Anda di halaman 1dari 16

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Material Requirement Planning (MRP)


Sistem Perencanaan Kebutuhan Material sudah dikenal secara luas dan
menjadi metode yang paling efektif digunakan dalam pengendalian persediaan.
Para manajer operasi telah menemukan pengetahuan yang luas bahwa sistem
MRP dapat menjadi cara yang efektf dan kompetitif untuk dapat berhasil dalam
global sekarang ini. MRP merupakan konsep manajemen produksi yang berbicara
mengenai cara tepat perencananaan kebutuhan barang dalam berproduksi. MRP
mampu mengkoordinasikan berbagai fungsi dalam perusahaan manufaktur seperti
teknik, produksi dan pengadaan, sehingga MRP tidak hanya menunjang decision
making tetapi juga total perannya mendukung aktifitas perusahaan (Arif,2018).
Menurut (Martha & Setiawan, 2018) Perencanaan pengelolaan persediaan
meliputi pengaturan jumlah bahan baku optimal dan waktu pemesanan bahan
baku agar kapanpun dibutuhkan saat proses produksi selalu tersedia dapat
dilakukan menggunakan sebuah teknik perencanaan yang disebut Material
Requirement Planning. MRP adalah suatu konsep yang membahas cara yang tepat
dalam perencanaan kebutuhan barang dalam proses produksi, sehingga barang
yang dibutuhkan dapat tersedia sesuai dengan yang direncanakan. Sebuah sistem
atau konsep yang dijadikan solusi dalam mengatur perencanaan kebutuhan bahan
baku agar kuantitasnya sesuai dengan yang dibutuhkan dalam sebuah produksi
disebut Material Requirement Planning (MRP).
Teknik MRP mencakup semua kebutuhan yaitu kebutuhan material,
dimana terdapat dua fungsi utama yaitu sebagai pengendali persedian dan
ssebagai penjadwalan produksi. Sedangkan tujuan dari MRP itu sendiri adalah
untuk menentukan kebutuhan sekaligus untuk mendukung jadwal produksi induk,
mengendalikan persediaan, menjadwalkan produksi, menjaga jadwal valid dan
tepat waktu, serta secara khusus dapat berguna dalam lingkungan manufaktur dan
perusahaan.
2.2 Pengertian Material Requirement Planning
MRP adalah lebih dari sekedar metode proyeksi kebutuhan-kebutuhan
akan komponen individual dari suatu produk. Perencanaan kebutuhan material
(MRP) dapat didefinisikan sebagai suatu teknik atau set prosedur yang sistematis
untuk penentuan kuantitas serta waktu dalam proses perencanaan dan
pengendalian item barang (komponen) yang tergantung pada item–item tingkat
(level) yang lebih tinggi (dependent demand). Ada 4 kemampuan yang menjadi
ciri utama dari sistem MRP yaitu:
1. Mampu menentukan kebutuhan pada saat yang tepat.
2. Membentuk kebutuhan minimal untuk setiap item.
3. Menentukan pelaksanaan rencana pemesanan.
4. Menentukan penjadwalan ulang atau pembatalan atas suatu jadwal yang
sudah direncanakan.
Menurut Martha & Setiawan (2018) MRP memang paling sesuai
digunakan untuk melakukan perencanaan dan penjadwalan sistem produksi.
Perencanaan kebutuhan material atau sering dikenal dengan Material Requirement
Planning (MRP) adalah suatu sistem informasi yang terkomputerisasi untuk
mengatur persediaan permintaan yang dependent dan mengatur jadwal produksi.
Sistem ini bertujuan untuk mengurangi tingkat persediaan dan meningkatkan
produktivitas. Terdapat dua hal penting dalam MRP yaitu lead time, dan berapa
banyaknya jumlah material yang siap dipesan.
Metode MRP merupakan metode perencanaan dan pengendalian pesanan
dari persediaan yang memanfaatkan informasi tentang permintaan untuk
memanajemeni persediaan dengan pengendalian ukuran lot produksi dari berbagai
komponen atau item – item dependent demand yang diperlukan untuk membuat
suatu produk akhir (Ernita, dkk, 2021).
Metode MRP dapat memesan sejumlah barang atau persediaan sesuai
dengan jadwal produksi, maka tidak akan ada pembelian barang walaupun
persediaan telah berada pada tingkat terendah. MRP dapat mengatasi masalah-
masalah kompleks dalam persediaan yang memproduksi banyak produk. Masalah
yang ditimbulkannya antara lain kebingungan iniefisiensi, pelayanan yang tidak
memuaskan konsumen, dan lain - lain.
Penentuan kebutuhan material yang pasti dalam proses produksi akan
meminimalkan kerugian yang timbul dalam kaitannya dengan persediaan. Dengan
menggunakan metode MRP untuk melakukan penjadwalan produksi, maka
perusahaan akan menentukan secara tepat perencanaan tanggal penyelesaian
pekerjaan yang realistik, pekerjaan dapat selesai tepat pada waktunya, janji
kepada konsumen dapat ditepati dan waktu tengang pemesanan dapat dikurangi.

2.2.1 Tujuan Material Requirement Planning


Suatu sistem MRP pada dasarnya bertujuan untuk merancang suatu sistem
yang mampu menghasilkan informasi untuk mendukung aksi yang tepat baik
berupa pembatalan pesanan, pesan ulang, atau penjadwalan ulang. Aksi ini
sekaligus merupakan suatu pegangan untuk melakukan pembelian dan/ atau
produks. Secara umum, sistem MRP dimaksudkan untuk mencapai tujuan sebagai
berikut (Khairani, 2019):
1. Meminimalkan Persediaan MRP menentukan berapa banyak dan kapan
suatu komponen diperlukan disesuaikan dengan Jadwal Induk Produksi
(JIP). Dengan menggunakan komponen ini, pengadaan (pembelian) atas
komponen yang diperlukan untuk suatu rencana produksi dapat dilakukan
sebatas yang diperlukan saja sehingga dapat meminimalkan biaya
persediaan.
2. Mengurangi resiko karena keterlambatan produksi atau pengriman MRP
mengidentifikasikan banyaknya bahan dan komponen yang diperlukan
baik dari segi jumlah dan waktunya dengan memperhatikan waktu
tenggang produksi maupun pengadaan atau pembelian komponen,
sehingga memperkecil resiko tidak tersedianya bahan yang akan diproses
yang mengakibatkan terganggunya rencana produksi.
3. Komitmen yang realistis. MRP, jadwal produksi diharapkan dapat
dipenuhi sesuai dengan rencana, sehingga komitmen terhadap pengiriman
barang dilakukan secara lebih realistis. Hal ini mendorong meningkatnya
kepuasan dan kepercayaan konsumen.
4. Meningkatkan efisiensi. MRP juga mendorong peningkatan efisiensi
karena jumlah persediaan, waktu produksi, dan waktu pengiriman barang
dapat direncanakan lebih baik sesuai dengan Jadwal Induk Produksi (JIP).
Dengan demikian terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan MRP, yaitu:
a. Menentukan kebutuhan pada saat yang tepat. Kapan pekerjaan harus
selesai atau material harus tersedia agar Jadwal Induk Produksi (JIP)
dapat terpenuhi.
b. Menentukan kebutuhan minimal setiap item melalui sistem
penjadwalan.
c. Menentukan pelaksanaan rencana pemesanaan. Kapan pemesanan atau
pembatalan pemesanan harus dilakukan.
d. Menentukan penjadwalan ulang atau pembatalan atas suatu jadwal
yang harus direncanakan didasarkan pada kapasitas yang ada.
Agar MRP dapat dibuat dengan baik, MRP memerlukan beberapa input
utama yang harus terpenuhi. Input utama itu merupakan komponen dasar MRP
yang terdiri dari:
1. Master Production Schedule (MPS)
Merupakan suatu pernyataan definitif tentang produk akhir (end item) apa
yang direncanakan perusahaan untuk diproduksi, berapa kuantitas yang
dibutuhkan, pada waktu kapan dibutuhkan, dan bilamana produk itu akan
diproduksi. MPS disusun berkaitan dengan pemasaran, rencana distribusi,
perencanaan produksi, dan perencanaan kapasitas.
2. Bill of Material (BOM)
Meliputi daftar barang atau material yang diperlukan bagi perakitan,
pencampuran, dan pembuatan produk akhir. BOM (Bill of Material) dibuat
untuk menentukan barang mana yang harus dibeli dan barang mana yang
harus dibuat.
3. Struktur Produk
Merupakan gambaran tentang langkah-langkah atau proses pembuatan
produk, mulai dari bahan baku hingga produk akhir.
4. Catatan Persediaan
Sistem MRP harus memiliki dan menjaga suatu data persediaan yang up to
date untuk setiap komponen barang. Data ini harus menyediakan informasi
yang akurat tentang ketersediaan komponen dan seluruh transaksi
persediaan, baik yang sudah terjadi maupun yang sedang direncanakan.
Pada dasarnya sistem MRP menghasilkan tiga jenis keluaran (output),
dimana biasanya keluaran atau hasil dari sistem MRP ini berupa laporan-
laporan. Laporan ini biasanya berfungsi untuk memberikan informasi,
laporan-laporan tersebut.
a. MRP Primary Report
Merupakan laporan utama MRP yang sering disebut secara singkat
sebagai laporan MRP.
b. MRP Action Report
Sering disebut juga sebagai MRP Exception Report yang memberikan
informasi kepada perencana tentang item yang perlu mendapat
perhatian segera, dan merekomendasikan tindakan-tindakan yang
perlu diambil.
c. MRP Pegging Report
Untuk memudahkan menelusuri sumber dari kebutuhan kotor untuk
suatu item. Menggunakan Pegging Reports, perencana menentukan
kebutuhan-kebutuhan yang diakibatkan oleh adanya pesanan.
Ukuran lot merupakan suatu proses menentukan ukuran atau jumlah
pemesanan, dimana pemesanan ini sudah harus tersedia di awal periode produksi.
Ukuran jumlah barang yang dipesan (lot size) akan berhubungan dengan biaya
pemesanan (set up) ataupun biaya penyimpanan barang. Semakin rendah ukuran
lot, berarti semakin sering melakukan pemesanan barang, akan menurunkan biaya
penyimpanan, tetapi menambah biaya pemesanan. Sebaliknya, semakin tinggi
ukuran lot akan mengurangi frekuensi pemesanan, tetapi mengakibatkan
meningkatnya biaya penyimpanan. Mencari ukuran lot yang tepat yang dapat
meminimalkan biaya total persediaan. Terdapat beberapa metode dalam
menentukan ukuran lot (lot size), yaitu antar lain metode Lot for Lot (LFL), Part
Period Balancing (PPB), Economic Order Quantity (EOQ), dan Period Order
Quantity (POQ).
Metode Lot for Lot atau teknik penetapan ukuran lot dilakukan atas dasar
pesanan diskrit, selain itu metode persediaan minimal berdasarkan pada ide
menyediakan persediaan (memproduksi) sesuai dengan yang diperlukan saja,
jumlah persediaan diusahakan seminimal mungkin. Jika pesanan dapat dilakukan
dalam jumlah beberapa saja, pesanan sesuai dengan jumlah yang sesungguhnya
diperlukan (Lot for Lot) menghasilkan tidak adanya persediaan. Metode ini
mengandung resiko yang tinggi. Apabila terjadi keterlambatan dalam pengiriman
barang, mengakibatkan terhentinya produksi jika persediaan itu berupa bahan
baku, atau tidak terpenuhinya permintaan pelanggan apabila persediaan itu berupa
barang jadi. Namun, bagi perusahaan tertentu seperti yang menjual barang-barang
yang tidak tahan lama (perishble products), metode ini merupakan satu-satunya
pilihan yang terbaik.

2.3 Kelebihan dan Kelemahan Material Requirement Planning


2.3.1 Kelebihan Material Requirement Planning
Adapun kelebihan dari MRP sebagai berikut (Agustina ,2018):
1. Kemampuan memberi harga lebih kompetitif.
2. Mengurangi harga penjualan.
3. Mengurangi inventori.
4. Pelayanan pelanggan yang lebih baik.
5. Respon terhadap permintaan pasar lebih baik.
6. Kemampuan mengubah jadwal induk.
7. Mengurangi biaya setup.
8. Mengurangi waktu menganggur.
9. Memberi catatan kemajuan sehingga manager dapat merencanakan
pesanan sebelum pesanan aktual dirilis.
10. Memberitahu kapan memperlambat akan sebaik mempercepat.
11. Menunda atau membatalkan pesanan.
12. Mengubah kuantitas pesanan.
13. Memajukan atau menunda batas waktu pesanan.
14. Membantu perencanaan kapasitas.
15. Pemanfaatan fasilitas dan tenaga kerja yang harus ditingkatkan.

2.3.2 Kelemahan Material Requirement Planning


Masalah utama penggunaan sistem MRP adalah integritas data. Jika
terdapat data salah pada data persediaan, bill material data/master schedule
kemudian juga akan menghasilkan data salah. Masalah utama lainnya adalah
sistem MRP membutuhkan data spesifik berapa lama perusahaan menggunakan
berbagai komponen dalam memproduksi produk tertentu (asumsi semua variabel).
Desain sistem ini juga mengasumsikan bahwa "lead time" dalam process in
manufacturing sama untuk setiap item produk yang dibuat.
Proses manufaktur yang dimiliki perusahaan mungkin berbeda diberbagai
tempat. Hal ini berakibat terjadinya daftar pesanan yang berbeda karena
perbedaaan jarak yang jauh. The overall ERP system dapat digunakan untuk
mengorganisasi persediaan dan kebutuhan menurut individu perusaaannya dan
memungkinkan terjadinya komunikasi antar perusahaan sehingga dapat
mendistribuskan setiap komponen pada kebutuan perusahaan. Hal ini
mengindikasikan bahwa sebuah sistem enterprise perlu diterapkan sebelum
menerapkan sistem MRP. Sistem ERP dibutuhkan untuk menghitung secara
reguler dengan benar bagaimana kebutuhan item sebenarnya yang harus
disediakan untuk proses produksi.
MRP tidak mengitung jumlah kapasitas produksi. Meskipun demikian,
dalam jumlah yang besar perlu diterapkan suatu sistem dalam tingkatan lebih
lanjut, yaitu MRP II. MRP II adalah sistem yang mengintegrasikan aspek
keuangan. Sistem ini mencakup perencanaan kapasitas kegagalan dalam
mengaplikasikan sistem MRP biasanya disebabkan oleh kurangnya komitmen top
manajemen, kesalahan memandang MRP hanyalah software yang hanya butuh
digunakan secara tepat, integrasi MRP JIT yang tidak tepat membutuhkan
pengoperasian yang akurat, dan terlalu kaku.

2.4 Input dan Output Material Requirement Planning


2.4.1 Input Material Requirement Planning
Input yang dibutuhkan dalam konsep MRP, yaitu sebagai berikut (Marlina,
2020):
1. Jadwal Induk Produksi (Master Production Schedule), merupakan
ringkasan jadwal produksi produk jadi untuk periode mendatang yang
dirancang berdasarkan pesanan pelanggan atau peramalan permintaan. JIP
berisi perencanaan secara mendetail mengenai jumlah produksi yang
dibutuhkan untuk setiap produk akhir beserta periode waktunya untuk
suatu jangka perencanaan dengan memperhatikan kapasitas yang tersedia.
Sistem MRP mengasumsikan bahwa pesanan yang dicatat dalam JIP
adalah pasti, atau pun hanya merupakan peramalan.
2. Status Persediaan (Inventory Master File atau Inventory Status Record),
merupakan catatan keadaan persediaan yang menggambarkan status semua
item yang ada dalam persediaan yang berkaitan dengan:
a. Jumlah persediaan yang dimiliki pada setiap periode (on hand
inventory).
b. Jumlah barang yang sedang dipesan dan kapan pesanan tersebut akan
datang (on order inventory).
c. Lead time dari setiap bahan.
Setiap item persediaan harus diidentifikasi secara jelas jumlahnya karena
transaksi-transakai yang terjadi, seperti penerimaan, pengeluaran, produk
cacat, dan data-data tentang lead time, teknik ukuran lot yang dipakai. Hal
ini dilakukan untuk menghindari kesalahan dalam perencanaan. Setiap
item persediaan harus diidentifikasikan secara jelas jumlahnya karena
transaksi – transaksi yang terjadi, seperti penerimaan, pengeluaran, produk
cacat, dan data-data tentang lead time, teknik ukuran lot yang dipakai. Hal
ini dilakukan untuk menghindari kesalahan dalam perencanaan.
3. Struktur Produk (Bill Of Material), merupakan kaitan antara produk
dengan komponen penyusunnya yang memberikan informasi mengenai
daftar komponen, campuran bahan dan bahan baku yang diperlukan untuk
membuat produk. BOM juga memberikan deskripsi, penjelasan dan
kuantitas dari setiap bahan baku yang diperlukan untuk membuat satu unit
produk.

2.4.2 Output MRP


Output MRP sekaligus mencerminkan kemampuan dan ciri MRP, yaitu:
1. Planned Order Schedule (Jadwal Pesanan Terencana) penentuan jumlah
kebutuhan material serta waktu pemesanannya untuk masa yang akan
datang.
2. Order Release Report (Laporan Pengeluaran Pesanan) berguna bagi
pembeli yang akan digunakan untuk bernegoisasi dengan pemasok.
3. Changes to planning orders (perubahan terhadap pesanan yang telah
direncanakan) yang merefleksikan pembatalan pesanan, pengurangan
pesanan dan pengubahan jumlah pesanan.
4. Performance report (laporan penampilan), suatu tampilan yang
menunjukkan sejauh mana sistem bekerja, kaitannya dengan kekosongan
stok dan ukuran yang lain.

2.5 Langkah-langkah Dasar dalam MRP


MRP merupakan suatu proses dinamik, artinya bahwa rencana yang dibuat
perlu disesuaikan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. Kemampuan untuk
melakukan penyesuaian ini tergantung kepada kemampuan manajemen dan sistem
informasi yang ada. Secara skematis, langkah-langkah proses MRP adalah sebagai
berikut (Ernita, dkk, 2021):
1. Netting (Perhitungan Kebutuhan Bersih)
Proses perhitungan untuk menetapkan kebutuhan bersih yang merupakan
selisih antara kebutuhan kotor dengan keadaan persediaan ditangan.
Kebutuhan bersih dihitung sebagai nilai dari kebutuhan kotor (GR) minus
jadwal penerimaan (SR) minus persediaan ditangan (OH). kebutuhan
bersih dianggap nol bila NR lebih kecil atau sama dengan nol.
2. Lotting (Penentuan ukuran lot).
Langkah ini bertujuan menentukan besarnya pesanan individu yang
optimal berdasarkan hasil dari perhitungan bersih untuk satu atau beberapa
periode sekaligus sehingga dapat meminimalkan persediaan yang
dikurangi dengan lead time. Besarnya ukuran kuantitas pesanan tersebut
dapat ditentukan berdasarkan pada jumlah pemesanan yang tetap, periode
pemesanan yang tetap atau keseimbngan antara ongkos pengadaan (set-up
cost) dengan ongkos simpan (carrying cost).
3. Offsetting (Penentuan Waktu Pemesanan).
Proses untuk menentukan saat yang tepat dalam melakukan rencana
pelepasan pemesanan untuk memenuhi kebutuhan bersih (netting).
Langkah ini bertujuan agar kebutuhan komponen dapat tersedia tepat saat
dibutuhkan dengan memperhitungkan lead time pengadaan komponen
tersebut.
4. Exploding
Exploding adalah proses perhitungan dari ketiga langkah-langkah
sebelumnya, yaitu netting, lotting, dan off setting, yang dilakukan untuk
komponen atau item yang berbeda pada level dibawahnya. Langkah ini
merupakan proses perhitungan kebutuhan kotor untuk tingkat item pada
level yang lebih rendah.

2.6 Tingkat Kesulitan dalam Penerapan MRP


Terdapat 5 faktor utama yang mempengaruhi tingkat kesulitan dalam MRP
yaitu (Ernita, 2021):
1. Struktur Produk
Pada dasarnya struktur produk yang kompleks dapat menyebabkan
terjadinya proses MRP seperti Net, Lot, Offset, dan Explode yang
berulang-ulang, yang dilakukukan satu persatu dari atas sampai kebawah
berdasarkan tingkatannya dalam suatu struktur produk tersebut. Kesulitan
tersebut sering banyak ditemukan dalam proses Lot sizing, dimana
penentuan Lot Size pada tingkat yang lebih bawah perlu membutuhkan
teknik yang sangat sulit (multi level lot sizing tecnique).
2. Lot Sizing Dalam suatu proses MRP, terdapat berbagai macam penentuan
teknik lot sizing yang diterapkan, sebab proses lotting ini merupakan salah
satu fundamen yang penting dalam suatu sistem rencana kebutuhan bahan.
Pemakaian serta pemilihan teknik-teknik lot sizing yang tepat sesuai
dengan situasi perusahaan akan sangat membantu dan mempengaruhi
keefektifan dari rencana kebutuhan bahan sehingga dapat memperoleh
hasil yang lebih memuaskan. Hingga kini telah banyak dikembangkan oleh
para ahli mengenai teknik-teknik penetapan ukuran lot. Sampai saat ini
teknik ukuran lot dapat dibagi menjadi 4 bagian besar, yaitu:
a. Teknik ukuran lot untuk satu tingkat dengan kapasitas tak terbatas.
b. Teknik ukuran lot satu tingkat dengan kapasitas terbatas.
c. Teknik ukuran lot banyak tingkat dengan kapasitas tak terbatas.
d. Teknik ukuran lot banyak tingkat dengan kapasitas terbatas.
Dilihat dari cara pendekatan pemecahan masalah, juga terdapat dua aliran,
yaitu pendekatan level by level dan period by period. Nampak jelas dalam
hal ini bahwa teknik lot sizing masih dalam tehap perkembangan,
khususnya untuk kasus multi level.
3. Lead Time
Suatu proses perakitan tidak dapat dilakukan apabila item-item yang
diperlukan dalam proses perakitan tersebut tidak tersedia dilokasi
perakitan pada saat diperlukan. Proses tersebut perlu diperhitungkan
masalah penghubung yang dilakukan berdasarkan lintasan kritis, saat
paling awal, atau saat paling lambat, atau suatu item dapat selesai.
Persoalan yang penting dari masalah ini bukan hanya penentuan ukuran lot
size pada setiap level akan tetapi perlu mempertimbangkan masalah lead
time serta penghubungnya yang ada.
4. Kebutuhan yang Berubah Salah satu keunggulan MRP dibanding dengan
teknik laiinya adalah mampu merancang suatu sistem yang peka terhadap
perubahan-perubhan, baik yang datangnya dari luar maupun dari dalam
perusahaan itu sendiri. Kepekaan ini bukan tidak akan menimbulkan
masalah. Adanya perubahaan kebutuhan akan produk akhir tidak hanya
mempengaruhi kebutuhan akan jumlah penentuan jumlah kebutuhan yang
diinginkan, akan tetapi juga tempo pemesanan yang ada.
5. Komponen Umum Komponen umum yang dimaksudkan dalam hal ini
adalah komponen yang dibutuhkan oleh lebih dari satu induknya.
Komponen umum tersebut dapat menimbulkan suatu kesulitan dalam
proses perencanaan kebutuhan bahan khususnya dalam proses netting dan
lot sizing. Kesulitan-kesulitan tersebut akan semakin terasa apabila
komponen umum tersebut ada pada level yang berbeda.

2.7 Teknik-teknik Lot Sizing


Penentuan ukuran lot dalam MRP merupakan masalah yang komplek dan
sulit. Lot size diartikan sebagai kuantitas yang dinyatakan dalam penerimaan
pesanan dan penyerahan pesanan dalam schedule MRP. Untuk komponen yang
diproduksi di dalam pabrik, lot size merupakan jumlah produksi, untuk komponen
yang dibeli. Lot size berarti jumlah yang dipesan dari supplier. Dengan demikian
Lot size secara umum merupakan pemenuhan kebutuhan komponen untuk satu
atau lebih periode.
Sebenarnya ada banyak metode lot sizing yang dapat digunakan. Metode-
metode tersebut dikelompokkan berdasarkan karakteristik sifat lot sizing yang
diinginkan apakah statis atau dinamis.
Suatu proses MRP, terdapat berbagai macam penentuan teknik lot sizing yang
diterapkan, sebab proses lotting ini merupakan salah satu fundamen yang penting
dalam suatu sistem rencana kebutuhan bahan. Pemakaian serta pemilihan teknik-
teknik lot sizing yang tepat sesuai dengan situasi perusahaan akan sangat
membantu dan mempengaruhi keefektifan dari rencana kebutuhan bahan sehingga
dapat memperoleh hasil yang lebih memuaskan. Terdapat 10 alternatif teknik
yang digunakan dalam menentukan ukuran lot, yaitu (Mariani, 2018):
1. Lot for Lot (LFL)
Pendekatan menggunakan konsep atas dasar pesanan diskrit dengan
pertimbangan minimasi dari ongkos simpan. Pada metode ini pemesanan
dilakukan setiap periode di mana jumlah pemesanan bahan baku sama
dengan jumlah kebutuhan bersih.
2. Economic Order Quantity (EOQ)
Pendekatan menggunakan konsep minimasi ongkos simpan dan ongkos
pesan. Ukuran lot tetap berdasarkan hitungan minimasi tersebut.

EOQ =
√ 2Aλ
h
...................................................................................(2.1)

Keterangan:
EOQ = Kuantitas pemesanan yang ekonomis
A = Ongkos pesan
h = Ongkos simpan perunit pada persediaan
λ = Permintaan per tahun (dalam unit)
3. Period Order Quantity (POQ)
Pendekatan menggunakan konsep jumlah pemesanan ekonomis agar dapat
dipakai pada periode bersifat permintaan diskrit, teknik ini dilandasi oleh
metode EOQ. Mengambil dasar perhitungan pada metode pesanan
ekonomis maka akan diperoleh besarnya jumlah pesanan yang harus
dilakukan dan interval periode pemesanannya adalah setahun.
Prosedur:
a. Hitung Economic Order Quantity (EOQ).
b. Gunakan EOQ untuk menghitung frekuensi pemesanan per tahun (N).
c. Perhitungan jumlah N sebagai berikut:
λ
N = ...........................................................................................
EOQ
(2.2)
Keterangan:
EOQ = Kuantitas pemesanan yang ekonomis.
POQ = Jumlah periode pertahun/N.
λ = Permintaan per tahun (dalam unit).
N = Frekuensi pemesanan per tahun.
4. Least Unit Cost (LUC)
Pada metode ini awalnya dilakukan perhitungan irial and error untuk
menghitung biaya simpan dan mencari jumlah pemesanan bahan baku
yang efisien melalui berbagai macam lot size yaitu dengan cara mencari
nilai terkecil dari pembagian antara jumlah biaya simpan dan biaya pesan
dengan jumlah pemesanan. Pendekatan menggunakan konsep pemesanan
dengan ongkos unit perkecil, dimana jumlah pemesanan ataupun interval
pemesanan dapat bervariasi. Keputusan pemesanan didasarkan : ongkos
perunit terkecil = (ongkos pesan per unit) + (ongkos simpan per unit).
5. Least Total Cost (LTC)
Pendekatan menggunakan konsep ongkos total akan diminimasikan
apabila untuk setiap lot dalam suatu horison perencanan hampir sama
besarnya. Hal ini dapat dicapai dengan memesan ukuran lot yang memiliki
ongkos simpan per unit-nya hampir sama dengan ongkos pengadaannya
atau unitnya. ongkos total = (ongkos simpan) + (ongkos pengadaan).
6. Part Period Balancing (PPB)
Pendekatan menggunakan konsep ukuran lot ditetapkan bila ongkos
simpannya sama atau mendekati ongkos pesannya. Teknik PPB
merupakan suatu variasi dari teknik LTC, dimana konversi ongkos pesan
menjadi Equivalent Part Periode (EPP).
A
EPP = ..............................................................................................
h
(2.3) Keterangan:
A = Ongkos pesan.
h = Ongkos simpan perunit pada persediaan.
7. Wagner Within Algorithm (WWA)
Pendekatan menggunakan konsep ukuran lot dengan prosedur optimasi
program linear, bersifat matematis. Pada prakteknya ini sulit diterapkan
dalam MRP karena membutuhkan perhitungan yang rumit. Fokus utama
dalam penyelesaian masalah ini adala melakukan minimasi penggabungan
ongkos total dari ongkos set-up dan ongkos simpan dan berusahan agar
ongkos set-up dan ongkos simpan tersebut mendekati nilai yang sama
untuk kuantitas pemesanan yang dilakukan.
8. Silver Mean (SM)
Menitik beratkan pada ukuran lot yang harus dapat meminimumkan
ongkos total per-periode. Dimana ukuran lot didapatkan dengan cara
menjumlahkan kebutuhan beberapa periode yang berturut-turut sebagai
ukuran lot yang tentatif (bersifat sementara), penjumlahan dilakukan terus
sampai ongkos totalnya dibagi dengan banyaknya periode yang
kebutuhannya termasuk dalam ukuran lot tentatif tersebut meningkat.
Besarnya ukuran lot yang sebenarnya adalah ukuran lot tentatif terakhir
yang ongkos total periodenya masih menurun.
9. Fixed Periode Requirement (FPR)
Pendekatan menggunakan konsep ukuran lot dengan periode tetap, dimana
pesanan dilakukan berdasarkan periode waktu tertentu saja. Besarnya
jumlah pesanan tidak didasarkan oleh ramalan tetapi dengan cara
menggunakan penjumlahan kebutuhan bersih pada interval pemesanan
dalam beberapa periode yang ditentukan.
10. Fixed Order Quantity (FOQ)
Pendekatan menggunakankonsep jumlah pemesanan tetap karena
keterbatasan akan fasilitas. Misalnya : kemampuan gudang, transportasi,
kemampuan supplier dan pabrik.

Anda mungkin juga menyukai