Anda di halaman 1dari 5

PEMBERIAN HUKUMAN MATI KEPADA PEMIMPIN ORGANISASI TERORISME

KONTRA

LEX REJICIT SUPERFLUA, PUGNANTIA, INCONGRUA (Hukum menolak hal yang


bertentangan dan tidak layak)

Hukuman mati bertentangan dengan hak hidup sebagai hak fundamental.


- Hak hidup adalah conditio sine qua non (syarat mutlak) menjadi manusia karena merupakan
pemberian dari Tuhan yang bersifat non-derogable (tidak dapat dikurangi).
1) Pasal 28A UUD 1945 “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan
hidup dan kehidupannya”
2) Pasal 28I UUD 1945: hak untuk hidup; hak untuk tidak disiksa

- Pasal 3 DUHAM “Setiap orang berhak atas penghidupan, kebebasan, dan keselamatan individu”
- Pasal 6 (2) ICCPR (Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik) yang diratifikasi dengan
UU No. 12 Tahun 2015
- Dengan adanya jaminan konstitusi dan berbagai peraturan internasional mengenai hak hidup,
legalisasi hukuman mati menunjukkan inkonsistensi Indonesia terhadap kontribusi perlindungan
hak asasi secara global serta mencerminkan degradasi sebagai negara Rule of Law yang
menjunjung hak individu
- Resolusi PBB No. 44/128 tahun 1989 ELABORASI LEBIH JAUH “Semua tindakan
penghapusan hukuman mati merupakan sebuah kemajuan dan juga penghormatan terhadap hak
hidup” hukuman mati menunjukkan belum terjadinya kemajuan peradaban hukum di Indonesia.

Efektivitas penjatuhan hukuman mati kepada pemimpin organisasi terorisme


- Teori pemidanaan hukuman mati hanya sebagai ajang balas dendam yang tidak mengandung
sarana untuk melindungi kesejahteraan masyarakat. Hanya ajang untuk membalas perbuatan
terorisme tanpa implikasi signifikan terhadap pengurangan aksi terror maupun perlindungan
masyarakat.
- Terorisme adalah kejahatan terstruktur berlandaskan ideologi oleh karena itu hukuman mati
sebagai upaya represif dirasa tidak tepat sasaran. Dalam sudut pandang lebih luas, hukuman mati
terhadap pemimpin organisasi terorisme mampu memprovokasi organisasi untuk bertindak lebih
ekstrim sebagai wujud perlawanan.
- Dibutuhkan pendekatan non-represif yang lebih memerhatikan nilai kemanusiaan dan membawa
implikasi nyata dalam penanggulangan terorisme. Seperti kesiapsiagaan nasional, kontra
radikalisasi dan deradikalisasi. kurikulum dan contoh nyata (Ali Imron)

Apabila hukuman mati masih tetap digadang-gadangkan sebagai solusi penanggulangan


terorisme, maka hal ini akan menggoyahkan program deradikalisasi yang dicanangkan
pemerintah sesuai UU NO. 5/2018.
PENGESAHAN RUU IBU KOTA

PRO

GOUVERNOUR C’EST PREVOIR (menjalankan pemerintahan itu, berarti melihat ke depan dan
merencanakan apa saja yang akan atau harus dilakukan)
Konstitusi
- Pasal 18 dan Pasal 18B UUD 1945 Pemerintahan Daerah mengenai bentuk pemerintahan yang
dapat dipilih:
1) Daerah otonom (baru) berbentuk provinsi
2) Kawasan khusus di dalam prov. Kaltim
3) Kawasan khusus di dalam daerah otonom (baru)
4) Daerah Khusus IKN

Yuridis
- UU 12/2011 Lampiran Angka 2: landasan untuk mempertimbangkan apakah RUU IKN
mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita hukum. Tidak ada bagian dari
Naskah Akademik RUU ini yang melanggar Pancasila
- Perpres 18/2020 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024. Manfaat
pemindahan IKN:
1) Memberi akses yang lebih merata bagi seluruh wilayah NKRI
2) Mendorong pemerataan pembangunan ke luar jawa
3) Reorientasi pembangunan dari jawasentris menjadi indonesiasentris sehingga mengurangi
beban pulau jawa.

Bappenas: pemindahan IKN tidak hanya memindahkan pusat pemerintahan, tapi juga berdampak
pada pemerataan ekonomi nasional.

Teoritis

- Urgensi pemindahan ibukota karena alasan ekologis: JAKARTA MAU TENGGELAM!!!!!!


Pilihannya pindahkan IKN sebelum tenggelam atau upayakan supaya Jakarta gak tenggelam
- JAKARTA TIDAK STRATEGIS SEBAGAI IBU KOTA
- RUU IKN akan mengisi kekosongan hukum selama 75 tahun terkait UU pokok yang mengatur
mengenai ibu kota negara. UU 29/2007 Pemerintahan Provinsi Khusus Ibukota Jakarta sebagai
Ibukota NKRI (termasuk tata letak, tata kelola, dan pembangunan)
- Penyebab pemindahan IKN:
1) Permasalahan di ibu kota sebelumnya: kemacetan, banjir, kepadatan penduduk.
2) Upaya meratakan pembangunan sosial
3) Penguatan identitas bangsa
4) Isu sosial politik/pertahanan
- TEORI GEOGRAFI PEMBAGIAN IBUKOTA NEGARA DAN KOTA ADMINISTRASI
- RUU IKN dibutuhkan untuk groundbreaking (peletakan batu pertama) ibukota baru. RUU IKN
diperlukan untuk memperjelas aspek dan sumber pembiayaan pembangunan.
- Teori Peran Aktor dalam formulasi kebijakan : Stakeholders Mapping Analysist bahwasanya
setiap aktor memiliki orientasi nilai yang beragam dalam formulasi kebijakan. Nakamura &
Smallwood: polemik yang muncul dalam penyusunan kebijakan publik merupakan hal yang
wajar karena banyaknya aktor yang terlibat dalam proses penyusunannya. Setiap kebijakan pasti
menimbulkan diskursus; untuk menemukan moderasi dan menghasilkan keputusan terbaik
berdasarkan masukkan yang ada.
- Regulasi: dilakukannya saymebara tata kota IKN baru, penentuan dewan penasehat, penentuan
konsultan asing, rekrutmen pegawai khusus pemindahan IKN, hingga mencari investor. Mahfud
MD (ahli hukum tata negara): berdasarkan HTN, Presiden memiliki hak dan kewenangan
membuat kebijakan untuk memindahkan IKN. Presiden dapat mengambil semua tindakan terkait
pemindahan IKN dan UU dibutuhkan saat semuanya sudah siap dipindahkan.
- Anggaran: Bappenas mengatakan skema pembayaran 99% berasal dari swasta dan tidak
didominasi APBN. Dalam UU Cipta Kerja sudah terbentuk lembaga pembiayaan investasi dana
abadi, jadi perkiraan pembiayaan pembangunan IKN berasal dari pembiayaan swasta dalam
bentuk investasi
PERUBAHAN PENAMBAHAN MASA JABATAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN MENJADI
3 PERIODE

KONTRA

“Power tends to corrupt, absolute power absolutely corrupt”

Menyetujui adanya perubahan penambahan masa jabatan presiden menjadi 3 periode sepanjang
merupakan keinginan rakyat. Namun konteks perubahan masa jabatan presiden saat ini berada di garis
rawan dengan tujuan untuk melanggengkan posisi strategis elit politik.

Konstitusional:

- Pasal 7 UUD 1945 “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama 5 tahun dan
sesudahnya dapat dipilih kembali dalam masa jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa
jabatan”
- Pasal ini menjadi agenda I dalam amandemen pertama tahun 1999 yang awalnya berbunyi
"Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya
dapat dipilih kembali." Setelah masa kekuasaan 32 tahun Soeharto.
-

Yuridis:

- Pasal 169 huruf n UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengatur mengenai
Persyaratan Calon Presiden dan Wakil Presiden: Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah yang
belum pernah menjabat sebagai presiden dan wakil presdien selama 2 kali masa jabatan.
MEMPERTEGAS DALIL DALAM UUD 1945
- Putusan MK Nomor 22/PUU-VII/2009 menegaskan bahwa orang yang menjabat satu periode
adalah ketika ia sudah menjabat setengah atau lebih dari masa jabatannya.

Teori:

- Direktur Eksekutif Center for Social Political, Economic and Law Studies (CESPELS),
Ubedillah: penambahan masa jabatan presiden hanya akan menciderai nilai-nilai reformasi. Salah
satu spirit reformasi adalah upaya untuk menata negara agar tidak memberi peluang lebar dari
terjadinya praktik koruptif.
- Jika perubahan ditujukan untuk menambah masa jabatan presiden menjadi lebih dari dua periode,
potensi penyalahgunaan kekuasaan akan semakin terbuka. Itulah hukum besi kekuasaan,
sebagaimana digariskan Lord Acton: semakin besar kekuasaan, semakin besar pula potensi
penyalahgunaan kekuasaan tersebut. Dan hal ini akan melahirkan kekuasaan yang cenderung
otoriter. Sebagai negara demokrasi, Indonesia juga memiliki prinsip untuk membatasi kekuasaan
dengan cara membatasi periode agar jalannya negara tidak mengarah pada perilaku yang otoriter,
anti demokrasi atau bahkan diktator. Pembatasan masa jabatan agar tidak terjadinya hukum besi
oligarki Rober Michels: kecenderungan umum bagi kekuasaan untuk menjadi terkonsentrasi pada
tangan suatu elit yang keputusan dan tindakannya secara bertahap diarahkan untuk
mempertahankan kekuasaan mereka lebih daripada meningkatkan kepentingan rakyat jelata.
- Usul untuk menambah masa jabatan presiden lebih dari dua periode tidak memiliki basis
argumentasi yang cukup rasional. Setidaknya pengalaman Indonesia sejak Pemilu 1999 hingga
2019 tidak menunjukkan adanya urgensi untuk menambah periode itu.

Anda mungkin juga menyukai