Saham sendiri tergolong benda bergerak yang dapat diperdagangkan antara pembeli dan penjual terkait dengan
[3]
perubahan kepemilikan. Selain itu, saham juga dapat digadaikan, dengan ketentuan kegiatan tersebut tidak secara
khusus dilarang dalam anggaran dasar perseroan. Setelah menggadaikan saham, pemilik dapat menerima pinjaman
yang dapat digunakan untuk menginvestasikan kembali portofolio investasinya atau mendanai kebutuhan
produktif/konsumtif (misalnya membeli kendaraan operasional, sewa gudang, atau membayar pinjaman jangka
[4]
pendek).
Belakangan ini, praktik gadai saham menjadi alternatif yang banyak diminati investor di tengah fluktuasi Indeks Harga
Saham Gabungan (“IHSG”) dan potensi resesi ekonomi di tahun 2023, yang membuat investor menjadi lebih berhati-
[5]
hati dalam jual-beli saham. Selain itu, PT Pegadaian juga memperkenalkan kembali fitur layanan yang memberikan
kredit kepada nasabah untuk jangka waktu tertentu dengan memperhitungkan kepemilikan saham dan/atau obligasi
tanpa warkat yang tercatat dan diperdagangkan melalui Bursa Efek Indonesia (“BEI”).
Dengan latar belakang tersebut, Hukumonline mengangkat topik gadai saham dalam edisi Indonesian Law Digest
(ILD) kali ini dan memberikan panduan praktis bagi pihak-pihak yang ingin melakukan gadai saham. Analisis ini juga
menyoroti berbagai hal penting yang berkaitan dengan penyelenggaraan gadai saham dan didasarkan pada kerangka
hukum berikut:
Untuk memberikan pembahasan yang menyeluruh mengenai hal tersebut, analisis kami dibagi menjadi beberapa
bagian berikut:
Sejalan dengan pengertian tersebut, maka barang yang digadaikan harus berupa benda bergerak, baik yang
berwujud maupun yang tidak berwujud. Meski pada praktiknya gadai biasanya melibatkan aset bergerak
berwujud, seperti kendaraan, akta, atau logam mulia seperti emas, gadai tidak terbatas hanya pada aset
berwujud saja. Sebagaimana diatur dalam Pasal 1153 KUHPer, benda bergerak tidak berwujud dapat
digolongkan sebagai barang gadai, dengan ketentuan bahwa pemberitahuan yang diperlukan dan bukti
[8]
tertulis pemberitahuan untuk gadai yang bersangkutan diterbitkan.
Hak gadai bersifat objektif dan melekat pada barang gadai yang bersangkutan (droit de suite). Dengan kata
lain, kreditur sebagai penerima gadai juga berhak untuk menuntut hak atas aset yang diagunkan dan juga
berhak untuk menjual aset yang diagunkan apabila debitur yang bersangkutan sebagai pemberi gadai
[9]
wanprestasi atau tidak melunasi pinjamannya.
Meski sudah ditetapkan bahwa dalam proses gadai para pihak yang terlibat terdiri dari kreditur sebagai
penerima gadai dan debitur sebagai pemberi gadai, tidak menutup kemungkinan bagi pihak ketiga untuk
bertindak sebagai perantara pemberi gadai dan penerima gadai. Terlepas dari keterlibatan mereka dalam
penyerahan aset yang diagunkan dari pemberi gadai kepada penerima gadai, perlu digarisbawahi bahwa
tanggung jawab pihak ketiga tersebut terbatas pada penyerahan aset yang diagunkan antara kedua belah
pihak. Oleh karena itu, pihak ketiga tidak perlu membayar kreditur terkait dengan pinjaman apa pun dan
[10]
juga berhak meminta pembayaran kembali dari debitur yang bersangkutan.
Prasyarat utama yang berlaku terkait dengan gadai adalah inbezitstelling atau penyerahan kekuasaan atas
aset yang diagunkan dari pemberi gadai kepada penerima gadai. Pada dasarnya, gadai hanya akan dianggap
telah terjadi apabila aset yang bersangkutan telah lepas dari kekuasaan pemberi gadai dan telah dialihkan
kepada kekuasaan penerima gadai atau pihak ketiga yang bertanggung jawab atas penyerahan aset yang
[11]
bersangkutan.
Saham sebagai benda bergerak tidak berwujud diatur berdasarkan UU 40/2007, yang menegaskan bahwa
saham merupakan suatu benda bergerak tidak berwujud yang dapat digadaikan atau dijadikan fidusia,
[12]
sepanjang tidak ditentukan lain dalam Anggaran Dasar perseroan. Sebagai aset, saham memberikan hak-
[13]
hak berikut kepada pemegang saham:
1. Hak untuk menghadiri dan memberikan suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”);
2. Hak untuk menerima pembayaran dividen dan harta yang tersisa setelah likuidasi; dan
3. Hak untuk melaksanakan hak lainnya, sebagaimana diatur dalam UU 40/2007.
Perlu diperhatikan bahwa persyaratan pelaksanaan gadai meliputi penyerahan kekuasaan sepenuhnya dari
pemberi gadai kepada penerima gadai, selain itu perlu juga digarisbawahi bahwa dalam menggadaikan
saham, hak atas saham yang akan dialihkan kepada penerima gadai tidak termasuk hak yang
dibebankan oleh saham yang diagunkan tersebut. Dengan demikian, selama penggadaian saham, hak-hak
yang dibebani oleh saham tersebut di atas tetap menjadi milik pemegang saham yang bersangkutan
[14]
(pemberi gadai) dan tidak akan dialihkan kepada penerima gadai.
Untuk melakukan transaksi yang melibatkan gadai saham, persyaratan berikut harus dipenuhi:
1. Perjanjian Gadai
Perjanjian gadai sangat penting dalam gadai saham, selain itu perlu juga diperhatikan bahwa adanya
[15]
perjanjian tersebut harus dibuktikan agar gadai tersebut dinyatakan sah. Dalam penyusunan suatu
perjanjian gadai saham, beberapa aspek perlu diperhatikan dan dicantumkan dalam perjanjian, antara
lain namun tidak terbatas pada: 1) Jumlah saham yang akan diagunkan merupakan hal yang sangat
penting mengingat sifat saham yang berfluktuasi yang diperdagangkan melalui marketplace; 2)
Tindakan yang akan dilakukan apabila terjadi penurunan keseluruhan harga saham secara cepat yang
mengakibatkan nilai saham tersebut tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan gadai; 3)
Penyerahan hak dan batas penyerahan hak; dan 4) Pemberian kuasa kepada penerima gadai untuk
menjual aset yang digadaikan apabila pemberi gadai tidak dapat memenuhi syarat-syarat yang telah
[16]
disepakati.
2. Persyaratan Saham
Saham yang akan diagunkan atau dijadikan fidusia harus memenuhi ketentuan yang diatur dalam
[17]
POJK 40/2017 yang menyatakan bahwa: 1) Saham telah terdaftar dan diperdagangkan melalui BEI; dan
2) Nilai saham yang diagunkan paling tinggi ditetapkan sebesar 50% dari harga pasar atau kurs saham
[18]
selama penandatanganan perjanjian gadai.
[19]
Selain itu, perlu diperhatikan bahwa saham yang memenuhi kriteria berikut tidak dapat diagunkan: 1)
Saham yang tidak mengalami transaksi dalam waktu tiga bulan berturut-turut sebelum perjanjian gadai
ditandatangani; dan 2) Saham dengan harga pasar dibawah nominal yang disepakati sebagaimana
tercantum dalam perjanjian gadai.
Selain itu, dalam hal penggadaian dilakukan untuk memperoleh pembiayaan bank terhadap suatu
perusahaan efek, maka maksimum pembiayaan atau kredit yang dapat diberikan bank kepada
perusahaan hanya sebesar 25% dari modal perusahaan efek atau 15% dari modal bank. Selanjutnya,
jumlah pembiayaan atau kredit yang dapat diberikan bank tersebut kepada perusahaan efek ditetapkan
[20]
paling banyak sebesar 30% dari modal bank yang bersangkutan.
3. Penyerahan Aset
Sebagaimana diuraikan di atas, penyerahan aset yang diagunkan merupakan syarat utama pelaksanaan
gadai. Sehubungan dengan itu, penyerahan saham juga harus dilakukan pada saat gadai saham.
Penyerahan saham dapat terdiri dari penyerahan secara fisik maupun non fisik. Penyerahan secara fisik
umumnya dilakukan melalui penyerahan surat saham kepada penerima gadai pada saat
penandatanganan perjanjian gadai yang bersangkutan.
Namun, penyerahan secara fisik akhir-akhir ini mulai menurun sedangkan penyerahan secara non fisik
semakin meningkat, sebagaimana didukung oleh konversi saham menjadi data elektronik yang
disimpan secara kolektif oleh PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (“PT KSEI”). Dalam skenario ini, PT KSEI
akan menerbitkan surat pernyataan kepemilikan atas saham beserta laporan pembukaan dan
penutupan berupa data komputerisasi. Penyerahan saham secara non fisik selanjutnya akan dilakukan
melalui sistem penyelesaian pemindahbukuan yang meliputi pemindahan aset yang bersangkutan dari
[21]
rekening pemberi gadai ke rekening penerima gadai.
Pemberitahuan dan pengumuman gadai saham merupakan syarat utama dalam keseluruhan proses
gadai saham. Sebagaimana secara khusus diatur dalam Pasal 1153 KUHPer, bahwa benda bergerak tidak
berwujud dapat menjadi objek gadai dengan ketentuan bahwa pemberitahuan yang diperlukan dan
[22]
bukti tertulis pemberitahuan gadai diterbitkan. Pemberitahuan mengenai gadai saham tersebut harus
disampaikan kepada emiten yang bersangkutan dan Badan Administrasi Efek (“BAE”) untuk mencegah
penyalahgunaan saham yang diagunkan. Pemberitahuan tersebut memungkinkan emiten untuk
mencatat penyerahan pada daftar pemegang saham perusahaan dan untuk menentukan penyesuaian
[23]
hak sebagai akibat dari penyerahan tersebut.
Singkatnya, untuk melakukan transaksi gadai saham yang sah, semua persyaratan umum gadai, serta
persyaratan yang berlaku untuk gadai saham, harus dipenuhi.
Bagan alur di bawah ini menjelaskan proses gadai saham melalui metode perdagangan dengan warkat:
B. Perdagangan Tanpa Warkat
Dalam perdagangan tanpa warkat, penyerahan surat saham fisik tidak lagi diperlukan karena saham sudah
dikonversi menjadi data elektronik C-BEST dan tersimpan di sistem PT KSEI. Namun, bukti kepemilikan
saham akan diterbitkan oleh PT KSEI berupa surat pernyataan kepemilikan, serta laporan pembukaan dan
[24]
penutupan saham yang bersangkutan. Dalam skema gadai ini, penyerahan aset umumnya dilakukan
[25]
melalui penyelesaian pemindahbukuan.
Gadai saham melalui perdagangan tanpa warkat dapat dilakukan melalui tiga skenario yang berbeda,
sebagaimana dirangkum di bawah ini:
Dalam hal saham yang diagunkan disimpan di penyimpanan kolektif, maka berlaku mekanisme berikut:
Metode gadai ini berlaku apabila saham yang diagunkan disimpan secara kolektif dalam penyimpanan
kolektif yang ditangani oleh pemegang rekening. Dalam hal ini, pemberi gadai harus melibatkan pemegang
rekening dalam proses penarikan saham yang akan diagunkan. Proses ini diuraikan sebagai berikut:
Gadai Melalui PT Pegadaian
PT. Pegadaian juga memfasilitasi gadai saham yang dilakukan melalui mekanisme tanpa warkat tanpa
adanya penitipan kolektif. Dalam memfasilitasi gadai saham, PT Pegadaian menawarkan berbagai fitur
pelayanan yang berbeda dalam keseluruhan mekanisme gadai saham di luar PT Pegadaian. Daftar di bawah
[26]
ini menguraikan karakteristik gadai saham melalui PT Pegadaian:
1. Secara umum gadai saham hanya berfungsi sebagai tambahan objek gadai yang menggantikan benda
bergerak lainnya karena sifatnya yang fluktuatif. Namun perlu diperhatikan bahwa gadai saham melalui
PT Pegadaian hanya ditawarkan secara eksklusif kepada individu dan institusi yang hanya ingin
menggadaikan efeknya tanpa menggadaikan benda bergerak lain;
2. Pembiayaan dari gadai saham kepada PT Pegadaian bersifat multiguna dan bukan hanya
diperuntukkan unutk pembelian kembali saham melalui BEI;
3. PT Pegadaian memiliki suku bunga yang kompetitif; dan
4. Jangka waktu penjaminan melalui PT Pegadaian lebih fleksibel.
Dalam konteks kerangka hukum, perlu diperhatikan bahwa dasar hukum gadai saham tanpa warkat melalui
PT Pegadaian adalah berdasarkan Pasal 55, UU 8/1995. Dengan demikian, hak yang melekat pada saham
tidak akan berpindah kepada penerima gadai selama jangka waktu gadai saham. Oleh karena itu, tata cara
[27]
dan persyaratan gadai saham melalui PT. Pegadaian dirinci sebagai berikut:
Individu
1. KTP/paspor;
2. Nomor Pokok Wajib Pajak (“NPWP”);
3. Single Investor Identification (“SID”);
4. Objek penjaminan surat berharga harus berupa saham atau obligasi;
5. Individu harus memiliki rekening bank dan nomor HP; dan
6. Individu harus mengisi formulir pengajuan.
Institusi
PT. Pegadaian akan mengevaluasi secara menyeluruh pengajuan untuk menentukan keabsahan, kebenaran dan
kelengkapan persyaratan, khususnya yang berkaitan dengan saham yang diagunkan. Berdasarkan hasil evaluasi
tersebut, PT. Pegadaian akan menentukan nilai saham yang diagunkan. Besarnya pinjaman yang akan diberikan
ditetapkan sebesar 50% dari nilai saham yang diagunkan.
Penetapan nilai tersebut secara otomatis menyatakan bahwa PT. Pegadaian telah menyetujui permohonan
pinjaman yang diajukan oleh nasabah.
Penyerahan saham yang diagunkan dilakukan sesuai dengan tata cara sebagai berikut:
1. Debitur (pemberi gadai) akan diinstruksikan oleh PT. Pegadaian untuk membuka rekening efek di bank
kustodian yang ditunjuk oleh PT. Pegadaian;
2. Pemberi gadai kemudian harus menyetor saham yang diagunkan ke dalam rekening efek tersebut;
3. Bank kustodian yang bersangkutan selanjutnya akan mengeluarkan instruksi kepada PT. KSEI meminta agar
semua transaksi yang berkaitan dengan saham yang diagunkan untuk dibekukan;
4. Setelah dipastikan bahwa saham yang diagunkan telah dibekukan oleh PT KSEI, PT. Pegadaian kemudian akan
mencairkan pinjaman yang diminta oleh pemberi gadai.
[28]
Perlu diperhatikan bahwa persyaratan berikut ini berlaku untuk gadai saham melalui PT. Pegadaian:
a. Saham tanpa warkat yang merupakan bagian dari saham dan surat berharga LQ45 yang dapat
ditransaksikan dan diagunkan melalui transaksi margin;
b. Saham tanpa warkat yang merupakan bagian dari IDX80; dan
c. Saham tanpa warkat dan obligasi korporasi yang didaftarkan dan diperdagangkan melalui BEI,
yaitu: SUN, ORI dan obligasi Badan Usaha Milik Negara (“BUMN”) dengan rating minimal A+ dan
jatuh tempo minimal 180 hari.
2. Jangka waktu gadai saham ditetapkan selama 90 hari dengan perpanjangan bersyarat;
3. Biaya administrasi berikut berlaku:
a. Top-up call saham dilakukan melalui penambahan saham kedalam rekening efek di mana saham
yang diagunkan ditempatkan; atau
b. Top-up call tunai yang dilakukan melalui pembayaran biaya tambahan kepada PT. Pegadaian agar
memenuhi persyaratan nilai 50%.
5. Pemenuhan persyaratan nilai rasio 50% harus dipenuhi dalam waktu tiga hari sejak nilai yang
bersangkutan turun di bawah 50%. Kegagalan untuk memenuhi persyaratan ini dalam waktu tiga hari
akan mengakibatkan pelaksanaan lelang saham oleh PT. Pegadaian.
Perlu diketahui bahwa mekanisme gadai saham di PT Pegadaian akan diselenggarakan oleh Agen Gadai
[29]
Saham (“Agen”) resmi yang meliputi:
1. Agen Kustodian, yang melakukan pemblokiran efek selama gadai saham, yang melibatkan masukan
dari perusahaan efek berizin; dan
2. Agen Referral, yang melaksanakan penawaran dan komunikasi dengan nasabah terkait dengan gadai
saham.
Saham bersifat dinamis dan berfluktuasi dan karakteristik ini berpotensi menimbulkan sengketa selama
gadai saham, terutama pada saat saham perlu dieksekusi. Selama tahap awal gadai saham, nilai saham
dapat setara dengan nilai pinjaman yang diambil sesuai dengan kesepakatan awal. Namun, karena
sifatnya yang fluktuatif dan dinamis, nilai saham dapat menurun dari nilai awal yang diberikan pada saat
penandatanganan perjanjian. Hal ini pada akhirnya menimbulkan sengketa antara pemberi gadai dan
penerima gadai.
Sebagai tindakan antisipasi yang ditujukan untuk mengatasi skenario ini, referensi dapat diambil dari PT.
Pegadaian. Berdasarkan persyaratan yang berlaku sehubungan dengan gadai saham, PT. Pegadaian
mewajibkan pemberi gadai menjaga nilai rasio saham yang diagunkan sebesar 50%. Namun, apabila
nilai ini turun di bawah 50%, pemberi gadai akan diminta untuk memenuhi nilai 50% tersebut melalui
langkah-langkah berikut:
a. Top-up call saham yang dilakukan melalui penambahan saham ke dalam rekening efek dimana
saham yang diagunkan ditempatkan; atau
b. Top-up call tunai yang dilakukan melalui pembayaran biaya tambahan kepada PT. Pegadaian agar
memenuhi batas nilai 50%.
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, pemberi gadai memiliki peran penting dalam keseluruhan
proses gadai saham. Sehubungan dengan itu, pemberitahuan dan instruksi wajib dikeluarkan oleh
pemberi gadai agar saham tersebut dibekukan di pasar dan dicatat telah diagunkan. Proses ini
mewajibkan pemberi gadai yang bersangkutan untuk beritikad baik untuk memastikan bahwa saham
yang diagunkan telah tercatat. Selain itu, pelaksanaan proses dengan itikad baik ini juga mewajibkan
pemberi gadai untuk bertindak secara transparan dan jujur terkait dengan kondisi sahamnya sebelum
dimulainya proses gadai.
Dalam setiap pembahasan sengketa yang berkaitan dengan gadai saham, sengketa tingkat tinggi yang
melibatkan PT BFI yang digugat oleh PT. APT dan PT OM melalui dua gugatan yang berbeda tidak dapat
dihindari dari sorotan. Rincian lebih lanjut mengenai kasus ini tercantum dalam tabel di bawah ini:
PT. Aryaputra Teguharta (“PT APT”) dan PT Ongko Multicorpora (“PT OM”)
Pihak
(Pemohon) vs. PT BFI Finance Indonesia Tbk (“PT BFI”) (Termohon)
PT. APT dan PT OM menjaminkan sahamnya kepada PT BFI yang memberikan
fasilitas kredit berdasarkan Domestic Resource Factory Agreements dan
Financial Leasing Agreements. Total saham yang diagunkan untuk masing-
masing Pemohon diuraikan sebagai berikut: 1) PT APT: 111,804,732; dan 2) PT. OM:
98,388,180. Gadai saham kepada PT BSI didasarkan pada perjanjian gadai saham
(“Perjanjian”) yang bertanggal dan ditandatangani pada tanggal 1 Juni 1999 dan
direvisi pada tanggal 22 Februari 2000.
Semua pihak juga sepakat untuk menunjuk dan menugaskan The Chase
Manhattan Bank Jakarta sebagai Agen Penyimpanan atas saham yang
diagunkan tersebut.
Pada tanggal 10 Juni 1999, PT BFI mengeluarkan surat pemberitahuan kepada
PT Sirca Datapra Perdama sebagai BEA yang mencatatkan saham yang
diagunkan dalam daftar saham PT BFI, yang dikonfirmasi tercatat pada tanggal
12 Juni 1999.
Perjanjian gadai saham tersebut kemudian diperpanjang sampai dengan
tanggal 22 Februari 2000. Dengan demikian, tanggal berakhirnya gadai saham
jatuh pada tanggal 1 Desember 2000. Pada tanggal 28 November 2000,
perjanjian tersebut diperpanjang kembali sampai dengan tanggal 1 Desember
2001.
Karena masalah keuangan, PT BFI perlu merestrukturisasi pinjamannya dengan
bernegosiasi dengan para pemegang sahamnya, termasuk PT APT dan PT OM.
Ringkasan Masalah Setelah negosiasi selesai, PT APT dan PT OM menandatangani Persetujuan
Pengalihan dan Surat Kuasa yang Tidak Dapat Ditarik Kembali untuk Menjual
pada tanggal 7 Agustus 2000, yang memberikan hak kepada PT BFI untuk
menjual saham, termasuk saham yang diagunkan.
PT APT dan PT OM gagal melunasi pinjaman mereka dalam jangka waktu yang
telah disepakati dalam perjanjian gadai saham. Akibatnya, PT BFI mengalihkan
saham yang diagunkan kepada Law Debenture Trust Corporation (“LDT”)
berdasarkan Perjanjian Jual Beli Saham pada tanggal 9 Februari 2001. PT APT
dan PT OM diberitahukan mengenai penjualan ini melalui surat pada tanggal 11
Mei 2001, yang disetujui oleh kedua belah pihak.
Pada tahun 2003, PT APT dan PT OM mengajukan gugatan yang mengklaim
bahwa PT BFI telah menjual saham yang diagunkan tanpa persetujuan.
Argumen yang dikemukakan oleh PT APT dan PT OM dirangkum sebagai
berikut:
Pada sidang pertama, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat melalui putusan No.
517/Pdt.G/2003/PN.Jkt.Pst mengeluarkan beberapa putusan, antara lain sebagai
berikut.:
Putusan Mahkamah Agung Namun putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut dibatalkan oleh
No. 115 PK/Pdt/2007 Pengadilan Tinggi Jakarta melalui Putusan No. 60/Pdt/2005/PT.DKI tanggal 23
Maret 2005, yang kemudian ditegaskan oleh Mahkamah Agung melalui
(PT. OM)
dijatuhkannya Putusan No. 1478K/Pdt/2005 tanggal 27 Oktober 2005 dan
Putusan No. 115 PK/Pdt/2007 tanggal 19 Juli 2007. Selanjutnya, PT BFI dinyatakan
tidak melanggar hukum dengan menjual saham yang diagunkan PT OM.
Berdasarkan perjanjian penjaminan saham dengan PT OM, terdapat klausul
yang menyatakan bahwa perpanjangan perjanjian tidak mensyaratkan adanya
persetujuan dari PT OM dan sebaliknya hanya mensyaratkan PT BFI untuk
menerbitkan pemberitahuan perpanjangan kepada PT OM.
Sesuai dengan rapat umum pemegang saham khusus yang diselenggarakan
pada tanggal 27 Januari, penjualan saham yang diagunkan oleh PT OM
dilakukan untuk pelunasan pinjaman PT OM sebagai bagian dari proses
restrukturisasi yang juga telah disepakati. oleh PT OM.
Dua jenis klausul yang berbeda tercantum dalam perjanjian antara PT APT dan PT BFI, dan antara PT OM
dan PT BFI mengenai persyaratan yang berlaku sehubungan dengan perpanjangan tanggal berakhirnya
perjanjian. Berdasarkan perjanjian antara PT OM dan PT BFI, diatur bahwa: “[…] setiap perpanjangan
perjanjian dapat dilakukan berdasarkan keputusan Penerima Gadai setiap saat setelah memberikan
[31]
pemberitahuan kepada Pemberi Gadai.”
Klausul di atas mengizinkan PT BFI untuk memperpanjang perjanjian gadai saham tanpa harus
mendapatkan persetujuan dari PT OM. Alhasil, perpanjangan yang dilakukan oleh PT BFI tidak dianggap
sebagai tindakan sepihak selama PT BFI memenuhi kewajiban pemberitahuannya kepada PT OM.
Namun dalam perkara PT APT, perjanjian gadai saham tidak mencantumkan klausul di atas, yang berarti
bahwa PT BFI wajib meminta persetujuan dari PT APT sebelum melakukan perubahan atas perjanjian
tersebut, termasuk perubahan yang berkaitan dengan perpanjangan jangka waktu efektif perjanjian.
Perbedaan dalam aspek ini sangat bergantung pada paradigma yang dianut oleh para hakim di masing-
masing pengadilan. Dalam kasus PT APT, Pengadilan mengambil prinsip bahwa hak-hak yang berkaitan
dengan eksekusi saham yang digadaikan diatur dalam perjanjian gadai saham. Dengan demikian, hak-
hak tersebut tidak akan berlaku pada saat perjanjian gadai saham mencapai tanggal berakhirnya.
Sebaliknya, dalam kasus PT OM, pengadilan mengambil prinsip bahwa perjanjian gadai saham tetap
berlaku selama pinjaman belum dilunasi. Dengan demikian, hak untuk mengeksekusi saham yang
[32]
diagunkan juga tetap berlaku.
Berkaitan dengan aspek ini, perlu ditegaskan kembali bahwa perjanjian gadai saham bersifat accesoir
terhadap perjanjian pokok antara kreditur dan debitur. Hal ini dikarenakan gadai saham hanya dapat
dijadikan sebagai jaminan tambahan untuk melengkapi nilai jaminan yang ada. Akibatnya, efektifitas
perjanjian gadai saham hanya terikat pada efektifitas perjanjian pokok yang mengatur tentang pinjam-
meminjam di antara para pihak. Dalam konteks yang ideal, selama perjanjian pokok berlaku untuk
kedua belah pihak (yaitu pinjaman belum dilunasi), perjanjian gadai saham akan tetap berlaku dan akan
[33]
diperpanjang mengikuti masa berlaku perjanjian pokok.
Dalam aspek ini, terdapat dua sifat yang berbeda yang menjadi ciri kasus PT APT dan PT OM ini. Dalam
kasus PT OM, sebagaimana dibahas dalam rapat umum pemegang saham khusus, PT OM wajib
melunasi pinjaman kepada PT BFI sebagai bagian dari restrukturisasi pinjaman. Berdasarkan fakta
tersebut, maka saham yang diagunkan yang dijual oleh PT BFI digunakan untuk melunasi pinjaman PT
OM, sebagaimana telah disepakati oleh PT OM melalui penandatanganan Persetujuan Pengalihan dan
Surat Kuasa Yang Tidak Dapat Ditarik Kembali. Namun dalam kasus PT APT, PT APT tidak memiliki sisa
pinjaman kepada PT BFI dan penjualan saham yang diagunkan hanya dilakukan untuk melunasi
pinjaman kepada kreditur PT BFI yang tidak ada hubungannya dengan PT APT. Berdasarkan kondisi
tersebut, dapat disimpulkan bahwa penjualan saham ditandai oleh dua sifat yang berbeda yang
[34]
menentukan keabsahan transaksi yang bersangkutan.
Selain pembelajaran yang telah dirangkum, berdasarkan sengketa gadai saham yang patut diperhatikan,
untuk memastikan perlindungan hukum yang memadai selama transaksi gadai saham, penting juga untuk
memahami hak-hak penerima gadai dan pemberi gadai, sebagaimana diatur dalam KUHPer yang meliputi
hak-hak penting sebagai berikut:
1. Hak retensi, hak yang mengatur bahwa penerima gadai memiliki hak untuk menahan saham yang
diagunkan sebelum pemberi gadai melunasi semua pinjamannya. Selanjutnya, pemberi gadai
tidak memiliki hak untuk menuntut pengembalian saham sebelum melunasi semua pinjamannya;
[35]
2. Hak eksekusi, hak yang mengatur bahwa penerima gadai berhak mengeksekusi saham yang
diagunkan untuk mendapatkan pelunasan dari debitur tanpa harus memperoleh titel eksekutorial.
Kecuali ditentukan lain dalam perjanjian antara pemberi gadai dan penerima gadai, penerima
gadai sebagai kreditur memiliki hak untuk secara terbuka mengeksekusi saham yang diagunkan
[36]
dari debitur apabila mereka gagal melakukan pembayaran dalam jangka waktu yang ditentukan.;
[37]
3. Hak menjual saham yang diagunkan melalui hakim pengadilan sebagai perantara, dsb.
Sehubungan dengan pembahasan di atas, perlu digarisbawahi bahwa gadai saham dapat dilakukan dengan
lancar melalui cara-cara yang menjamin kepentingan kedua belah pihak dengan tetap memperhatikan baik-
baik dan hati-hati terhadap aspek sebagai berikut: klausula-klausula yang tercantum dalam perjanjian
gadai saham, tanggung jawab dan itikad baik para pihak, serta kesadaran dan kepatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku. (AR)
[1]
Investopedia, “What Are Shares? Meaning and How They Compare to Stocks”, yang diakses melalui https://www.investopedia.com/terms/s/shares.asp pada
tanggal 30 Mei 2023.
[2]
Pasal 52 (1), UU 40/2007
[3]
Pasal 60 (1), UU 40/2007
[4]
Investor.id, “Butuh Dana Tunai di Masa Sulit, Saham dan Obligasi Bisa Jadi Agunan di Pegadaian” yang diakses melalui
[5]
Kontan, “Gadai Saham Berikan Solusi Finansial Tanpa Hilangkan Kepemilikan Efek” yang diakses melalui https://keuangan.kontan.co.id/news/gadai-saham-
berikan-solusi-finansial-tanpa-hilangkan-kepemilikan-efek pada tanggal 10 Mei 2023.
[6]
Pasal 1150, KUHPer.
[7]
M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Jakarta: Raja Granfindo Persada, 2007, hlm. 12.
[8]
Pasal 1153, KUHPer.
[9]
Suharnoko & Kartini Muljadi, Penjelasan Hukum tentang Eksekusi Gadai Saham, Jakarta: National Legal Reform Program, 2010, hlm. 6.
[10]
Aulia Abdi, Pelaksanaan Gadai Saham dalam Sistem Perdagangan Tanpa Warkat, Semarang: Universitas Diponegoro, 2008, hlm. 40.
[11]
Pasal 1152, KUHPer.
[12]
Pasal 60, UU 40/2007.
[13]
Pasal 52, UU 40/2007.
[14]
Pasal 60 (4), UU 4/2007.
[15]
Pasal 1151, KUHPer.
[16]
Hukumonline, Gadai Saham PT Go Public yang diakses melalui https://www.hukumonline.com/klinik/a/gadai-saham-pt-go-public-cl711 pada tanggal 10 Mei
2023.
[17]
Pasal 3 (1), POJK 40/2017.
[18]
Pasal 4, POJK 40/2017.
[19]
Pasal 3 (2), POJK 40/2017.
[20]
Pasal 2 (1 - 2), POJK 40/2017.
[21]
Sutito, Peranan PT KSEI sebagai Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian dalam Transaksi Efek di Pasar Modal Indonesia, Yogyakarta: Mimbar Hukum,
[22]
Pasal 1153, KUHPer.
[23]
Marzuki Usman, “Saham Sebagai Agunan Tambahan Kredit”, Depok: Universitas Indonesia, 1993.
[24]
Gunawan Widjaja, Seri Aspek Hukum Dalam Pasar Modal: Penitipan Kolektif, Jakarta: PT Grafindo Persada, 2006, hlm. 170.
[25]
Sutito, Peranan PT KSEI sebagai Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian dalam Transaksi Efek di Pasar Modal Indonesia, Yogyakarta: Mimbar Hukum,
[26]
Wawancara Deni Hamzah (Kepala Unit Gadai Efek PT Pegadaian), Dr Holilur Rohman, S.H., M.H., M.Kn. (Kepala Unit Hukum PT Pegadaian), Muhammad Iqbal
(Kepala Divisi Hukum Kerjasama Bisnis dan Kelembagaan), Muhammad Iqbal (Manajer Produk Gadai Efek PT Pegadaian) dan Gema Perdana (Asisten Manager
[27]
Pegadaian, Pegadaian Gadai Efek, yang diakses melalui https://www.pegadaian.co.id/produk/gadai-efek on 11 May 2023.
[28]
Ibid dan wawancara dengan Deni Hamzah (Kepala Unit Gadai Efek PT Pegadaian), Dr Holilur Rohman, S.H., M.H., M.Kn. (Kepala Unit Hukum PT Pegadaian),
Muhammad Iqbal (Kepala Divisi Hukum Kerjasama Bisnis dan Kelembagaan), Muhammad Iqbal (Manajer Produk Gadai Efek PT Pegadaian) dan Gema Perdana
(Asisten Manager Divisi Hukum PT Pegadaian) yang dilaksanakan pada tanggal 19 Mei 2023.
[29]
Wawancara dengan Deni Hamzah (Kepala Unit Gadai Efek PT Pegadaian), Dr Holilur Rohman, S.H., M.H., M.Kn. (Kepala Unit Hukum PT Pegadaian),
Muhammad Iqbal (Kepala Divisi Hukum Kerjasama Bisnis dan Kelembagaan), Muhammad Iqbal (Manajer Produk Gadai Efek PT Pegadaian) dan Gema Perdana
(Asisten Manager Divisi Hukum PT Pegadaian) yang dilaksanakan pada tanggal 19 Mei 2023.
[30]
Wawancara dengan Dr. Yuniarti S.H., M.H., LL.M yang dilaksanakan pada tanggal 12 Mei 2023.
[31]
Pasal 4.2 Perjanjian Gadai Saham Antara PT OM dan PT BFI, sebagaimana diatur dalam Putusan Mahkamah Agung No. 115 PK/Pdt/2007.
[32]
Annisa Oktaviananda, 2020, Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Gadai Saham, Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia, hlm. 86.
[33]
Wawancara dengan Dr. Yuniarti S.H., M.H., LL.M yang dilaksanakan pada tanggal 12 Mei 2023; Annisa Oktaviananda, 2020, Perlindungan Hukum Terhadap
[34]
Ibid, hlm. 87.
[35]
Pasal 1159 (1), KUHPer.
[36]
Pasal 1155, KUHPer.
[37]
Pasal 1156, KUHPer.
[38]
Pasal 1156, KUHPer.
customer@hukumonline.com
redaksi@hukumonline.com