Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

KEPUASAN PELANGGAN TERHADAP PELAYANAN RUMAH SAKIT

Disusun Oleh :

1. Nurul Fatma Nelly


2. Eyya Sumirah

SEKOLAH TINGGI FARMASI INDONESIA

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

2023
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Kepuasan pelanggan adalah suatu keadaan dimana keinginan, harapan dan
kebutuhan pelanggan dipenuhi. Suatu pelayanan dinilai memuaskan bila pelayanan
tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan. Pengukuran kepuasan
pelanggan merupakan elemen penting dalam menyediakan pelayanan yang lebih baik,
lebih efisien dan lebih efektif. Apabila pelanggan merasa tidak puas terhadap suatu
pelayanan yang disediakan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak efektif
dan tidak efisien. Hal ini terutama sangat penting bagi pelayanan publik. Menurut
Kotler dan Armstrong (2001:9) Kepuasan konsumen adalah sejauh mana anggapan
kinerja produk memenuhi harapan pembeli. Bila kinerja produk lebih rendah
ketimbang harapan pelanggan, maka pembelinya merasa puas atau amat gembira.
Tingkat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan merupakan faktor yang penting
dalam mengembangkan suatu sistim penyediaan pelayanan yang tanggap terhadap
kebutuhan pelanggan, meminimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan dampak
pelayanan terhadap populasi sasaran.
Maka dari itu, Untuk bisa berkembang dengan baik, rumah sakit harus
memperhatikan kepuasan pelanggan. Pemenuhan kebutuhan dan keinginan serta nilai
kualitas sangat ditentukan oleh tingkat kepentingan maupun kepuasan pelanggan
sebagai pemakainya. Pelayanan yang kurang memuaskan akan menyebabkan
berkurangnya konsumen bahkan hilang karena konsumen berpindah ke perusahaan
yang lain baik dalam bidang penjualan barang maupun Jasa yang lain. Hal ini
merupakan tantangan besar bagi perusahaan dalam membangun citra perusahaan yang
tidak hanya mampu membuat dan membangun tapi juga dapat memberikan pelayanan
yang memuaskan.
Berkembangnya jumlah rumah sakit menjadikan masyarakat memiliki banyak
pilihan untuk menentukan rumah sakit mana yang akan mereka pilih. Masyarakat
akan memilih rumah sakit yang mereka pandang memberikan kepuasan yang
maksimal bagi mereka. Oleh karenanya diharapkan setiap rumah sakit hendaknya
berorientasi pada kepuasan pasien untuk dapat bersaing dengan rumah sakit lain.
Untuk memberikan kepuasan bagi pasiennya setiap rumah sakit harus memberikan
pelayanan yang memuaskan. Tumbuhnya persaingan antar rumah sakit yang semakin
ketat dan tajam, maka setiap rumah sakit dituntut untuk mempertinggi daya saing
dengan berusaha memberikan kepuasan kepada semua pasiennya.
BAB II
PEMBAHASAN
Dilakukan penyebaran kuesioner kepada 10 responden (pasien) yang berada dirumah
sakit al-ihsan dan adapun hasil Survei Kepuasan Masyarakat (SKM) Pada Unit Pelayanan
Di RSUD Al-Ihsan Provinsi Jawa Barat sebagai berikut :

No Pertanyaan Pendapat Responden

1 Bagaimana menurut saudara tentang  Tidak sesuai : -


kesesuain persyaratan pelayanan dengan  Kurang sesuai : -
jenis pelayanannya  Sesuai : 10
 Sangat sesuai : 2
2 Bagaimana pendapat saudara tentang  Tidak mudah : -
kemudahan prosedur pelayanan di unit ini  Kurang mudah : -
 Mudah : 8
 Sangat mudah : 6
3 Bagaimana menurut saudara tentang  Tidak cepat : -
kecepatan wakti dalam memberikan  Kurang cepat : 1
pelayanan  Cepat : 10
 Sangat cepat : 1
4 Bagaimana pendapat saudara tentang  Sangat mahal : -
kewajaran biaya/tariff dalam pelayanan  Cukup mahal : 3
 Murah : 3
 Gratis : 6
5 Bagaimana pendapat saudara tentang  Tidak puas : -
kesesuaian produk pelayanan antara yang  Kurang puas : -
tercantum dalam standar pelayanan dengan  Puas : 9
hasil yang diberikan  Sangat puas : 3
6 Bagaimana pendapat saudara tentang  Tidak kompeten : -
kompetensi/kemampuan petugas dalam  Kurang kompeten : -
memberikan pelayanan  Mampu : 6
 Sangat Kompeten : 6
7 Bagaimana pendapat saudara tentang  Tidak sopan dan ramah : -
perilaku petugas dalam pelayanan terkait  Kurang sopan dan ramah : -
kesopanan dan keramahan  Sopan dan ramah : 6
 Sangat sopan dan ramah : 6
8 Bagaimana pendapat saudara tentang  Buruk : -
kualitas sarana dan prasarana  Cukup : 1
 Baik : 7
 Sangat baik : 4
9 Bagaimana pendapat saudara tentang  Tidak ada : -
penanganan pengaduan penggunaan  Ada tetapi tidak berfungsi : -
layanan  Berfungsi kurang maksimal : 1
 Dikelola dengan baik : 11
Dari hasil survei yang telah dilakukan menggunakan media kuesioner terhadap
12 pelanggan didapat hasil rata-rata kepuasan dari pelanggan (pasien) mengenai
pelayanan yang terdapat di RSUD Al-ihsan meliputi :
 Persyaratan pelayanan dengan jenis pelayanannya, 10 orang menjawab
bahwa pelayanan yang diberikan di al ihsan sesuai dan 2 orang sangat
sesuai
 Kemudahan prosedur pelayanan, 8 orang menjawab kemudahan prosedur
pelayanan mudah dan 6 orang sangat mudah
 Kecepatan waktu dalam memberikan pelayanan, 8 orang menjawab sangat
cepat sedangkan 1 sangat cepat dan 1 lagi kurang cepat
 Kewajaran tarif/biaya dalam pelayanan, 6 orang menjawab tarif yang
didapatkan gratis sedangkan 3 orang murah dan 3 orang lagi cukup mahal
 Kesesuaian produk pelayanan, 9 orang menjawab puas dan 3 orang lagi
sangat puas
 Kompetensi petugas dalam memberikan pelayanan, 6 orang menjawab
kompetensi dari petugasnya mampu dan 6 nya lagi sangat kompeten
 Perilaku petugas terkait kesopanan dan keramahan, 6 orang menjawab
sopan dan ramah dan 6 nya lagi sangat sopan dan ramah
 Kualitas sarana dan prasarana, 7 orang menjawab kualitas yang diberikan
baik sedangkan 4 sangat baik dan 1 lagi cukup.
 Penanganan pengaduan penggunaan pelayanan, 11 orang menjawab
penanganan pengaduannya dikelola dengan baik dan 1 lagi berfungsi
kurang maksimal.
Dari hasil survei yang didapatkan adapun hal-hal yang menjadi faktor
penyebabnya sebagai berikut :
1. Ketidakpuasan Pasien terhadap Pelayanan Rumah Sakit
Hampir semua lini pelayanan tak luput dari terjangan ketidakpuasan
masyarakat, mulai dari penerimaan pertama pasien di Unit Gawat Darurat atau
Poliklinik umum, pelayanan dokter dan asuhan perawatan, hingga pada masalah
penebusan biaya selama perawatan dan pelayanan pasien di rumah sakit. Inilah
realitas rumah sakit kita. Rumah sakit didirikan sebagai sentral pelayanan kesehatan-
terutama kuratif dan rehabilitatif bagi masyarakat disekitarnya. Paradigma yang
dikembangkan dalam tradisi seni pengobatan menjadi karakteristik khas yang
seharusnya ada pada setiap aktivitas RS.
Pasien adalah manusia yang setara kedudukannya secara fitrawi dengan dokter
dan paramedik lain, sehingga relasi yang terbangun antar mereka mestinya bersifat
humanis, bukan eksploitatif. Dalam konteks relasi dokter-pasien ini, berbagai
ketimpangan dan ketidakpuasan selalu muncul dan dirasakan oleh kedua belah
pihak. Idealnya, dalam harapan banyak orang, ketika masuk RS kita akan mendapat
pengobatan dan perawatan yang baik sehingga dapat segera sembuh dan sehat
kembali. Jika pengobatan yang dilakukan oleh seorang dokter terhadap pasiennya
tidak menunjukkan hasil memuaskan, maka pasien – dalam keawamannya – sering
berpikir bahwa pelayanan RS tersebut tidak bagus. Kondisi negatif seperti ini
semakin mudah tersulut jika “kesan pertama” yang ditunjukkan oleh pihak
manajemen RS tidak berkenan di hati pasien yang baru masuk. Padahal, yang
diharapkan selain kesembuhan pasien pada aktivitas di RS adalah kepuasan
(satisfaction) yang dirasakan oleh semua pihak selama proses pengobatan dan
perawatan berlangsung.
Dalam tradisi pengobatan, relasi dokter-pasien mesti memungkinkan
terjadinya komunikasi manusiawi yang memberikan kesempatan kepada pasien agar
lebih merdeka dan leluasa mengungkapkan perjalanan penyakitnya. Hal ini sangat
dibutuhkan oleh seorang dokter agar dapat mendiagnosa penyakit yang diderita
pasiennya. Komunikasi pasien dokter hanya dapat berlangsung positif jika kondisi
psiologis pasien benar-benar merasa “nyaman”. Nah, kenyamanan ketika masuk RS
inilah yang menjadi permasalahan saat ini. Pada sisi lain, bagi sebagian orang,
masuk RS itu menjadi pilihan terakhir jika penyakit yang diderita sudah tidak bisa
ditahan lagi. Mereka beranggapan akan sangat beresiko cepat-cepat masuk RS.
Selain karena biaya yang cukup mahal, juga rentan dengan resiko terjadinya infeksi
nosokomial (penularan penyakit dari RS terhadap orang-orang yang beraktivitas di
dalamnya). Asumsi ini semakin diperparah jika masyarakat pernah trauma atau
mengalami pengalaman “tidak mengenakkan” atas pelayanan dokter atau paramedik
yang bertugas di RS tersebut. Banyak orang masuk RS ketika penyakitnya sudah
sangat parah. Akibatnya penyakit pasien sulit disembuhkan dan tentunya biaya
pengobatan/perawatan juga ikut membengkak.
Berbagai peraturan yang menjelaskan hubungan pengobatan, hak-hak pasien
dan hak-hak dokter/paramedik relatif cukup jelas dan mudah dimengerti. Hanya saja,
pasien atau keluarga pasien yang masuk di RS cenderung tidak memperhatikan hal
ini atau memang tidak tahu sama sekali. Untuk menyikapi hal ini, maka pihak RS
melalui dokter/paramedik yang merawat pasien mestinya memberikan penjelasan
dan penyadaran kepada pasien-pasiennya, terutama menyangkut hak mereka atas
informasi pra pengobatan dari dokter (informed concent) dan kerahasiaan penyakit
yang mereka derita. Kenyataannya, meskipun UU Praktik Kedokteran telah
diterapkan, berbagai indikasi pelanggaran atas hak pasien masih juga mencuat ke
permukaan. Artinya, pihak RS, termasuk dokter dan paramedik yang bekerja di
dalamnya, harus menyadari bahwa saat ini masyarakat kita perlahan semakin sadar
atas hak mereka mendapatkan “pengobatan yang benar”. Karenanya, otoritas RS
mesti giat memperbaiki pelayanan dan “keramahan”-nya terhadap pasien-pasien
mereka.
2. Penyebab Ketidakpuasan Pasien
Tenaga kesehatan sebuah profesi yang masih mendapat tempat yang istimewa di
mata masyarakat. Bukan hanya karena kedalaman ilmunya, tetapi karena jiwa
kemanusiaannya yang akrab dengan tugasnya yang amat mulia, yakni
menyelamatkan nyawa orang. Tetapi, sepertinya kesan baik itu sudah mulai luntur
dengan banyaknya tingkah laku tenaga kesehatan yang mulai menimbulkan rasa
was-was kepada pasien. Faktanya, tidak jarang, tenaga kesehatan melakukan
kesalahankesalahan yang tidak lazim dalam menjalankan tugasnya yang ironisnya
tak jarang menyebabkan kerugian yang amat besar kepada pasien. Kesalahan-
kesalahan yang terjadi saat proses pelayanan seorang tenaga kesehatan tak jarang
karena disebabkan oleh kelailaian si tenaga kesehatannya sendiri, padahal bisa jadi,
kekurang telitian tersebut sebenarnya bisa dihindari. Ketidakpuasan pasien dapat
disebabkan oleh hal-hal berikut :
 Gagal Berkomunikasi Salah satu penyumbang faktor yang terbesar terjadinya
ketidakpuasan pasien adalah masalah komunikasi yang dibangun sewaktu
tenaga kesehatan menggali informasi dari pasien. dalam praktik medis disebut
dengan anamnesis. Beberapa fakta empiric yang sering diresahkan masyarakat
adalah sikap tenaga kesehatan yang kurang ramah, kurang empati dan kurang
mengayomi pasien-pasiennya. Pasien hanya didibaratkan sebagai sebuah
mesin yang tunduk pada perintah tenaga kesehatan tanpa memperhatikan
feedback langsung dari lawan bicaranya. Ketidaksempurnaan tenaga kesehatan
dalam membangun komunikasi terhadap pasien akan berakibat buruk terhadap
proses terapeutik yang dikelolanya nanti. Karena tak jarang, tenaga kesehatan
terlalu intervensif dalam melakukan anamnesis. Seorang tenaga kesehatan
menurut sebuah penelitian di Amerika, umumnya menyela keluhan yang
disampaikan pasiennya setelah 22 detik. Artinya, tenaga kesehatan sering tidak
sabar menunggu Anda menyelesaikan semua keluhan, dan lebih suka
menghentikannya di tengah-tengah pembicaraan. Padahal, jika tenaga
kesehatan mau bersikap lebih sabar sedikit saja terhadap pasiennya, dan
mendengarkan semua penjelasan yang disampaikan, hal itu tidak memakan
waktu lama. Penelitian yang dilakukan di Swiss, menyimpulkan : Pasien rata-
rata hanya butuh waktu dua menit untuk menyelesaikan semua keluhan yang
dirasakan. Menurut Dr. Wolf Langewitz dari University Hospital di Basle,
gejala serupa hampir terjadi di semua negara. “Diperkirakan tenaga kesehatan
mengambil alih pembicaraan setelah 30 detik. Begitulah tenaga kesehatan
akan memulai dengan serangkaian pertanyaan dan jarang memberi kesempatan
kepada pasien untuk bicara”. Seringnya kebiasaan menyela pembicaraan yang
dilakukan para tenaga kesehatan dapat mempengaruhi kualitas informasi yang
diperolehnya nanti. Pasien mungkin ingat ketika tenaga kesehatan menyela
pembicaraan mereka. Bisa jadi pasien beranggapan bahwa ada yang salah dari
apa-apa yang mereka sampaikan, sementara tenaga kesehatan menghujani
pertanyaan-pertanyaan tertutup di saat yang kurang tepat. Akibatnya,
psikologis pasien bisa terganggu karena hal-hal yang kurang bijak ini.
 Krisis waktu Kurangnya perhatian dalam hal komunikasi ini sedikit banyak
dipengaruhi oleh alokasi waktu yang diberikan tenaga kesehatan kepada
pasiennya. Tenaga kesehatan, terutama di negeri ini, cenderung bersikap
kurang bijak antara kemampuan dan output pemeriksaan yang mereka
lakukan. Para tenaga kesehatan lebih mengutamakan kuantitas pasien yang
mereka periksa daripada kualitas hasil pemeriksaannya. Tak jarang, mereka
memaksakan jam periksanya di luar batas endurance fisiknya. Tuntutan kejar
tayang menyebabkan kurangnya fokus tenaga kesehatan sewaktu memeriksa
pasien. Otomatis, alokasi waktu anamnesis pasien sangat sedikit. Padahal,
kunci keberhasilan pasien adalah pada anamnesis. Tanpa anamnesis yang baik,
diagnosis pasien bisa meleset dan berakibat terjadinya ketidakpuasan pasien.
Memang tidak semua kasus ketidakpuasan pasien akibat ulah tenaga
kesehatan. Cara kerja minimalis, rendahnya penghargaan terhadap profesi,
alitnya honorarium, adalah faktor-faktor yang menjadikan tenaga kesehatan
kita seolah tidak profesional. Bahkan seorang profesor kita pun, pernah
dibicarakan akibat bobot kerjanya melebihi kemampuan profesionalnya,
sehingga bisa sampai kecolongan luput mendiagnosis yang selayaknya bila
dalam kerja profesi normal bisa dilakukannya. Sekali lagi, penyebab tidak
profesionalnya rata-rata tenaga kesehatan kita, sebagian besar karena waktu
yang sempit untuk mendiagnosis pasien. Anamnesis (wawancara) yang
seharusnya khusuk, sabar, dan cermat diamati, baru beberapa detik saja pasien
bicara, ada tenaga kesehatan yang sudah selesal menulis resepnya. Penyebab
lain dari ketidakpuasan pasien antara lain:
 Kualitas produk atau jasa
Pasien akan merasa tidak puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan
bahwa produk atau jasa yang digunakan tidak berkualitas. Persepsi
konsumen terhadap kualitas poduk atau jasa dipengaruhi oleh dua hal
yaitu kenyataan kualitas poduk atau jasa yang sesungguhnya dan
komunikasi perusahaan terutama iklan dalam mempromosikan rumah
sakitnya.
 Kualitas pelayanan
Memegang peranan penting dalam industri jasa. Pelanggan dalam hal
ini pasien akan merasa tidak puas jika mereka memperoleh pelayanan
yang tidak baik atau tidak sesuai dengan yang diharapkan.
 Harga
Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam
penentuan kualitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian
elemen ini mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan,
biasanya semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai
harapan yang lebih besar. Sedangkan rumah sakit yang tidak berkualitas
tetapi berharga mahal, memberi nilai yang lebih rendah pada pasien.
 Biaya
Mendapatkan produk atau jasa, pasien yang perlu mengeluarkan biaya
tambahan atau perlu membuang waktu untuk mendapatkan jasa
pelayanan, cenderung tidak puas terhadap jasa pelayanan yang tidak
berkualitas.
3. Penyelesaian Masalah Ketidakpuasan Pasien
Hubungan pasien dan SPK (Sarana Pelayanan Kesehatan) adalah suatu
hubungan sederajat berupa perikatan ikhtiar dengan masing-masing memiliki hak dan
kewajibannya. Karena pengobatan merupakan suatu ikhtiar, SPK tidak bisa
menjanjikan kesembuhan, melainkan memberikan usaha maksimal sesuai dengan
standar pelayanan untuk kesembuhan pasien. Pasien sebaiknya mengerti bahwa
haknya adalah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai penyakit, pemeriksaan,
pengobatan, efek samping, risiko, komplikasi, sampai alternatif pengobatannya.
Pasien juga berhak untuk menolak pemeriksaan/pengobatan dan meminta pendapat
dokter lain. Selain itu, isi rekam medik atau catatan kesehatan adalah milik pasien
sehingga berhak untuk meminta salinannya. Pasien memiliki kewajiban untuk
memberikan informasi selengkap-lengkapnya, mematuhi nasihat/anjuran pengobatan,
mematuhi peraturan yang ada di SPK, dan membayar semua biaya pelayanan
kesehatan yang telah diberikan.
Di pihak lain, SPK wajib memberikan pelayanan sesuai dengan standar dan
kebutuhan medis pasien, merujuk ke tempat yang lebih mampu jika tidak sanggup
menangani pasien, dan merahasiakan rekam medik. SPK pun berhak menerima
pembayaran atas jasa layanan kesehatan yang diberikannya kepada pasien. Selain
mengerti hak dan kewajibannya, kedua belah pihak pun harus memiliki komunikasi
yang baik dan rasa saling percaya untuk menghindari kesalahpahaman. Berbagai
konflik antara pasien dan SPK hampir selalu diawali oleh komunikasi yang buruk dan
kurangnya rasa percaya di antara keduanya. Baik pasien maupun SPK harus saling
terbuka dan mau menerima masukan agar pengobatan dapat dilaksanakan dengan
baik. Ada berbagai cara lain yang dapat dipilih, seperti penyelesaian secara
kekeluargaan atau dengan bantuan penengah/mediator yang dipercayai dan dihormati
oleh kedua pihak. Selain cara-cara penyelesaian masalah di atas, terdapat pula Majelis
Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK) jika pasien merasa dokter berlaku tidak
sesuai etika. Untuk masalah yang berkaitan dengan kinerja/tindakan dokter di dalam
praktiknya, pasien dapat mengadukannya ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran
Indonesia (MKDKI) yang anggotanya terdiri atas tokoh masyarakat, sarjana hukum,
dan dokter. Pasien bisa mengadu ke kedua lembaga tersebut sekaligus dengan
meminta bantuan kantor cabang organisasi profesi dokter atau dinas kesehatan
setempat. Hubungan pasien dan SPK memang dinamis sehingga masalah pun akan
selalu timbul. Dengan cara penyelesaian masalah yang tepat, diharapkan hubungan di
antara keduanya dapat terus terjalin dengan baik sehingga dunia pelayanan kesehatan
di Indonesia dapat lebih berkualitas dan melindungi masyarakat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kepuasan pelanggan adalah suatu keadaan dimana keinginan, harapan dan
kebutuhan pelanggan dipenuhi. Suatu pelayanan dinilai memuaskan bila pelayanan
tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan. Pengukuran kepuasan
pelanggan merupakan elemen penting dalam menyediakan pelayanan yang lebih
baik, lebih efisien dan lebih efektif. Apabila pelanggan merasa tidak puas terhadap
suatu pelayanan yang disediakan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak
efektif dan tidak efisien. Hal ini terutama sangat penting bagi pelayanan publik.
Rumah sakit didirikan sebagai sentral pelayanan kesehatan-terutama kuratif dan
rehabilitatif bagi masyarakat disekitarnya.
Paradigma yang dikembangkan dalam tradisi seni pengobatan menjadi
karakteristik khas yang seharusnya ada pada setiap aktivitas RS. Pasien adalah
manusia yang setara kedudukannya secara fitrawi dengan dokter dan paramedik lain,
sehingga relasi yang terbangun antar mereka mestinya bersifat humanis, bukan
eksploitatif. Dalam konteks relasi dokter-pasien ini, berbagai ketimpangan dan
ketidakpuasan selalu muncul dan dirasakan oleh kedua belah pihak. Indikator berupa
dimensi mutu pelayanan kesehatan dapat membantu pola pikir dalam menetapkan
masalah yang ada untuk mengukur sampai sejauh mana telah dicapai standar dan
efektivitas pelayanan kesehatan yang ada. Terdapat lima dimensi silang yang
berhubungan dengan efektivitas pelayanan kesehatan yaitu:
1. Kompetensi dari petugas
2. Kontinuitas dari pelayanan
3. Manajemen informasi yang mendukung kearah pengambilan keputusan.
4. Pendidikan dan pelatihan untuk mutu
5. Akreditasi dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan.
Untuk mencapai hasil yang optimal, faktor petugas kesehatan tidak luput dari
hal ini. Seorang petugas kesehatan yang ideal adalah mereka yang memiliki ability
(kemampuan), performance (kinerja), personality (kepribadian), credibility
(kepercayaan) dan maturity (kematangan).
DAFTAR PUSTAKA
https://kepuasan pasien terhadap pelayanan rumah sakit ‘Artikel Psikologi
Klinis Perkembangan dan Sosial.
Ledichyntia.blogspot.com/2017/11/makalah-kepuasan-pasien

Anda mungkin juga menyukai