Anda di halaman 1dari 26

DEFINISI

• Material Requirement Planning (MRP) dapat didefinisikan sebagai suatu


teknik atau set prosedur yang sistematis dalam penentuan kuantitas serta
waktu dalam proses pengendalian kebutuhan bahan terhadap komponen-
komponen permintaan yang saling bergantungan. (Dependent demand
items). (Gaspersz, 1998).
• MRP adalah cara untuk menentukan jumlah parts, komponen, dan material
yang dibutuhkan untuk memproduksi suatu produk
• MRP menyediakan informasi jadwal waktu guna mengatur kapan &
berapa banyak tiap material, parts, dan komponen dipesan atau diproduksi

TUJUAN MRP
1. Mengurangi jumlah persediaan (inventory):
MRP dapat menentukan jumlah komponen/bahan baku yang dibutuhkan
dan kapan komponen/bahan baku tersebut dibutuhkan untuk suatu Jadwal
Produksi Induk (Master Produksi Schedule). Dengan demikian,
perusahaan manufaktur yang bersangkutan hanya perlu membeli material
(komponen/bahan baku) tersebut pada saat dibutuhkan saja sehingga dapat
menghindari kelebihan persedian material.
2. Mengurangi waktu tenggang (lead time) produksi dan pengiriman
MRP mengidentifikasikan jumlah dan waktu material yang dibutuhkan
sehingga pihak purchasing (pembelian) dapat melakukan tindakan yang
tepat untuk memenuhi batas waktu yang ditetapkan. Dengan demikian
MRP dapat membantu untuk menghindari keterlambatan produksi yang
dikarenakan oleh material.
3. Komitmen pengiriman yang realistis kepada pelanggan :
Dengan menggunakan MRP, Pihak Produksi dapat memberikan informasi
yang cepat terhadap kemungkinan waktu pengirimannya.
4. Meningkatkan Efisiensi Operasi :
Dengan adanya MRP, setiap unit kerja dapat terkorodinasi dengan baik
sehingga dapat meningkatkan efisiensi operasional setiap unit kerja pada
perusahaan yang menerapkan MRP tersebut.

PRASYARAT DAN ASUMSI DARI MRP


Syarat mrp

1) Tersedianya Jadwal Induk Produksi (Master Production Schedule),


yaitu suatu rencana produksi yang menetapkan jumlah serta waktu suatu
produk akhir harus tersedia sesuai dengan jadwal yang harus diproduksi.
Jadwal Induk Produksi ini biasanya diperoleh dari hasil peramalan
kebutuhan melalui tahapan perhitungan perencanaan produksi yang baik,
serta jadwal pemesanan produk dari pihak konsumen.
2) Setiap item persediaan harus mempunyai identifikasi yang khusus.
Hal ini disebabkan karena biasanya MRP bekerja secara komputerisasi
dimana jumlah komponen yang harus ditangani sangat banyak, maka
pengklasifikasian atas bahan, bagian atas bahan, bagian komponen,
perakitan setengah jadi dan produk akhir haruslah terdapat perbedaan yang
jelas antara satu dengan yang lainnya.
3) Tersedianya struktur produk pada saat perencanaan. Dalam hal ini
tidak diperlukan struktur produk yang memuat semua item yang terlibat
dalam pembuatan suatu produk apabila itemnya sangat banyak dan proses
pembuatannya sangat komplek. Walaupun demikian, yang penting struktur
produk harus mampu menggambarkan secara gamblang langkah-langkah
suatu produk untuk dibuat, sejak dari bahan baku sampai menjadi produk
jadi.
4) tersedianya catatan tentang persediaan untuk semua item yang
menyatakan status persediaan sekarang dan yang akan datang.
Selain syarat diatas, terdapat beberapa asumsi yang diperlukan untuk
menghasilkan suatu sistem pengoperasian MRP secara efektif yaitu :
1) Tersedia data file yang terintegrasi yang berisi data status persediaan
dan data tentang struktur produk (harus teliti, lengkap dan up to
date).
2) Lead time untuk semua item diketahui atau diperkirakan.
Waktu ancang-ancang (Lead time) untuk semua item diketahui, paling
tidak dapat diperkirakan. Dalam hal ini waktu ancang-ancang dapat berupa
interval waktu antara saat pemesanan dilakukan sampai saat barang tiba
dan siap digunakan, tapi dapat pula berupa waktu proses pembuatan dari
satu stasiun kerja untuk item atau komponen tersebut.
3) Terkendalinya setiap item diketahui atau dapat diperkirakan.
Dalam proses manufactur ini berarti kita mampu memonitor setiap
tahapan proses/ perubahan yang dialami setiap item.
4) Tersedianya semua komponen untuk setiap perakitan, pada saat
pesanan perakitan tersebut dilakukan. Maksudnya agar jumlah dan
waktu kebutuhan kotor dari perakitan tersebut dapat ditentukan.
5) Setiap pengadaan pemakaian komponen bersifat diskrit. Misalnya
bahan dibutuhkan 50 komponen, maka rencana kebutuhan bahan mampu
membuat rencana agar dapat menyediakan 50 komponen tersebut dan
dipakai tanpa kurang atau lebih.
6) Perlu menetapkan bahwa proses pembuatan suatu item tidak
tergantung terhadap proses pembuatan item yang lainnya. Hal ini
berarti dapat dimulai dan diakhiri tanpa tergantung pada proses yang
laiinya.

INPUT MRP
a. Master Production Schedule (MPS) :
Master Production Schedule atau Jadwal Produksi Induk adalah suatu
perencanaan yang terdiri dari tahapan waktu dan jumlah produk jadi yang
akan diproduksi oleh sebuah perusahaan manufakturing. MPS ini pada
umumnya berdasarkan order (pesanan) pelanggan dan perkiraan order
(Forecast) yang dibuat oleh perusahaan sebelum dimulainya sistem MRP.
b. Inventory Status File (Berkas status Persediaan) :
Inventory Status File ini berkaitan dengan hasil perhitungan persediaan dan
kebutuhan bersih untuk setiap periode perencanaan. Setiap inventory atau
persediaan harus memberikan informasi status yang jelas dan terbaru
mengenai jumlah persediaan yang ada saat ini, jadwal penerimaan material
ataupun rencana pembelian yang akan diserahkan ke pemasok. Informasi ini
juga harus meliputi Jumlah Lot (Lot sizes), Lead Time (tenggang waktu),
Safety Stock Level dan juga jumlah material yang rusak/cacat.
c. Bill of Materials (BOM) :
BOM adalah sebuah daftar yang berisikan jumlah masing-masing bahan
baku, bahan pendukung dan sub-assy (semi produk) yang dibutuhkan untuk
membuat suatu produk jadi.

PROSES MRP
Langkah - langkah dasar dalam penyusunan Proses MRP (Nasution,1992)
1. Netting (kebutuhan bersih) : Proses perhitungan kebutuhan bersih untuk
setiap periode selama horison perencanaan.
2. Lotting (kuantitas pesanan) : Proses penentuan besarnya ukuran jumlah
pesanan yang optimal untuk sebuah item, berdasarkan kebutuhan bersih
yang dihasilkan.
3. Offsetting (rencana pemesanan): Bertujuan untuk menentukan kuantitas
pesanan yang dihasilkan proses lotting. Penentuan rencana saat pemesanan
ini diperoleh dengan cara mengurangkan saat kebutuhan bersih yang harus
tersedia dengan waktu ancang-ancang (Lead Time).
4. Exploding: Merupakan proses perhitungan kebutuhan kotor untuk tingkat
(level) yang lebih bawah dalam suatu struktur produk, serta didasarkan
atas rencana pemesanan

OUTPUT MRP
Keluaran MRP sekaligus juga mencerminkan kemampuan dan ciri dari MRP,
yaitu : (Gaspersz, 1998)
a. Planned Order Schedule (Jadwal Pesanan Terencana) adalah
penentuan jumlah kebutuhan material serta waktu pemesanannya untuk
masa yang akan datang.
b. Order Release Report (Laporan Pengeluaran Pesanan) berguna bagi
pembeli yang akan digunakan untuk bernegosiasi dengan pemasok, dan
berguna juga bagi manejer manufaktur, yang akan digunakan untuk
mengontrol proses produksi.
c. Changes to planning Orders (Perubahan terhadap pesanan yang telah
direncanakan) adalah yang merefleksikan pembatalan pesanan,
pengurangan pesanan, pengubahan jumlah pesanan.
d. Performance Report (Laporan Penampilan) suatu tampilan yang
menunjukkan sejauh mana sistem bekerja, kaitannya dengan kekosongan
stock dan ukuran yang lain.
Istilah-itilah dalam MRP

• Item. Dalam MRP, item adalah nama atau nomor kode yang digunakan
untuk aktivitas yang Anda jadwalkan.
• Low-level code. Ini adalah kode level terendah dari item di dalam BOM
dan menunjukkan urutan di mana Anda menjalankan item melalui MRP.
Anda menggunakan kode tingkat rendah karena kode pada tingkat inilah
yang akan sistem MRP kenali dan menghubungkan tingkat item yang
muncul dalam rantai produk dan menggunakannya untuk merencanakan
waktu yang tepat untuk memenuhi semua permintaan sistem.
• Lot size. Ini adalah jumlah unit yang Anda pesan selama proses
manufaktur.
• Lead time (LT). Ini adalah waktu yang Anda butuhkan untuk merakit atau
membuat item dari awal sampai akhir. Ada dua jenis lead time, yaitu lead
time pemesanan dan lead time manufaktur. Lead time pemesanan adalah
waktu yang dibutuhkan mulai dari pembelian sampai penerimaan barang
yang dibeli. Lead time manufaktur adalah waktu yang dibutuhkan
perusahaan untuk benar-benar memproduksi produk dari awal sampai
akhir.
• Past Due (PD). Ini adalah waktu di mana Anda menganggap pesanan telah
berada di belakang jadwal atau sudah mengalami keterlambatan.
• Gross requirements (GR). Anda menghasilkan perhitungan MRP melalui
penjadwalan perkiraan menggunakan jumlah unit yang diproduksi, jumlah
bahan yang dibutuhkan untuk setiap unit yang diproduksi, stok saat ini,
dan stok yang sudah dalam perjalanan. Ini adalah total permintaan untuk
suatu barang selama periode waktu tertentu.
• Scheduled Receipts (SR). Ini adalah open order atau pesanan Anda yang
masih akan Anda terima. Statusnya sudah milik perusahaan, tapi fisiknya
belum sampai di tangan Anda.
• Projected on Hand (POH). Ini adalah jumlah inventory yang Anda
perkirakan akan tersedia di tangan Anda sesudah Anda menerima Gross
Requirements. Untuk menghitungnya, Anda hanya perlu menambahkan
POH dari periode waktu sebelumnya dengan Schedule
Receipts dan Planned Order Receipts, kemudian dikurangi dengan Gross
Requirements (POH saat ini = POH sebelumnya + SR + POR – GR).
• Net Requirements (NR). Anda menghasilkan perhitungan MRP ini
melalui master scheduling menggunakan gross requirements, on-hand
inventory, dan jumlah lainnya. Ini adalah kuantitas aktual yang Anda
butuhkan untuk diproduksi dalam periode waktu tertentu.
• Planned Order Receipts (POR). Ini adalah jumlah pesanan selama periode
waktu yang direncanakan akan Anda terima. POR ini
menjaga inventory supaya ngga berada di bawah ambang batas yang
diperlukan.
• Planned Order Releases (PORL). Ini adalah jumlah barang yang Anda
rencanakan untuk dipesan per periode waktu. Ini adalah POR yang
di offset dengan lead time.
• Cumulative Lead Time. Ini adalah jumlah waktu terpanjang yang
dibutuhkan untuk membuat satu produk. Anda bisa menghitungnya dengan
melihat setiap BOM dan mencari tahu mana yang membutuhkan waktu
paling lama.
• Product Structure Tree. Ini adalah penggambaran visual dari Bill of
Material (BOM) yang menunjukkan berapa banyak dari setiap bagian dan
berapa banyak sub-bagian yang Anda butuhkan untuk menghasilkan
sebuah produk.
• Net-Change Systems. Ini adalah sistem yang mengidentifikasi perubahan
antara rencana baru dan lama.
• Master Production Schedule (MPS). Ini adalah jadwal produk jadi yang
mendorong proses MRP. Kuantitas dalam MPS mewakili apa yang Anda
perlu produksi untuk memenuhi forecasts.
• Lumpiness. Ini adalah saat permintaan produk atau material yang rendah,
atau nol, tiba-tiba melonjak tinggi. Contoh permintaan yang melonjak atau
ngga merata ini juga termasuk kebutuhan akan suku cadang servis. Dan
Anda tentu tahu kan kalau Anda cuma perlu suku cadang servis saat ada
alat yang rusak. Jadi, memperkirakan kebutuhan suku cadang bisa dibilang
lebih sulit karena permintaan customer ngga bisa diprediksi dan ngga
terjadi secara terus-menerus.
• Time Fence. Time fence adalah batas antara periode perencanaan MRP
yang satu dengan yang lainnya. Time fence memberi Anda kesempatan
untuk membuat perubahan pemrograman, seperti aturan dan batasan MRP,
misalnya.

MRP adalah tentang kontrol optimal yang menghitung kondisi awal,


dinamika, kendala, dan tujuan. Variabelnya adalah inventory, lot size,
permintaan, biaya pesanan tetap, biaya pesanan variabel, dan biaya
penyimpanan inventory. MRP terdiri dari banyak metode dan perhitungan.

1. Static Lot Sizing Models atau SLS (Model Ukuran Pemesanan Statis)
Static Lot Sizing Models digunakan untuk permintaan yang tetap selama
periode waktu yang direncanakan.
Static Lot Sizing Models dapat dikategorikan menjadi empat model, yaitu:
a. Jumlah pesanan tetap atau Fixed Order Quantity (FOQ).
Teknik FOQ menggunakan kuantitas pemesanan yang tetap untuk
suatu persediaan item tertentu dapat ditentukan secara sembarang
atau berdasarkan pada faktor-faktor intuitif. Dalam menggunakan
teknik ini jika perlu, jumlah pesanan diperbesar untuk menyamai
jumlah kebutuhan bersih yang tinggi pada suatu perioda tertentu
yang harus dipenuhi, yang berarti ukuran kuantitas pemesanannya
(lot sizing) adalah sama untuk seluruh periode selanjutnya dalam
perencanaan. Metode ini dapat digunakan untuk item-item yang
biaya pemesanannya (ordering cost) sangat besar. seluruh periode
selanjutnya dalam perencanaan. Metode ini dapat digunakan untuk
item-item yang biaya pemesanannya (ordering cost) sangat besar.
b. Jumlah pesanan ekonomi atau Economic Order Quantity (EOQ)
Teknik EOQ ini besarnya ukuran lot adalah tetap, melibatkan
ongkos pesan dan ongkos simpan. Pemesanan dilakukan apabila
jumlah persediaan tidak dapat memenuhi kebutuhan yang
diinginkan. Teknik ini biasa dipakai untuk horison perencanaan
selama satu tahun (12 bulan), sedangkan keefektifannya akan
bagus jika pola kebutuhan bersifat kontinu dan tingkat kebutuhan
konstan.
c. Economic Production Quantity (EPQ).
EPQ merupkan pengembangan dari EOQ. Perbedaannya dengan
EOQ adalah EPQ berasumsi bahwa pemesanan diterima secara
bertahap meningkat selama proses produksi.
d. Resource Constraints
Resource Constraints merepresentasikan kombinasi dari barang
dan jasa yang dapat dibeli oleh konsumen.
2. Dynamic Lot Sizing Models atau DLS (Model Ukuran Pemesanan
Dinamis) Dynamic Lot Sizing Models merupakan model yang digunakan
untuk permintaan yang berubah-ubah selama rentang waktu periode
perencanaan persediaan. Diasumsikan permintaan diketahui dengan pasti,
yang kadang disebut lumpy demand. Dynamic Lot Sizing dapat dibagi
menjadi 3 macam menurut cara penyelesaian masalah atau rules, yaitu:
a. Simple rules
Simple Rules adalah aturan keputusan kuantitas pemesanan yang
tidak didasarkan langsung pada optimalisasi fungsi biaya.
Termasuk dalam Simple Rules yaitu:
1. Fixed Period Requirements (FPR)
Teknik FPR ini menggunakan konsep interval pemesanan
yang konstan, sedangkan ukuran kuantitas pemesanan (lot
size) bervariasi. Dalam metode FPR ini selang waktu antar
pemesanan dibuat tetap dengan ukuran lot sesuai pada
kebutuhan bersih. Ukuran kuantitas pemesanan tersebut
merupakan penjumlahan kebutuhan bersih dari setiap
periode yang tercakup dalam interval pemesanan yang telah
ditetapkan. Penetapan interval penetapan dilakukan secara
sembarang. Pada teknik FPR ini, jika saat pemesanan jatuh
pada periode yang kebutuhan bersihnya sama dengan nol,
maka pemesanannya dilaksanakan pada periode berikutnya.
2. Period Order Quantity (POQ)
Teknik POQ ini pada prinsipnya sama dengan FPR.
Bedanya adalah pada teknik POQ interval pemesanan
ditentukan dengan suatu perhitungan yang didasarkan pada
logika EOQ klasik yang telah dimodifikasi, sehingga dapat
digunakan pada permintaan yang berperiode diskrit.
Tentunya dapat diperoleh hasil mengenai besarnya jumlah
pesanan yang harus dilakukan dan interval periode
pemesanan. Dibandingkan dengan teknik jumlah pesanan
ekonomis ini akan memberikan ongkos persediaan yang
lebih kecil dan dengan ongkos pesan yang sama. Kesulitan
yang dihadapi dalam teknik ini adalah bagaimana 30
menentukan besarnya interval perioda pemesanan apabila
sifat kebutuhan adalah diskontinu. Jika ini terjadi,
penentuan interval periode yang bernilai nol dilewati.
Interval pemesanan ditentukan sebagai berikut (Ristono,
2009):

dimana :
EOI = interval pemesanan ekonomis dalam satu periode
C = biaya pemesanan setiap kali pesan
h = persentase biaya simpan setiap periode
P = harga atau biaya pembelian perunit
R = rata-rata permintaan per periode
3. Lot for lot ( LFL )
Teknik ini merupakan lot sizing yang mudah dan paling
sederhana. Teknik ini selalu melakukan perhitungan
kembali (bersifat dinamis) terutama apabila terjadi
perubahan pada kebutuhan bersih. Penggunaan teknik ini
bertujuan untuk meminimumkan ongkos simpan, sehingga
dengan teknik ini ongkos simpan menjadi nol. Oleh karena
itu, sering sekali digunakan untuk item-item yang
mempunyai biaya simpan sangat mahal. Apabila dilihat dari
pola kebutuhan yang mempunyai sifat diskontinu atau tidak
teratur, maka teknik Lot for Lot ini memiliki kemampuan
yang baik. Di samping itu teknik ini sering digunakan pada
sistem produksi manufaktur yang mempunyai sifat setup
permanen pada proses produksinya.
Pemesanan dilakukan dengan mempertimbangkan
ongkos penyimpanan. Pada teknik ini, pemenuhan
kebutuhan bersih dilaksanakan disetiap periode yang
membutuhkannya, sedangkan besar ukuran kuantitas
pemesanan (lot sizing) adalah sama dengan jumlah
kebutuhan bersih yang harus dipenuhi pada periode yang
bersangkutan.
b. Heuristic Rules
Heuristic Rules bertujuan untuk mencapai solusi biaya terendah
namun tidak harus optimal.
1. Least Unit Cost (LUC)
Teknik LUC ini dan ketiga teknik berikutnya
mempunyai kesamaan tertentu, yaitu ukuran kuantitas
pemesanan dan interval pemesanannya bervariasi. Pada
teknik LUC ini ukuran kuantitas pemesanan ditentukan
dengan cara coba-coba, yaitu dengan jalan
mempertanyakan apakah ukuran lot disuatu periode
sebaiknya sama dengan ukuran bersihnya atau bagaimana
kalau ditambah dengan periode-periode berikutnya.
Keputusan ditentukan berdasarkan ongkos per unit (ongkos
pengadaan per unit ditambah ongkos simpan per unit)
terkecil dari setiap bakal ukuran lot yang akan dipilih.
Jika suatu pesanan tiba pada awal periode yang pertama
dan kebutuhan dipenuhi pada akhir periode, total biaya
yang relevan setiap unit adalah (Ristono, 2009):

Keterangan :
C = biaya pemesanan setiap memesan
h= fraksi atau presentase biaya simpan yang dikeluarkan
setiap periode
P = harga pembelian unit
Ph = biaya simpan setiap periode
TRC (T) = total biaya yang relevan pada T periode
T = periode pengisian kembali persediaan
R = nilai pada periode k

2. Part Period Balancing (PBB)


Metode PPB sering juga disebut Metode Part Period
Algorithm adalah pendekatan jumlah lot untuk menentukan
jumlah pemesanan berdasarkan keseimbangan antara biaya
pesan dan biaya simpan. Oleh karena itu metode ini disebut
juga Part Period Balancing (PPB) atau total biaya terkecil.
Metode ini menseleksi jumlah periode untuk mencukupi
pesanan tambahan berdasarkan akumulasi biaya simpan dan
biaya pesan. Tujuannya adalah menentukan jumlah lot
untuk memenuhi periode kebutuhan.
Part Period Balancing adalah suatu pendekatan heuristik
yang menentuakan ukuran pesanan dengan
menyeimbangkan biaya-biaya pemesanan dan biaya-biaya
kepemilikan. Ini juga dikenal sebagai part period dalam
menjaga keseimbangan dari total biaya. Dapat dilihat
perbandingan jumlah biaya kepemilikan dan biaya
pemesanan, sehinggga (Ristono, 2009):
KETERANGAN :

3. Silver meal ( SM )
Silver Edward dan Meal Harlan mengembangkan suatu
algoritma heuristik berdasarkan pada biaya yang terkecil
pada tiap periode. Metode heuristik ini menentukan rata-
rata biaya setiap unit dengan peningkatan pesanan terhadap
banyaknya periode. Suatu pengisian kembali suatu
pemesanan direncanakan ketika rata-rata biaya setiap
periode pertama mulai ditingkatkan. Pengisian kembali
pada setiap periode dan prosedur diulangi sampai ukuran
lot sesuai sampai waktu ke n. Pengisian kembali pesanan
direncanakan untuk periode pertama dengan kebutuhan
netto dan semua periode berurutan dengan rata-rata biaya
setiapperiode pada peningkatan pertama.
Metode heuristik memilih ukuran lot yang meliputi
suatu bilangan bulat dari jumlah kebutuhanper periode,
begitu juga dengan total biaya yang relevan setiap periode
yang diperkecil. Total biaya yang relevan adalah pemesanan
dan biaya simpan. Jika suatu pesanan tiba pada awal
periode yang pertama dan untuk memenuhi kebutuhan
sampai akhir periode, maka total biaya yang relevan pada
M periode adalah (Ristono, 2009):
Sasarannya adalah untuk memilih T yang dapat
memperkecil total biaya yang relevan setiap periode.
Perhitungan heuristik mengevaluasi nilainilai T:

Ketika total biaya setiap start waktu meningkat pada T +1,


pengisian kembali jumlah persediaan pada saat T adalah:

Keterangan :
C = biaya pemesanan setiap memesan
h= fraksi atau presentase biaya simpan yang dikeluarkan
setiap periode
P = harga pembelian unit
Ph = biaya simpan setiap periode
TRC (T) = total biaya yang relevan pada T periode
T = periode pengisian kembali persediaan
R = nilai pada periode k

c. Optimum rules
Optimum Rules bertujuan mencapai solusi biaya rendah yang
juga optimum. Termasuk di dalamnya adalah metode Wagner
Whittin (WW). Teknik ini menggunakan prosedur optimasi yang
didasari model programan dinamis. Tujuannya adalah untuk
mendapatkan strategi pemesanan yang optimum untuk seluruh
jadwal kebutuhan bersih dengan jalan meminimasi total ongkos
pengadaan dan ongkos simpan, pada dasarnya teknik ini menguji
semua cara pemesanan yang mungkin dalam memenuhi kebutuhan
bersih setiap periode yang ada pada horizon perencanaan sehingga
senantiasa memberikan jawaban yang optimal.
Wagner-Whittin Algorithm memperoleh suatu jumlah
maksimum solusi kepada data yang meminimum masalah ukuran
pesanan dinamis di atas suatu perencanaan yang terbatas. itu
memerlukan bahwa semua periode permintaan dicukupi, yang
periode waktu di dalam perencanaan b dari suatu panjangnya
pemesanan ditetapkan, dan pesanan itu ditempatkan untuk
meyakinkan hasil 0 pesanan produk pada awal suatu periode
waktu. Algorithim Wagner-Whittin suatu pendekatan programming
dinamis yang mana dapat digunakan untuk menentukan biaya yang
dapat diawali yang minimum.

Cara menghitung MRP


Pada dasarnya, MRP punya tiga langkah utama:
• Mengidentifikasi kebutuhan kuantitas. Tentukan berapa kuantitas yang ada
di tangan Anda (on-hand), dalam open PO, yang sudah Anda alokasikan
untuk manufaktur, yang sudah anda jadikan komitmen untuk memenuhi
pesanan yang ada, dan yang sudah Anda perkirakan. Persyaratan ini
berlaku untuk setiap perusahaan dan setiap lokasi perusahaan dan berubah
dengan tanggal.
• Menjalankan perhitungan MRP. Buat rekomendasi untuk materi yang
Anda anggap penting, dipercepat, dan ditunda.
• Selesaikan pesanan. Gambarkan kebutuhan bahan untuk pesanan produksi,
pesanan pembelian, dan persyaratan pelaporan lainnya.

Perhitungan yang dilakukan MRP didasarkan pada input data, di mana input data
ini meliputi:

• Customer orders. Ini mengacu pada informasi pesanan yang Anda terima
dari customer, termasuk pembelian satu kali dan pembelian reguler.
• Forecast demand. Ini adalah perkiraan dari pasar tentang seberapa besar
kemungkinan Anda menerima permintaan akan suatu produk atau layanan.
Hal ini didasarkan pada pencatatan historis dan analisa tren saat ini.
• Master Production Schedule (MPS). Kedua perkiraan permintaan dan
pesanan customer dimasukkan ke dalam Master Production Schedule
(MPS). MPS adalah rencana yang dikembangkan perusahaan untuk
produksi, kebutuhan staf, atau inventory. Ini adalah rencana produksi yang
mencakup jumlah yang perlu Anda produksi untuk suatu produk dalam
jangka waktu tertentu. MPS juga mencakup biaya persediaan, biaya
produksi, informasi stok, supply, lot size, lead time, dan kapasitas
pengembangan.
• Bill of Materials (BOM). Disebut juga sebagai file struktur produk yang
mencakup rincian dan jumlah bahan baku, rakitan, dan komponen yang
membentuk setiap produk akhir.
• Inventory Records. Ini adalah data bahan mentah dan produk jadi yang
Anda miliki atau sudah Anda pesan.

Sesudah MRP menerima input, maka MRP akan menghasilkan output berupa
empat keluaran utama, seperti berikut:

• Purchase Orders (PO). Ini adalah rekomendasi jadwal pembelian yang


mencakup pesanan yang Anda berikan kepada supplier untuk mengirim
bahan. PO mencakup jadwal dengan jumlah dan tanggal mulai/selesai
untuk memenuhi kebutuhan MPS.
• Material Plan. Ini merinci bahan baku, item perakitan, dan kebutuhan
komponen untuk membuat produk akhir, lengkap dengan jumlah dan
tanggalnya. Anda bisa mengatur time fence untuk firm orders supaya
mendapatkan hasil yang lebih baik.
• Work Orders. Ini merinci pekerjaan yang harus dilakukan untuk
menghasilkan produk akhir, termasuk departemen mana yang bertanggung
jawab untuk bagian apa, bahan apa yang diperlukan, dan tanggal mulai
dan berakhirnya.
• Reports. MRP menghasilkan laporan primer dan sekunder. Laporan primer
mencakup ketiga hal di atas, yaitu yang berhubungan dengan perencanaan
dan pengendalian produksi dan inventory. Laporan sekunder adalah
laporan yang merinci hal-hal seperti kontrol kinerja, data
exception (misalnya ketika ada kesalahan atau pesanan yang terlambat),
penyimpangan, perkiraan inventory, dan kontrak di masa mendatang.
Dimisalkan sebuah perusahaan memiliki data-data sebagai berikut:
Data kebutuhan bersih tiap periode (bulan)

Periode ( t ) 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kebutuhan bersih ( Rt ) 20 40 30 10 40 0 55 20 40

Data Ongkos

Harga perunit (C) = Rp. 50,-


Ongkos Pengadaan (S)/ biaya pesan = Rp. 100,- per pengadaan atau per
pesan
Ongkos Simpan = Rp. 4.080/tahun
Ongkos Simpan = Rp. 340/bulan
Ongkos Simpan = Rp. 1,- /unit/bulan

Waktu ancang-ancang (lead time)

Waktu ancang-ancang =0

1) Lot Sizing dengan Teknik Fixed Order Quantity (FOQ)

Teknik FOQ menggunakan kuantitas pemesanan yang tetap untuk suatu persediaan item
tertentu dapat ditentukan secara sembarang atau berdasarkan pada faktor-faktor intuitif.
Dalam menggunakan teknik ini jika perlu, jumlah pesanan diperbesar untuk menyamai
jumlah kebutuhan bersih yang tinggi pada suatu perioda tertentu yang harus dipenuhi,
yang berarti ukuran kuantitas pemesanannya (lot sizing) adalah sama untuk seluruh
periode selanjutnya dalam perencanaan. Metode ini dapat digunakan untuk item-item
yang biaya pemesanannya (ordering cost) sangat besar. Tabel dibawah ini merupakan
contoh pemakaian teknik EOQ dengan ukuran lot sebesar 100.

Lot sizing dengan menggunakan Teknik FOQ menghasilkan skedul sebagai berikut:

Periode ( t ) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Total
Kebutuhan bersih (Rt) 20 40 30 10 40 0 55 20 40 255
Kuantitas Pemesanan Xt 100 100 100 300
Persediaan 80 40 10 0 60 60 105 85 45 485

berdasarkan skedul lot sizing dengan menggunakan teknik FOQ di atas, biaya
sehubungan dengan penggunaan teknik tersebut dapat dihitung sebagai berikut :

Ongkos pengadaan = 3 x Rp. 100,- maka :


Ongkos simpan

= (80+40+10+60+60+105+85+45) = 485
= 485 x Rp. 1,-
= Rp. 485,-

sehingga Total ongkos sebesar 300 + 485 = Rp. 785


2) Lot Sizing dengan Teknik Economic Order Quantity (EOQ)

Metode ini diperkenalkan pertama kali oleh Ford Harris dari Westinghouse pada tahun
1915. Metode ini merupakan inspirasi bagi para pakar persediaan untuk
mengembangkan metode-metode pengendaliaan persediaan lainnya. Metode ini
dikembangkan atas fakta adanya biaya variabel dan biaya tetap dari proses produksi
atau pemesanan barang.

Teknik EOQ ini besarnya ukuran lot adalah tetap, melibatkan ongkos pesan dan ongkos
simpan. Pemesanan dilakukan apabila jumlah persediaan tidak dapat memenuhi
kebutuhan yang diinginkan. Teknik ini biasa dipakai untuk horison perencanaan selama
satu tahun (12 bulan atau 52 minggu), sedangkan keefektifannya akan bagus jika pola
kebutuhan bersifat kontinu dan tingkat kebutuhan konstan. Ukuran kuantitas pemesanan
(lot sizing) ditentukan dengan :

dimana :
EOQ = Q* = kuantitas pemesanan yang optimal (yang meminimumkan biaya
persediaan)
Co = Cs = S = ongkos Pesan (set up Cost) Rp100,-
R = demand per (255/9) x12 =340
Ch = H = ongkos Simpan per unit per tahun (Rp4080/340) = 12

Jika kita mengasumsikan bahwa periode yang ada pada contoh sebelumnya sama, maka
ukuran lot dengan menggunakan teknik EOQ ini adalah :

= 75 unit

Maka ukuran lot sebesar 75 unit ini dipakai untuk memenuhi kebutuhan bersih yang ada
sepanjang horizon perencanaan dengan cara sebagai berikut :

Periode ( t ) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Total
Kebutuhan bersih (Rt) 20 40 30 10 40 0 55 20 40 255
Kuantitas Pemesanan Xt 75 75 75 75 300
Persediaan 55 15 60 50 10 10 30 10 45 285

berdasarkan skedul lot sizing dengan menggunakan teknik EOQ di atas, biaya
sehubungan dengan penggunaan teknik tersebut dapat dihitung sebagai berikut :

Ongkos pengadaan = 4 x Rp. 100,- = Rp. 400

Ongkos simpan

= (55+15+60+50+10+10+30+10+45) = 285
= 285 x Rp. 1,-
= Rp. 285,-

Dengan demikian Total ongkos = 400 + 285 = Rp. 685


3) Lot for Lot (LFL)

Teknik ini merupakan lot sizing yang mudah dan paling sederhana. Teknik ini selalu
melakukan perhitungan kembali (bersifat dinamis) terutama apabila terjadi perubahan
pada kebutuhan bersih. Penggunaan teknik ini bertujuan untuk meminimumkan ongkos
simpan, sehingga dengan teknik ini ongkos simpan menjadi nol. Oleh karena itu, sering
sekali digunakan untuk item-item yang mempunyai biaya simpan sangat mahal. Apabila
dilihat dari pola kebutuhan yang mempunyai sifat diskontinu atau tidak teratur, maka
teknik Lot for Lot ini memiliki kemampuan yang baik. Di samping itu teknik ini sering
digunakan pada sistem produksi manufaktur yang mempunyai sifat setup permanen pada
proses produksinya.

Pemesanan dilakukan dengan mempertimbangkan ongkos penyimpanan. Pada teknik


ini, pemenuhan kebutuhan bersih dilaksanakan disetiap periode yang membutuhkannya,
sedangkan besar ukuran kuantitas pemesanan (lot sizing) adalah sama dengan jumlah
kebutuhan bersih yang harus dipenuhi pada periode yang bersangkutan. Sebagai contoh
berikut ini merupakan ilustrasi dari penerapan teknik LFL dengan data kebutuhan bersih
yang telah digunakan contoh-contoh berikutnya.

Periode ( t ) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Total
Kebutuhan bersih (Rt) 20 40 30 10 40 0 55 20 40 255
Kuantitas Pemesanan Xt 20 40 30 10 40 0 55 20 40 255
Persediaan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

berdasarkan skedul lot sizing dengan menggunakan teknik LFL di atas, biaya
sehubungan dengan penggunaan teknik tersebut dapat dihitung sebagai berikut :

Ongkos pengadaan = 8 x Rp. 100,- = Rp. 800


Ongkos simpan = 0
Total ongkos = 800 + 0 = Rp. 800

4) Fixed Period Requirements (FPR)

Teknik FPR ini menggunakan konsep interval pemesanan yang konstan, sedangkan
ukuran kuantitas pemesanan (lot size) bervariasi. Bila dalam metode FOQ besarnya
jumlah ukuran lot adalah tetap sementara selang waktu antar pemesanan tidak tetap,
sedangkan dalam metode FPR ini selang waktu antar pemesanan dibuat tetap dengan
ukuran lot sesuai pada kebutuhan bersih.

Ukuran kuantitas pemesanan tersebut merupakan penjumlahan kebutuhan bersih dari


setiap periode yang tercakup dalam interval pemesanan yang telah ditetapkan.
Penetapan interval penetapan dilakukan secara sembarang. Pada teknik FPR ini, jika
saat pemesanan jatuh pada periode yang kebutuhan bersihnya sama dengan nol, maka
pemesanannya dilaksanakan pada periode berikutnya. Sebagai contoh, berikut ini
merupakan pemakaian teknik FPR dengan interval pemesanan tiga periode.

Periode ( t ) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Total
Kebutuhan bersih (Rt) 20 40 30 10 40 0 55 20 40 255
Kuantitas Pemesanan Xt 90 50 115 255
Persediaan 70 30 0 40 0 0 60 40 0 240

berdasarkan skedul lot sizing dengan menggunakan teknik FPR di atas, biaya
sehubungan dengan penggunaan teknik lot sizing FPR dapat dihitung sebagai berikut :

Ongkos pengadaan = 3 x Rp. 100,- = Rp. 300


Ongkos simpan

= (70+30+40+60+40) = 240
= 240 x Rp. 1,-
= Rp. 240,-

diperoleh Total ongkos = 300 + 240 = Rp. 540

5) Period Order Quantity (POQ)

Teknik POQ ini pada prinsipnya sama dengan FPR. Bedanya adalah pada teknik POQ
interval pemesanan ditentukan dengan suatu perhitungan yang didasarkan pada logika
EOQ klasik yang telah dimodifikasi, sehingga dapat digunakan pada permintaan yang
berperiode diskrit.

Tentunya dapat diperoleh hasil mengenai besarnya jumlah pesanan yang harus
dilakukan dan interval periode pemesanan. Dibandingkan dengan teknik jumlah pesanan
ekonomis ini akan memberikan ongkos persediaan yang lebih kecil dan dengan ongkos
pesan yang sama. Kesulitan yang dihadapi dalam teknik ini adalah bagaimana
menentukan besarnya interval perioda pemesanan apabila sifat kebutuhan adalah
diskontinu. Jika ini terjadi, penentuan interval periode yang bernilai nol dilewati. Interval
pemesanan ditentukan sebagai berikut :

dimana :

EOI = interval pemesanan ekonomis dalam satu periode


C = biaya pemesanan setiap kali pesan
h = persentase biaya simpan setiap periode
P = harga atau biaya pembelian perunit
R = rata-rata permintaan per periode

Sebagai contoh, berikut ini merupakan penerapan teknik POQ dengan data pada contoh
sebelumnya.

- Jumlah periode dalam 1 tahun = 12 bulan


- Jumlah unit yang dipesan per tahun = 255 unit
- Rata-rata permintaan (R) = 28,3 unit
- Q (dari teknik EOQ) = 75 unit
- Biaya pesan (C) = 100 rupiah/ pesan
- Ongkos simpan (h) = 1 rupiah/ bulan
- Harga perunit (P) = 50 rupiah/ unit

Pembahasan

Interval pemesanan yang diperbolehkan adalah 2,6 yang berarti interval pemesanan
yangn digunakan boleh 2 atau 3 periode dan frekuensi pemesanan boleh 4 atau 5 kali
pemesanan dalam satu tahun.

Periode ( t ) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Total
Kebutuhan bersih (Rt) 20 40 30 10 40 0 55 20 40 255
Kuantitas Pemesanan Xt 60 40 40 75 40 255
Persediaan 40 0 10 0 0 0 20 0 0 70

berdasarkan skedul lot sizing dengan menggunakan teknik POQ atau EOI di atas, biaya
sehubungan dengan penggunaan teknik tersebut dapat dihitung sebagai berikut :

Ongkos pengadaan = 5 x Rp. 100,- = Rp. 500


Ongkos simpan = (40+10+20) = 70 x Rp. 1,- = Rp. 70,-

Jadi Total ongkos keseluruhan adalah sebesar 500 + 70 = Rp. 570

6) Least Unit Cost (LUC)

Teknik LUC ini dan ketiga teknik berikutnya mempunyai kesamaan tertentu, yaitu ukuran
kuantitas pemesanan dan interval pemesanannya bervariasi. Pada teknik LUC ini ukuran
kuantitas pemesanan ditentukan dengan cara coba-coba, yaitu dengan jalan
mempertanyakan apakah ukuran lot disuatu periode sebaiknya sama dengan ukuran
bersihnya atau bagaimana kalau ditambah dengan periode-periode berikutnya.
Keputusan ditentukan berdasarkan ongkos per unit (ongkos pengadaan per unit
ditambah ongkos simpan per unit) terkecil dari setiap bakal ukuran lot yang akan dipilih.

Dari hasil perhitungan tabel tersebut, terlihat bahwa pada kelompok pertama, bakal lot
sebesar 90 terpilih sebagai lot yang pertama sebab menimbulkan ongkos per unit
terkecil yaitu sebesar Rp 2,22. Lot sebesar 90 ini akan mencakup kebutuhan bersih
periode ke1, 2, dan 3, sedangkan periode ke-4 dimasukkan kedalam kelompok ke-2.
Pada kelompok ke 2 ongkos perunit terkecil adalah Rp 2,8 sehingga bakal lot sebesar 40
terpilih sebagai lot ke 2. Lot sebesar 50 ini akan mencakup kebutuhan bersih periode ke
4, 5, dan 6. Sedangkan periode ke 7 dimasukkan kedalam kelompok ketiga. Pada
kelompok ketiga ini ongkos per unit terkecil adalah Rp 1,6 sehingga bakal lot size
sebesar 75 terpilih sebagai lot yang ke tiga yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan
bersih periode ke 7, dan 8, pada kelompok keempat sebesar 40.

Diketahui :

Ongkos pengadaan : Rp. 100


Ongkos simpan : Rp. 1,-/unit periode
Periode Kumulatif Ongkos Lama Ongkos Ongkos Ongkos
Demand Setup Digudang Total Perunit
Simpan Ket
1 20 100 0 0 100 5
1-2 60 100 1 40 140 2,3
1-3 90 100 2 100 200 2,2 Terpilih
1-4 10 100 3 130 230 2,3
4 10 100 0 0 100 10
4-5 50 100 1 40 140 2,8
4-6 50 100 2 40 140 2,8 Terpilih
4-7 105 100 3 205 305 2,9
7 55 100 0 0 100 1,8
7-8 75 100 1 20 120 1,6 Terpilih
7-9 115 100 2 100 200 1,7
9 40 100 0 0 100 2,5 Terpilih

Keterangan :

• Periode penyimpanan adalah periode yang dicakup oleh bakal lot size.
• Bakal LS adalah ukuran kuantitas pemesanan (lot size) yang akan dipilih yang
besarnya merupakan kumulatif kebutuhan bersih dari periode yang dicakup.
• Ongkos simpan untuk lot adalah Kebutuhan bersih dikali ongkos simpan/unit
dikali lama digudang.
• Ongkos total adalah ongkos setup ditambah ongkos simpan.
• Ongkos per unit adalah ongkos total dibagi banyak kumulatif demand.

Secara lengkap skedul MRP dengan lot sizing menggunakan teknik LUC adalah sebagai
berikut.

Periode ( t ) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Total
Kebutuhan bersih (Rt) 20 40 30 10 40 0 55 20 40 255
Kuantitas Pemesanan Xt 90 50 75 40 255
Persediaan 70 30 0 40 0 0 20 0 0 160

berdasarkan skedul tersebut di atas, biaya yang timbul sehubungan dengan lot sizing
menggunakan teknik LUC dapat dihitung sebagai berikut

Ongkos pengadaan = 4 x Rp. 100,- = Rp. 400


Ongkos simpan

= (70+30+40+20) = 160
= 160 x Rp. 1, - = Rp. 160,-

dengan demikian Total ongkos sebesar 400 + 160 = Rp. 560

7) Least Total Cost (LTC)

Teknik ini didasarkan pada pemikiran bahwa jumlah ongkos pengadan dan ongkos
simpan (ongkos total) setiap ukuran kuantitas pemesanan yang ada pada suatu horizon
perencanaan dapat diminimasi jika besar ongkos-ongkos tersebut sama atau hampir
sama. Sarana untuk mencapai tujuan tersebut adalah suatu faktor tang disebut Economic
Part Periode (EPP). Pemilihan ukuran lot ditentukan dengan jalan membandingkan
ongkos part period yang ditimbulkan oleh setiap ukuran lot tersebut dengan EPP, yang
paling dekat atau sama dengan EPP dipilih sebagai ukuran lot yang akan dilaksanakan.
Part period adalah satu unit yang disimpan dalam persediaan dalam satu periode. EPP
dapat didefinisikan sebagai kuantitas suatu item persediaan yang bila disimpan didalam
persediaan selama satu periode, akan menghasilkan ongkos pengadaan yang sama
dengan ongkos simpan.

EPP dapat dihitung secara sederhana dengan memberi ongkos setiap kali pesan (S)
dengan ongkos simpan perunit (h). Sebagai contoh, tabel 2.19. di bawah ini adalah
contoh pemakaian teknik LTC dengan menggunakan data yang digunakan pada contoh
sebelumnya. Dengan nilai EPP adalah sebagai berikut :

sehingga perhitungan ongkosnya adalah sebagai berikut:

Periode Demand Lama Ongkos Simpan Kumulatif Total


Digudang Digudang Ongkos Unit
Simpan
1 20 0 0 0
2 40 1 40 40
3 30 2 60 100 90
4 10 0 0 0
5 40 1 40 40
6 0 2 0 40 50
7 55 3 165 205
7 55 0 0 0
8 20 1 20 20
9 40 2 80 100 115

perhitungan di atas memperlihatkan bahwa kelompok yang pertama bakal lot sebesar 90
unit terpilih sebagai ukuran lot pertama sebab menimbulkan ongkos yang sama dengan
EPP yaitu sebesar 100 part period. Dengan demikian alasan yang sama diperoleh lot
yang kedua sebesar 50 unit dan 115 unit ukuran lot ketiga.

Selanjutnya skedul MRP selengkapnya dengan lot sizing menggunakan teknik LTC
adalah sebagai berikut:

Periode ( t ) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Total
Kebutuhan bersih (Rt) 20 40 30 10 40 0 55 20 40 255
Kuantitas Pemesanan Xt 90 50 115 255
Persediaan 70 30 0 40 0 0 60 40 0 240

dan ongkos sehubungan dengan lot sizing menggunakan teknik LTC adalah
Ongkos pengadaan = 3 x Rp. 100,- = Rp. 300
Ongkos simpan

= (70+30+40+60+40) = 240
= 240 x Rp. 1, - = Rp. 240,-

sehingga Total ongkos sebesar 300 + 240 = Rp. 540

8) Part Period Balancing (PPB)

Metode PPB sering juga disebut Metode Part Period Algorithm adalah pendekatan jumlah
lot untuk menentukan jumlah pemesanan berdasarkan keseimbangan antara biaya
pesan dan biaya simpan. Oleh karena itu metode ini disebut juga Part Period Balancing
(PPB) atau total biaya terkecil. Metode ini menseleksi jumlah periode untuk mencukupi
pesanan tambahan berdasarkan akumulasi biaya simpan dan biaya pesan. Tujuannya
adalah menentukan jumlah lot untuk memenuhi periode kebutuhan.

Penentuan jumlah pesanan (lot) dilaksanakan dengan mengakumulasikan permintaan


dari periode-periode yang berdampingan kedalam suatu lot tunggal sampai carrying cost
kumulatifnya melampaui atau sama dengan setup cost. Teknik PPB ini menggunakan
dasar logika yang sama dengan teknik LTC, perhitungan kuantitas pemesanan juga
sama. Pertama mengkonversikan ongkos pesan menjadi Equivalent Part Period (EPP),
dengan rumus :

dimana :

S = ongkos Pesan /ongkos Setup


h = ongkos Simpan per unit per periode

berikut contoh pemakaian teknik PPB dengan menggunakan data yang digunakan pada
contoh sebelumnya. Dengan nilai EPP adalah sebagai berikut :

Periode Demand Periode Periode Kumulatif Total

Digudang Part Unit


1 20 0 0 0
2 40 1 40 40
3 30 2 60 100 90
4 10 0 0 0
5 40 1 40 40
6 0 2 0 40 50
7 55 3 165 205
7 55 0 0 0
8 20 1 20 20
9 40 2 80 100 115

Untuk menentukan period part, yaitu dengan mengkalikan kebutuhan atau demand
dengan periode digudang. Di bawah ini skedul MRP dengan lot sizing teknik PPB.

Periode ( t ) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Total
Kebutuhan bersih (Rt) 20 40 30 10 40 0 55 20 40 255
Kuantitas Pemesanan Xt 90 50 115 255
Persediaan 70 30 0 40 0 0 60 40 0 240

skedul tersebut memberikan dampak pada ongkos yang dihitung sebagai berikut

Ongkos pengadaan = 3 x Rp. 100,- = Rp. 300


Ongkos simpan

= (70+30+40+60+40) = 240
= 240 x Rp. 1,- = Rp. 240,-

sehingga Total ongkos yang ditimbulkan adalah sebesar 300 + 240 = Rp. 540

9) Metode Silver Meal Algoritm

Metode Silver-Meal atau sering pula disebut metode SM yang dikembangkan oleh
Edward Silver dan Harlan Meal berdasarkan pada periode biaya. Penentuan rata-rata
biaya per periode adalah jumlah periode dalam penambahan pesanan yang meningkat.
Penambahan pesanan dilakukan ketika rata-rata biaya periode pertama meningkat. Jika
pesanan datang pada awal periode pertama dan dapat mencukupi kebutuhan hingga
akhir periode T.

Teknik Silver Meal menggunakan pendekatan yang agak sama dengan PPB. Kriteria dari
teknik Silver Meal adalah bahwa lot size yang dipilih harus dapat meminimasi ongkos
total per perioda. Permintaan dengan perioda-perioda yang berurutan diakumulasikan ke
dalam suatu bakal ukuran lot (tentative lot size) sampai jumlah carrying cost dan setup
cost dari lot tersebut dibagi dengan jumlah perioda yang terlibat meningkat. Total biaya
relevan per periode adalah sebagai berikut :

dimana :
C = biaya pemesanan per periode
h = persentase biaya simpan per periode
P = biaya pembelian per unit
Ph = biaya Simpan per periode
TRC(T) = total biaya relevan pada periode T
T = waktu penambahan dalam periode
Rk = rata-rata permintaan dalam periode k

Tujuannya adalah menentukan T untuk meminimumkan total biaya relevan per periode.
Berikut ini langkah-langkah dari Metode Silver-Meal.

1. Tentukan ukuran lot tentatif dimulai dari periode T. Ukuran lot tentatif = dt, net req
pada periode T. Hitung ongkos total per periodenya.
2. Tambahan kebutuhan pada periode berikutnya pada lot tersebut. Kemudian
hitung ongkos total per periodenya.
3. Bandingkan ongkos total per periode sekarang dengan yang sebelumnya, jika
TRC(L) ≤ TRC(L-1) kembali ke langkah 2 dan TRC(L) > TRC(L-1) lanjutkan ke
langkah 4.
4. Ukuran lot pada periode

5. Sekarang T = L, jika akhir dari horizon perencanaan telah dicapai, hentikan


algoritma, jika belum, kembali ke langkah 1.

Selanjutnya dilakukan perhitungan sebagai berikut:

Periode T Demand Tambahan Biaya Simpan Biaya Simpan TRC (T) TRC(T)/T
Kumulatif
(Ph(T-1)Rt (C+Kol 5) (Kol 6 /T)
1 1 20 50(1)(0)(20) = 0 0 100 100
2 2 40 50(1)(1)(40) = 2000 2000 2100 1050
2 1 40 50(1)(0)(40) = 0 0 100 100
3 2 30 50(1)(1)(30) = 1500 1500 1600 800
3 1 30 50(1)(0)(30) = 0 0 100 100
4 2 10 50(1)(1)(10) = 500 500 600 300
4 1 10 50(1)(0)(10) = 0 0 100 100
5 2 40 50(1)(1)(40) = 2000 2000 2100 1050
5 1 40 50(1)(0)(40) = 0 0 100 100
6 2 0 50(1)(1)(0) = 0 0 100 50
7 3 55 50(1)(2)(55) = 5500 5500 5600 1867
7 1 55 50(1)(0)(55) = 0 0 100 100
8 2 20 50(1)(1)(20) = 1000 2000 2100 1050
9 3

Dengan demikian skedul MRP dengan lot sizing teknik Silver-Meal adalah
Periode ( t ) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Total
Kebutuhan bersih (Rt) 20 40 30 10 40 0 55 20 40 255
Kuantitas Pemesanan Xt 20 40 30 10 40 55 20 40 255
Persediaan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Dari sekdul tersebut di atas didapat :

Ongkos pengadaan = 8 x Rp. 100,- = Rp. 800,-


Ongkos simpan = 0

sehingga Total ongkos = 800 + 0 = Rp. 800,-

10) Algoritm Wagner Whittin (AWW)

Teknik ini menggunakan prosedur optimasi yang didasari model programa dinamis.
Tujuannya adalah untuk mendapatkan strategi pemesanan yang optimum untuk seluruh
jadwal kebutuhan bersih dengan jalan meminimasi total ongkos pengadaan dan ongkos
simpan, pada dasarnya teknik ini menguji semua cara pemesanan yang mungkin dalam
memenuhi kebutuhan bersih setiap periode yang ada pada horizon perencanaan
sehingga senantiasa memberikan jawaban yang optimal.

Wagner-Whittin Algorithm memperoleh suatu jumlah maksimum solusi kepada data yang
meminimum masalah ukuran pesanan dinamis di atas suatu perencanaan yang terbatas.
itu memerlukan bahwa semua periode permintaan dicukupi, yang periode waktu di dalam
perencanaan b dari suatu panjangnya pemesanan ditetapkan, dan pesanan itu
ditempatkan untuk meyakinkan hasil 0 pesanan produk pada awal suatu periode waktu.
Algorithim Wagner-Whittin suatu pendekatan programming dinamis yang mana dapat
digunakan untuk menentukan biaya yang dapat diawali yang minimum.

Metode ini menggunakan beberapa keterangan untuk menyederhanakan perhitungan


sebagai diterangkan oleh three-step prosedur berikut :

1. Memperhitungkan adalah total biaya variabel acuan untuk semua alternatif


pemesanan yang mungkin untuk sementara waktu terdiri dari N periode. Total
biaya variabel meliputi memesan dan memegang biaya-biaya. Zc-e artinya untuk
total biaya variabel di dalam periode c sampai e dalam penempataan adalah suatu
pesanan di dalam periode c yang mana membuat puas kebutuhan di dalam
periode sampai

dimana :

C = biaya pesan per pesan.


h = biaya simpan.
P = biaya pembelian per unit.
Rk = rata-rata permintaan perperiode.
2. Arti fe untuk biaya yang mungkin yang minimum i periode 1 sampai e,
memberi bahwa tingkat persediaan pada ujung periode e adalah nol. Algoritma
mulai dengan f = 0 dan mengkalkulasi f1, f2, ......... fn di dalam pesanan itu,
kemudian f dihitung dalam urutan menaik menggunakan rumusan

Dengan kata lain, untuk masing-masing periode semua kombinasi alternatif


pemesanan dan fe perencanaan pengganti dibandingkan, yang yang terbaik biaya
paling rendah kombinasi adalah perekam sebagai fe strategi untuk mencukupi
kebutuhan untuk periode 1 sampai e. nilai fn adalah biaya adalah jadwal pesanan
yang optimal.

3. Untuk menterjemahkan jumlah maksimum solusi (fn) yang diperoleh oleh


algoritma untuk memesan jumlah, menerapkan berikut :

urutan terakhir terjadi pada periode w dan adalah cukup untuk mencukupi permintaan di
dalam periode w sampai N.

pesanan sebelum urutan terakhir terjadi di dalam periode v dan adalah cukup untuk
mencukupi permintaan di dalam periode v sampai w-1.

pesanan yang pertama terjadi di dalam periode 1 dan adalah cukup untuk mencukupi
permintaan di dalam periode 1 sampai u-1.

Faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas relatif dari masing-masing teknik ukuran lot
diantaranya adalah :

1. Variabilitas permintaan, berkaitan dengan diskontinuitas dari variasi nilai


“demand-period”.
2. Ratio setup cost dan unit-cost, mempengaruhi frekuensi pemesanan.
3. Kurun perencanaan, mempengaruhi teknik ukuran dalam menyeimbangkan
setup dan carrying cost.

dimana :

C = biaya pemesanan per periode


h = persentase biaya simpan per periode
dt = kebutuhan pada periode t
T = periode awal dimana lot tentatif mulai dihitung
t = periode ke - t
L = periode terakhir yang ner req nya termasuk dalam lot tentatif
P = jumlah periode yang net req nya termasuk dalam lot tentatif
TRC = total biaya relevan pada periode P

Seperti yang sudah dikatakan bahwa Lot sizing merupakan suatu model yang
digunakan untuk menentukan jumlah item yang harus dipesan. Keputusan ini sangat
berpengaruh pada biaya penyimpanan. Oleh karenanya, keputusan pemilihan metode lot
sizing memerlukan analisis biaya sehubungan dengan masing-masing metode.
Keputusan metode mana yang dipilih didasarkan pada pertimbangan metode mana yang
memiliki dampak biaya yang paling kecil dalam hal ini Total Inventory Cost (TIC) paling
kecil. Gambaran perhitungan teknis lot sizing dari beberapa teknik yang ada dalam
skema lot sizing method akan dijelaskan dengan menggunakan contoh yang dibahas
secara khusus pada web ini di menu contoh penentuan lotsizing, perhitungan kebutuhan
dan skedul dalam Material Requirement Planning

Anda mungkin juga menyukai