Anda di halaman 1dari 27

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

Pokok Bahasan : Penggunaan Antibiotik


Sub Pokok Bahasan : Cara Tepat Penggunaan Antibiotik
Hari/ Tanggal :-
Sasaran : Pasien, Keluarga Pasien dan seluruh staff poli Rawat Jalan
RSUD Raden
Mattaher
Tempat : Ruang Tunggu Poli Rawat Jalan
Jam : 10.00 s.d Selesai
Waktu : 30 Menit
MC/Moderator : Bima Arya Nugraha
Uraian Tugas :
a. Membuka dan menutup acara penyuluhan
b. Mengelola acara penyuluhan agar terlihat lebih hidup
dan interaktif
c. Memandu jalannya diskusi tanya jawab antara peserta
dan pemateri
Penyaji :
1. Wahyu Amarullah
Uraian Tugas : Memberikan materi tentang antibiotik
2. Qotrunnada Salsabila Shofiyah
Uraian Tugas : Menjelaskan terkait penggunan
antiboitik yang bener
Fasilitator :
1. Diah Ayu Lestari
2. Muhammad Al-Fikri
3. Ratih Wulandari
4. Richla Atika
Uraian Tugas :
a. Memfasilitasi jalannya penyuluhan
b. Memfasilitasi apabila ada peserta yang ingin bertanya
Observer :
1. Jasmin Fajri Assyifa
2. Elmira Fatahiyyah
Uraian Tugas :
a. Meninjau apabila ada peserta yang ingin bertanya
b. Memberitahukan kepada MC apabila ada peserta yang
ingin bertanya
c. Mencatat kejadian selama kegiatan penyuluhan, baik
dari tim penyaji dan peserta penyuluhan
Notulen : Hadini Putri
Uraian Tugas :
a. Mencatat pertanyaan dari peserta
b. Operator jalannya acara
A. Tujuan Umum
Setelah diberikan penyuluhan adalah diharapkan sasaran dapat mengerti
tentang cara penggunaan antibiotik yang tepat.
B. Tujuan Khusus
Setelah mendapatkan penyuluhan sasaran dapat :
Mampu menggunakan antibiotik dengan tepat
C. Materi
Penggunaan obat antibiotik yang baik dan benar
D. Media
1. Leaflet dan PPT (Power Point Presentation)
2. Contoh obat antibiotik
E. Instrumen
1. Laptop
2. LCD Proyektor
3. Sound system
F. Metode
1. Ceramah
2. Tanya jawab
G. Rencana Kegiatan Penyuluhan
No Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Peserta
1 3 Menit Pembukaan : 1. Menjawab salam
1. Memberi salam 2. Mendengarkan
2. Memperkenalkan diri 3. Memperhatikan
3. Kontrak waktu
4. Evaluasi awal
5. Menjelaskan materi, tujuan
dan tugas penyuluhan
2 15 Menit Pelaksanaan : Menyimak
Penyampaian Materi dan
a. Penggunaan antibiotic Memperhatikan

3 10 Menit Tanya Jawab 1. Memberikan


1. Memberi kesempatan kepada pertanyaan kepada
klien untuk bertanya penyuluh
2. Memberi kesempatan kepada 2. Menjawab
klien untuk menjawab pertanyaan yang
pertanyaan diberikan penyuluh
4 2 menit Penutup : 1. Menjawab
1. Melakukan evaluasi akhir pertanyaan dari MC
kepada peserta dengan 2. Menjawab salam
bertanya tentang materi
yang disampaikan
2. Menyimpulkan materi
penyuluhan yang telah di
sampaikan
3. Menyampaikan
terimakasih
4. Mengucap salam

H. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a. Tim Magang Farmasi Universitas Jambi datang tepat waktu
b. Peserta penyuluhan adalah pasien, keluarga pasien dan seluruh staff
poli rawat jalan RSUD Raden Mattaher
c. Penyelenggaraan penyuluhan dilakukan di ruang tunggu poli rawat
jalan RSUD Raden Mattaher
2. Evaluasi Proses
a. Kegiatan Penyuluhan dilaksanakan tepat waktu
b. Peserta mengikuti dengan tertib dan kondusif
c. Semua Tim PKL Farmasi Unja melaksanakan sesuai dengan jobdesk
yang telah diberikan
3. Evaluasi Hasil
75% Peserta mampu menggunakan antibiotik dengan baik dan benar.
Lampiran
Materi Penyuluhan
Penggunaan Antibiotik
I. Pengertian Antibiotik
Antibiotik adalah senyawa alami yang dihasilkan oleh jamur atau
mikroorganisme lain yang dapat membunuh bakteri penyebab penyakit pada
manusia ataupun hewan.Beberapa antibiotika merupakan senyawa sintetis (tidak
dihasilkan oleh mikroorganisme) yang juga dapat membunuh atau menghambat
pertumbuhan bakteri. Meski antibiotika memiliki banyak manfaat, tetapi
penggunaannya telah berkontribusi terhadap terjadinya resistensi (Katzung, 2007).
Antibiotik adalah obat yang digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri
yang bersifat bakterisid (membunuh bakteri) atau bakteriostatik (mencegah
berkembangbiaknya bakteri) (Kemenkes, 2011).
II. Klasifikasi Antibiotik
1. Berdasarkan Spectrum
1. Antibiotik berspektrum sempit (narrow spektrum), yaitu antibiotik yang
hanya mampu menghambat segolongan jenis bakteri saja, contohnya
hanya mampu menghambat atau membunuh bakteri gram negatif saja.
Antibiotik yang termasuk dalam golongan ini adalah penisilin,
streptomisin, neomisin, basitrasin.
2. Antibiotik berspektrum luas (broad spektrum), yaitu antibiotik yang dapat
menghambat atau membunuh bakteri dari golongan gram positif maupun
negatif. Antibiotik yang termasuk golongan ini yaitu tetrasiklin dan
derivatnya, kloramfenikol, ampisilin, sefalosporin, carbapenem dan lain-
lain
2. Berdasarkan Mekanisme
1. Menghambat sintesis dinding sel mikroba
Obat yang termasuk kedalam golongan ini adalah penisilin, sefalosporin,
basitrasin, vankomisin dan sikloserin. Dinding sel bakteri terdiri dari
polipeptidoglikan yaitu suatu kompleks polimer mukopeptida
(glikopeptida). Sikoserin akan menghambat reaksi paling dini proses
sintesis dinding sel kemudian diikuti oleh basitrasin dan vankomisin dan
yang paling akhir adalah penisilin dan sefalosporin. Yang akan
menyebabkan kerusakan dinding sel dan terjadinya lisis pada dinding sel.
(Setiabudy, 2007).
2. Mengganggu keutuhan membran sel mikroba
Obat yang termasuk kelompok ini adalah polimiksin, golongan polien dan
antiseptic survace antigen agent. Contohnya polimiksin akan merusak
membran sel setelah bereaksi dengan fosfat dan fosfolipid membrane sel
mikroba dan memengaruhi permeabilitas membrane sel mikroba tersebut.
Kerusakan membrane sel menyebabkan keluarnya berbagai komponen
penting yaitu protein, asam nukleat, nukleotida dan lain-lain (Setiabudy,
2007).
3. Menghambat sintesis protein sel mikroba
Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah golongan aminoglikosid,
makrolid, linkomisin, tetrasiklin, dan kloramfenikol. Sintesis protein
berlangsung di ribosom dengan bantuan mRNA an tRNA. Ribosom terdiri
dari 2 subunit yaitu ribosom 30S dan 50S. Contohnya : Streptomisin akan
berikatan dengan kompleks 30S dan kode pada mRNA salah dibaca oleh
tRNA pada waktu sintesis protein dengan berbagai cara. Akibatnya akan
terbentuk protein yang abnormal dan non fungsional bagi sel mikroba
(Setiabudy, 2007).
4. Menghambat metabolisme sel mikroba
Antimikroba yang termasuk dalam golongan ini adalah sulfonamide,
trimetoprim dan sulfon. Contohnya sulfonamide akan bersaing dengan
PABA untuk diikutsertakan dalam pembentukan asam folat maka
terbentuklah analog asam folat yang nonfungsional (Setiabudy, 2007)
5. Akan menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba
Antimikroba di dalam kelompok ini adalah rifampisin dan golongan
kuinolon. Contohnya rifampisin berikatan dengan enzim polymeraseRNA
(pada sub unit) sehingga menghambat sintesis RNA dan DNA oleh enzim
tersebut (Setiabudy, 2007).
3. Berdasarkan Struktur Kimia
1. Golongan Beta-Laktam, antara lain golongan sefalosporin (sefaleksin,
sefazolin, sefuroksim, sefadroksil, seftazidim), golongan monosiklik, dan
golongan penisilin (penisilin, amoksisilin). Penisilin adalah suatu agen
antibakterial alami yang dihasilkan dari jamur jenis Penicillium
chrysognum (Tjay dan Rahardja, 2007).
2. Antibiotik golongan aminoglikosida, aminoglikosida dihasilkan oleh jenis-
jenis fungi Streptomyces dan Micromonospora. Semua senyawa dan
turunan semi-sintesisnya mengandung dua atau tiga gula-aminodi dalam
molekulnya, yang saling terikat secara glukosidis. Spektrum kerjanya luas
dan meliputi terutama banyak bacilli gram-negatif. Obat ini juga aktif
terhadap gonococci dan sejumlah kuman gram-positif. Aktifitasnya adalah
bakterisid, berdasarkan dayanya untuk menembus dinding bakteri dan
mengikat diri pada ribosom di dalam sel. Contohnya streptomisin,
gentamisin, amikasin, neomisin, dan paranomisin (Tjay dan Rahardja,
2007).
3. Antibiotik golongan tetrasiklin, khasiatnya bersifat bakteriostatis, hanya
melalui injeksi intravena dapat dicapai kadar plasma yang bakterisid
lemah. Mekanisme kerjanya berdasarkan diganggunya sintesa protein
kuman. Spektrum antibakterinya luas dan meliputi banyak cocci gram
positif dan gram negatif serta kebanyakan bacilli. Tidak efektif
Pseudomonas dan Proteus, tetapi aktif terhadap mikroba khusus
Chlamydia trachomatis (penyebab penyakit mata trachoma dan penyakit
kelamin), dan beberapa protozoa (amuba) lainnya. Contohnya tetrasiklin,
doksisiklin, dan monosiklin (Tjay dan Rahardja, 2007).
4. Antibiotik golongan makrolida, bekerja bakteriostatis terhadap terutama
bakteri grampositif dan spectrum kerjanya mirip Penisilin-G. Mekanisme
kerjanya melalui pengikatan reversibel pada ribosom kuman, sehingga
sintesa proteinnya dirintangi. Bila digunakan terlalu lama atau sering dapat
menyebabkan resistensi. Absorbsinya tidak teratur, agak sering
menimbulkan efek samping lambung-usus, dan waktu paruhnya singkat,
maka perlu ditakarkan sampai 4x sehari (Tjay dan Rahardja, 2007).
5. Antibiotik golongan linkomisin, dihasilkan oleh srteptomyces lincolnensis.
Khasiatnya bakteriostatis dengan spektrum kerja lebih sempit daripada
makrolida,n terutama terhadap kuman gram positif dan anaerob.
Berhubung efek sampingnya hebat kini hanya digunakan bila terdapat
resistensi terhadap antibiotika lain. Contohnya linkomisin.
6. Antibiotik golongan kuinolon, senyawa-senyawa kuinolon berkhasiat
bakterisid pada fase pertumbuhan kuman, berdasarkan inhibisi terhadap
enzim DNA-gyrase kuman, sehingga sintesis DNAnya dihindarkan.
Golongan ini hanya dapat digunakan pada infeksi saluran kemih (ISK)
tanpa komplikasi (Tjay dan Rahardja, 2007).
7. Antibiotik golongan kloramfenikol, kloramfenikol mempunyai spektrum
luas. Berkhasiat bakteriostatis terhadap hampir semua kuman gram positif
dan sejumlah kuman gram negatif. Mekanisme kerjanya berdasarkan
perintangan sintesa polipeptida kuman. Contohnya kloramfenikol (Tjay
dan Rahardja, 2007).
4. Berdasarkan farmakodinamik
Farmakodinamik dari antibiotik berkaitan dengan cara dimana
antibiotik berinteraksi dengan organisme target untuk memberikan
efeknya. Berdasarkan farmakodinamiknya, antibiotik dapat
diklasifikasikan menjadi antibiotik bakteriostatik dan antibiotik
bakterisidal.
Antibiotik yang bersifat bakteriostatik bekerja dengan menghambat
pertumbuhan bakteri pada MIC tanpa benar-benar membunuh bakteri
tersebut. Jika pemakaian antibiotik ini dihentikan, bakteri akan mulai
tumbuh kembali. Antibiotik bakteriostatik biasanya berhasil mengobati
infeksi karena antibiotik ini membiarkan sistem imun untuk menangkap
dan membunuh bakteri. Sehingga antibiotik ini diberikan kepada pasien
dengan sistem imun yang cukup kuat. Sedangkan antibiotik yang bersifat
bakterisidal bekerja dengan membunuh bakteri tanpa bantuan dari system
imun. Hasil dari pemakaian kedua antibiotik ini biasanya sama, namun
pada beberapa kasus infeksi seperti endokarditis, meningitis, neutropenia
dan osteomyelitis, antibiotik bakterisidal lebih dipilih. Sistem imun tidak
dapat efektif membunuh bakteri karena lokasi anatomi dari infeksi tersebut
atau kondisi immunocompromised pada pasien, oleh sebab itu lebih dipilih
antibiotik yang bersifat bakterisidal (Gallagher & Macdougall, 2014).
Antibiotik bakteriostatik tidak selamanya hanya menghambat
pertumbuhan bakteri, namun pada konsentrasi yang lebih besar antibiotik
ini dapat membunuh sel bakteri. Begitu juga dengan antibiotik bakterisidal
dapat bersifat bakteriostatik apabila digunakan pada konsentrasi yang
terlalu rendah (Bhattacharjee, 2016).
III. Klasifikasi Sediaan Antibiotik
1. Antibiotik Sediaan Oral
A. Tablet
Tablet merupakan bentuk sediaan padat yang mengandung bahan aktif
dengan atau tanpa bahan pengisi. Tablet merupakan sediaan farmasi yang
paling banyak digunakan dibandingkan dengan sediaan obat dalam bentuk
lain karena mudah dan praktis dalam penggunaannya.
1. Amoxicillin

Obat antibiotik yang satu ini berinteraksi dengan obat probenesid dan obat
asam allopurinol. Umumnya obat ini dikonsumsi sebelum atau setelah
makan.
2. Azithromycin
Obat antibiotik azithromycin berinteraksi dengan antasida dan digoksin.
Pasien yang mengkonsumsi obat antibiotik ini harus sesudah makan
3. Ampicillin

Jenis obat antibiotik ampicillin berinteraksi dengan probenesid,


kontrasepsi oral, dan allopurinol. Pasien yang mengkonsumsi obat
antibiotik ini diwajibkan sebelum makan.
4. Ciprofloxacin

Ciprofloxacin adalah jenis obat antibiotik yang berinteraksi dengan


antasida, zat besi, dan susu, sehingga penggunaannya dapat diberi jeda
sekitar 2 jam. Obat ini bisa dikonsumsi sebelum atau setelah makan.
5. Cefadroxil
Cefadroxil merupakan salah satu jenis obat antibiotik yang berinteraksi
dengan antibiotic golongan penicillin, aminoglikosida, probenesid, dan
diuretika. Obat ini juga bisa dikonsumsi saat sebelum atau sesudah makan.
6. Levofloxacin

Obat antibiotik jenis ini berinteraksi dengan antasida, obat anti inflamasi
non steroid, dan obat antidiabetes. Dianjurkan mengkonsumsi obat
antibiotik levofloxacin sebelum makan.
7. Cefalexin

Cefalexin adalah obat antibiotik yang dapat berinteraksi dengan obat


golongan aminoglikosida, antikoagulan oral, dan antibiotic
chloramphenicol. Obat ini bisa dikonsumsi saat sebelum atau sesudah
makan. Sebagai pengingat, meskipun daftar obat antibiotik di atas cukup
umum ditemukan, namun sebaiknya beli obat antibiotik menggunakan
resep dari dokter. Sebab, ada beberapa efek samping yang muncul jika
mengkonsumsi obat antibiotik sembarangan, seperti:Diare, Nyeri sendi
dan otot, Mual dan muntah, Nafsu makan mulai hilang, Perut kembung.
Selain itu, detikers wajib menghabiskan obat antibiotik yang diberikan
oleh dokter. Sebab, kalau tidak dihabiskan, obat antibiotik berpotensi
menyebabkan kekebalan atau resistensi antibiotik, sehingga tubuh tidak
bisa merespon antibiotik secara maksimal dalam melawan infeksi bakteri.
Kualitas suatu pengobatan dipengaruhi oleh pengetahuan terhadap
obat terlebih mengenai penggunaan dan penyimpanannya. penyimpanan
obat yang rasional diperlukan untuk menjamin keefektifan suatu obat.
Penyimpanan yang tidak rasional dapat mempengaruhi kualitas kandungan
zat aktif, kestabilan dan khasiat obat yang membuat durasi pengobatan
lebih lama sebab tidak efektif. Penyimpanan antibiotik harus sesuai dengan
persyaratan farmasetik agar tujuan terapi dapat tercapai. Jika hal tersebut
tidak dilakukan, dapat menyebabkan perubahan sifat hingga kerusakan
obat. Jangan simpan tablet atau kapsul di tempat panas dan lembab serta
hindari dari panas matahari.
B. Sirup
Antibiotik sirup kering adalah sediaan yang dibuat dalam bentuk
suspensi kering berupa serbuk atau granul yang akan di tambah air
sebelum digunakan. Sirup kering efektif bagi anak – anak karena rasanya
yang enak serta biasanya menghilangkan rasa engganan pada sebagian
anak – anak untuk meminum obat. Contoh obat yang dibuat dalam sirup
kering adalah berupa sirup amoxicillin, ampicillin, cefadroxil, cefixime.
Alasan suatu obat dibuat dalam sediaan sirup kering, dikarenakan bahan
aktif tidak stabil dalam penambahan air apabila ditambahkan dengan air
akan terjadi penguraian. Sehingga untuk menjaga stabilitas bahan aktif
dalam sediaan obat, maka dibuat serbuk atau granul dan di direkonstitusi
saat akan di serahkan ke pasien
Menurut aritikel Kemenkes (2022), obat sirup kering antibiotic hanya
dapat digunakan maksimal 7-10 hari setelah ditambahkan air. Hal ini
dikarenakan kandungan antibiotic yang tidak stabil dalam bentuk cairan
terlarut. Air yang digunakan untuk melarutkan sirup kering dapat berupa
air mineral biasa. Adapun cara penambahannya yaitu:
- Siapkan gelas ukur atau beaker glass
- Baca etiket atau keterangan pada botol sirup untuk mengetahui jumlah
pelarut yang harus ditambahkan
- Tuang pelarut ke dalam gelas ukur sesuai volume yang dibutuhkan
- Tuang pelarut kedalam botol sirup
- Tutup botol sirup dan kocok sirup yang sudah diberi pelarut hingga
homogen/menyatu
Contoh sirup kering antibiotika dan jumlah pelarut yang ditambahkan
yaitu
- Amoxicillin: ditambahkan 60 ml air
- Azithromycin : ditambahkan 9 ml air
- Cefixime : ditambahkan 20 ml air

2. Antibiotik Sediaan Topikal


A. Salep
Sediaan semipadat adalah sediaan setengah padat yang dibuat untuk
tujuan pengobatan topikal melalui kulit. Bentuk sediaan ini dapat bervariasi
tergantung bahan pembawa (basis) yang digunakan. Salep adalah sediaan
setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar.
a. Salep Epidermis
Salep epidermis digunakan untuk melindungi kulit dan menghasilkan efek
lokal.
Cara penggunaanya:
- Cuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih
- Hindari memegang ujung tube salep, kebersihan obat harus tetap
terjaga
- Pastikan area yang ingin dioleskan dalam kondisi kering
- Keluarkan obat sekitar 0,5 cm pada jari tangan
- Oleskan salep sesuai dengan dosis dan petunjuk dokter secara merata
agar salep dapat bekerja secara maksimal
- Cuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih kembali
Contohnya sebagai berikut:
a. Gentamicin Salep Kulit 0.1% 5 g

Indikasi: Infeksi kulit primer, impetigo, okal pada kontaginosa,


folikulitis permukaan, furunkulosis, Cortikosme sikosis barbae,
pioderma ganggrenosum, infeksi pertrikosis, kulit sekunder, dermatitis
eksimtoid, akne puturalis, dermatitis psoriasis postural, dermatitis
seboroik, kontak ulit, infeksi dermatitis, ekskoriasis yang terinfeksi,
superinfeksi hari 2-3 x. bakteri.
Kontraindikasi : Hipersensitif
Dosis : Oleskan sehari 3-4 x pada kulit yang sakit secara merata
b. Bacitracin
Indikasi : mengobati luka ringan (misal luka, goresan, luka bakar) dan
untuk membantu mencegah atau mengobati infeksi kulit ringan.
Kontraindikasi : pasien yang hipersensitif atau reaksi alergi berlebih
terhadap pada bacitracin atau polymyxin B.
Dosis : 1-3 kali sehari pada kulit secara merata
Efek Samping : Sensasi kulit terbakar, Iritasi lokal dan Pembengkakan
c. Povidone Iodine (Betadine 10% salep 5 g)

Indikasi : untuk membunuh kuman penyebab infeksi pada luka seperti


luka bakar, luka tergores, dan luka kecil lainnya.
Kontraindikasi : Hipersensitif
Dosis : 1 – 2 kali oleskan secara merata
Efek samping : Reaksi alergi seperti iritasi kulit

B. Salep Mata
Salep mata adalah salep steril untuk pengobatan mata dengan
menggunakan dasar salep yang cocok. Yang digunakan untuk pemakaian
luar. (Ditjen POM, 1979).
Indikasi : Digunakan untuk Mengobati peradangan pada kelopak mata.
Mengatasi peradangan pada kantung air mata
Contoh : Cendo Mycetine
Aturan pemakaian tetes mata : Aplikasikan setiap 3 jam pada yang
meradang.
C. Cara penyimpanan :
- Simpan ditempat kering dan sejuk
- Batas waktu penggunaan obat 30 hari sejak tube dibuka pertama kali
3. Antibiotik Sediaan Steril
A. Tetes Mata
Tetes mata merupakan sediaan steril yang dapat berupa larutan
ataupun suspense, digunakan untuk mata dengan cara meneteskan obat
pada selaput lendir mata di sekitar kelopak mata dan bola mata (Ditjen
POM, 1979). Tetes mata dapat mengandung bahan-bahan anti mikroba
(antibakteri) seperti antibiotik dan anti inflamasi (anti peradangan).
Indikasi : untuk mengatasi mata kering akibat kurangnya produksi air
mata atau akibat terkena matahari atau angin serta untuk menghindari
iritasi lebih lanjut.
Contoh: Cendo cenfresh

Aturan pemakaian tetes mata : obat harus sesuai petunjuk dokter. 1-2
tts pada mata yang sakit, 3-4 kali sehari atau sesuai kebutuhan
Cara penyimpanan :
- Simpan ditempat kering dan sejuk
- Batas waktu penggunaan obat 28 hari sejak pertama kali dibuka
- Sediaan minidose hanyak digunakan 3 x24 jam setelah dibuka
B. Sediaan nasal
Sediaan nasal merupakan sediaan non steril yang menghantarkan
Obat ke dalam rongga hidung untuk tujuan efek lokal. Umumnya,
sediaan nasal berupa semprot hidung atau tetes hidung seperti
dekongestan, antibiotik, dan mukolitik bertujuan untuk mengobati pilek,
rhinitis alergi, dan infeksi. Saat ini, sediaan nasal untuk target pengobatan
secara sistemik juga banyak dikembangkan karena absorpsi Obat yang
cepat tanpa melewati metabolisme lintas pertama di hati. Sediaan nasal
untuk tujuan sistemik harus steril. Sebagai contoh, desmopressin untuk
mengibati penyakit diabetes insipidus.

1. Kategori
Produk nasal merupakan bentuk sediaan yang menghantarkan Obat
ke dalam rongga hidung. Kategori produk nasal meliputi semprot nasal,
aerosol nasal, cairan nasal, dan serbuk nasal.

a. Semprot nasal (Nasal spray/nonpressurised metered dose nasal spray)

Bentuk sediaan cair tidak bertekanan yang menghantarkan Obat


ke dalam rongga hidung, dikemas dalam sistem kemasan yang ketika
diaktivasi dapat menghasilkan aerosol dan memberikan sejumlah dosis
Obat secara terukur. Semprot nasal mengandung bahan aktif Obat yang
terlarut atau tersuspensi dalam larutan atau campuran eksipien (misalnya
pengawet, pengatur viskositas, emulsifier, dapar). Dosis Obat dapat
diukur melalui pompa semprot atau telah diukur secara tepat saat
produksi Obat. Sediaan dapat berupa dosis tunggal maupun dosis ganda,
dan dapat memberikan efek lokal dan/atau sistemik.
b. Aerosol nasal (Nasal aerosol/pressurise d metered dose nasal spray)
Bentuk sediaan yang menghantarkan Obat secara lokal ke dalam
rongga hidung, dikemas dalam sistem kemasan bertekanan yang dapat
menghasilkan aerosol dan memberikan sejumlah dosis Obat secara
terukur ketika diaktivasi melalui sistem katup dengan mekanisme aktuasi.
c. Cairan nasal (Nasal solution/Nasal liquids)

Bentuk sediaan cair tidak bertekanan yang menghantarkan Obat


secara lokal ke dalam rongga hidung, dapat berupa sediaan dosis tunggal
maupun dosis ganda.
d. Serbuk nasal (Nasal powder)
Bentuk sediaan serbuk yang menghantarkan Obat ke dalam
rongga hidung melalui perangkat yang dapat menghasilkan aerosol dan
memberikan sejumlah dosis Obat secara akurat.
2. Cara penggunaan
1. Cara penggunaan obat tetes hidung :
a) Cuci tangan.
b) Bersihkan hidung.
c) Tengadahkan kepala.
d) Teteskan obat di lubang hidung.
e) Tahan posisi kepala selama beberapa menit agar obat masuk ke lubang
hidung.
f) Bilas ujung obat tetes hidung dengan air panas dan keringkan dengan
kertas tisu kering.
g) Cuci tangan untuk menghilangkan sisa obat pada tangan.
2. Cara penggunaan obat semprot hidung :
a) Cuci tangan.
b) Bersihkan hidung dan tegakkan kepala.
c) Semprotkan obat ke dalam lubang hidung sambil tarik napas dengan
cepat.
d) Untuk posisi duduk : tarik kepala dan tempatkan diantara dua paha.
e) Cuci botol alat semprot dengan air hangat (jangan sampai air masuk ke
dalam botol) dan keringkan dengan tissue bersih setelah digunakan.
f) Cuci tangan untuk menghilangkan sisa obat pada tangan

C. Tetes Telinga

 Farmakologi
Salah satu contoh obat tetes telinga antibiotik adalah Kloramfenikol.
Kloramfenikol merupakan antibiotik yang efektif baik pada bakteri gram
positif ataupun bakteri gram negatif. Kloramfenikol memiliki aktivitas
bakteriostatik dan bakterisidal pada dosis tinggi (Shim et al., 2018).
Kloramfenikol merupakan antibiotik yang aktif melawan bakteri gram
negatif dan bakteri gram positif berspektrum luas, yang bekerja dengan
menghambat sintesis protein bakteri. (Katzung & Bertram, 2014)
 Efek Samping
Salah satu efek samping dari antibiotik adalah resistensi terhadap bakteri
yang disebabkan oleh penggunaan dosis yang rendah atau waktu terapi
yang terlalu lama. Jika suatu bakteri resisten terhadap suatu antibiotik,
maka organisme itu akan terus bertumbuh meskipun telah dilakukan
pemberian obat antibakterial (Joyce & Evelyn, 2018).
Resistensi terjadi ketika adanya penghambatan proses difusi obat ke
dalam sitoplasma bakteri. Aktivitas enzim-enzim ekstraseluler dapat
menciptakan sarang yang terlindung terhadap pertahanan normal mukosa
maupun terhadap antibiotik (Darmawan dan Anjarwati, 2012).
 Cara penggunaan
1) Ujung wadah sediaan tidak boleh terkena benda lain, agar tidak
terkontaminasi.
2) Cara penggunaan obat ini dimulai dengan memiringkan kepala atau
berbaring miring, lalu telunjuk diletakkan didepan tragus, dan
mendorong ke depan, sedangkan ibu jari dan jari tengah menjepit daun
telinga dan menariknya keatas (dewasa) atau kebawah (anak-anak).
Kemudian teteskan obat, dan biarkan beberapa menit.
3) Setelah digunakan, ujung wadah cukup dikeringkan dengan tisu, jangan
dibilas.
 Lama penggunaan
Penggunaan sediaan tetes mata kloramfenikol tidak boleh digunakan
lebih dari 7 hari, hal ini dikarenakan penggunaan yang melebihi 7 hari
dapat menurunkan laju hambat bakteri, sehingga keefektivitas sediaan
berkurang dan beresiko dapat menimbulkan resistensi terhadap bakteri.
 Contoh obat

Tetes telinga Kloramfenikol

4. Antibiotik Sediaan Injeksi


Antibiotik injeksi adalah jenis antibiotik yang disuntikkan ke dalam
tubuh pasien. Contohnya:
A. Ceftriaxone
• Ceftriaxone adalah obat untuk mengatasi penyakit akibat infeksi
bakteri, seperti gonore, meningitis, otitis media, sifilis, dan penyakit
Lyme. Obat ini tersedia dalam bentuk suntik.
• Cefriaxone merupakan obat antibiotik golongan sefalosporin. Obat ini
bekerja dengan cara membunuh dan menghambat pertumbuhan
bakteri penyebab infeksi di dalam tubuh. Selain itu, ceftriaxone juga
dapat digunakan untuk mencegah infeksi pada saat operasi.
• Perlu diketahui, ceftriaxone tidak dapat digunakan untuk mengatasi
infeksi akibat virus, seperti flu.
• Merek dagang cefriaxone: Betrix, Broadced, Ceftriaxone Sodium,
Cefaxon, Ceftrimet, Cetriax, Erphacef, Foricef, Futaxon, Gracef,
Intrix, Racef, Renxon, Triasco, Trijec, Tricefin, Trixon, Tyason, dan
Zeftrix.
• Ceftriaxone dapat terserap ke dalam ASI. Bila Anda sedang menyusui,
jangan menggunakan obat ini tanpa berkonsultasi dulu dengan dokter.
• Ceftriaxone hanya boleh digunakan sesuai dengan resep dokter. Obat
ini tidak boleh digunakan pada bayi prematur, bayi usia kurang dari 1
bulan, atau bayi kuning.
Berikut adalah pembagian dosis ceftriaxone berdasarkan kondisi yang
diobati:
a. Kondisi: Infeksi bakteri yang dapat diatasi dengan ceftriaxone
Dewasa: 1.000–2.000 mg per hari. Pada infeksi yang berat, dosis
dapat ditingkatkan menjadi 4.000 mg, 1–2 kali sehari. Pengobatan
diberikan dengan suntikan IM, suntikan IV selama 5 menit, atau infus
IV selama 30 menit.
Anak usia <15 hari: 20–50 mg/kgBB, 1 kali sehari yang diberikan
melalui infus IV selama 60 menit. Anak usia 15 hari hingga 12 tahun:
50–80 mg/kgBB per hari. Dosis maksimal 4.000 mg per hari.
b. Kondisi: Gonore tanpa komplikasi
Dewasa: 250–500 mg sebagai dosis tunggal dengan suntikan IM.
c. Kondisi: Otitis media akut
Dewasa dan anak usia >12 tahun dengan berat badan ≥50 kg: 000–
2.000 mg dosis tunggal dengan suntikan IM.
Anak usia ≤12 tahun dengan berat badan <50 kg: 50 mg/kgBB sebagai
dosis tunggal dengan suntikan IM.
d. Kondisi: Sifilis
Dewasa: 500–1.000 mg atau 2.000 mg untuk sifilis yang menyerang
otak, 1 kali sehari, selama 10–14 hari. Pengobatan dapat diberikan
melalui suntikan IM, suntikan IV selama 5 menit, atau infus selama 30
menit.
Anak usia <15 hari: 50 mg/kgBB per hari dengan suntikan IV selama
60 menit.
Anak usia 15 hari hingga 12 tahun: 75–100 mg/kgBB per hari dengan
suntikan IV, selama 10–14 hari. Dosis maksimal 4.000 mg/kgBB per
hari.
e. Kondisi: Penyakit Lyme
Dewasa:1000 mg, 1 kali sehari selama 14–21 hari. Pengobatan dapat
diberikan melalui suntikan IM, suntikan IV selama 5 menit, atau infus
selama 30 menit.
Anak usai 15 hari hingga 12 tahun dengan berat badan <50 kg: 50–80
mg/kgBB, 1 kali sehari selama 14–21 hari. Pengobatan dapat
diberikan melalui infus selama minimal 30 menit.
f. Kondisi: Meningitis
Dewasa: 2.000 mg per 12 jam dengan suntikan IV selama 7–14 hari.
Anak-anak: 100 mg/kgBB per hari, dalam 1 dosis atau 2 dosis, dengan
suntikan IV atau IM, selama 7–14 hari.
g. Kondisi: Pencegahan infeksi luka operasi
Dewasa: 1.000–2.000 mg, diberikan dengan suntikan IV ½ –2 jam
sebelum operasi.
Anak usia <15 hari: 20–50 mg/kgBB dengan infus IV selama 60
menit.
Anak usia 15 hari hingga 12 tahun dengan berat badan <50 kg: 50–80
mg/kgBB dengan infus IV selama 30 menit.
Cara Menggunakan Ceftriaxone dengan Benar
Ceftriaxone hanya tersedia dalam bentuk suntik. Oleh karena itu, obat ini
hanya boleh diberikan oleh dokter atau petugas medis di bawah
pengawasan dokter. Dokter akan menentukan cara dan jadwal pemberian
ceftriaxone sesuai kondisi pasien.
Selama menjalani pengobatan dengan ceftriaxone, disarankan untuk
banyak minum air putih agar kesehatan ginjal Anda tetap terjaga. Jika
Anda menjalani pengobatan ceftriaxone dengan rawat jalan, ikuti jadwal
kontrol yang ditentukan oleh dokter.
Interaksi Ceftriaxone dengan Obat Lain
Efek interaksi yang bisa terjadi jika ceftriaxone digunakan bersama
obat lain adalah:
- Peningkatan risiko terjadinya pengendapan kristal pada paru dan
ginjal yang bisa berakibat fatal jika digunakan bersama cairan yang
mengandung kalsium, seperti kalsium glukonat
- Peningkatan risiko terjadinya memar atau perdarahan jika digunakan
bersama warfarin
- Peningkatan risiko terjadinya kerusakan ginjal jika digunakan
bersama antibiotik golongan aminoglikosida
Efek Samping dan Bahaya Ceftriaxone, adapun beberapa efek
samping yang dapat muncul setelah menggunakan ceftriaxone adalah:
- Bengkak, kemerahan, atau nyeri di tempat suntikan
- Sakit kepala
- Pusing
- Mual atau muntah
- Diare
- Gatal pada vagina atau keputihan
- Ruam kulit
- Kantuk
- Sakit perut
- Keringat berlebihan

IV. Bahaya Resistensi Obat


Antibiotik digunakan untuk penyakit infeksi yang penggunaan harus
berdasarkan resep dokter dan tidak dijual bebas di beberapa fasilitas kesehatan,
untuk mengurangi terjadinya resistensi obat. Peningkatan penggunaan obat yang
tidak tepat seperti antibiotik dapat menyebabkan resistensi. Resistensi adalah
kekebalan terhadap antibiotik dimana kemampuan bakteri untuk menahan efek
dari obat, akibatnya bakteri tidak mati setelah pemberian antibiotik dan fungsi
obat tersebut tidak memberikan efek terapi(Mulatsari et al.,2023).
Resistensi antibiotik terhadap bakteri dapat menyebabkan kegagalan terapi
yang fatal. Penelitian yang dilakukan oleh WHO disimpulkan bahwa angka
kematian infeksi Eschericia Coli dua kali lipat lebih tinggi dari pada yang tidak
resisten. Kasus lain pada pasien dengan infeksi pneumonia, menyebabkan 25.000
kematian disebabkan oleh infeksi yang resisten setiap tahunnya dan menyebabkan
kerugian lebih dari 15 juta dollar untuk biaya kesehatan dan hilangnya
produktivitas pekerjaan. Resistensi antibiotik juga menyebabkan waktu rawat inap
yang bertambah sebanyak 4,65 hari dan waktu lama rawat di ICU 6 hari(Mulatsari
et al.,2023).
Pemicu utama resistensi antibiotik merupakan penggunaannya yang
meluas serta tidak sesuai ketentuan. Resistensi diawali dari pemakaian antibiotik
yang tidak habis, sehingga kuman tidak akan mati secara total tetapi sebagian
masih bertahan, serta resistensi ini pula diakibatkan oleh pemakaian antibiotik
berlebihan yang diberikan oleh petugas kesehatan, terdapat asumsi yang salah di
Masyarakat bahwa kalau antibiotik bisa mengobati seluruh penyakit (Rahman t
al., 2022).
V. Indikasi Penggunaan Antibiotik yang Tidak Tepat
Antibiotika merupakan obat yang banyak diresepkan pada pasien, namun
penggunaannya sering kali tidak tepat, akibatnya terjadi peningkatan resistensi
kuman terhadap antibiotik. Hal ini terjadi karena kurangnya informasi yang benar
sehingga dapat mengakibatkan tingginya tingkat penggunaan antibiotika yang
tidak tepat. Penggunaan antibiotika yang berlebihan dan tidak tepat dapat
mengakibatkan masalah kekebalan bakteri terhadap antibiotika. Kemunculan
resistensi menjadi masalah global bagi dunia kesehatan (Ardhany et al, 2016)
Peresepan yang berlebihan terhadap antibiotika mempunyai dampak terhadap
perkembangan bakteri yang menjadi tidak responsif terhadap pemberian
antibiotika yang sebelumnya berhasil (resisten). Akhirnya bakteri tersebut tetap
dapat bertahan hidup dan banyak bereproduksi sehingga semakin membahayakan
(BPOM, 2011).
VI. Upaya Peningkatan Pengetahuan dalam Penggunaan Antibiotik
Kegiatan PROMKES (Promosi Kesehatan) berupa edukasi mengenal penggunaan
antibiotik yang rasional kepada pasien rawat jalan merupakan upaya tindak lanjut
nyata dari temuan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, dimana
diketahui masih kurangnya tingkat tingkat pengetahuan dalam penggunaan
antibiotik. Target sasaran PROMKES adalah seluruh pasien, keluarga pasien dan
seluruh staff poli rawat jalan RSUD Raden Mattaher.
DAFTAR PUSTAKA

Ardhany S D., Anugrah R O., Harum Y., 2016. Tingkat Pengetahuan Masyarakat
Desa Basawang Kecamatan Teluk Sampit Tentang Penggunaan Antibiotik
Sebagai Pengobatan Infeksi Tahun 2016. Karya Tulis Ilmiah. Universitas
Muhammadiyah Palangkaraya.
Bhattacharjee, M.K., 2016. Chemistry of Antibiotics and Related Drugs.
New York: Springer.
BPOM RI, 2011. Gunakan Antibiotika Secara Rasional.
Ditjen POM.1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Depkes RI: Jakarta.
Gallagher, J. C. dan MacDougall, C., 2014. Antibiotics Simplified. 3rd ed. S. I.
Jones & Bartlett Learning.
Halim, S., S. Gunawan dan O. Tjandra. 2021. Edukasi Mengenai Penggunaan
Obat Yang Rasional Di Lingkungan SMK Negeri 1 Tambelang Bekasi.
Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia. Vol.4 (1) : 156 – 164.
Halim, S., S. Gunawan dan O. Tjandra. 2021. Edukasi Mengenai Penggunaan
Obat Yang Rasional Di Lingkungan SMK Negeri 1 Tambelang Bekasi.
Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia. Vol.4 (1) : 156 – 164.
Katzung, B. G., 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi XIII. Buku 3.
Translation of Basic and Clinical Pharmacology Eight Edition Alih
bahasa oleh Bagian Farmakologi Fakultas kedokteran Universitas
Airlangga. Jakarta: Salemba Medika.
KEMENKES RI. 2011. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan. Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI.
Lubis, M.S., D. Meilani., R. Yuniarti dan G.I. Dalimunthe. 2019. Pkm
Penyuluhan Penggunaan Antibiotik Kepada Masyarakat Desa Tembung.
Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat. Vol 3(1):297-301.
Mulatsari.E., R.Manninda.,S.Khairani., S.Kumala dan F.N.Okta.2023. Edukasi
Penggunaan Antibiotik secara Tepat sebagai Upaya Melindungi
Masyarakat dari Bahaya Resistensi. Jurnal Pengabdian Masyarakat
Indonsia (JPMI).Vol 3(3):413-418.
Nurmala,S dan D.O. Gunawan. 2020. Pengetahuan Penggunaan Obat Antibiotik
Pada Masyarakat Yang Tinggal Di Kelurahan Babakan Madang.
Fitofarmaka. Jurnal Ilmiah Farmasi. Vol 10(1):22-31.
Rahman,I., A.Nur dan N.A.Somadayo.2022. Peningkatan Pengetahuan
Masyarakat Tentang Bahaya Resistensi Antibiotik Terhadap Penyakit
Infeksi di Puskesmas Kalumata Kota Ternate. Jurnal Pengabdian
Kesehatan. Vol 1(2):14-18.
Setiabudy, Rianto. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi V (cetak ulang dengan
perbaikan). Jakarta: Gaya Baru.
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting Khasiat,
Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya, Edisi Keenam. Jakarta:PT. Elex
Media Komputindo.

Anda mungkin juga menyukai