan pada akhir unit program misalnya
penilaian yang dilaksanakan pada akhir caturwulan, akhir semester  atau akhir tahun.Tujuan
penilaian ini adalah untuk mengetahui hasil yang dicapai oleh para siswa, yakni seberapa jauh
siswa telah mencapai kompetensi yang  ditetapkan dalam kurikulum. Penilaian ini berorientasi
pada produk / hasil.
c.       Penilaian diagnostik  adalah penilaian yang bertujuan untuk mengetahui kelemahan-
kelemahan siswa serta faktor-faktor penyebabnya. Pelaksanaan penilaian semacam ini biasanya
bertujuan untuk keperluan bimbingan belajar, pengajaran remedial, menemukan kasus-dasus dan
lain-lain.
d.      Penilaian selektif adalah penilaian yang dilaksanakan dalam rangka menyeleksi atau
menyaring. Memilih siswa untuk mewakili sekolah dalam lomba-lomba tertentu termasuk jenis
penilaian selektif. Untuk kepentingan yang lebih luas penilaian  selektif  misalnya  seleksi
penerimaan mahasiswa baru atau seleksi yang dilakukan dalam rekrutmen tenaga kerja.
e.       Penilaian penempatan adalah penilaian yang bertujuan untuk mengetahui keterampilan
prasyarat yang diperlukan bagi suatu program belajar dan penguasaan  belajar  seperti  yang
diprogramkan sebelum memulai kegiatan belajar untuk program itu. Dengan kata lain penilaian
ini berorientasi pada kesiapan  siswa  untuk  menghadapi  program  baru dan kecocokan program
belajar dengan kemampuan yang telah dimiliki siswa.
Sedangkan Jenis  evalusi berdasarkan lingkup kegiatan pembelajaran adalah :
a. Evaluasi program pembelajaran adalah Evaluasi yang mencakup terhadap
tujuan  pembelajaran, isi  program pembelajaran, strategi belajar mengajar, aspek-aspek program
pembelajaran yang lain.
b. Evaluasi proses pembelajaran adalah  Evaluasi yang mencakup kesesuaian antara  peoses
pembelajaran  dengan garis-garis  besar program pembelajaran yang  ditetapkan, kemampuan
guru dalam melaksanakan proses pembelajaran, kemampuan siswa dalam mengikuti
prosespembelajaran.
c. Evaluasi hasil pembelajaran Evaluasi hasil belajar mencakup tingkat penguasaan siswa
terhadap tujuan pembelajaran yang ditetapkan, baik umum maupun khusus, ditinjau dalam aspek
kognitif, afektif, psikomotorik.

E.    Perencanaan Evaluasi Pembelajaran


Jika kita melaksanakan suatu kegiatan, tentunya harus sesuai dengan apa yang direncanakan. Hal
ini dimaksudkan agar hasil yang diperoleh lebih maksimal.
Perencanaan evaluasi harus dirumuskan secara jelas dan spesifik, terurai dan komprehensif
sehingga perencanaan tersebut bermakna dalam menentukan langkah-langkah selanjutnya.
Berikut ini adalah hal-hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan evaluasi menurut buku
Zainal Arifin yang berjudul Evaluasi Pembelajaran; Prinsip, Teknik, dan Prosedur.
1.      Analisis Kebutuhan
Analisis kebutuhan adalah suatu proses yang dilakukan oleh seseorang untuk mengidentifikasi
kebutuhan dan menentukan skala prioritas pemecahannya. Analisis kebutuhan merupakan bagian
integral dari sistem pembelajaran secara keseluruhan, yang dapat digunakan untuk
menyelesaikan masalah-masalah pembelajaran. Langkah-langkah yang dilakukan adalah
mengindentifikasi dan mengklarifikasi masalah, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data,
analisa data dan kesimpulan.
Analisis kebutuhan dalam program pembelajaran berarti analisis yang dilakukan terhadap
kebutuhan peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok.
2.      Menentukan Tujuan Penilaian
Tujuan penilaian harus dirumuskan secara jelas dan tegas karena menjadi dasar untuk
menentukan arah, ruang lingkup materi, jenis atau model, dan karakter alat penilaian. Ada empat
kemungkinan tujuan penilaian, yaitu untuk memperbaiki kinerja atau proses pembelajaran
(formatif), untuk menentukan keberhasilan peserta didik (sumatif), untuk mengidentifikasi
kesulitan belajar peserta didik dalam proses pembelajaran (diagnostik), atau untuk menempatkan
posisi peserta didik sesuai dengan kemampuannya (penempatan).
Dengan kata lain, tujuan penilaian harus dirumuskan sesuai dengan jenis penilaian yang akan
dilakukan, seperti penilaian formatif, sumatif, diagnostik, atau penempatan. Rumusan tujuan
penilaian harus memperhatikan domain hasil belajar.
3.      Mengidentifikasi Kompetensi dan Hasil Belajar
Pengidentifkasian kompetensi dilakukan oleh guru berdasarkan kompetensi yang ada dalam
kurikulum yang berlaku. Mulai dari standar kompetensi, kompetensi dasar, hasil belajar hingga
indikator.
4.      Menyusun Kisi-kisi
Penyusunan kisi-kisi dimaksudkan agar materi penilaian relevan dengan materi pelajaran yang
sudah disampaikan oleh guru kepada peserta didik.
Kisi-kisi adalah format pemetaan soal yang menggambarkan distribusi item untuk berbagai topik
atau pokok bahasan berdasarkan jenjang kemampuan tertentu. Fungsinya sebagai pedoman untuk
menulis soal atau merakit soal menjadi perangkat tes. Kisi-kisi disusun berdasarkan silabus
setiap mata pelajaran. Jadi, guru harus menganilisis silabus terlebih dahulu sebelum menyusun
kisi-kisi.
5.      Mengembangkan Draf Instrumen
Draf instrumen penilaian dapat berupa bentuk tes maupun nontes. bentuk tes mengharuskan guru
membuat soal. Penulisan soal adalah penjabaran indikator menjadi pertanyaan-pertanyaan yang
karakteristiknya sesuai dengan pedoman kisi-kisi. Setiap pertanyaan harus jelas dan terfokus
serta menggunakan bahasa yang efektif, baik bentuk pertanyaan maupun bentuk jawabannya.
Kualitas butir soal akan menentukan kualitas tes secara keseluruhan. Bentuk nontes, contohnya
dapat berupa angket, observasi, wawancara, dan studi dokumentasi.
6.      Uji Coba dan Analisis Soal
Uji coba dan analisis soal bertujuan untuk mengetahui soal-soal mana yang perlu diubah,
diperbaiki, bahkan dibuang sama sekali, serta soal mana yang baik untuk dipergunakan
selanjutnya. Soal yang baik adalah soal yang sudah mengalami uji coba dan revisi yang
didasarkan atas analisis empiris dan rasional.
Analisis empiris dimaksudkan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan setiap soal yang
digunakan. Informasi empiris pada umumnya menyangkut segala hal yang dapat memengaruhi
validitas soal meliputi aspek-aspek keterbacaan soal, tingkat kesukaran soal, bentuk jawaban,
daya pembeda soal, dan pengaruh kultur. Sedangkan analisis rasional dimaksudkan untuk
memperbaiki kelemahan-kelemahan setiap soal. Kedua analisis tersebut dilakukan pula terhadap
instrumen evaluasi dalam bentuk nontes.
7.      Revisi dan Merakit Soal
Soal yang sudah diuji coba dan dianalisis, kemudian direvisi sesuai dengan proporsi tingkat
kesukaran soal dan daya pembeda. Dengan demikian, ada soal yang masih dapat diperbaiki dari
segi bahasa, atau direvisi total, baik menyangkut pokok soal (stem) maupun alternatif jawaban
(option), untuk kemudian dilakukan perakitan soal menjadi suatu instrumen yang terpadu dengan
memperhatikan validitas skor tes, seperti nomor urut soal, pengelompokkan bentuk soal, dan
penataan soal.

            Menurut Arikunto (1988) dalam buku Belajar dan Pembelajaran karangan Dimyati dan


Mudjiono, perencanaan evaluasi pembelajaran yaitu menyusun rancangan. Untuk memperjelas
penyusunan rancangan evaluasi pembelajaran, akan diuraikan secara singkat langkah-langkah
kegiatannya.
1.      Menyusun latar belakang yang berisikan dasar pemikiran dan rasional penyelenggaraan
evaluasi.
2.      Problematika yang berisikan rumusan permasalahan problematika yang akan dicari
jawabannya, baik secara umum maaupun terperinci.
3.      Tujuan evaluasi merupakan rumusan yang sesuai dengan problematika evaluasi
pembelajaran, yakni perumusan tujuan umum dan tujuan khusus.
4.      Populasi dan sampel, yakni sejumlah komponen pembelajaran yang dikenai evaluasi
pembelajaran dan yang dimintai informasi dalam kegiatan evaluasi pembelajaran.
5.      Instrumen adalah semua jenis alat pengumpulan informasi yang diperlukan sesuai dengan
teknik pengumpulan data yang diterapkan dalam evaluasi pembelajaran.

11-12 BENTUK DAN ALAT EVALUASI PEMBELAJARAN

Dilihat dari komponen pembelajaran, pendekatan evaluasi dapat dibagi dua, yaitu pendekatan
tradisional dan pendekatan sistem.

Pendekatan Tradisional

Menurut Arifin (2017, hlm. 85-86) pendekatan evaluasi tradisional berorientasi pada praktik
evaluasi yang telah berjalan selama ini di sekolah yang ditujukan pada perkembangan aspek
intelektual peserta didik. Aspek-aspek keterampilan dan pengembangan sikap kurang
mendapatkan perhatian yang serius.
Dengan kata lain, peserta didik hanya dituntut untuk menguasai mata pelajaran. Kegiatan-
kegiatan evaluasi juga lebih difokuskan pada komponen produk saja, sementara komponen
proses cenderung diabaikan. Hasil kajian Spencer cukup memberikan gambaran betapa
pentingnya evaluasi pembelajaran.

Pendekatan Sistem

Evaluasi pendekatan sistem adalah evaluasi yang dilakukan melalui sistem atau totalitas dari
berbagai komponen yang saling berhubungan dan ketergantungan. Komponen evaluasi yang
dimaksud meliputi komponen kebutuhan dan feasibility, komponen input, komponen proses, dan
komponen produk  (Arifin, 2017, hlm. 86).

Stuffebeam menyingkatnya sebagai CIPP, yakni context, input, process, product. Komponen-
komponen ini harus menjadi landasan pertimbangan dalam evaluasi pembelajaran secara
sistematis. Berbeda dengan pendekatan tradisional yang hanya menyentuh komponen produk
saja.

Mudahnya pendekatan ini tidak hanya mempertimbangkan penilaian kognitif atau penguasaan
mata pelajaran saja. Namun melibatkan seluruh komponen yang ada, misalnya keaktifan, afeksi,
karakter, atau berbagai komponen lain yang dibutuhkan dalam suatu pembelajaran.

Jenis Evaluasi dalam Pembelajaran

Membicarakan jenis evaluasi sebetulnya sangatlah bergantung dari pembeda atau dikotomi apa
yang digunakan dalam membedakan jenisnya. Namun, pada umumnya evaluasi dalam
pembelajaran biasa dibagi dari segi teknik terlebih dahulu. Kemudian, masing-masing teknik
akan memiliki penilaian dan alat penilaian yang berbeda pula.

Menurut (Arikunto, 2016, hlm. 41) Teknik evaluasi dibagi menjadi dua, yakni teknik tes dan
teknik non-tes. Berikut adalah penjelasannya.

Evaluasi Tes

Tes merupakan suatu alat pengumpul informasi, tetapi jika dibandingkan dengan alat-alat yang
lain, tes bersifat lebih resmi karena penuh dengan batasanbatasan. Tes mempunyai fungsi ganda,
yaitu untuk mengukur peserta didik dan untuk mengukur keberhasilan program pengajaran.
Menurut Heaton (dalam Arifin, 2017, hlm. 118) membagi tes menjadi empat bagian, yakni tes
prestasi belajar, tes penguasaan, tes bakat, dan tes diagnostik. Untuk melengkapi pembagian jenis
tes tersebut, Brown menambahkan satu jenis tes lagi yang disebut tes penempatan. Masing-
masing penjelasan mengenai jenis tes tersebut sama saja dengan penjelasan fungsi evaluasi yang
telah dijelaskan sebelumnya di atas.

Evaluasi jenis tes sendiri dapat dibagi setidaknya menjadi dua jenis, yakni: tes uraian (esai), dan
tes objektif. Berikut adalah pemaparannya.

Tes Bentuk Uraian (Esai)

Disebut bentuk uraian, karena menuntut peserta didik untuk menguraikan, mengorganisasikan
dan menyatakan jawaban dengan kata-katanya sendiri dalam bentuk, teknik, dan gaya yang
berbeda satu dengan lainnya. Dilihat dari luas atau sempitnya materi yang dinyatakan, bentuk tes
uraian dapat dibagi menjadi dua jenis, yakni sebagai berikut.

Uraian Terbatas

Dalam menjawab soal bentuk uraian terbatas ini, peserta didik harus mengemukakan hal-hal
tertentu sebagai batas-batasnya. Walaupun kalimat jawaban peserta didik itu beraneka ragam,
tetap harus ada pokok-pokok penting yang terdapat dalam sistematika jawabannya sesuai dengan
batas-batas yang telah ditentukan dan dikehendaki dalam soalnya.

Uraian Bebas

Peserta didik bebas untuk menjawab soal dengan cara dan sistematika sendiri. Peserta didik
bebas mengemukakan pendapat sesuai dengan kemampuannya. Oleh karena itu, setiap peserta
didik mempunyai cara dan sistematika yang berbeda-beda. Namun, guru tetap harus mempunyai
acuan dan patokan dalam mengoreksi jawaban peserta didik nanti.

Tes Objektif

Tes objektif adalah pengukuran yang berdasarkan pada penilaian atas kemampuan siswa dengan
soal menjelaskan jawaban yang benar atau yang salah soal dengan bobot nilai yang tetap. Dalam
tes ini subjektivitas guru ketika melakukan pemberian nilai tidak ikut ambil bagian atau ikut
berpengaruh. Terdapat beragam macam tes objektif meliputi beberapa jenis di bawah ini.
1. Tes Pilihan Alternatif
Bentuk tes pilihan alternatif ditandai oleh butir soal yang diikuti oleh dua penilaian. Dari dua
pilihan siswa diminta memilih salah satu yang dianggap paling tepat.
2. Tes Pilihan Ganda
Tes jenis pilihan ganda adalah suatu bentuk tes dengan jawaban tersedia atas 3 atau 4 serta
option pilihannya dan hanya satu jawaban yang tepat.
3. Tes Objektif Menjodohkan
Soal bentuk menjodohkan atau memasangkan terdiri dari suatu premis, suatu daftar
kemungkinan jawaban, dan suatu petunjuk untuk menjodohkan masing-masing premis itu
dengan suatu kemungkinan jawaban. Biasanya nama, tanggal/tahun, istilah, frase,
pernyataan, bagian dari diagram, dan sejenisnya digunakan sebagai premis.
4. Tes Bentuk Benar atau Salah
Benar Tes benar salah ditekankan mengandung atau tidaknya kebenaran dalam pernyataan
yang hendak dinilai peserta didik. Peseta didik menjawab dengan menetapkan apakah
pernyataan yang disajikan itu salah atau benar dalam arti mengandung atau tidak
mengandung kebenaran.

Evaluasi Non Tes

Menurut Hasyim (dalam Zein & Darto, 2012, hlm.47) evaluasi non test adalah penilaian yang
mengukur kemampuan peserta didik secara langsung dengan tugas-tugas yang riil. Evaluasi non
tes memiliki sifat yang lebih komprehensif, artinya dapat digunakan untuk menilai berbagai
aspek dari individu sehingga tidak hanya untuk menilai aspek kognitif, tetapi juga aspek afektif
dan psikomotorik, yang dinilai saat proses pelajaran berlangsung (Sudjana. 2017, hlm. 67).

Beberapa jenis evaluasi non tes menurut Arikunto (2016, hlm. 41) adalah sebagai berikut.

1. Skala Bertingkat
Skala menggambarkan suatu nilai yang berbentuk angka terhadap sesuatu hasil
pertimbangan. Seperti Oppenheim mengatakan “Rating gives a numerical value to some
kind of judgement” maka suatu skala selalu disajikan dalam bentuk angka.
2. Angket
Angket adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur
(responden). Angket merupakan instrumen evaluasi nontes yang berupaya mengukur diranah
afektif di dalam kelas maupun diluar kelas.
3. Daftar Cocok
Yakni deretan pernyataan (yang biasanya singkat-singkat), dimana responden yang
dievaluasi tinggal membubuhkan tanda cocok (√ ) ditempat yang sudah disediakan.
4. Wawancara
Merupakan suatu cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari responden dengan
cara tanya-jawab sepihak. Dikatakan sepihak karena dalam wawancara ini responden tidak
diberi kesempatan sama sekali untuk mengajukan pertanyaan.
5. Pengamatan atau Observasi
Pengamatan atau observasi adalah teknik penilaian yang dilakukan oleh pendidik dengan
menggunakan indra secara langsung. Pengamatan atau observasi merupaka suatu kegiatan
yang dilakukan untuk melihat sejauh mana pelaksanaan suatu tindakan telah dilaksanakan
dan untuk mengevaluasi ketepatan tindakan yang dilakukan. Pengamatan dilakukan dengan
cara menggunakan instrumen (formulir) yang sudah dirancang sebelumnya.

13-14 TEKNIK PEMERIKSAAN DAN PEMBERIAN SKOR HASIL BELAJAR

2.1 PENGERTIAN ASSESMEN


Asesmen adalah kegiatan guru yang berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang
pelaksanaan pembelajaran dan pencapaian kompetensi atau hasil belajar peserta didik yang
mengikuti proses pembelajaran. Untuk itu, diperlukan data sebagai informasi yang dapat
diandalkan sebagai dasar pengambilan keputusan. Data yang diperoleh guru selama
pembelajaran berlangsung dijaring dan dikumpulkan melalui prosedur dan alat penilaian yang
sesuai dengan kompetensi atau indikator yang akan dinilai.

Ada beberapa pengertian tentang asesmen menurut para ahli :

1. Menurut Robert M Smith (2002)


“Suatu penilaian yang komprehensif dan melibatkan anggota tim untuk mengetahui kelemahan
dan kekuatan yang mana hsil keputusannya dapat digunakan untuk layanan pendidikan yang
dibutuhkan anak sebagai dasar untuk menyusun suatu rancangan pembelajaran.

2. Menurut James A. Mc. Lounghlin & Rena B Lewis


“Proses sistematika dalam mengumpulkan data seseorang anak yang berfungsi untuk melihat
kemampuan dan kesulitan yang dihadapi seseorang saat itu, sebagai bahan untuk menentukan
apa yang sesungguhnya dibutuhkan. Berdasarkan informasi tersebut guru akan dapat menyusun
program pembelajaran yang bersifat realitas sesuai dengan kenyataan objektif.

3. Menurut Bomstein dan Kazdin (1985)


 Mengidentifikasi masalah dan menyeleksi target intervensi
 Memilih dan mendesain program treatmen
 Mengukur dampak treatmen yang diberikan secara terus menerus.
 Mengevaluasi hasil-hasil umum dan ketepatan dari terapi.
4. Menurut Lidz 2003
Proses pengumpulan informasi untuk mendapatkan profil psikologis anak yang meliputi gejala
dan intensitasnya, kendala-kendala yang dialami kelebihan dan kelemahannya, serta peran
penting yang dibutuhkan anak.  Hasil Kajian dari Pengertian diatas adalah sebagai berikut :

Tujuan asesmen adalah untuk melihat kondisi anak saat itu. Dalam rangka menyusun suatu
program pembelajaran yang tepat sehingga dapat melakukan layanan pembelajaran secara tepat.

2.2  Tujuan Asesmen


1. Menurut Robb
 Untuk menyaring dan mengidentifikasi anak
 Untuk membuat keputusan tentang penempatan anak
 Untuk merancang individualisasi pendidikan
 Untuk memonitor kemajuan anak secara individu
 Untuk mengevaluasi kefektifan program.
2. Menurut Sumardi & Sunaryo (2006)
 Memperoleh data yang relevan, objektif, akurat dan komprehensif tentang kondisi anak saat
ini
 Mengetahui profil anak secara utuh terutama permasalahan dan hambatan belajar yang
dihadapi, potensi yang dimiliki, kebutuhan-kebutuhan khususnya, serta daya dukung
lingkungan yang dibutuhkan anak
 Menentukan layanan yang dibutuhkan dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhan
khususnya dan memonitor kemampuannya.
3. Menurut Salvia dan Yesseldyke seperti dikutif Lerner (1988: 54)
Asesmen dilakukan untuk lima keperluan yaitu :

 Penyaringan (screening)
 Pengalihtanganan (referal)
 Klasifikasi (classification)
 Perencanaan Pembelajaran (instructional planning)
 Pemantauan kemjuan belajar anak (monitoring pupil progress)
Berdasarkan hasil kajian dari teori-teori diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa :
“Asesmen dilakukan untuk mengetahui keadaan anak pada saat tertentu (Waktu dilakukan
asesmen) baik potensi-potensinya maupun kelemahan-kelemahan yang dimiliki anak sebagai
bahan untuk menyusun suatu program pembelajaran sehingga dapat melakukan layanan /
intervensi secara tepat.
 Ruang Lingkup
 Motorik
 Kognitif
 Emosi
 Perilaku adaptif
 Bahasa

Pada hakikatnya pemberian skor (scoring) adalah proses pengubahan jawaban instrumen menjadi
angka-angka yang merupakan nilai kuantitatif dari suatu jawaban terhadap item dalam
instrumen. Angka-angka hasil penilaian selanjutnya diproses menjadi nilai-nilai (grade).
Skor adalah hasil pekerjaan menyekor (memberikan angka) yang diperoleh dari angka-angka
dari setiap butir soal yang telah di jawab oleh test dengan benar, dengan mempertimbangkan
bobot jawaban betulnya.

1. Teknik pemeriksaan hasil tes tertulis


Sebagai mana telah dibahas dalam materi sebelumnya bahwa tes hasil belajar yang
diselenggarakan secara tertulis dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu tes hasil belajar
tertulis bentuk uraian dan tes hasil belajar tertulis bentuk objektif, kedua bentuk tes hasil itu
memiliki karakteristik yang berbeda.

1. Teknik pemeriksaan hasil tes hasil belajar bentuk uraian


Tenik ini dilakukan dengan begitu soal tes uraian selesai disusun hendaknya tester segera
membuat kunci jawaban/pedoman jawaban, kunci jawaban ini digunakan sebagai pegangan atau
patokan dalam pemeriksaan atau pengoreksian terhadap tes hasil tes uraian dengan cara
membandingkan antara jawaban yang diberikan oleh teste dengan kunci jawaban yang dibuat
oleh tester.

Dalam pelaksanaan pemeriksaan hasil – hasil tes hasil tes uraian ini terdapat dua hal yang harus
dipertimbangkan yaitu:

1. Pengolahan dan penentuan nilai hasil tes hasil belajar


Artinya apabila nantinya pengolahan dan penentuan nilai hasil tes uraian itu didasarkan pada
standar mutlak maka, prosedur pemeriksaannya adalah sebagai berikut :

 Membaca jawaban yang diberikan oleh teste dan membandingkannya dengan kunci jawaban
yang sudah dibuat.
 Atas dasar hasil perbandingan antara jawaban teste dengan kunci jawaban tersebut, tester
dapat memberikan skor untuk setiap butir soal dan menuliskan pada jawaban teste tersebut.
 Menjumlahkan skor-skor tersebut dalam pengolahan dan penentuan nilai lebih lanjut.
2. Pengolahan dan penentuan nilai hasil tes subjektif itu didasarkan pada standar relatif
Artinya apabila nantinya pengolahan dan penentuan nilai didasarkan pada standar relatif maka
prosedur pemeriksaannya sebagai berikut :

 Memeriksa jawaban atas soal nomor satu misalnya yang diberikan oleh selurus teste sehingga
diperoleh gambaran maka dapat diketahui mana teste yang lengkap,kurang lengkap dan tidak
tepat sama sekali.
 Memberikan skor terhadap jawaban tersebut misalkan jawaban yang tepat diberi skor 5,
kurang tepat 3.
 Setelah jawaban atas seluruh teste tersebut selesai maka dapat dilakukan penjumlahan skor
yang nantinya dijadikan bahan untuk mengolah nilai.
1. Teknik pemeriksaan hasil tes hasil belajar bentuk objektif
Memeriksa atau mengoreksi jawaban atas soal tes objektif pada umumnya dilakukan dengan
jalan menggunakan kunci jawaban, ada beberapa macam kunci jawaban yang dapat
dipergunakan untuk mengoreksi jawaban soal tes objektif, yaitu  sebagai berikut :

1)      Kunci berdampingan ( strip keys )

Kunci jawaban berdamping ini terdiri dari jawaban – jawaban yang benar yang ditulis dalam satu
kolom yang lurus dari atas kebawah, adapun cara menggunakannya adalah dengan meletakan
kunci jawaban tersebut berjajar dengan lembar jawaban yang akan diperiksa  kemudian
cocokanlah dengan lembar jawaban yang diberikan oleh tested an apabila jawaban yang
diberikan oleh teste benar maka diberi tanda ( + ) dan apabila salah diberi tanda ( – ).

2)      Kunci system karbon ( carbon system key )

Pada kunci jawaban system ini teste diminta membubuhkan tanfda silang ( X ) pada salah satu
jawaban yang mereka anggap benar kemudian kunci jawaban yang telah dibuat oleh teste
tersebut diletakan diatas lembar  jawaban teste yang sudah ditumpangi karbon kemudian tester
memberikan lingkaran pada setiap jawaban yang benar sehingga ketika diangkat maka, dapat
diketahui apabila jawaban teste yang berada diluar lingkaran berarti salah sedangkan yang berada
didalam adalah benar.

3)      Kunci system tusukan ( panprick system key )

Pada dasarnya kunci system tusukan adalah sama dengan kunci system karbon. Letak
perbedaannya ialah pada kunci sitem ini, untuk jawaban yang benar diberi tusukan dengan paku
atau alat penusuk lainnya sementara lembar jawaban teste berada dibawahnya, sehingga tusukan
tadi menembus lembar jawaban yang ada dibawahnya. Jawaban yang benar akan tekena tusukan
dsedangkan yang salah tidak.
4)      Kunci berjendela ( window key )

Prosedur kunci berjendela ini adalah sebagai berikut :

1. a) Ambilah blanko lembar jawaban yang masih kosong


2. b) Pilihan jawaban yang benar dilubangi sehingga seolah – olah menyerupai jendela
3. c) Lembar jawaban teste diletakan dibawah kunci berjendela
4. d) Melalui lubang tersebut kita dapat membuat garis vertical dengan pencil warna sehingga
jawaban yang terkena pencil warna tersebut berarti benar dan sebaliknya.
5. Teknik pemeriksaan dalam rangka menilai hasil tes lisan
Pemeriksaan atau koreksi yang dilaksanakan dalam rangka menilai jawaban – jawaban testee
pada tes hasil belajar secara lisan, pada umumnya bersifat subjektif, sebab dalam tes lisan itu
tester tidak berhadapan dengan lembar jawaban soal yang wujudnya adalah benda mati,
melainkan berhadapan dengan individu atau makhluk hidup yang masing – masing mempunyai
cirri dan karakteristik berbeda sehingga memungkinkan bagi tester untuk bertindak kurang atau
bahkan tidak objektif.

Dalam hubungan ini, pemeriksaan terhadap jawaban testee hendaknya dikendalikan oleh
pedoman yang pasti, misalnya sebagai berikut :

1. a) Kelengkapan jawaban yang diberikan oleh testee.


Pernyataan tersebut mengandung makna “ apakah jawaban yang diberikan oleh testee sudah
memenuhi semua unsure yang seharusnya ada dan sesuai dengan pedoman/ kunci jawanban yang
telah disusun oleh tester

1. b) Kelancaran testee dalam mengemukakan jawaban


Mencakup apakah dalam memberikan jawaban lisan atas soal – soal yang diajukan kepada testee
itu cukup lancer sehingga mencerminkan tingkat pemahaman testee terhadap materi pertanyaan
yang diajukan kepadanya

1. c) Kebenaran jawaban yang dikemukakan


Jawaban panjang yang dikemukakan oleh testee secara lancar dihadapan tester, belum tentu
merupakan jawaban yang benar sehingga tester harus benar – benar memperhatikan jawaban
testee tersebut, apakah jawaban testee itu mengandung kadar kebenaran yang tinggi atau
sebaliknya.

1. d) Kemampuan testee dalam mempertahankan pendapatnya


Maksudnya, apakah jawaban yang diberikan dengan penuh kenyakinan akan kebenarannya atau
tidak. Jawaban yang diberikan oleh testee secara ragu – ragu merupakan salah satu indicator
bahwa testee kurang menguasai materi yang diajukan kepadanya tersebut.
Demikian seterusnya, penguji dapat menambahkan unsure lain yang dirasa perlu dijadikan bahan
penilaian seperti : perilaku, kesopanan, kedisiplinan dalam menghadapi penguji ( tester )

3. Teknik pemeriksaan dalam rangka menilai hasil tes perbuatan


Dalam tes perbuatan ini pemeriksaan hasil – hasil tes nya dilakukan dengan menggunakan
observasi ( pengamatan ). Sasaran yang perlu diamati adalah tingkah laku, perbuatan, sikap dan
lain sebagainya. Untuk dapat menilai hasil tes perbuatan itu diperlukan adanya instrument
tertentu dan setiap gejala yang muncul diberikan skor tertentu pula.

Contoh: misalkan instrument yang dipergunakan dalam mengamati calon guru yang
melaksanakan praktek mengajar, aspek – aspek yang diamati meliputi 17 unsur dengan skor
minimum 1 (satu) dan maksimum 5 (lima).

1. Pemberian skor pada tes uraian


Pada tes uraian ini, pemberian skor umumnya mendasar pada bobot soal yang diberikan pada
setiap butir soal, atas dasar tingkat kesulitan atau banyak sedikitnya unsure yang harus terdapat
dalam jawaban yang dianggap jawaban paling benar.

Sebagai contoh misalkan tes subyektif memberikan lima butir soal, pembuat soal (tester) telah
menetapkan bahwa kelima butir dari soal tersebut mempunyai derajat kesukaran yang sama dan
unsure yang terdapat pada setiap butir soal telah dibuat sama banyaknya, maka atas dasar itu
tester dapat menetapkan bahwa setiap jawaban yang dijawab oleh testee benar diberikan skor
maksimum 10 jika hanya benar setengahnya maka diberi 5 dan apa bila tidak menyangkut sama
sekali diberi skor 0 dan seterusnya.

15 PENGOLAHAN SKOR TES HASIL BELAJAR

Pengajaran adalah suatu aktivitas (proses) mengajar-belajar. Didalamnya ada dua subjek
yaitu guru dan peserta didik. Pengajaran merupakan aktivitas (proses) yang sistematis dan
sistemik yang terdiri atas banyak komponen. Masing-masing komponen pengajaran tidak bersifat
parsial (terpisah) atau berjalan sendiri-sendiri, tetapi harus berjalan secara teratur, saling
bergantung, komplementer, dan berkesinambungan.
Salah satu aspek penting dalam pengajaran adalah evaluasi atau penilaian. Kekuatan dan
kelemahan dari program pengajaran yang telah disusun guru biasanya dapat diketahui dengan
lebih jelas setelah program tersebut dilaksanakan dikelas dan dievalusi dengan seksama. Hasil
yang diproleh dari evaluasi yang diadakan akan memberi petunjuk kepada guru tentang bagian-
bagian mana dari program tersebut yang sudah berhasil dan bagian-bagian mana pula yang
belum berhasil mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Atas dasar evalausi tersebut dapat
dilakukan perbaikan perbaikan yang diperlukan, baik pada waktu program berjalan maupun
setelah program itu dilaksanakan.
Oleh karena itu pemakalah akan menjelaskan cara pengolahan penilaian pada peserta didik
A. TEKNIK MENGOLAH NILAI

Setelah hasil data dikumpulkan, baik secara langsung maupun tidak langsung, maka
langkah selanjutnya adalah melakukan pengolahan data. Mengolah data berarti ingin
memberikan nilai dan makna terhadap data yang telah dikumpulkan. Menurut Zainal Arifin
(2006) dalam mengolah data hasil tes, ada empat langkah pokok yang harus ditempuh yaitu:
1. Menskor, yaitu memberi skor pada hasil tes yang dapat dicapai oleh peserta didik. Untuk
memproleh skor mentah di perlukan tiga jenis alat bantu, yaitu kunci jawaban, kunci
skoring, dan pedoman konversi
2. Mengubah skor mentah menjadi skor standard sesuai norma tertentu
3. Mengkonversikan skor standard kedalam nilai, baik berupa huruf atau angka
4. Melakukan analisis soal (jika diperlukan) untuk mengetahui derajat validitas dan
realibitas soal, tingkat kesukaran soal, dan daya pembeda.

1. Teknik pemberian skor

Pemberian skor merupakan langkah pertama dalam proses pengolahan hasil tes, yaitu
proses perubahan jawaban –jawaban soal tes menjadi angka-angka. Dengan kata lain,
pemberian skor itu merupakan tindakan kuantitatif terhadap jawaban-jawaban yang
diberikan oleh testee dalam suatu tes hasil belajar.
Angka-angka hasil penilaian itu selanjutnya diubah menjadi nilai-nilai (grade) melaui
proses tertentu. Penggunaan symbol untuk menyatakan nilai-nilai hasil tes itu ada yang
tertuang dalam bentuk angka dengan rentangan 0 -10, antara 0-100, dan ada pula yang
menggunkaan symbol huruf, yaitu huruf A,B,C,D, dan F (fail)
Cara pemberian skor terhadap hasil tes hasil belajar pada umumnya disesuaikan
dengan bentuk-bentuk soal yang dikeluarkan dalam tes tersebut, apakah tes uraian
ataukah tes obyektif.

1.1. Pemberian skor pada tes uraian

Dalam bentuk uraian biasanya skor mentah dicari dengan menguunakan sistem
bobot. Sistem bobot ada dua cara , yaitu:
Pertama, bobot dinyatakan dalam skor maksimum sesuai dengan tingkat
kesukarannya. Misalnya, untuk soal yang mudah skor maksimumnya adalah 6, untuk soal
yang sedang skor maksimumnya adalah 7 dan untuk soal yang sukar skor maksimumnya
adalah 10. Cara ini tidak memungkinkan peserta didik mendapat skor maksimum
sepuluh.
No soal Tingkata kesukaran Jawaban Skor (x)

1 Mudah Betul 6

2 Sedang Betul 7

3 Sukar Betul 10

Jumlah 23

∑X
Rumus; skor =
∑S
Keterangan:
∑X = jumlah skor
S = jumlah soal
23
Jadi, skor peserta didik A= = 7,67
3

Kedua, bobot dinyatakan dalam bilangan-bilangan tertentu sesuai dengan tingkat


kesukaran soal. Misalnya, soal yang mudah diberi bobot 3, soal yang sedang diberi bobot
4, dan soal yang sukar di beri bobot 5. Cara ini memungkinkan peserta didik mendapat
skor sepuluh.
Contoh:

Seorang peserta didik di tes dengan tiga soal dalam bentuk uraian. Masing-masing
soal diberi bobot sesuai dengan tingkat kesukarannya, yaitu bobot 5 untuk soal yang
sukar, 4 untuk soal yang sedang, dan 3 untuk soal yang mudah. Tiap-tiap soal diberikan
skor (x) dengan rentang 1-10 sesuai dengan kualitas jawaban yang betul. Kemudian skor
(x) yang dicapai oleh setiap peserta ddik di kalikan dengan bobot setiap soal. Hasil
perhitungannya adalah sebagai berikut:
Nomor soal Tingkat Jawaban Skor (x) Bobot (b) Xb
kesukaran

1 Mudah Betul 10 3 30

2 Sedang Betul 10 4 40

3 Sukar Betul 10 5 50

Jumlah 12 120

Rumus;
∑ xb
Skor =
∑b
Keterangan :
X = Skor setiap soal
B = Bobot sesuai dengan tingkat kesukaran soal
∑XB = Jumlah hasil perkalian X dengan B
120
Jadi, skor peserta ddik = = 10
12
Untuk memudahkan pemberian skor, ada baiknya digunakan sistem yang kedua.
Sistem bobot diberikan kepada soal bentuk uraian dengan dengan maksud untuk
memberikan skor secara adil kepada peserta didik berdasarkan kemampuannya
masing-masing dalam menjawab soal-soal yang berbeda tingkat kesukarannya.

1.2. Pemberian skor mentah untuk tes objektif


Ada dua cara untuk memberikan skor pada soal tes objektif, yaitu:
a. Tanpa rumus tebakan (Non-Guessing Formula)
Biasanya digunakan apabila soal belum diketahui tingkat kebaikannya. Caranya
adalah menghitung jumlah jawaban yang betul saja. Setiap jawaban yang betul di
beri skor 1, dan jawaban yang salah diberi skor 0. Jadi, skor = jumlah jawaban
yang betul
b. Menggunakan rumus tebakan (Gueesing Formula)
Biasanya rumus ini digunakan apabila soal-soal tes itu sudah pernah diujicobakan
dan dilaksanakan sehingga dapat diketahui tingkat kebenarannya. Penggunaan
rumus tebakan ini bukan karena guru sudah mengetahui bahwa peserta didik itu
menebak, tetapi tes bentuk objektif ini sangat memungkinkan peserta didik untuk
menebak. Adapun rumus tebakan tersebut adalah sebagai berikut.
1. Untuk item benar-salah (true-false), menjodohkan (matching), jawaban
singkat(short answer), dan melengkapi (complecatuion)
Rumus; S = ∑B-∑S
Keterangan:
Skor = skor yang dicari
∑B = jumlah jawaban yang benar
∑S = jumlah jawaban yang salah
Contoh;
Seorang peserta didik di tes dengan soal bentu B-S sebanyak 30 soal.
Ternyata, peserta didik tersebut dapat menjawab soal dengan betul 25 butir
soal, berarti jawaban yang salah ada 5 soal. Dengan demikian, skor peserta
didik yang bersangkutan adalah:
Skor = 25-5 = 20
2. Untuk item pilihan berganda (multiple choice)
Rumus:
∑S
S=∑ B−
n−1

Keterangan:
S = skor
∑B = jumlah jawaban yang benar
∑S = jumlah jawaban yang salah
N = jumlah alternative jawaban yang disediakan
1 = bilangan tetap
Contoh:
Seorang peserta didik A dites dengan bentuk pilihan-ganda sebanyak 10 soal.
Ternyata, peserta didik A dapat menjawab soal dengan betul sebanyak 7 butir
soal, berarti jumlah jawaban yang salah adalah 3 sola. Jumlah alternative
jawaban (option) = 4. Dengan demikian, skor peserta didik adalah:
3
Skor = 7− =6
4−1
3. Untuk penskoran dengan butir beda bobot
Rumus;
( Bxb)
Skor= ∑ x 100 %
Si
Keterangan :
B = Jumlah soal yang dijawab benar
B = Bobot setiap soal
Si = Skor ideal (skor yang mungkin dicapai jika semua soal di jawab benar)
Contoh;
Ardi mengikuti ujian akhir semester mata pelajaran matematika. Jumlah soal
50 butir, terdiri atas enam jenjang domain kognitif yang diberi bobot sebagai
berikut: pengetahuan dengan bobot 1, pemahaman dengan bobot 2, aplikasi
dengan bobot 3, analisis dengan bobot 4, sintesis dengan bobot 5, dan evaluasi
denagn bobot 6. Ardi dapat menjawab benar dengan 10 soal pada jenjang
pemahaman, 10 soal dari 15 soal pada jenjang aplikasi, 4 soal dari 6 soal pada
jenjang analisis, 5 soal dari 7 soal pada jenjang sintesis, dan 1 soal dari 2 soal
pada jenjang evaluasi. Berapa skor yang di proleh Ardi?
Untuk mempermudah perhitungan skor, guru perlu menyusun tabel sebagai
berikut:

Jenjang Jumlah soal Bobot (b) Jumlah soal B


domain x bobot (b)
kognitif

Pengetahuan 10 1 10 10

Pemahaman 10 2 20 8

Aplikasi 15 3 45 10

Analisis 6 4 24 4

Sintesis 7 5 35 5

Evaluasi 2 6 12 1

Jumlah 50 146 38

( 10 x 1 )+ ( 8 x 2 ) + ( 10 x 3 ) + ( 4 x 4 ) + ( 5 x 5 )+(1 x 6)
Skor x 100 %
146
= 70, 55%
Artinya, Ardi dapat menguasai materi Matematika sebesar 70,55%

B. SKALA NILAI

Beberapa skala nilai adalah:


1. Skala Bebas

Ani, seorang pelajar disuatu SMU, pada sutau hari berlari-lari kegirangan setelah
menerima kembali kertas ulangan dari Guru matematika. Diamatinya sekali lagi angka
yang tertera di kertas itu. Benar, ia tidak salah lihat! Pada sudut atas kertas itu tertulis
angka 10, yaitu angka yang diperoleh Ani dengan ulangan itu.
Pada waktu ulangan memang Ani merasa ragu-ragu mengerjakannya. Rumus yang
digunakan sedikit ingat sedikit lupa. Dan ketika seluruh rumus hampir teringat, waktu
yang disediakan telah habis. Seberapa selesai soal itu dikerjakan kertas ulangan harus
dikumpulkan.
Setelah tiba di luar kelas, Ani berdiskusi dengan kawan-kawannya. Ternyata cara
mengerjakan dan pendapatnya tidak sama dengan yang lain. Tetapi mereka juga tidak
yakin mana yang betul. Oleh karean itu, ketika kertas ulangan dikembalikan dan ia
mendapat 10, ia kegirangan. Ditunjukkan kertas itu pada kawan-kawannya. Baru sampai
bertemu 4 kawannya, wajah sudah menjadi malu dan tersipu-sipu. Apa sebabnya?
Rupanya ia menyadari kebodohannya karena setelah melihat angka yang diperoleh
keempat kawannya, ternyata kepunyaan Anilah yang paling sedikit. Ada kawannya yang
mendapat 15, 20, bahkan ada yang 25. Dari perkataan guru, pekerjaan Tika yang
mendapat angka 25 itulah yang betul. Dari gambaran ini tampak bahwa dalam pikiran
Ani, terpancang suatu pengertian bahwa angka 10 adalah angka yang tertinggi yang
mungkin dicapai. Ini memang lazim. Mungkin bukan hanya Ani saja yang berpikiran
demikian. Padahal waktu ulangan matematika ini, guru memberikan angka paling tinggi
25 kepada mereka yang dapat mengerjakan seluruh soal dengan betul. Cara pemberian
angka seperti ini tidak salah. Hanya sayangnya, guru tersebut barang kali perlu
menerangkan kepada para siswanya, cara mana yang digunakan untuk memberikan angka
atau skor. Ia baru pindah dari sekolah lain. Ia sudah terbiasa menggunakan skala bebas,
yaitu skala yang tidak tetap. Adakalanya skor tertinggi 20, lain kali 25, dan lain kali 50.
Ini semua tergantung dari banyak dan bentuk soal. Jadi angka tertinggi dan skala yang
digunakan tidak selalu sama.
2. Skala 1-10

Apa sebab Ani dan kawan-kawannya berpikiran bahwa angka 10 adalah angka
tertinggi untuk nilai? Hal ini disebabkan karena pada umunya guru-guru di Indonesia
mempunyai kebiasaan menggunakan skala 1-10 untuk laporan prestasi belajar siswa
dalam raport. Adakalanya juga digunakan skala 1-100, sehingga memungkinkan bagi
guru untuk memberikan penilaian yang lebih halus. Dalam skala 1-10, guru jarang
memberika angka pecahan, misalnya 5,5. Angka 5,5 tersebut kemudian dibulatkan
menjadi 6. Padahal angka 6,4 pun akan dibulatkan menjadi 6. Dengan demikian maka
rentangan angka 5,5 sampai dengan 6,4 (selisih hampir 1) akan keluar dirapor dalam satu
wajah, yaitu angka 6
3. Skala 1-100

Memang seyogiakan bahwa angka itu merupakan bilangan bulat, dengan


menggunakan skala 1-10 maka bilangan bulat yang ada masih menunjukkan penilaian
yang agak kasar. Ada sebenarnya hasil prestasi yang berada di antara kedua angka bulat
itu. Untuk itulah dengan menggunakan skala 1-100, dimungkinkan melakukan penilaian
yang lebih halus karena terdapat 100 bilangan bulat. Nilai 5,5 dan 6,4 dalam skala 1-10
yang biasanya dibulatkan menjadi 6, dalam skala 1-100 ini boleh dituliskan dengan 55
dan 64
4. Skala huruf

Selain menggunakan angka, pemberian nilai dapat dilakukan dengan menggunakan


huruf A, B, C, D, dan E (ada juga yang menggunakan sampai dengan G tetapi pada
umumnya 5 huruf ini). Sebenarnya sebutan “skala” di atas ini ada yang mempersoalkan.
Jarak antara huruf A dan B tidak dapat digambarkan sama dengan jarak anatar B dan C,
atau antara C dan D
Dalam menggunakan angka dapat dibuktikan dengan menggunakan garis bilangan
bahwa jarak antara 1 dan 2 sama dengan jarak antara 2 dan 3 demikian pula jarak anatara
3 dan 4, serta anatara 4 dan 5. Akan tetapi justru alasan inilah lalu timbul pikiran untuk
menggunakan huruf sebagai alat penilaian, untuk menggambarkan kelemahan dalam
menggunakan angka bahwa dengan angka dapat ditafsirkan sebagai nilai perbandingan.
Siswa A yang memproleh angka 8 dalam sejarah tidak berarti memiliki kecakapan
sebanyak dua kali lipat kecakapan siswa B yang memproleh angka 4 dalam rapor.
Huruf terdapat dalam urutan abjad. Penggunaan huruf dalam penilaian akan terasa
lebih tepat digunakan karena tidak ditafsirkan sebagai arti perbandingan. Huruf tidak
menunjukkan kuantitas, tetapi dapat digunakan sebagai simbol untuk menggambarkan
kualitas. Oleh karena itu, dalam mengambil jumlah rata-rata, akan dijumpai kesulitan.
Padahal dalam pengisian rapor, kita tidak dapat terlepas dari pekerjaan mengambil rata-
rata. Sebagai contoh, dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Nama siswa Ulangan ke-1 Ulangan ke-2 Ulangan ke-3
Sartini A B A
Tono B A C
Aryani C A C
Suryo A A A
Nunung A C C
Sandra C C C

Bagi Suryo dan Sandra, rata-rata dari ketiga nilai ulangan ke-1, ke-2, dan ke-3 denga
mudah dapat ditentukan, yaitu A untuk Suryo dan C untuk Sandra. Akan tetapi bagi siswa
lain , mudahkah diambil rata-rartanya? Dapatlah nilai Tono diambil rata-ratanya menjadi
B? bagaimanakah menentukan nilai rata-rata dari nilai kepunyaan Sartini, Aryani, dan
Nunung?
Ada satu cara yang digunakan untuk mengambil rata-rata dari huruf, yaitu dengan
menstransfer nilai huruf nilai tersebut menjadi nilai angka dahulu. Dengan
mengembalikan dahulu nilai huruf itu ke nilai angka, maka dengan mudah dapat dicari
rata-ratanya.

Anda mungkin juga menyukai