H. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a. Tim Magang Farmasi Universitas Jambi datang tepat waktu
b. Peserta penyuluhan adalah pasien, keluarga pasien dan seluruh staff
poli rawat jalan RSUD Raden Mattaher
c. Penyelenggaraan penyuluhan dilakukan di ruang tunggu poli rawat
jalan RSUD Raden Mattaher
2. Evaluasi Proses
a. Kegiatan Penyuluhan dilaksanakan tepat waktu
b. Peserta mengikuti dengan tertib dan kondusif
c. Semua Tim PKL Farmasi Unja melaksanakan sesuai dengan jobdesk
yang telah diberikan
3. Evaluasi Hasil
75% Peserta mampu menggunakan antibiotik dengan baik dan benar.
Lampiran
Materi Penyuluhan
Penggunaan Antibiotik
I. Pengertian Antibiotik
Antibiotik adalah senyawa alami yang dihasilkan oleh jamur atau
mikroorganisme lain yang dapat membunuh bakteri penyebab penyakit pada
manusia ataupun hewan.Beberapa antibiotika merupakan senyawa sintetis (tidak
dihasilkan oleh mikroorganisme) yang juga dapat membunuh atau menghambat
pertumbuhan bakteri. Meski antibiotika memiliki banyak manfaat, tetapi
penggunaannya telah berkontribusi terhadap terjadinya resistensi (Katzung, 2007).
Antibiotik adalah obat yang digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri
yang bersifat bakterisid (membunuh bakteri) atau bakteriostatik (mencegah
berkembangbiaknya bakteri) (Kemenkes, 2011).
II. Klasifikasi Antibiotik
1. Berdasarkan Spectrum
1. Antibiotik berspektrum sempit (narrow spektrum), yaitu antibiotik yang
hanya mampu menghambat segolongan jenis bakteri saja, contohnya
hanya mampu menghambat atau membunuh bakteri gram negatif saja.
Antibiotik yang termasuk dalam golongan ini adalah penisilin,
streptomisin, neomisin, basitrasin.
2. Antibiotik berspektrum luas (broad spektrum), yaitu antibiotik yang dapat
menghambat atau membunuh bakteri dari golongan gram positif maupun
negatif. Antibiotik yang termasuk golongan ini yaitu tetrasiklin dan
derivatnya, kloramfenikol, ampisilin, sefalosporin, carbapenem dan lain-
lain
2. Berdasarkan Mekanisme
1. Menghambat sintesis dinding sel mikroba
Obat yang termasuk kedalam golongan ini adalah penisilin, sefalosporin,
basitrasin, vankomisin dan sikloserin. Dinding sel bakteri terdiri dari
polipeptidoglikan yaitu suatu kompleks polimer mukopeptida
(glikopeptida). Sikoserin akan menghambat reaksi paling dini proses
sintesis dinding sel kemudian diikuti oleh basitrasin dan vankomisin dan
yang paling akhir adalah penisilin dan sefalosporin. Yang akan
menyebabkan kerusakan dinding sel dan terjadinya lisis pada dinding sel.
(Setiabudy, 2007).
2. Mengganggu keutuhan membran sel mikroba
Obat yang termasuk kelompok ini adalah polimiksin, golongan polien dan
antiseptic survace antigen agent. Contohnya polimiksin akan merusak
membran sel setelah bereaksi dengan fosfat dan fosfolipid membrane sel
mikroba dan memengaruhi permeabilitas membrane sel mikroba tersebut.
Kerusakan membrane sel menyebabkan keluarnya berbagai komponen
penting yaitu protein, asam nukleat, nukleotida dan lain-lain (Setiabudy,
2007).
3. Menghambat sintesis protein sel mikroba
Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah golongan aminoglikosid,
makrolid, linkomisin, tetrasiklin, dan kloramfenikol. Sintesis protein
berlangsung di ribosom dengan bantuan mRNA an tRNA. Ribosom terdiri
dari 2 subunit yaitu ribosom 30S dan 50S. Contohnya : Streptomisin akan
berikatan dengan kompleks 30S dan kode pada mRNA salah dibaca oleh
tRNA pada waktu sintesis protein dengan berbagai cara. Akibatnya akan
terbentuk protein yang abnormal dan non fungsional bagi sel mikroba
(Setiabudy, 2007).
4. Menghambat metabolisme sel mikroba
Antimikroba yang termasuk dalam golongan ini adalah sulfonamide,
trimetoprim dan sulfon. Contohnya sulfonamide akan bersaing dengan
PABA untuk diikutsertakan dalam pembentukan asam folat maka
terbentuklah analog asam folat yang nonfungsional (Setiabudy, 2007)
5. Akan menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba
Antimikroba di dalam kelompok ini adalah rifampisin dan golongan
kuinolon. Contohnya rifampisin berikatan dengan enzim polymeraseRNA
(pada sub unit) sehingga menghambat sintesis RNA dan DNA oleh enzim
tersebut (Setiabudy, 2007).
3. Berdasarkan Struktur Kimia
1. Golongan Beta-Laktam, antara lain golongan sefalosporin (sefaleksin,
sefazolin, sefuroksim, sefadroksil, seftazidim), golongan monosiklik, dan
golongan penisilin (penisilin, amoksisilin). Penisilin adalah suatu agen
antibakterial alami yang dihasilkan dari jamur jenis Penicillium
chrysognum (Tjay dan Rahardja, 2007).
2. Antibiotik golongan aminoglikosida, aminoglikosida dihasilkan oleh jenis-
jenis fungi Streptomyces dan Micromonospora. Semua senyawa dan
turunan semi-sintesisnya mengandung dua atau tiga gula-aminodi dalam
molekulnya, yang saling terikat secara glukosidis. Spektrum kerjanya luas
dan meliputi terutama banyak bacilli gram-negatif. Obat ini juga aktif
terhadap gonococci dan sejumlah kuman gram-positif. Aktifitasnya adalah
bakterisid, berdasarkan dayanya untuk menembus dinding bakteri dan
mengikat diri pada ribosom di dalam sel. Contohnya streptomisin,
gentamisin, amikasin, neomisin, dan paranomisin (Tjay dan Rahardja,
2007).
3. Antibiotik golongan tetrasiklin, khasiatnya bersifat bakteriostatis, hanya
melalui injeksi intravena dapat dicapai kadar plasma yang bakterisid
lemah. Mekanisme kerjanya berdasarkan diganggunya sintesa protein
kuman. Spektrum antibakterinya luas dan meliputi banyak cocci gram
positif dan gram negatif serta kebanyakan bacilli. Tidak efektif
Pseudomonas dan Proteus, tetapi aktif terhadap mikroba khusus
Chlamydia trachomatis (penyebab penyakit mata trachoma dan penyakit
kelamin), dan beberapa protozoa (amuba) lainnya. Contohnya tetrasiklin,
doksisiklin, dan monosiklin (Tjay dan Rahardja, 2007).
4. Antibiotik golongan makrolida, bekerja bakteriostatis terhadap terutama
bakteri grampositif dan spectrum kerjanya mirip Penisilin-G. Mekanisme
kerjanya melalui pengikatan reversibel pada ribosom kuman, sehingga
sintesa proteinnya dirintangi. Bila digunakan terlalu lama atau sering dapat
menyebabkan resistensi. Absorbsinya tidak teratur, agak sering
menimbulkan efek samping lambung-usus, dan waktu paruhnya singkat,
maka perlu ditakarkan sampai 4x sehari (Tjay dan Rahardja, 2007).
5. Antibiotik golongan linkomisin, dihasilkan oleh srteptomyces lincolnensis.
Khasiatnya bakteriostatis dengan spektrum kerja lebih sempit daripada
makrolida,n terutama terhadap kuman gram positif dan anaerob.
Berhubung efek sampingnya hebat kini hanya digunakan bila terdapat
resistensi terhadap antibiotika lain. Contohnya linkomisin.
6. Antibiotik golongan kuinolon, senyawa-senyawa kuinolon berkhasiat
bakterisid pada fase pertumbuhan kuman, berdasarkan inhibisi terhadap
enzim DNA-gyrase kuman, sehingga sintesis DNAnya dihindarkan.
Golongan ini hanya dapat digunakan pada infeksi saluran kemih (ISK)
tanpa komplikasi (Tjay dan Rahardja, 2007).
7. Antibiotik golongan kloramfenikol, kloramfenikol mempunyai spektrum
luas. Berkhasiat bakteriostatis terhadap hampir semua kuman gram positif
dan sejumlah kuman gram negatif. Mekanisme kerjanya berdasarkan
perintangan sintesa polipeptida kuman. Contohnya kloramfenikol (Tjay
dan Rahardja, 2007).
4. Berdasarkan farmakodinamik
Farmakodinamik dari antibiotik berkaitan dengan cara dimana
antibiotik berinteraksi dengan organisme target untuk memberikan
efeknya. Berdasarkan farmakodinamiknya, antibiotik dapat
diklasifikasikan menjadi antibiotik bakteriostatik dan antibiotik
bakterisidal.
Antibiotik yang bersifat bakteriostatik bekerja dengan menghambat
pertumbuhan bakteri pada MIC tanpa benar-benar membunuh bakteri
tersebut. Jika pemakaian antibiotik ini dihentikan, bakteri akan mulai
tumbuh kembali. Antibiotik bakteriostatik biasanya berhasil mengobati
infeksi karena antibiotik ini membiarkan sistem imun untuk menangkap
dan membunuh bakteri. Sehingga antibiotik ini diberikan kepada pasien
dengan sistem imun yang cukup kuat. Sedangkan antibiotik yang bersifat
bakterisidal bekerja dengan membunuh bakteri tanpa bantuan dari system
imun. Hasil dari pemakaian kedua antibiotik ini biasanya sama, namun
pada beberapa kasus infeksi seperti endokarditis, meningitis, neutropenia
dan osteomyelitis, antibiotik bakterisidal lebih dipilih. Sistem imun tidak
dapat efektif membunuh bakteri karena lokasi anatomi dari infeksi tersebut
atau kondisi immunocompromised pada pasien, oleh sebab itu lebih dipilih
antibiotik yang bersifat bakterisidal (Gallagher & Macdougall, 2014).
Antibiotik bakteriostatik tidak selamanya hanya menghambat
pertumbuhan bakteri, namun pada konsentrasi yang lebih besar antibiotik
ini dapat membunuh sel bakteri. Begitu juga dengan antibiotik bakterisidal
dapat bersifat bakteriostatik apabila digunakan pada konsentrasi yang
terlalu rendah (Bhattacharjee, 2016).
III. Klasifikasi Sediaan Antibiotik
1. Antibiotik Sediaan Oral
A. Tablet
Tablet merupakan bentuk sediaan padat yang mengandung bahan aktif
dengan atau tanpa bahan pengisi. Tablet merupakan sediaan farmasi yang
paling banyak digunakan dibandingkan dengan sediaan obat dalam bentuk
lain karena mudah dan praktis dalam penggunaannya.
1. Amoxicillin
Obat antibiotik yang satu ini berinteraksi dengan obat probenesid dan obat
asam allopurinol. Umumnya obat ini dikonsumsi sebelum atau setelah
makan.
2. Azithromycin
Obat antibiotik azithromycin berinteraksi dengan antasida dan digoksin.
Pasien yang mengkonsumsi obat antibiotik ini harus sesudah makan
3. Ampicillin
Obat antibiotik jenis ini berinteraksi dengan antasida, obat anti inflamasi
non steroid, dan obat antidiabetes. Dianjurkan mengkonsumsi obat
antibiotik levofloxacin sebelum makan.
7. Cefalexin
B. Salep Mata
Salep mata adalah salep steril untuk pengobatan mata dengan
menggunakan dasar salep yang cocok. Yang digunakan untuk pemakaian
luar. (Ditjen POM, 1979).
Indikasi : Digunakan untuk Mengobati peradangan pada kelopak mata.
Mengatasi peradangan pada kantung air mata
Contoh : Cendo Mycetine
Aturan pemakaian tetes mata : Aplikasikan setiap 3 jam pada yang
meradang.
C. Cara penyimpanan :
- Simpan ditempat kering dan sejuk
- Batas waktu penggunaan obat 30 hari sejak tube dibuka pertama kali
3. Antibiotik Sediaan Steril
A. Tetes Mata
Tetes mata merupakan sediaan steril yang dapat berupa larutan
ataupun suspense, digunakan untuk mata dengan cara meneteskan obat
pada selaput lendir mata di sekitar kelopak mata dan bola mata (Ditjen
POM, 1979). Tetes mata dapat mengandung bahan-bahan anti mikroba
(antibakteri) seperti antibiotik dan anti inflamasi (anti peradangan).
Indikasi : untuk mengatasi mata kering akibat kurangnya produksi air
mata atau akibat terkena matahari atau angin serta untuk menghindari
iritasi lebih lanjut.
Contoh: Cendo cenfresh
Aturan pemakaian tetes mata : obat harus sesuai petunjuk dokter. 1-2
tts pada mata yang sakit, 3-4 kali sehari atau sesuai kebutuhan
Cara penyimpanan :
- Simpan ditempat kering dan sejuk
- Batas waktu penggunaan obat 28 hari sejak pertama kali dibuka
- Sediaan minidose hanyak digunakan 3 x24 jam setelah dibuka
B. Sediaan nasal
Sediaan nasal merupakan sediaan non steril yang menghantarkan
Obat ke dalam rongga hidung untuk tujuan efek lokal. Umumnya,
sediaan nasal berupa semprot hidung atau tetes hidung seperti
dekongestan, antibiotik, dan mukolitik bertujuan untuk mengobati pilek,
rhinitis alergi, dan infeksi. Saat ini, sediaan nasal untuk target pengobatan
secara sistemik juga banyak dikembangkan karena absorpsi Obat yang
cepat tanpa melewati metabolisme lintas pertama di hati. Sediaan nasal
untuk tujuan sistemik harus steril. Sebagai contoh, desmopressin untuk
mengibati penyakit diabetes insipidus.
1. Kategori
Produk nasal merupakan bentuk sediaan yang menghantarkan Obat
ke dalam rongga hidung. Kategori produk nasal meliputi semprot nasal,
aerosol nasal, cairan nasal, dan serbuk nasal.
C. Tetes Telinga
Farmakologi
Salah satu contoh obat tetes telinga antibiotik adalah Kloramfenikol.
Kloramfenikol merupakan antibiotik yang efektif baik pada bakteri gram
positif ataupun bakteri gram negatif. Kloramfenikol memiliki aktivitas
bakteriostatik dan bakterisidal pada dosis tinggi (Shim et al., 2018).
Kloramfenikol merupakan antibiotik yang aktif melawan bakteri gram
negatif dan bakteri gram positif berspektrum luas, yang bekerja dengan
menghambat sintesis protein bakteri. (Katzung & Bertram, 2014)
Efek Samping
Salah satu efek samping dari antibiotik adalah resistensi terhadap bakteri
yang disebabkan oleh penggunaan dosis yang rendah atau waktu terapi
yang terlalu lama. Jika suatu bakteri resisten terhadap suatu antibiotik,
maka organisme itu akan terus bertumbuh meskipun telah dilakukan
pemberian obat antibakterial (Joyce & Evelyn, 2018).
Resistensi terjadi ketika adanya penghambatan proses difusi obat ke
dalam sitoplasma bakteri. Aktivitas enzim-enzim ekstraseluler dapat
menciptakan sarang yang terlindung terhadap pertahanan normal mukosa
maupun terhadap antibiotik (Darmawan dan Anjarwati, 2012).
Cara penggunaan
1) Ujung wadah sediaan tidak boleh terkena benda lain, agar tidak
terkontaminasi.
2) Cara penggunaan obat ini dimulai dengan memiringkan kepala atau
berbaring miring, lalu telunjuk diletakkan didepan tragus, dan
mendorong ke depan, sedangkan ibu jari dan jari tengah menjepit daun
telinga dan menariknya keatas (dewasa) atau kebawah (anak-anak).
Kemudian teteskan obat, dan biarkan beberapa menit.
3) Setelah digunakan, ujung wadah cukup dikeringkan dengan tisu, jangan
dibilas.
Lama penggunaan
Penggunaan sediaan tetes mata kloramfenikol tidak boleh digunakan
lebih dari 7 hari, hal ini dikarenakan penggunaan yang melebihi 7 hari
dapat menurunkan laju hambat bakteri, sehingga keefektivitas sediaan
berkurang dan beresiko dapat menimbulkan resistensi terhadap bakteri.
Contoh obat
Ardhany S D., Anugrah R O., Harum Y., 2016. Tingkat Pengetahuan Masyarakat
Desa Basawang Kecamatan Teluk Sampit Tentang Penggunaan Antibiotik
Sebagai Pengobatan Infeksi Tahun 2016. Karya Tulis Ilmiah. Universitas
Muhammadiyah Palangkaraya.
Bhattacharjee, M.K., 2016. Chemistry of Antibiotics and Related Drugs.
New York: Springer.
BPOM RI, 2011. Gunakan Antibiotika Secara Rasional.
Ditjen POM.1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Depkes RI: Jakarta.
Gallagher, J. C. dan MacDougall, C., 2014. Antibiotics Simplified. 3rd ed. S. I.
Jones & Bartlett Learning.
Halim, S., S. Gunawan dan O. Tjandra. 2021. Edukasi Mengenai Penggunaan
Obat Yang Rasional Di Lingkungan SMK Negeri 1 Tambelang Bekasi.
Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia. Vol.4 (1) : 156 – 164.
Halim, S., S. Gunawan dan O. Tjandra. 2021. Edukasi Mengenai Penggunaan
Obat Yang Rasional Di Lingkungan SMK Negeri 1 Tambelang Bekasi.
Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia. Vol.4 (1) : 156 – 164.
Katzung, B. G., 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi XIII. Buku 3.
Translation of Basic and Clinical Pharmacology Eight Edition Alih
bahasa oleh Bagian Farmakologi Fakultas kedokteran Universitas
Airlangga. Jakarta: Salemba Medika.
KEMENKES RI. 2011. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan. Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI.
Lubis, M.S., D. Meilani., R. Yuniarti dan G.I. Dalimunthe. 2019. Pkm
Penyuluhan Penggunaan Antibiotik Kepada Masyarakat Desa Tembung.
Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat. Vol 3(1):297-301.
Mulatsari.E., R.Manninda.,S.Khairani., S.Kumala dan F.N.Okta.2023. Edukasi
Penggunaan Antibiotik secara Tepat sebagai Upaya Melindungi
Masyarakat dari Bahaya Resistensi. Jurnal Pengabdian Masyarakat
Indonsia (JPMI).Vol 3(3):413-418.
Nurmala,S dan D.O. Gunawan. 2020. Pengetahuan Penggunaan Obat Antibiotik
Pada Masyarakat Yang Tinggal Di Kelurahan Babakan Madang.
Fitofarmaka. Jurnal Ilmiah Farmasi. Vol 10(1):22-31.
Rahman,I., A.Nur dan N.A.Somadayo.2022. Peningkatan Pengetahuan
Masyarakat Tentang Bahaya Resistensi Antibiotik Terhadap Penyakit
Infeksi di Puskesmas Kalumata Kota Ternate. Jurnal Pengabdian
Kesehatan. Vol 1(2):14-18.
Setiabudy, Rianto. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi V (cetak ulang dengan
perbaikan). Jakarta: Gaya Baru.
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting Khasiat,
Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya, Edisi Keenam. Jakarta:PT. Elex
Media Komputindo.