OLEH:
NAMA : MAYA
NIM : C861920037
PRODI : PGSD
SEMESTER : IV (Empat)
REG :C
A. PENGERTIAN EVALUASI
Secara harfiah kata evaluasi berasal dari bahasa inggris evaluation yang dalam bahasa indonesia
nilai. Adapun dari segi istilah, sebagaimana dikemukakan Edwind wandt dan Gerald W. Brown
(1997): evaluation refer to the act or process to determining the value of something. Menurut
definisi ini, maka istilah evaluasi itu menunjuk kepada atau mengandung pengertian: suatu
tindakan atau proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Evaluasi pendidikan adalah kegiatan
atau proses penentuan nilai pendidikan, sehingga dapat diketahui mutu atau hasilnya.
Lembaga Administrasi Negara mengemukakan batasan mengenai Evaluasi pendidikan sebagai
berikut :
Evaluasi pendidikan adalah :
1) Proses/kegiatan untuk menentukan kemajuan pendidikan, dibandingkan dengan tujuan
yang telah ditentukan.
2) Usaha untuk meperoleh informasi berupa umpan balik ( feed back ) bagi penyempurnaan
pendidikan.
B. TUJUAN EVALUASI
Evaluasi pembelajaran memiliki berbagai tujuan khusus diantaranya adalah untuk :
1) Menentukan angka kemajuan atau hasil belajar pada siswa. Berfungsi sebagai :
a) Laporan kepada ornag tua/ wali siswa
b) Penentuan kenaikan kelas
c) Penentuan kelulusan siswa
2) Penempatan siswa dalam situasi belajar mengajar yang tepat dan serasi dengan tingkat
kemampuan, minat, dan berbagai karakteristik yang dimiliki.
3) Mengenal latar belakang siswa ( psikologis, fisik, dan lingkungan) yang berguna baik bagi
penempatan maupun penentuan sebab-sebab kesulitan belajar siswa, yankni berfungsi sebagai
masukan bagi tugas bimbingan dan penyuluhan (BP)
4) Sebagai umpan balik bagi guru yang ada pada gilirannya yang digunakan untuk
memperbaiki proses belajar mengajar dan program remedial bagi siswa.
Tujuan umum evaluasi terkait dengan pembelajaran adalah sebagai berikut :
1) Mendeskripsikan kemampuan belajar siswa.
2) Mengetahui tingkat keberhasilan
3) Menentukan tindak lanjut hasil penelitian
4) Memberikan pertanggung jawaban ( accountability).
C. PRINSIP EVALUASI
Terdapat prinsip umum dan penting dalam kegiatan evaluasi, yaitu adanya triangulasi atau
hubungan erat tiga komponen, yaitu :
1) Tujuan pembelajaran
2) Kegiatan pembelajaran KBM
3) Evaluasi
D. JENIS-JENIS PENILAIAN
a. Quis isian atau jawaban singkat yang menanyakan hal-hal prinsip.
b. Pertanyaan lisan untuk mengukur pemahaman terhadap konsep, prinsip, dan teorema
c. Ulangan harian, dilakukan oleh guru secara peridik pada akhir pembelajaran kompetensi
dasar (KD) tertentu.
d. Ulangan tengah semester atau akhir semester,
e. Tugas individu
f. Tugas kelompok
g. Ujian praktik
h. Laporan kerja praktik
i. Penilaian portofolio.
Sudijono (1996: 7) menjelaskan bahwa secara umum ada tiga fungsi evaluasi, yaitu untuk: (a)
mengukur kemajuan, (b) menunjang penyusunan rencana, dan (c) memperbaiki atau melakukan
penyempurnaan kembali.
Ketiga fungsi tersebut saling terikat satu dengan yang lainnya. Pada poin mengukur kemajuan,
data penilaian juga bisa menjadi bahan untuk melihat kekurangan dan kelemahan peserta didik
dalam pembelajaran.
Sehingga bisa menjadi bahan dan dasar untuk menyusun perencanaan untuk melakukan
perbaikan maupun remediasi untuk menyempurnakan pemahaman bagi yang masih belum
paham.
Baca Juga:
Sudijono (1996: 16-17) menyatakan bahwa secara umum tujuan evaluasi belajar adalah untuk:
(a) menghimpun bahan-bahan keterangan yang akan dijadikan sebagai bukti mengenai taraf
perkembangan atau taraf kemajuan yang dialami oleh para peserta didik, setelah mereka
mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu; dan
(b) mengetahui tingkat efektivitas dari metode-metode pengajaran yang telah dipergunakan
dalam proses pembelajaran selama jangka waktu tertentu.
Melalui evaluasi didapatkan gambaran kualitas proses pembelajaran yang telah dilakukan.
Evaluasi terhadap pelaksanaan pembelajaran juga tidak terbatas pada peserta didik, namun juga
untuk evaluasi bagi guru sendiri. Sejauh mana pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan guru
dapat memberikan hasil yang maksimal.
Karena pelaksanaan evaluasi yang penting untuk proses belajar selanjutnya, maka diperlukan
prinsip-prinsip evaluasi yang harus dilakukan. Agar hasil evaluasi memberikan data yang valid
untuk perubahan pembelajaran yang diperlukan.
Menurut Daryanto (2005: 19-21) terdapat beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam
melakukan evaluasi, yaitu keterpaduan, keterampilan peserta didik, koherensi, pedagogis, dan
akuntabilitas.
a. Keterpaduan
Keterampilan peserta didik berkaitan dengan keterlibatan aktif mereka dalam proses
pembelajaran. Sehingga pelaksanaan evaluasi menjadi lebih maksimal. Guru juga harus
memberikan informasi penilaian kepada siswa agar mereka juga merasa dihargai.
c. Koherensi
Pelaksanaan evaluasi harus disesuaikan dengan materi pembelajaran yang telah dilakukan.
Jangan sampai soal evaluasi pembelajaran tidak mengarah pada materi dan ranah kemampuan
peserta didik.
d. Pedagogis
Hasil evaluasi dapat digunakan untuk meningkatkan motivasi peserta didik untuk pembelajaran
berikutnya. Walaupun hasilnya belum maksimal, namun kita bisa memberikan semangat dan
motivasi bagi peserta didik agar tetap termotivasi untuk belajar. Salah satunya tetap memberikan
kesempatan untuk memperbaiki hasil evaluasi yang telah dilakukan.
e. Akuntabilitas
Hasil evaluasi dapat digunakan pembuatan laporan pelaksanaan pembelajaran. Hasil ini juga
nanti akan sangat diperlukan jika peserta didik mengalami permasalahan tidak naik kelas.
Sehingga data-data hasil evaluasi yang telah dilakukan dapat menjadi pelaporan bagi orang tua
atau siapa pun yang telah berkepentingan dalam proses permasalahan tersebut.
4. Aspek intelegensi
Untuk mengetahui tingkat intelegensi digunakan tes intelegensi yang sudah banyak diciptakan
oleh para ahli. Dalam hal ini yang terkenal adalah tes buatan Binet dan Simon yang dikenal
dengan tes Binet-Simon. Dari hasil tes akan diketahui IQ (Intelliigence Quotient) orang tersebut.
IQ bukanlah intelegensi. IQ berbeda dengan intelegensi karena IQ hanyalah angka yang
memberikan petunjuk tinggi rendahnya intelegensi seseorang.
6. PROSEDUR EVALUASI
Evaluasi merupakan hal yang penting dilaksanakan dalam melaksanakan program pembelajaran
agar dapat mengetahui sejauh mana pemahaman peserta didik terhadap materi yang disampaikan
dan untuk mengetahui juga efektifitas program pembelajaran yang digunakan. Selain itu Evaluasi
juga berfungsi sebagai alat ukur apakah tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan sebelumnya
sudah tercapai atau belum dan juga apakah materi pembelajaran yang telah disampaikan sudah
dimengerti atau belum. Evaluasi pada dasarnya bukanlah hasil, melainkan sebuah proses yang
berlangsung selama program pembelajaran tersebut berlangsung.
Dalam melaksanakan kegiatan evaluasi, tentunya kita harus mengacu pada prosedur yang sudah
ada. Prosedur evaluasi pembelajaran merupakan tahap-tahapan atau tata urutan yang harus
dilakukan dalam melakukan kegiatan evaluasi pembelajaran. Secara garis besar, prosedur-
prosedur dalam melakukan evaluasi akan dijelaskan secara singkat yang meliputi :
1. Penyusunan Rancangan
Langkah-langkahnya meliputi:
a. Menyusun latar belakang, yang berisikan dasar pemikiran dan/atau rasional
penyelenggaraan evaluasi.
b. Problematika, yang berisikan rumusan permasalahan atau problem yang akan dicari
jawabannya baik secara umum maupun terinci.
c. Tujuan evaluasi, merupakan rumusan yang sesuai dengan problematika evaluasi
pembelajaran, yakni perumusan tujuan umum dan tujuan khusus.
d. Populasi dan sample, yakni sejumlah komponen pembelajaran yang dikenai evaluasi
pembelajaran dan/atau yang dimintai informasi dalam kegiatan evaluasi pembelajaran.
e. Instrumen Evaluasi. Instrumen adalah semua jenis alat pengumpulan informasi yang
diperlukan sesuai dengan teknik pengumpulan data yang diterapkan dalam evaluasi
pembelajaran. Sumber data adalah dokumen, kegiatan, atau orang yang dapat memberikan
informasi atau data yang diperlukan.
f. Teknik analisis data, yakni cara/teknik yang digunakan untuk menganalisis data yang
disesuaikan dengan bentuk problematika dan jenis data.
2. Penyusunan Instrumen
Langkah-langkah penyusunan instrumen.
a. Merumuskan tujuan yang akan dicapai dengan instrumen yang akan disusun;
b. Membuat kisi-kisi yang mencanangkan tentang perincian variabel dan jenis instrument yang
akan digunakan untuk mengukur bagian variabel yang bersangkutan;
c. Membuat butir-butir instrument evaluasi pembelajaran yang dibuat berdasarkan kisi-kisi;
dan
d. Menyunting instrumen evaluasi pembelajaran yang meliputi, mengurutkan butir menurut
sistematika yang dikehendaki evaluator untuk mempermudah pengolahan data, menuliskan
petunjuk pengisian dan indentitas serta yang lain, dan membuat pengantar pengisian instrument.
3. Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data dapat diterapkan berbagai teknik pengumpulan data diantaranya.
a. Kuesioner;
b. Wawancara;
c. Pengamatan;
d. Studi Kasus.
5. Penyusunan Laporan
Dalam laporan evaluasi pembelajaran harus berisikan pokok-pokok berikut.
a. Tujuan evaluasi;
b. Problematika;
c. Lingkup dan Metodologi evaluasi pembelajaran;
d. Pelaksanaan evaluasi pembelajaran;
e. Hasil evaluasi Pembelajaran.
7. PENDEKAAN EVALUASI
Pendekatan evaluasi merupakan sudut pandang seseorang dalam menelaah atau mempelajari
evaluasi. Dilihat dari komponen pembelajaran, pendekatan evaluasi dapat dibagi dua, yaitu
pendekatan tradisional dan pendekatan system.
1. Pendekatan Tradisional
Pendekatan ini berorientasi pada praktik evaluasi yang telah berjalan selama ini disekolah yang
ditunjukan pada perkembangan aspek intelektual peserta didik.
2. Pendekatan Sistem
Sistem adalah totalitas dari berbagai komponen yang saling berhubungan dan ketergantungan.
Dilihat dari komponen pembelajaran, pendekatan evaluasi dapat dibagi dua, yaitu pendekatan
tradisional dan pendekatan sistem.
Pendekatan Tradisional
Menurut Arifin (2017, hlm. 85-86) pendekatan evaluasi tradisional berorientasi pada praktik
evaluasi yang telah berjalan selama ini di sekolah yang ditujukan pada perkembangan aspek
intelektual peserta didik. Aspek-aspek keterampilan dan pengembangan sikap kurang
mendapatkan perhatian yang serius.
Dengan kata lain, peserta didik hanya dituntut untuk menguasai mata pelajaran. Kegiatan-
kegiatan evaluasi juga lebih difokuskan pada komponen produk saja, sementara komponen
proses cenderung diabaikan. Hasil kajian Spencer cukup memberikan gambaran betapa
pentingnya evaluasi pembelajaran.
Pendekatan Sistem
Evaluasi pendekatan sistem adalah evaluasi yang dilakukan melalui sistem atau totalitas dari
berbagai komponen yang saling berhubungan dan ketergantungan. Komponen evaluasi yang
dimaksud meliputi komponen kebutuhan dan feasibility, komponen input, komponen proses, dan
komponen produk (Arifin, 2017, hlm. 86).
Stuffebeam menyingkatnya sebagai CIPP, yakni context, input, process, product. Komponen-
komponen ini harus menjadi landasan pertimbangan dalam evaluasi pembelajaran secara
sistematis. Berbeda dengan pendekatan tradisional yang hanya menyentuh komponen produk
saja.
Mudahnya pendekatan ini tidak hanya mempertimbangkan penilaian kognitif atau penguasaan
mata pelajaran saja. Namun melibatkan seluruh komponen yang ada, misalnya keaktifan, afeksi,
karakter, atau berbagai komponen lain yang dibutuhkan dalam suatu pembelajaran.
Membicarakan jenis evaluasi sebetulnya sangatlah bergantung dari pembeda atau dikotomi apa
yang digunakan dalam membedakan jenisnya. Namun, pada umumnya evaluasi dalam
pembelajaran biasa dibagi dari segi teknik terlebih dahulu. Kemudian, masing-masing teknik
akan memiliki penilaian dan alat penilaian yang berbeda pula.
Menurut (Arikunto, 2016, hlm. 41) Teknik evaluasi dibagi menjadi dua, yakni teknik tes dan
teknik non-tes. Berikut adalah penjelasannya.
Evaluasi Tes
Tes merupakan suatu alat pengumpul informasi, tetapi jika dibandingkan dengan alat-alat yang
lain, tes bersifat lebih resmi karena penuh dengan batasanbatasan. Tes mempunyai fungsi ganda,
yaitu untuk mengukur peserta didik dan untuk mengukur keberhasilan program pengajaran.
Menurut Heaton (dalam Arifin, 2017, hlm. 118) membagi tes menjadi empat bagian, yakni tes
prestasi belajar, tes penguasaan, tes bakat, dan tes diagnostik. Untuk melengkapi pembagian jenis
tes tersebut, Brown menambahkan satu jenis tes lagi yang disebut tes penempatan. Masing-
masing penjelasan mengenai jenis tes tersebut sama saja dengan penjelasan fungsi evaluasi yang
telah dijelaskan sebelumnya di atas.
Evaluasi jenis tes sendiri dapat dibagi setidaknya menjadi dua jenis, yakni: tes uraian (esai), dan
tes objektif. Berikut adalah pemaparannya.
Disebut bentuk uraian, karena menuntut peserta didik untuk menguraikan, mengorganisasikan
dan menyatakan jawaban dengan kata-katanya sendiri dalam bentuk, teknik, dan gaya yang
berbeda satu dengan lainnya. Dilihat dari luas atau sempitnya materi yang dinyatakan, bentuk tes
uraian dapat dibagi menjadi dua jenis, yakni sebagai berikut.
Uraian Terbatas
Dalam menjawab soal bentuk uraian terbatas ini, peserta didik harus mengemukakan hal-hal
tertentu sebagai batas-batasnya. Walaupun kalimat jawaban peserta didik itu beraneka ragam,
tetap harus ada pokok-pokok penting yang terdapat dalam sistematika jawabannya sesuai dengan
batas-batas yang telah ditentukan dan dikehendaki dalam soalnya.
Uraian Bebas
Peserta didik bebas untuk menjawab soal dengan cara dan sistematika sendiri. Peserta didik
bebas mengemukakan pendapat sesuai dengan kemampuannya. Oleh karena itu, setiap peserta
didik mempunyai cara dan sistematika yang berbeda-beda. Namun, guru tetap harus mempunyai
acuan dan patokan dalam mengoreksi jawaban peserta didik nanti.
Tes Objektif
Tes objektif adalah pengukuran yang berdasarkan pada penilaian atas kemampuan siswa dengan
soal menjelaskan jawaban yang benar atau yang salah soal dengan bobot nilai yang tetap. Dalam
tes ini subjektivitas guru ketika melakukan pemberian nilai tidak ikut ambil bagian atau ikut
berpengaruh. Terdapat beragam macam tes objektif meliputi beberapa jenis di bawah ini.
1. Tes Pilihan Alternatif
Bentuk tes pilihan alternatif ditandai oleh butir soal yang diikuti oleh dua penilaian. Dari dua
pilihan siswa diminta memilih salah satu yang dianggap paling tepat.
2. Tes Pilihan Ganda
Tes jenis pilihan ganda adalah suatu bentuk tes dengan jawaban tersedia atas 3 atau 4 serta
option pilihannya dan hanya satu jawaban yang tepat.
3. Tes Objektif Menjodohkan
Soal bentuk menjodohkan atau memasangkan terdiri dari suatu premis, suatu daftar
kemungkinan jawaban, dan suatu petunjuk untuk menjodohkan masing-masing premis itu
dengan suatu kemungkinan jawaban. Biasanya nama, tanggal/tahun, istilah, frase,
pernyataan, bagian dari diagram, dan sejenisnya digunakan sebagai premis.
4. Tes Bentuk Benar atau Salah
Benar Tes benar salah ditekankan mengandung atau tidaknya kebenaran dalam pernyataan
yang hendak dinilai peserta didik. Peseta didik menjawab dengan menetapkan apakah
pernyataan yang disajikan itu salah atau benar dalam arti mengandung atau tidak
mengandung kebenaran.
Menurut Hasyim (dalam Zein & Darto, 2012, hlm.47) evaluasi non test adalah penilaian yang
mengukur kemampuan peserta didik secara langsung dengan tugas-tugas yang riil. Evaluasi non
tes memiliki sifat yang lebih komprehensif, artinya dapat digunakan untuk menilai berbagai
aspek dari individu sehingga tidak hanya untuk menilai aspek kognitif, tetapi juga aspek afektif
dan psikomotorik, yang dinilai saat proses pelajaran berlangsung (Sudjana. 2017, hlm. 67).
Beberapa jenis evaluasi non tes menurut Arikunto (2016, hlm. 41) adalah sebagai berikut.
1. Skala Bertingkat
Skala menggambarkan suatu nilai yang berbentuk angka terhadap sesuatu hasil
pertimbangan. Seperti Oppenheim mengatakan “Rating gives a numerical value to some
kind of judgement” maka suatu skala selalu disajikan dalam bentuk angka.
2. Angket
Angket adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur
(responden). Angket merupakan instrumen evaluasi nontes yang berupaya mengukur diranah
afektif di dalam kelas maupun diluar kelas.
3. Daftar Cocok
Yakni deretan pernyataan (yang biasanya singkat-singkat), dimana responden yang
dievaluasi tinggal membubuhkan tanda cocok (√ ) ditempat yang sudah disediakan.
4. Wawancara
Merupakan suatu cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari responden dengan
cara tanya-jawab sepihak. Dikatakan sepihak karena dalam wawancara ini responden tidak
diberi kesempatan sama sekali untuk mengajukan pertanyaan.
5. Pengamatan atau Observasi
Pengamatan atau observasi adalah teknik penilaian yang dilakukan oleh pendidik dengan
menggunakan indra secara langsung. Pengamatan atau observasi merupaka suatu kegiatan
yang dilakukan untuk melihat sejauh mana pelaksanaan suatu tindakan telah dilaksanakan
dan untuk mengevaluasi ketepatan tindakan yang dilakukan. Pengamatan dilakukan dengan
cara menggunakan instrumen (formulir) yang sudah dirancang sebelumnya.
Tujuan asesmen adalah untuk melihat kondisi anak saat itu. Dalam rangka menyusun suatu
program pembelajaran yang tepat sehingga dapat melakukan layanan pembelajaran secara tepat.
Penyaringan (screening)
Pengalihtanganan (referal)
Klasifikasi (classification)
Perencanaan Pembelajaran (instructional planning)
Pemantauan kemjuan belajar anak (monitoring pupil progress)
Berdasarkan hasil kajian dari teori-teori diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa :
“Asesmen dilakukan untuk mengetahui keadaan anak pada saat tertentu (Waktu dilakukan
asesmen) baik potensi-potensinya maupun kelemahan-kelemahan yang dimiliki anak sebagai
bahan untuk menyusun suatu program pembelajaran sehingga dapat melakukan layanan /
intervensi secara tepat.
Ruang Lingkup
Motorik
Kognitif
Emosi
Perilaku adaptif
Bahasa
Pada hakikatnya pemberian skor (scoring) adalah proses pengubahan jawaban instrumen menjadi
angka-angka yang merupakan nilai kuantitatif dari suatu jawaban terhadap item dalam
instrumen. Angka-angka hasil penilaian selanjutnya diproses menjadi nilai-nilai (grade).
Skor adalah hasil pekerjaan menyekor (memberikan angka) yang diperoleh dari angka-angka
dari setiap butir soal yang telah di jawab oleh test dengan benar, dengan mempertimbangkan
bobot jawaban betulnya.
Dalam pelaksanaan pemeriksaan hasil – hasil tes hasil tes uraian ini terdapat dua hal yang harus
dipertimbangkan yaitu:
Membaca jawaban yang diberikan oleh teste dan membandingkannya dengan kunci jawaban
yang sudah dibuat.
Atas dasar hasil perbandingan antara jawaban teste dengan kunci jawaban tersebut, tester
dapat memberikan skor untuk setiap butir soal dan menuliskan pada jawaban teste tersebut.
Menjumlahkan skor-skor tersebut dalam pengolahan dan penentuan nilai lebih lanjut.
2. Pengolahan dan penentuan nilai hasil tes subjektif itu didasarkan pada standar relatif
Artinya apabila nantinya pengolahan dan penentuan nilai didasarkan pada standar relatif maka
prosedur pemeriksaannya sebagai berikut :
Memeriksa jawaban atas soal nomor satu misalnya yang diberikan oleh selurus teste sehingga
diperoleh gambaran maka dapat diketahui mana teste yang lengkap,kurang lengkap dan tidak
tepat sama sekali.
Memberikan skor terhadap jawaban tersebut misalkan jawaban yang tepat diberi skor 5,
kurang tepat 3.
Setelah jawaban atas seluruh teste tersebut selesai maka dapat dilakukan penjumlahan skor
yang nantinya dijadikan bahan untuk mengolah nilai.
1. Teknik pemeriksaan hasil tes hasil belajar bentuk objektif
Memeriksa atau mengoreksi jawaban atas soal tes objektif pada umumnya dilakukan dengan
jalan menggunakan kunci jawaban, ada beberapa macam kunci jawaban yang dapat
dipergunakan untuk mengoreksi jawaban soal tes objektif, yaitu sebagai berikut :
Kunci jawaban berdamping ini terdiri dari jawaban – jawaban yang benar yang ditulis dalam satu
kolom yang lurus dari atas kebawah, adapun cara menggunakannya adalah dengan meletakan
kunci jawaban tersebut berjajar dengan lembar jawaban yang akan diperiksa kemudian
cocokanlah dengan lembar jawaban yang diberikan oleh tested an apabila jawaban yang
diberikan oleh teste benar maka diberi tanda ( + ) dan apabila salah diberi tanda ( – ).
Pada kunci jawaban system ini teste diminta membubuhkan tanfda silang ( X ) pada salah satu
jawaban yang mereka anggap benar kemudian kunci jawaban yang telah dibuat oleh teste
tersebut diletakan diatas lembar jawaban teste yang sudah ditumpangi karbon kemudian tester
memberikan lingkaran pada setiap jawaban yang benar sehingga ketika diangkat maka, dapat
diketahui apabila jawaban teste yang berada diluar lingkaran berarti salah sedangkan yang berada
didalam adalah benar.
Pada dasarnya kunci system tusukan adalah sama dengan kunci system karbon. Letak
perbedaannya ialah pada kunci sitem ini, untuk jawaban yang benar diberi tusukan dengan paku
atau alat penusuk lainnya sementara lembar jawaban teste berada dibawahnya, sehingga tusukan
tadi menembus lembar jawaban yang ada dibawahnya. Jawaban yang benar akan tekena tusukan
dsedangkan yang salah tidak.
4) Kunci berjendela ( window key )
Dalam hubungan ini, pemeriksaan terhadap jawaban testee hendaknya dikendalikan oleh
pedoman yang pasti, misalnya sebagai berikut :
Contoh: misalkan instrument yang dipergunakan dalam mengamati calon guru yang
melaksanakan praktek mengajar, aspek – aspek yang diamati meliputi 17 unsur dengan skor
minimum 1 (satu) dan maksimum 5 (lima).
Sebagai contoh misalkan tes subyektif memberikan lima butir soal, pembuat soal (tester) telah
menetapkan bahwa kelima butir dari soal tersebut mempunyai derajat kesukaran yang sama dan
unsure yang terdapat pada setiap butir soal telah dibuat sama banyaknya, maka atas dasar itu
tester dapat menetapkan bahwa setiap jawaban yang dijawab oleh testee benar diberikan skor
maksimum 10 jika hanya benar setengahnya maka diberi 5 dan apa bila tidak menyangkut sama
sekali diberi skor 0 dan seterusnya.
Pengajaran adalah suatu aktivitas (proses) mengajar-belajar. Didalamnya ada dua subjek
yaitu guru dan peserta didik. Pengajaran merupakan aktivitas (proses) yang sistematis dan
sistemik yang terdiri atas banyak komponen. Masing-masing komponen pengajaran tidak bersifat
parsial (terpisah) atau berjalan sendiri-sendiri, tetapi harus berjalan secara teratur, saling
bergantung, komplementer, dan berkesinambungan.
Salah satu aspek penting dalam pengajaran adalah evaluasi atau penilaian. Kekuatan dan
kelemahan dari program pengajaran yang telah disusun guru biasanya dapat diketahui dengan
lebih jelas setelah program tersebut dilaksanakan dikelas dan dievalusi dengan seksama. Hasil
yang diproleh dari evaluasi yang diadakan akan memberi petunjuk kepada guru tentang bagian-
bagian mana dari program tersebut yang sudah berhasil dan bagian-bagian mana pula yang
belum berhasil mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Atas dasar evalausi tersebut dapat
dilakukan perbaikan perbaikan yang diperlukan, baik pada waktu program berjalan maupun
setelah program itu dilaksanakan.
Oleh karena itu pemakalah akan menjelaskan cara pengolahan penilaian pada peserta didik
A. TEKNIK MENGOLAH NILAI
Setelah hasil data dikumpulkan, baik secara langsung maupun tidak langsung, maka
langkah selanjutnya adalah melakukan pengolahan data. Mengolah data berarti ingin
memberikan nilai dan makna terhadap data yang telah dikumpulkan. Menurut Zainal Arifin
(2006) dalam mengolah data hasil tes, ada empat langkah pokok yang harus ditempuh yaitu:
1. Menskor, yaitu memberi skor pada hasil tes yang dapat dicapai oleh peserta didik. Untuk
memproleh skor mentah di perlukan tiga jenis alat bantu, yaitu kunci jawaban, kunci
skoring, dan pedoman konversi
2. Mengubah skor mentah menjadi skor standard sesuai norma tertentu
3. Mengkonversikan skor standard kedalam nilai, baik berupa huruf atau angka
4. Melakukan analisis soal (jika diperlukan) untuk mengetahui derajat validitas dan
realibitas soal, tingkat kesukaran soal, dan daya pembeda.
Pemberian skor merupakan langkah pertama dalam proses pengolahan hasil tes, yaitu
proses perubahan jawaban –jawaban soal tes menjadi angka-angka. Dengan kata lain,
pemberian skor itu merupakan tindakan kuantitatif terhadap jawaban-jawaban yang
diberikan oleh testee dalam suatu tes hasil belajar.
Angka-angka hasil penilaian itu selanjutnya diubah menjadi nilai-nilai (grade) melaui
proses tertentu. Penggunaan symbol untuk menyatakan nilai-nilai hasil tes itu ada yang
tertuang dalam bentuk angka dengan rentangan 0 -10, antara 0-100, dan ada pula yang
menggunkaan symbol huruf, yaitu huruf A,B,C,D, dan F (fail)
Cara pemberian skor terhadap hasil tes hasil belajar pada umumnya disesuaikan
dengan bentuk-bentuk soal yang dikeluarkan dalam tes tersebut, apakah tes uraian
ataukah tes obyektif.
Dalam bentuk uraian biasanya skor mentah dicari dengan menguunakan sistem
bobot. Sistem bobot ada dua cara , yaitu:
Pertama, bobot dinyatakan dalam skor maksimum sesuai dengan tingkat
kesukarannya. Misalnya, untuk soal yang mudah skor maksimumnya adalah 6, untuk soal
yang sedang skor maksimumnya adalah 7 dan untuk soal yang sukar skor maksimumnya
adalah 10. Cara ini tidak memungkinkan peserta didik mendapat skor maksimum
sepuluh.
No soal Tingkata kesukaran Jawaban Skor (x)
1 Mudah Betul 6
2 Sedang Betul 7
3 Sukar Betul 10
Jumlah 23
∑X
Rumus; skor =
∑S
Keterangan:
∑X = jumlah skor
S = jumlah soal
23
Jadi, skor peserta didik A= = 7,67
3
Seorang peserta didik di tes dengan tiga soal dalam bentuk uraian. Masing-masing
soal diberi bobot sesuai dengan tingkat kesukarannya, yaitu bobot 5 untuk soal yang
sukar, 4 untuk soal yang sedang, dan 3 untuk soal yang mudah. Tiap-tiap soal diberikan
skor (x) dengan rentang 1-10 sesuai dengan kualitas jawaban yang betul. Kemudian skor
(x) yang dicapai oleh setiap peserta ddik di kalikan dengan bobot setiap soal. Hasil
perhitungannya adalah sebagai berikut:
Nomor soal Tingkat Jawaban Skor (x) Bobot (b) Xb
kesukaran
1 Mudah Betul 10 3 30
2 Sedang Betul 10 4 40
3 Sukar Betul 10 5 50
Jumlah 12 120
Rumus;
∑ xb
Skor =
∑b
Keterangan :
X = Skor setiap soal
B = Bobot sesuai dengan tingkat kesukaran soal
∑XB = Jumlah hasil perkalian X dengan B
120
Jadi, skor peserta ddik = = 10
12
Untuk memudahkan pemberian skor, ada baiknya digunakan sistem yang kedua.
Sistem bobot diberikan kepada soal bentuk uraian dengan dengan maksud untuk
memberikan skor secara adil kepada peserta didik berdasarkan kemampuannya
masing-masing dalam menjawab soal-soal yang berbeda tingkat kesukarannya.
Keterangan:
S = skor
∑B = jumlah jawaban yang benar
∑S = jumlah jawaban yang salah
N = jumlah alternative jawaban yang disediakan
1 = bilangan tetap
Contoh:
Seorang peserta didik A dites dengan bentuk pilihan-ganda sebanyak 10 soal.
Ternyata, peserta didik A dapat menjawab soal dengan betul sebanyak 7 butir
soal, berarti jumlah jawaban yang salah adalah 3 sola. Jumlah alternative
jawaban (option) = 4. Dengan demikian, skor peserta didik adalah:
3
Skor = 7− =6
4−1
3. Untuk penskoran dengan butir beda bobot
Rumus;
( Bxb)
Skor= ∑ x 100 %
Si
Keterangan :
B = Jumlah soal yang dijawab benar
B = Bobot setiap soal
Si = Skor ideal (skor yang mungkin dicapai jika semua soal di jawab benar)
Contoh;
Ardi mengikuti ujian akhir semester mata pelajaran matematika. Jumlah soal
50 butir, terdiri atas enam jenjang domain kognitif yang diberi bobot sebagai
berikut: pengetahuan dengan bobot 1, pemahaman dengan bobot 2, aplikasi
dengan bobot 3, analisis dengan bobot 4, sintesis dengan bobot 5, dan evaluasi
denagn bobot 6. Ardi dapat menjawab benar dengan 10 soal pada jenjang
pemahaman, 10 soal dari 15 soal pada jenjang aplikasi, 4 soal dari 6 soal pada
jenjang analisis, 5 soal dari 7 soal pada jenjang sintesis, dan 1 soal dari 2 soal
pada jenjang evaluasi. Berapa skor yang di proleh Ardi?
Untuk mempermudah perhitungan skor, guru perlu menyusun tabel sebagai
berikut:
Pengetahuan 10 1 10 10
Pemahaman 10 2 20 8
Aplikasi 15 3 45 10
Analisis 6 4 24 4
Sintesis 7 5 35 5
Evaluasi 2 6 12 1
Jumlah 50 146 38
( 10 x 1 )+ ( 8 x 2 ) + ( 10 x 3 ) + ( 4 x 4 ) + ( 5 x 5 )+(1 x 6)
Skor x 100 %
146
= 70, 55%
Artinya, Ardi dapat menguasai materi Matematika sebesar 70,55%
B. SKALA NILAI
Ani, seorang pelajar disuatu SMU, pada sutau hari berlari-lari kegirangan setelah
menerima kembali kertas ulangan dari Guru matematika. Diamatinya sekali lagi angka
yang tertera di kertas itu. Benar, ia tidak salah lihat! Pada sudut atas kertas itu tertulis
angka 10, yaitu angka yang diperoleh Ani dengan ulangan itu.
Pada waktu ulangan memang Ani merasa ragu-ragu mengerjakannya. Rumus yang
digunakan sedikit ingat sedikit lupa. Dan ketika seluruh rumus hampir teringat, waktu
yang disediakan telah habis. Seberapa selesai soal itu dikerjakan kertas ulangan harus
dikumpulkan.
Setelah tiba di luar kelas, Ani berdiskusi dengan kawan-kawannya. Ternyata cara
mengerjakan dan pendapatnya tidak sama dengan yang lain. Tetapi mereka juga tidak
yakin mana yang betul. Oleh karean itu, ketika kertas ulangan dikembalikan dan ia
mendapat 10, ia kegirangan. Ditunjukkan kertas itu pada kawan-kawannya. Baru sampai
bertemu 4 kawannya, wajah sudah menjadi malu dan tersipu-sipu. Apa sebabnya?
Rupanya ia menyadari kebodohannya karena setelah melihat angka yang diperoleh
keempat kawannya, ternyata kepunyaan Anilah yang paling sedikit. Ada kawannya yang
mendapat 15, 20, bahkan ada yang 25. Dari perkataan guru, pekerjaan Tika yang
mendapat angka 25 itulah yang betul. Dari gambaran ini tampak bahwa dalam pikiran
Ani, terpancang suatu pengertian bahwa angka 10 adalah angka yang tertinggi yang
mungkin dicapai. Ini memang lazim. Mungkin bukan hanya Ani saja yang berpikiran
demikian. Padahal waktu ulangan matematika ini, guru memberikan angka paling tinggi
25 kepada mereka yang dapat mengerjakan seluruh soal dengan betul. Cara pemberian
angka seperti ini tidak salah. Hanya sayangnya, guru tersebut barang kali perlu
menerangkan kepada para siswanya, cara mana yang digunakan untuk memberikan angka
atau skor. Ia baru pindah dari sekolah lain. Ia sudah terbiasa menggunakan skala bebas,
yaitu skala yang tidak tetap. Adakalanya skor tertinggi 20, lain kali 25, dan lain kali 50.
Ini semua tergantung dari banyak dan bentuk soal. Jadi angka tertinggi dan skala yang
digunakan tidak selalu sama.
2. Skala 1-10
Apa sebab Ani dan kawan-kawannya berpikiran bahwa angka 10 adalah angka
tertinggi untuk nilai? Hal ini disebabkan karena pada umunya guru-guru di Indonesia
mempunyai kebiasaan menggunakan skala 1-10 untuk laporan prestasi belajar siswa
dalam raport. Adakalanya juga digunakan skala 1-100, sehingga memungkinkan bagi
guru untuk memberikan penilaian yang lebih halus. Dalam skala 1-10, guru jarang
memberika angka pecahan, misalnya 5,5. Angka 5,5 tersebut kemudian dibulatkan
menjadi 6. Padahal angka 6,4 pun akan dibulatkan menjadi 6. Dengan demikian maka
rentangan angka 5,5 sampai dengan 6,4 (selisih hampir 1) akan keluar dirapor dalam satu
wajah, yaitu angka 6
3. Skala 1-100
Bagi Suryo dan Sandra, rata-rata dari ketiga nilai ulangan ke-1, ke-2, dan ke-3 denga
mudah dapat ditentukan, yaitu A untuk Suryo dan C untuk Sandra. Akan tetapi bagi siswa
lain , mudahkah diambil rata-rartanya? Dapatlah nilai Tono diambil rata-ratanya menjadi
B? bagaimanakah menentukan nilai rata-rata dari nilai kepunyaan Sartini, Aryani, dan
Nunung?
Ada satu cara yang digunakan untuk mengambil rata-rata dari huruf, yaitu dengan
menstransfer nilai huruf nilai tersebut menjadi nilai angka dahulu. Dengan
mengembalikan dahulu nilai huruf itu ke nilai angka, maka dengan mudah dapat dicari
rata-ratanya.