Anda di halaman 1dari 44

REFERENSI MATA KULIAH ORNAMEN

NUSANTARA

PRODI S1 KRIYA

Disusun oleh :
Ita Purnama Sari
2312502022

JURUSAN KRIYA SENI


FAKULTAS SENI RUPA
INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA
TAHUN 2023/2024
A. PAPUA

1. Perisai Suku Asmat

a. Di kalangan suku Asmat, perisai perang merupakan elemen simbolis terkuat dari
perlengkapan seorang pejuang, dan memiliki banyak lapisan makna. Secara
tradisional, mereka adalah barang fungsional yang digunakan untuk melindungi
prajurit dalam pertempuran dengan menangkis tombak dan panah musuh. Gambar
yang diukir dan dilukis pada permukaan perisai juga dimaksudkan untuk menakuti
musuh dan melambangkan kekuatan nenek moyang.
Pada perisai ini, gambar sentral
menggambarkan ayah pemahat yang telah
meninggal. Bentuk antropomorfiknya
dapat dikenali dengan jelas, yang
merupakan ciri khas wilayah Asmat barat
laut tempat asalnya. Figur tersebut
dikelilingi oleh referensi simbolik yang
kompleks mengenai pengayauan. Suku
Asmat memandang buah dianalogikan
dengan kepala manusia. Hewan pemakan
buah seperti rubah terbang (sejenis
kelelawar besar), atau tanda kebesaran
pengayauan seperti hiasan hidung
cangkang prajurit, sering kali muncul
sebagai elemen desain. Meskipun perisai
dapat dilihat oleh semua orang, makna
terdalamnya hanya dapat dipahami oleh
orang yang telah diinisiasi.

https://www.metmuseum.org/art/collection/search/311390

b. Perisai kayu berukir dengan pigmen alami putih, oker, dan hitam, di atasnya terdapat
ukiran kepala dan dihiasi gulungan serta motif bergaya. Di bagian samping, poni dari
ijuk tumbuhan. Sebaliknya: pegangan dan dekorasi geometris yang dicat.
https://drouot.com/en/l/19583100-irian-jaya-
asmat%E4%BC%8A%E9%87%8C%E5%AE%89%E8%B4%BE%EF%BF%BD%EF%BF%
BD

c. Judul: Perisai
Tanggal: pertengahan abad ke-20
Geografi: Indonesia, Provinsi Papua (Irian Jaya), Desa Sauwa, Sungai Pomatsj
Kebudayaan: Orang Asmat
Medium: Kayu, cat
Dimensi: T.60 1/2 × L.18 3/8 × D.3 1/4 inci (153,7 × 46,7 × 8,3 cm)
Klasifikasi: Peralatan Kayu
https://www.metmuseum.org/art/collection/search/311349

d. Judul: Perisai
Tanggal: pertengahan abad ke-20
Geografi: Indonesia, Provinsi Papua (Irian Jaya), kampung Monu, Sungai Unir
(Undir), hulu
Kebudayaan: Orang Asmat
Medium: Kayu, cat. Dimensi: H.59 3/4 inci (151,8 cm)
Klasifikasi: Peralatan Kayu
https://www.metmuseum.org/art/collection/search/311388

e. Judul: Perisai
Artis: Jor
Tanggal: pertengahan abad ke-20
Geografi: Indonesia, Provinsi Papua (Irian Jaya), Desa Weo (Wejo), Sungai Pomatsj
(anak sungai utara)
Kebudayaan: Orang Asmat
Medium: Kayu, cat
Dimensi: Tinggi 74 1/8 inci × L. 25 inci × D. 3 1/8 inci (188,3 × 63,5 × 7,9 cm)
Klasifikasi: Peralatan Kayu
https://www.metmuseum.org/art/collection/search/311369
f. Motif Rubah Terbang atau Flaying fox

https://images.app.goo.gl/XSMUzX9L6onVaS548

Rubah terbang, atau flying Fox (tar), motif perisai wilayah barat laut Asmat.
Ukiran motif ini sangat dominan pada perisai, kombinasi yangmenarik antara
karakteristik manusia dan rubah terbang.
g. Motif Perisai Citak

https://images.app.goo.gl/BYyD5cwJepCMge3c6

Gaya perisai Citak: kayu 178 cm


Warna: putih kapur, merah, oker dan arang
Gaya perisai Brazza Asmat Timur Laut; Kayu 184 cm
Warna: putih kapur, merah, oker dan arang.

2. Alat Musik Tifa

Alat Musik Tifa Papua adalah alat musik tradisional yang berasal dari
Provinsi Papua. Pada alat tersebut terdapat ukiran-ukiran khas masyarakat
Papua yang unik dan tidak terdapat di daerah lain. Dari situ dapat kita
simpulkan bahwa meskipun penduduk Papua tampak primitif dan kasar,
namun ternyata mereka juga memiliki jiwa seni dan budaya
https://www.pinhome.id/blog/alat-musik-tifa-dari-papua/

3. Ukiran Pada Perahu

Pada lambung, Haluan dan burita dihiasi dengan paduan lukisan dan ukiran
serta lukisan berwarna putih, hitam, merah berwarna pewarna alami. Diketahui,
perahu-perahu ini dapat mencapai kecepatan tinggi jika melaju di depan angin.

https://travel.detik.com/fototravel/d-5597077/foto-perahu-teluk-tanah-merah-papua-bisa-
dibedakan-jenis-kelaminnya/5
B. NTT

1. Motif Sumba Ayam


Kain Sumba dengan motif gambar ayam merupakan salah satu motif kain yang biasa
ditemukan di Kabupaten Sumba Timur. Motif ini merupakan motif ayam jantan, yang
melambangkan tanda kesadaran (karena ayam selalu berkokok setiap pagi
membangunkan manusia) , kehidupan, serta pemimpin yang bersifat melindungi.

https://tripsumba.com/budaya/6-motif-kain-khas-sumba/

2. Kain Sumba Motif Kuda


Kain Sumba Motif Kuda merupkan salah satu motif kain yang berasal dari Kabupaten
Sumba Timur. Kuda merupakan salah satu hewan yang sering digunakan oleh masyarakat
Pulau Sumba sebagai “kendaraan” , dan kuda juga melambangkan sebuah kejantanan,
keberanian juga ketangkasan.

https://tripsumba.com/budaya/6-motif-kain-khas-sumba/
3. Kain Sumba Motif Rusa
Kain Sumba Motif Rusa merupakan motif kain khas Kabupaten Sumba Timur, dan
motif kain ini melambangkan kebijaksanaan pemimpin yang diharapkan bisa membawa
kesejahteraan bagi masyarakatnya, serta dapat mengatasi permasalah yang terjadi dalam
masyarakat.

https://tripsumba.com/budaya/6-motif-kain-khas-sumba/

4. Kain Sumba Motif Manusia


Kain khas Sumba dengan motif manusia juga salah satu motif kain yang berasal dari
Kabupaten Sumba Timur. Motif ini melambangkan manusia yang polos, ketakutan , dan
juga kesendirian , namun motif ini juga berfungsi untuk menolak kejahatan.

https://tripsumba.com/budaya/6-motif-kain-khas-sumba/

5. Kain Sumba Motif Mamuli


Kain Sumba dengan motif Mamuli merupakan salah satu motif kain yang ada di
Kabupaten Sumba Barat.
Dan motif ini biasa digunakan oleh wanita di Kabupaten Sumba Barat sebagai
lambang wanita yang maskulin serta wanita yang feminim.

https://tripsumba.com/budaya/6-motif-kain-khas-sumba/

6. Kain Sumba Motif Garis juga merupakan kain khas Sumba Barat, dan yang
membedakan dengan motif Mamuli adalah Motif Kain Garis digunakan untuk para pria.

https://tripsumba.com/budaya/6-motif-kain-khas-sumba/

7. Motif Kain Tenun Kurangu


Motif Kurangu atau dalam Bahasa NTT punya arti motif udang. Motif batik khas NTT dengan
bentuk udang ini sepertinya adalah yang paling populer yang bisa anda temukan bila berkunjung
ke NTT. Hal ini karena memang salah satu makanan favorit raja raja Sumba terdahulu adalah
udang. Masyarakat NTT percaya bahwa udang yang punya kulit luar yang keras dan akan
mengganti kulit pada periode tertentu, adalah cerminan fase kehidupan manusia. Manusia yang
tumbuh dalam kehidupan ini akan selalu mengalami perubahan dan peningkatan dalam hidupnya.
Sehingga lambing sebagai udang ini bisa diartikan bahwa dibalik suatu kematian aka nada
kehidupan lainnya yang menunggu. Makna filosofis ini kemudian digunakan sebagai motif kain
tenun.

https://images.app.goo.gl/CfQ46nJvAz1wciSt6
8. Bula molik
Bula Molik adalah nama untuk aksesoris seperti mahkota yang digunakan oleh Wanita suku
Rote di NTT. Bentuk hiasan yang digunakan di kepala ini memang unik yaitu seperti bulan sabit.
Aksesoris ini akan digunakan di dahi Wanita suku Rote NTT dan saat ini seakan menjadi ciri khas
pakaian adat NTT umumnya. Bentul bulan sabitnya cukup besar sehingga akan terlihat mencolok
namun cantik digunakan. Biasanya mahkota bulan sabut ini akan menggunakan warna dasar emas
yang membuatnya makin elegan.

https://nttbangkit.com/6-aksesoris-khas-ntt-dan-makna-dibaliknya/
C. TORAJA

Toraja merupakan salah satu suku yang terkenal di Indonesia dengan keunikan
kebudayaanya. Suku Toraja merupakan sebutan etnis bangsa yang tinggal di wilayah
pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan dengan terbagi menjadi dua kabupaten yaitu
Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Toraja Utara dengan mayoritas masyarakat memeluk
agama Kristen, Islam, dan Animisme yang dikenal dengan Aluk To Dolo.

Salah satu bentuk kebudayaan Tana Toraja yang masih bertahan hingga saat ini adalah
bangunan rumah tradisional Tana Toraja yang unik dan berbeda dibandingkan dengan
bangunan rumah daerah lain. Ciri utama dari bangunan rumah tradisional Tana Toraja
ialah bentuk atap yang menjulang pada bagian depan dan belakangnya sehingga
menyerupai bentuk kapal. Hal yang cukup menarik adalah bahwa setiap detail bangunan
rumah tradisional Tana Toraja memiliki falsafah dasar yang bermakna.

Berikut saya lampirkan beberapa ornamen yang berasal dari Toraja sebagai berikut :

1. Motif Kepala Kerbau


https://shopee.co.id/Hiasan-
Dinding-Ukiran-PA%27-Tedongan-
%28Kerbau%29-Toraja-Bagus-dan-
Murah-i.41090338.3617229307

Ragam hias semacam ini


merupakan hasil gubahan dari bentuk
kepala manusia dan elemen hias
lainnya. Ragam hias ini berasal dari
daerah Toraja, Sulawesi Tengah,
dipergunakan untuk menghiasi dinding
rumah pada ruangan depan. Bahan
yang dipergunakan dari kayu, diukir,
seringkali hanya bisa dilukiskan saja
denga bahan warna-warni
2. Hiasan Geometri

https://www.ruparupa.com/blog/rumah
-adat-tongkonan/

Patung ini terletak pada bagian atas


rumah tongkonan. Terdapat tiga jenis
patung dari kepala kerbau yaitu warna
putih, hitam, dan belang. Bagi pemilik
rumah yang dihormati, maka patung
tersebut ditambahkan dengan patung
kepala naga atau ayam.

3. Pa'Limbongan

Pa'Limbongan memiliki arti sebagai sumber mata air yang tidak pernah
kening yang dapat memberi kehidupan alam sekitarnya. Berasal dari kata
"Limbong" yang berarti danau.

Ukiran jenis ini diyakini sebagai Ne' Limbongan yang merupakan nama orang.
Kabarnya dia adalah arsitek Toraja pertama yang sekaligus penemu ukiran Toraja
sekitar 3.000 tahun yang silam.

Pa'Limbongan menunjukkan makna bahwa orang Toraja gigih dan bertekad


memperoleh berkat dan rezeki dari empat penjuru mata angin dan bagaikan mata
air yang bersatu dalam satu danau dan memberikan kebahagian bagi anak
cucunya. Ukiran Pa'Limbongan ini dilukiskan pada dinding rumah bagian
samping
https://ru.pinterest.com/pin/357965870365025449/

4. Pa'Tangke Rapa'

Pa'Tangke Rapa' memiliki arti ukiran yang diciptakan mirip sebatang tangkai
yang rapat ke tanah. Berasal dari kata "Tangke" yang berarti tangkai dan "Rapa"
yang berarti sampai ke tanah.

Ukiran Pa'Tangke Rapa' ini berisi harapan agar pemilik rumah, anak dan cucu
kelak damai penuh kebahagiaan. Sehingga tidak mudah goyah oleh sesuatu
yang dapat merugikan rumpun keluarga besar.

Jenis ukiran ini dilukiskan pada kayu melintang. Serta ukiran ini digunakan
pada dinding bagian tengah samping rumah dan depan.

https://ru.pinterest.com/pin/294211788170813113/

5. Fuya

Ragam hias kepala kerbau dan unsur lain yang sudah digayakan. Ragam hias
ini biasanya dipergunakan untuk menghiasi pakaian-pakaian dan untuk hiasan ikat
kepala, berasal dari daerah Toraja dan Tolompau di Sulawesi. Bahan yang
dipergunakan dari kulit kayu yang disebut Fuya.
https://shopee.co.id/Syal-Tenun-Wisuda-Syal-Slempang-Badan-TERLARIS-
i.16904697.2086231467?sp_atk=8982f12f-1fac-4f14-be18-
7788640deb8c&xptdk=8982f12f-1fac-4f14-be18-7788640deb8c

6. Pa` Barre Allo


Pa'barre allo adalah ukiran yang namanya berasal dari Bahasa Toraja, 'Barre' yang
berarti bulatan atau bundaran dan 'Allo' berarti matahari. Ukiran ini memiliki bentuk
yang menyerupai matahari bersinar terang dan memberi kehidupan kepada seluruh
makhluk penghuni alam semesta.

https://bp-guide.id/AXzqp81D

7. Pa`kapu` Baka
Dengan bentuk ukiran yang menyerupai simpulan-simpulan penutup bakul,
pa'kapu' baka merupakan ukiran toraja yang umumnya dijumpai pada rumah
tradisional di sana. Berasal dari kata 'kapu' berarti ikat dan 'baka' berarti bakul
yang melambangkan kekayaan dan kebangsawanan, pola kepemimpinan pemilik
rumah yang sulit ditiru.

https://todiart.com/id/shop/arsitektural/panel-kecil/panel-rumah-toraja-ukir-antik-pa-
kapu-baka-32cm-x-42cm/

8. Hiasan Baju atau Karung


Ragam hias dari daerah Toraja, Sulawesi Tengah. Ragam hias ini banyak
dimanfaatkan sebagai hiasan baju maupun kain sarung, merupakan hasil
pengolahan unsur-unsur estetik dari titik, garis, bidang tekstur, yang diorganisir
menjadi seni ornamen.
D. DAYAK

Kalimantan adalah salah satu pulau besar yang berada di wilayah Republik
Indonesia,dan kurang lebih seperempat dari pulau ini merupakan wilayah negara lain
yaitu Negara Malaysia dan Brunai Darusalam. Masyarakat yang mendiami pulau ini
sangat beragam, namun yang paling banyak adalah suku Dayak. Masyarakat Suku Dayak
hidup menyebar di seluruh pulau Kalimantan. Suku Dayak ini masih terbagi lagi menjadi
beberapa kelompok antara lain Suku Dayak Iban, Suku Dayak Kenyah, Suku Dayak
Kayan dan Suku Dayak Bahau, dan masih banyak rumpun rumpun yang lainnya.

Suku Dayak merupakan suku tertua di pulau Kalimantan yang sampai saat ini mampu
bertahan dan beradaptasi dengan alam serta setia taat mempertahankan tradisi warisan
leluhurnya ( Suku Dayak Kenyah Kalimantan Timur). Suku Dayak memiliki kebudayaan
yang sangat unik, salah satu di antaranya adalah kepiawaiannya dalam membuat seni hias
atau ornamen.( Leonaldy, Dkk, 2015 ). Budaya membuat ornamen ini merupakan warisan
yang sudah turun menurun dari generasi ke generasi yang telah tergenerasi dengan baik.

Berikut beberapa motif dengan sumber ide dari tumbuhan antara lain :

a. Motif bunga terong,


Memiliki arti pangkat atau kedudukan seseorang,penciptaan motif ini
terinspirasi dari bunga tumbuhan terong. ◦ Didalam masyarakat Suku Dayak motif ini
ada digambarkan dalam dua persi yaitu: motif bunga yang berkelopak enam dan motif
bunga yang berkelopak delapan.

https://images.app.goo.gl/TYBg1aubBSV9dbBr6

b. Motif pohon kehidupan


Motif ini sebagai lambang kesuburan yang penciptaannya terinpirasi dari pohon besar
yang rindang dimana pohon tersebut menjadi tempat para binatang berlindung, bersarang,
bahkan mencari makanan. Disamping itu, pohon itu juga sebagai sumber mata air pada saat
musim kemarau.
https://pin.it/2yvlZ2L
c. Motif Pucuk Rebung,
Motif ni memiliki makna mengenai perjalanan hidup yang mendorong manusia agar
selalu melangkah di jalan yang lurus. Penciptaan motif ini terinspirasi dari tunas muda
tanaman bamboo yang biasa juga disebut rebung. Dalam pengambarannya motif ini berbentuk
segi tiga yang meruncing ke atas dengan bagian pangkal yang besar.

https://pin.it/4Tbr6n6

d. Motif Kamang,

Motif ini memiliki makna daya magis yang melambangkan kekuatan dan keberanian,
yang penciptaannya terinspirasi dari roh leluhur Suku Dayak. Dalam penggambarannya motif
ini menggambarkan seorang yang sedang duduk menggunakan cawat.
https://www.facebook.com/photo/?fbid=3026510194106022&set=pcb.3026510300772678

e. Motif Burung Enggang,

Motif ini dimaknai sebagai symbol dunia atas,juga sebagai lambing kedekatan
masyarakat Suku Dayak dengan alam, segala bagian tubuh burung enggang melambangkan
kehebatan, keagungan, perdamaian, sayapnya yang kokoh melambangkan pemimpin yang
selalu melindungi rakyatnya, sedangkan ekornya yang Panjang sebagai symbol kemakmuran,
burung enggang juga melambangkan teladan kasih tanpa syarat.(iWareBatik.org/en ).
https://www.bukalapak.com/p/industrial/perkakas-rumah-tangga/12ocdrp-jual-ukiran-kayu-ulin-khas-
kalimantan-tameng-motif-burung-enggang-ukuran-kurang-lebih-50x18

f. Motif Nagajata/Juata)
Sebagai lambang makhluk suci, penguasa alam bawah (air dan tanah)

https://images.app.goo.gl/wRtS7N1wpmjthJNr7
E. BATAK

a. Seni Hias Suku Batak


Suku Batak adalah suku yang berasal dari provinsi Sumatra Utara, suku Batak
memiliki 6 sub suku/etnis yaitu: Angkola, Karo, Mandailing, Pakpak, Simalingun, dan
Toba. Keseluruhan subetnis suku Batak memeiliki marga yang diwariskan oleh keturunan
mereka dan banyak marga yang dipakai oleh lebih dari satu subetnis.
b. Penerapan seni hias Batak
Dalam kehidupan sehari hari, sampai saat ini suku Batak sangat kuat dan
memegangteguh nilai nilai seni taridisinya, salah satunya dalam melestarikan seni
hias ( gorga ) yang sangat khas, unik dan estetik. Berbagai seni hias ini banyak
diaplikasikan pada arsitektur tempat tinggal maupun tempat ibadah, pada perabotan
rumah tangga, barang tekstil dan ukiran pada batu
c. Seni hias dalam pandangan masyarakat Batak
Seni hias atau ornamen yang terdapat pada rumah adat Batak Toba, disamping
merupakan salah satu warisan seni budaya, ada kalanya dipergunakan sebagai media
pengobatan sehingga merupakan kekuatan roh yang dipahatkan pada rumah tersebut
maupun benda benda pkai lainnya.( Baginda Sirait, 1980, 51)
Berikut saya lampirkan beberapa motif hias yang berasal dari Batak :
1. Gorga Dalihan Natolu

Seni hias ini memiliki makna simbolis agar kita selalu hormat terhadap orang
lain dan selalu bersikap hati-hati terhadap teman atau teman semarga (D Nasution,
1983,85)

a. Gorga Sitompi

Berasal dari kata tompi yaitu sejenis alat yang digunakan untuk
mengikat leher kerbau pada gagang bajak pada saat membajak di sawah. Hiasan
ini bermakna sebagai peringatan untuk tidak menyisihkan atau mengabaikan
golongan tertentu di dalam masyarakat yang intinya adalah untuk mengajak kita
selalu saling mencintai satu sama lain di dalam ikatan persaudaraan dan ikatan
kebudayaan (D Nasution, 1983,82)
2. Gorga Simeol-eol

Bentuknya seperti jalinan sulur tumbuh-tumbuhan, putaran garisnya


melengkung kle dalam dan ke luar yang mempunyai makna sebagai
menunjukan rasa kegembiraan bagi penghuni rumah setiap saat (D Nasution,
1983,73)

https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Fwww.detik.com%2Fsumut
%2Fbudaya%2Fd-6735440%2Fseni-ukiran-gorga-batak-arti-fungsi-jenis-cara-
pembuatan&psig=AOvVaw00GDSm_YXOfLtLlfDxRuAy&ust=1696426115606000
&source=images&cd=vfe&opi=89978449&ved=0CBEQjRxqFwoTCJCM4vD92YE
DFQAAAAAdAAAAABAE

3. Gorga Sitagan
Tagan adalah kotak kecil digunakan sebagi tempat rokok atau sirih, bentuk tutup dan
badan tagan merupakan bidang yang simetris. Seni hias ini bermakna sebagi peringatan
kepada penghuni rumah terhadap setiap tamu agar selalu bersikap sopan santun kepada tamu
yang datang (D Nasution, 1983,86)

4. Gorga Iran-iran
Iran-iran adalah jenis pemanis muka manusia dan sebagai penghias bendabenda pakai
lainnya seperti tongkat, gagang pisau dn hiasan tepi ulos. Yang memiliki makna yaitu
mempercantik dan memperindah wajah rumah agar nampak leboih berwibawa (D Nasution,
1983,74)
https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Fwww.tagar.id%2Fkualitas-
ukiran-gorga-terbaik-karya-seniman-di-toba&psig=AOvVaw3McN_2YkNCrj-
yU8ACEA4Y&ust=1696426424882000&source=images&cd=vfe&opi=89978449&v
ed=0CBEQjRxqFwoTCMDqooT_2YEDFQAAAAAdAAAAABAE

F. JAWA (HINDU – BUDHA)


1. Meander
merupakan suatu pola ragam hias menyerupai huruf T, dibuat tegak dan terbalik, disusun
berselang-seling. Meander umum ditemukan dalam seni Tionghoa. Bentuk meander dapat
berbentuk melengkung menyerupai bentuk ‘pinggir awan’. Meander sering diartikan sebagai
motifkain, maupun dunia bawah. Motif meander baru ditemukan pada candi di klasik muda,
salah satunya yakni pada candi Jago. Motif meander bersifat estetis, digunakan sebagai
penghias bidangdinding pada kaki candi Jago.

https://images.app.goo.gl/yK4Sksx5mJSgSVDe6

2. Motif Tumpal
ditemukan menghiasi elemen candi pada zaman Klasik Tengah dan Klasik Muda.
Motif Tumpal pada elemen candi bersifat sebagai estetis. Contoh terdapat pada candi
Penataran (Candi Angka Tahun), candi Kidal dan candi Jago. Motif tumpal muncul pada
zaman Klasik Muda karena pada saat itu, masyarakat jawa khususnya jawa timur sedang
memasuki tren membatik. Tidak hanya pada kain, motif batik ini diimplementasikan pula
kepada candi sebagai bangunan suci pada kerajaan Hindu - Buddha.
3. Kalpataru atau Kalpawrksa
Pohon kahyangan, hidup sepanjang masa, tempat menggantungkan segala asa.
Dijaga oleh makhluk kahyangan Kinara – Kinari, berwujud setengah manusia setengah
burung. Penggambaran Kalpataru dapat dimaksudkan sebagai penggambaran dunia atas
(surga) di dunia bawah, sehingga manusia pada dunia bawah dapat melihat dan memahami
bagaimana kehidupan di dunia atas.

4. Motif Purna-kalasa
Merupakan ragam hias yang sangat indah, berbagai bunga dandaun-daunan keluar dari
Jambangan memiliki nilai simbolik sebagai lambang kesuburan dankemakmuran,
berkaitan dengan dewa kuwera, dalam mitologi Hindu merupakan dewa kekayaan.
Purnakalasa terdapat pada masing-masing era: Klasik Tua, Klasik Tengah, dan Klasik
Muda. Penempatan ornamen purnakalasa tidak mengikat pada pembagian kepala, badan
dan kakicandi, tetapi lebih mengindikasikan lambang kemakmuran dan kekayaan.
5. Patung Singa
Merupakan simbol dari keberanian, kebijaksanaan, dan kekuasaan. Dalam ajaran
agama Buddha motif hiasan singa dapat dihubungkan maknanya dengan sang Buddha.
Julukan “Singa dari keluarga Sakya” serta ajaran yang disampaikan oleh sang Buddha juga
diibaratkan sebagai suara atau Simhanada yang terdengar keras di seluruh penjuru mata
angin.
Ornamen ini dapat ditemukan pada Candi Borobudur, Candi Penataran, dan Candi
Jago. Namun ditemukan juga pada candi Hindu Prambanan, satu kombinasi dengan Motif
Prambanan. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa pada candi Hindu dapat dipengaruhi oleh
motif Buddha.

6. Relief gana
Digambarkan dengan sikap khas, yakni posisi tangan menyangga, naturalis, ekspresi
biasa, tersenyum atau marah, alat kelamin tidak diperlihatkan.
Motif Gana ditemukan pada candi era Klasik Tengah, terdapat pada Candi Prambanan, Candi
Borobudur, dan Candi Kalasan. Gana yang merupakan armada perang dewa Siwa berwujud
seperti manusia kerdil. Perwujudannya dengan proporsi tubuh utuh, dengan teknik pahat
timbul.
7. Antefix
Merupakan hiasan ‘mahkota’ segitiga (tumpal berjajar tiga) pada bagian puncak
dinding, berhias dewa dan motif sulur-suluran. Antefix biasanya diletakkan di perbatasan
atau lis yang memisahkan antara bagian candi. Antefix dibuat untuk memberi kesan
bangunan lebih tinggidaripada biasanya.

8. Medallion
Berupa ukiran berbentuk sebuah lingkaran, didalamnya dapat dihiasi dengan
ornamen lain maupun relief cerita. Diperkirakan medallion muncul akibat pengaruh Cina
yang menyebarluas, mempengaruhi kerajaan jaman klasik muda (Singosari dan
Majapahit).Ornamen medallion hanya ditemukan pada candi era Klasik Muda, seperti pada
Candi Penataran dan CandiKidal. Motif medallion bersifat sebagai elemen estetis.
9. Guirlande
Motif hiasan berbertuk untaian, berfungsi sebagai hiasan, juga untuk memberi kesan
agar kamar candi tidak terlalu kosong atau nampak terlalu tinggi. Motif Ornamen Guirlande
ditemukan pada era Klasik Tua, Klasik Tengah, dan Klasik Diperkirakan penggambarantirai
mengindikasikan suasana kebudayaan masyarakat saat itu dimana pendopo atau keraton
dihiasi dengan kain semacam tirai untuk memperindah bangunan. Motif ini bersifat sebagai
estetis, diukir pada dinding candi.

10. ‘Lidah Tangga’ atau tangga


Berbentuk sulur merupakan jenis lain dari Makara, fungsinya sama yakni sebagai
pinggiran anak tangga. Motif ‘Lidah Tangga’ ditemukan pada candi di era Klasik Tengah
dan Klasik Muda, seperti pada Candi Borobudur, Candi Penataran, Candi Kidal dan Candi
Jago. Disebut lidah karena pada bagian atas terdapat ornamen kepala kala, dimana sepanjang
anak tangga berbentuk meliuk layaknya bentuk lidah Sedangkan tangga suluran berbentuk
seperti lidah, namun telah distilir, dihiasi dengan motif tumpal dan sulur-suluran.

G. BALI
1. Patra SarI

Patra Sari dapat dikenali dengan bagian sari bunga dan diaplikasikan pada bidang-bidang
yang sempit pada bangunan. Bentuk patra sari berasal dari bentuk tumbuhan dengan jenis
batang yang menjalar dan melingkar-lingkar. Ciri dari ornamen patra sari adalah sari bunga
yang mendominasi atau menjadi pusat karya dan dilengkapi dengan lengkungan batang yang
menjalar.

https://pin.it/6CJMJZX

2. Patra Samblung

Patra Sumblung diambil dari bentuk tanaman sumblung dengan bercirikan daun-daun
yang lebar. Biasanya diaplikasikan pada bidang-bidang yang panjang pada bangunan karena
polanya yang memanjang dan berulang. Ciri dari patra sumblung adalah batang, kelopak
daun, dan dedaunan dibuat melengkung dan harmonis.

https://budaya-indonesia.org/Pepatran

3. Patra Punggel

Patra Punggel diambil dari kata punggel yang berarti potongan. Patra punggel diambil
dari bentuk dasar liking paku (sejenis flora dengan lengkung daun muda pohon paku). Patra
Punggel biasanya digunakan untuk melengkapi kekarangan (patra fauna) atau sebagai hiasan
dan merupakan ornamen yang paling banyak digunakan. Ciri dari ornamen ini terletak pada
perulangan pola-pola daun yang lebar dan memanjang secara searah atau timbal balik. Selain
itu, pola ini juga dapat dikombinasikan dengan patra lainnya.

https://budaya-indonesia.org/Pepatran

4. Ornamen Keketusan

Mengikat sifat positif seperti hidup rukun, damai sejahtera di dunia maupun akhirat dan
kebutuhan sandang, pangan, papan yang terpenuhi. Ciri dari ornamen ini yaitu mengambil
suatu bagian penting dari bentuk tumbuhan kemudian diolah dan dipolakan berulang. Dalam
penyusunan pola keketusan memperhatikan ritme dan proporsi sehingga ornamen terlihat
harmonis. Beberapa contoh dari keketusan yaitu Ornamen keketusan batun timun yang
bentuknya diambil dari stiliran biji mentimun yang disusun tidak searah dan ditambahkan
pola-pola organik. Ornamen keketusan genggong diambil dari bentuk tumbuhan kapu-kapu
yang bercirikan bentuk setengah lingkaran pada ujung daun dan lebar.
http://gungjayack.blogspot.com/2013/10/ornamen-keketusan.html

http://jambika-archi.blogspot.com/2017/11/ornamen-bali-keketusan.html

5. Karang Hasti/ Asti

Dipercaya sebagai lambang kekuatan / kekokohan bangunan dan biasanya diletakkan


pada bagian tengah / sudut dasar bangunan. Bentuk ornamen ini diambil dari kepala binatang
gajah, belalai, serta gadingnya dan dilengkapi dengan ornamen Patra Punggel.

http://gungjayack.blogspot.com/2013/10/ornamen-kekarangan-4.html

6. Ornamen Karang Sai


Di ambil dari bentuk stilir binatang kelelawar dengan gigi yang tajam/ Ornamen ini juga
dikombinasikan dengan Patra Punggel dan Patra Bun-bunan. Ornamen ini dapat diletakkan
di atas pintu rumah tinggal.

http://gungjayack.blogspot.com/2013/10/ornamen-kekarangan-4.html

7. Ornamen Karang Celeng

memiliki arti bahwa kekuasaan Tuhan tidak dapat diselami oleh siapapun. Ornamen ini
diambil dari cerita mencari ujung dan pangkal dari lingga Ciwa, dimana Dewa Wisnu
berubah menjadi seekor celeng/babi dan kemudian di stilir menjadi karang celeng/babi.

http://gungjayack.blogspot.com/2013/10/ornamen-kekarangan-4.html
8. Ukiran Kayu Khas Bali

Ukiran kayu dari daerah bali bisa digunakan selain sebagai hiasan pada
ruangan, banyak juga digunakan sebagai hiasan untuk tempat peribadatan. Ciri khas
dari motif ukiran kayu asal daerah bali adalah motif daun, bunga, buah yang dibuat
dengan bentuk cembung dan cekung.

https://sendokkayu.com/ukiran-kayu-daerah-indonesia/

H. JAWA (ISLAM)
Ragam hias di Masjid Sunan Giri menggambil dan mengolah unsur-unsur pra Islam
sebagai motifnya, dengan beberapa perubahan/pengembangan, menyesuaikan dengan
aturan yang terdapat dalam Agama Islam. Hal ini dapat dilihat dari bentuk dan makna
simbolik ragam hias tersebut. Ragam Hias tersebut ditempatkan pada beberapa bagian,
antara lain:
1. Ragam Hias di Pintu Paduraksa
Pintu masuk Masjid Sunan Giri berbentuk paduraksa dan dihiasi berbagai
bentuk ragam hias seperti motif tlacapan, patran, hingga lung-lungan. Motif tlacapan
dan patran berada di tumpangsari pintu masuk. Motif tlacapan di tumpangsari
terbagi menjadi dua bentuk. Motif tlacapan jenis pertama berada di sudut atas, sisi
utara maupun sisi selatan tumpangsari.
RUANG

https://ojs.unud.ac.id/index.php/ruang/article/download/59383/34493/
BENTUK DAN MAKNA SIMBOLIK RAGAM HIASPADA MASJID SUNAN GIRI

2. Ragam Hias di Tiang Penyangga


Pada bagian bawah tiang penyangga terdapat penggambaran dua jenis ragam
hias, yaitu motif lung-lungan dan motif patran. Motif lung-lungan tersusun dari dua
bagian tumbuhan yaitu tangkai dan daun yang menjalar memenuhi bidang panel. Pola
penyusunan tumbuhan tersebut menyerupai motif sulur lengkung, yang sering
terdapat di pelipit candi. Sedangkan motif patran di bagian bawah tiang penyangga
terbagi menjadi dua bentuk. Motif patran jenis pertama berbentuk deretan daun yang
disusun saling berhadapan dan mengapit motif lung-lungan dari kedua sisinya, yaitu
di bagian atas dan bagian bawah.

RUANG

https://ojs.unud.ac.id/index.php/ruang/article/download/59383/34493/
BENTUK DAN MAKNA SIMBOLIK RAGAM HIASPADA MASJID SUNAN GIRI
3. Motif tlacapan dan motif saton
Motif tlacapan tersebut berbentuk dua lapisan daun dan setengah bidang lingkaran.
Lapisan daun pertama berada di bagian dalam, sebagai isen-isen bersama dengan bidang
setengah lingkaran. Sebaliknya lapisan daun kedua di sisi luarnya yang membentuk bidang
segitiga sama kaki. Motif ini disusun saling berhadapan dan dipisahkan oleh serangkaian
ragam hias lain di bagian pangkalnya. Sedangkan motif saton pada tiang penyangga berada
di dasar motif tlacapan. Motif saton dan motif tlacapan merupakan sebuah kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/ruang/article/download/59383/34493/
RUANG BENTUK DAN MAKNA SIMBOLIK RAGAM HIASPADA MASJID SUNAN GIRI

4. Motif praba
Motif praba menghiasi di bagian atas dari tiang penyangga (soko guru-soko rowo)
ruang utama. Motif praba disusun secara berderet-deret, saling berhadapan ke arah atas
danbawah (Gambar 4). Motif praba ini berbentuk susunan sulur-suluran. Sulur-suluran di
ujung motif praba membentuk tiga ujung, sebaliknya di pangkal motif praba, sulur-
suluran tersebut berbentuk daun. Karena pola penyusunannya yang berderet-deret membuat
bagian pangkal motif ini saling terhubung dan berkesan membentuk segi delapan/surya
majapahit. Bentuk surya majapahit ini didukung dengan adanya hiasan garis-garis yang
disusun mengelilingi bagian dalam bidang tersebut. Seperti motif lainnya, permukaan motif
praba pada tiang penyangga juga dilapisi dengan cat berwarna emas.

RUAN

https://ojs.unud.ac.id/index.php/ruang/article/download/59383/34493/
BENTUK DAN MAKNA SIMBOLIK RAGAM HIASPADA MASJID SUNAN GIRI

5. motif garuda dan motif praba


Motif garuda jenis pertama menghadap ke sisi luar, dan saling berhadapan. Motif ini
tidak menampilkan wujud burung garuda secara utuh, akan tetapi berwujud stilasi sayap
burung garuda (lar). Penggambaran lar sebagai simbol burung garuda merupakan hal yang
umum, dan banyak ditemukan sebagai penghias motif batik klasik Jawa. Sedangkan motif
praba jenis pertama terletak di kedua sisi bagian bawah dari ujung balok sunduk dan kili.
Motif ini berwujud sulur-suluran yang disusun membentuk tiga sudut di bagian ujungnya
dan datar di bagian pangkalnya.
6. Motif kebenan ini berbentuk menyerupai kumuda (teratai putih)
penggambaran bentuk bunga teratai yang masih berupa kuncup. Meskipun
bentuknya menyerupai kumuda, motif ini masih termasuk ke dalam kategori motif kebenan.
Kebenan tersebut berdiri di atas sebuah dasar/alas berbentuk bidang persegi, yang terdapat
hiasan berbentuk tali di atasnya. Tali tersebut melingkar mengikuti bentuk bagian bawah
kebenan. Kebenan dan hiasan di bagian dasarnya dicat warna emas.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/ruang/article/download/59383/34493/
RUANG BENTUK DAN MAKNA SIMBOLIK RAGAM HIASPADA MASJID SUNAN GIRI
7. Motif padma
sebagai hiasan pada pangkal lampu gantung yang berada di bagian tengah ruang utama.
Motif tersebut berbentuk bunga teratai merah yang sedang mekar. Bagian tengah motif
padma ini berbentuk lingkaran. Lingkaran tersebut terbagi menjadi dua bagian, bagian
dalam yang berwarna merah yang ditengahnya terdapat lubang tempat keluarnya rantai dari
lampu gantung. Sedangkan lingkaran di bagian luarnya berwarna emas dan berperan sebagai
pembatasnya

https://ojs.unud.ac.id/index.php/ruang/article/download/59383/34493/
RUANG BENTUK DAN MAKNA SIMBOLIK RAGAM HIASPADA MASJID SUNAN GIRI
I. MINANGKABAU
1. Motif Sirih Gadang
Motif sirih gadang terdiri atas dua garis melengkung ke dalam yang saling
berhadapan pada sumbu vertikal. Motif ini merupakan bagian dekorasi pada bangunan
tradisional Minangkabau, seperti rumah gadang, balai adat, dan surau. Motif ini dipahatkan
pada kayu untuk mengisi bidang besar pada dinding luar bangunan.

https://id.wikipedia.org/wiki/Sirih_gadang
2. Pucuak Rebuang

Pucuk Rebung dianggap mengambil bentuk pucuk tunas bambu atau rebung
(rabuang). Rebung adalah fase awal kehidupan bambu. Rebung biasanya dijadikan bahan
makanan oleh masyarakat Minangkabau dan masyakrakat di Sumatera pada umumnya.
Bambu yang sudah besar (dewasa) dinamakan betung (batuang), memiliki sifat yang lentur
sehingga dapat dijadikan kerajinan tangan. Bambu yang sudah tua dinamakan ruyung
(ruyuang), banyak dipakai untuk sesuatu yang kuat atau penyangga seperti tiang, lantai, atau
dinding rumah.[1] Fase-fase bambu tersebut dapat ditarik maknanya pada kehidupan manusia,
yakni agar seseorang bisa berguna seumur hidupnya.

https://id.wikipedia.org/wiki/Pucuk_rebung#/media/Berkas:Bamboofabric.png
3. Ornamen Kaluak Paku
Pada Rumah Gadang umumnya ditempatkan pada panel dinding dan tiang. Motif ini ide
dasarnya dari tumbuhan pakis, terutama pakis yang bisa dikonsumsi untuk sayuran. Di Minangkabau
disebut “paku”.

4. Set Pelaminan
Set pelaminan yang menampilkan karakter Gonjong, secara gamblang
mengindikasikan bangunan tradisional Minangkabau; Rumah Gadang. Ukiran
yang digunakan juga khas ornamen Minang.

5. Motif Itiak Pulang Patang


Motif Itiak pulang patang ini menggambarkan keselarasan, keharmonisan,
kepatuhan, keteraturan, ketertiban dan kedisiplinan, serta kesatuan yang kokoh
masyarakat Minangkabau.
6. Motif Aka Cino Sagagang (Akar cina setangkai)
Motif Aka Cino Sagagang melambangkan perantau Minang yang kuat,
ulet, dan gigih dalam mengarungi kehidupan di perantauan. Gambaran semangat
dan nilai sosial masyarakat Minangkabau yang ulet dan tangguh dalam menempuh
hidup, meskipun sulit sekalipun.

7. Motif Saik Ajik (sayatan/potongan dodol)


Motif ini terinspirasi dari bentuk potongan makanan khas Minangkabau, yaitu ajik
dan galamai. Ajik dan galamai dihidangkan dalam bentuk irisan yang rapi, seperti belah
ketupat atau jajaran genjang.

Anda mungkin juga menyukai