Anda di halaman 1dari 16

SATUAN ACARA PENYULUHAN ANEMIA

DI RUANG TUNGGU MELATI

DI SUSUN
OLEH :

1. Ari Kurniawan Dama Nuna 2023611003


2. Megiwati Inka Wello 2023611002
3. Olviana Claudia Bili 2023611007
4. Jeri Germani Umbu Tamu 2023611006
5. Maimuna Kuniyo 2023611005
6. Mbey Maramba Ndima 2023611009
7. Petronela Destita Dappa 2023611004
8. Olvi Oriska Oktaviani 2023611001
9. Ariance Sovia Malo 2023611012
10. Rambu Nuning Hermin 2023611008
11. Apriana Ama 2023611013
12. Ade Pratama 2023611010
13. Heni Andrianus Ngongo 2023611011

PENDIDIKAN PROFESI NERS


UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI
MALANG
2023
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Gagal Nafas


Sub Pokok Bahasan :
1. Pengertian Gagal Nafas
2. Penyebab Gagal Nafas
3. Tanda Dan Gejala Gagal Nafas
4. Komplikasi Gagal Nafas
5. Cara Pencegahan Gagal Nafas
6. Cara Pengobatan Gagal Nafas
Sasaran : keluarga pasien
Waktu : 30 menit
Hari/tgl : 11 November 2023
Tempat : Ruang Tunggu HCU Teratai

A. Tujuan Intruksional umum


Setelah mengikuti penyuluhan pasien dan keluarga pasien mampu memahami
tentang penyakit Gagal Nafas
B. Tujuan intruksional khusus :
Setelah melakukan pendidikan kesehatan selama 1 x 30, diharapkan klien
dapat
1. Menjelaskan pengertian Gagal Nafas
2. Menjelaskan penyebab Gagal Nafas
3. Menjelaskan tanda dan Gagal Nafas
4. Menjelaskan Komplikasi Gagal Nafas
5. Menjelaskan cara pengobatan Gagal Nafas
C. Materi penyuluhan
1. Menjelaskan pengertian Gagal Nafas
2. Menjelaskan penyebab Gagal Nafas
3. Menjelaskan tanda dan Gagal Nafas
4. Menjelaskan Komplikasi Gagal Nafas
5. Menjelaskan cara pengobatan Gagal Nafas
D. Metode
Persentasi,dan Tanya jawab
E. Media
Leaflet, LCD, Laptop
F. Kegiatan Penyuluhan
No Waktu Kegiatan Penyebab Kegiatan Peserta Pelaksana

1. 5 menit Pembukaan : 1. Menjawab moderator


1. Membuka kegiatan salam
dengan mengucapkan 2. Mendengarakan
salam 3. Memperhatikan
2. Memperkenalkan diri 4. Memperhatikan
dan anggota kelompok 5. Memperhatikan
3. Menyampaikan
kontrak waktu
4. Menyebutkan materi
yang akan
disampaiakan
5. Menyampaikan tujuan
dan penyuluhan
2. 15 Pelaksanaan : 1. Mendengarkan Tim Penyaji
menit 1. Apersepsi materi dan menjawab.
2. Menjelaskan: 2. Memperhatikan.
a. Menjelaskan Bertanya.
pengertian Gagal
Nafas
b. Menjelaskan
Penyebab Gagal
Nafas
c. Menjelaskan
Tanda dan gejala
Gagal Nafas
d. Menjelaskan
Komplikasi Gagal
Nafas
e. Menjelaskan cara
pengobatan Gagal
Nafas
3. Memberikan
kesempatan kepada
audience untuk
bertanya mengenai hal-
hal yang belum
dimengerti.

3. 5 menit Evaluasi : Menjawab Moderator


1. Menanyakan kembali
mengenai materi yang
telah diberikan.

4. 5 menit Terminasi : 1. Memperhatikan Moderator


1. Mengucapakan
terimakasih atas peran 2. Menjawab
serta audience. salam
2. Mengucapakan salam
penutup.
3. Memberikan reward
kepada audience.

H. Pengorganisasian
1. Tim penyaji :
2. Moderator :
3. Notulen :
4. Observasi :
5. Keamanan :
6. Audiens :
MATERI
GAGAL NAFAS
1. Pengertian Gagal Nafas
Kegagalan pernafasan adalah pertukaran gas yang tidak adekuat sehingga

terjadi hipoksia, hiperkapnia (peningkatan konsentrasi karbondi oksida arteri),

dan asidosis.

Gagal nafas adalah suatu kondisi dimana system respirasi gagal untuk

melakukan fungsi pertukaran gas, pemasukan oksigen dan pengeluaran

karbondioksida. Keadekuatan itu dapat dilihat dari kemampuan jaringan untuk

memasukkan oksigen dan mengeluarkan karbondioksida.

Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian

atau seluruh proses ventilasi untuk mempetahankan oksigenasi.

Gagal nafas akut adalah ketidakmampuan system pernafasan untuk

mempertahankan suatu keadaan pertukaran udara antara atmosfer dengan sel-sel

tubuh yang sesuai dengan kebutuhan tubuh normal (Zulkifli,2006)

2. Penyebab Gagal Nafas


Penyebab gagal nafas akut biasanya tidak berdiri sendiri dan merupakan
kombinasi dari beberapa keadaan dimana penyebab utamanya adalah :
a) Gangguan Ventilasi
Obstruksi akut, misalnya disebabkan fleksi leher pada pasien tidak sadar,
spasme larink atau oedem larink.
Obstruksi kronis, misalnya pada emfisema, bronkritis kronis, asma,
bronkiektasis, terutama yang disertai sepsis.
Penurunan compliance, compliance paru atau toraks, efusi pleura, edema
paru, atelektasis, pneumonia, kiposkoloisis, patah tulang iga, pasca
operasi toraks/ abdomen, peritonitis, distensi lambung, sakit dada, dan
sebagainya.
Gangguan neuromuskuler, misalnya pada polio, “guillain bare syndrome”,
miastenia grafis, cedera spinal, fraktur servikal, keracuan obat/ zat lain.
Gangguan / depresi pusat pernafasan, misalnya pada penggunaan obat
narkotik / barbiturate/ trankuiliser, obat anestesi, trauma / infak otak,
hipoksia berat pada susunan saraf pusat dan sebagainya.
b) Gangguan Difusi Alveoli Kapiler
Oedem paru, ARDS, fibrosis paru, emfisema, emboli lemak, pneumonia,
“post perfusion syndrome”, tumor paru, aspirasi.
c) gangguan Kesimbangan Ventilasi Perfusi (V/Q Missmatch)
 Peningkatan deadspace (ruang rugi) misalnya pada trombo emboli,

enfisema, bronchektasis dsb

 Peninggian “intra alveolar shunting”, misal pada atelektasis, ARDS,

pneumonia edema paru, dan lain sebagainya.

3. Tanda dan Gejala Gagal Nafas

1) Gagal nafas total

a) Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan.

b) Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikuladan sela

iga serta tidak ada pengembangan dada pada inspirasi

c) Adanya kesulitasn inflasi parudalam usaha memberikan ventilasi

buatan

2) Gagal nafas parsial

a) Terdengar suara nafas tambahan gargling, snoring, Growing dan

wheezing.

b) Ada retraksi dada


3) Gejala hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2)

4) Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2

menurun

4. Komplikasi Gagal Nafas

a) Paru: emboli paru, fibrosis dan komplikasi sekunder penggunaan

ventilator (seperti, emfisema kutis dan pneumothoraks).

b) Jantung: cor pulmonale, hipotensi, penurunan kardiak output, aritmia,

perikarditis dan infark miokard akut.

c) Gastrointestinal: perdarahan, distensi lambung, ileus paralitik , diare dan

pneumoperitoneum. Stress ulcer sering timbul pada gagal napas.

d) Polisitemia (dikarenakan hipoksemia yang lama sehingga sumsum

tulang memproduksi eritrosit, dan terjadilah peningkatan eritrosit yang

usianya kurang dari normal).

e) Infeksi nosokomial: pneumonia, infeksi saluran kemih, sepsis.

f) Ginjal: gagal ginjal akut dan ketidaknormalan elektrolit asam basa.

g) Nutrisi: malnutrisi dan komplikasi yang berhubungan dengan pemberian

nutrisi enteral dan parenteral. (Alvin Kosasih, 2008:34)1

5. Pengobatan Gagal Nafas

Pengobatan Gagal nafas akut diarahkan pada terapi khusus yang

mendukung fungsi oksigenasi dan ventilasi dari paru-paru sampai dapat pulih

dari akibat buruk disfungsi paru. Tiga prinsip utama dalam pengelolaan

kegagalan pernafasan akut yaitu :

a) koreksi hipoksemia arteri,


b) penghapusan kelebihan karbon dioksida, dan

c) penyediaan jalan napas atas yang paten yaitu Oksigen tambahan

Gagal napas hiperkapni berarti adanya hipoventilasi alveolar, tatalaksana

suportif bertujuan memperbaiki ventilasi alveolar menjadi normal, hingga

penyakit dasar dapat diobati. Gagal napas hipoksemi memerlukan

suplementasi oksigen sebagai terapi terpenting. Walaupun umumnya tidak

didapatkan hiperkapni, tetapi dapat terjadi karena beban kerja pernapasan

menyebabkan kelelahan otot pernapasan. Penyakit dasar yang menyebabkan

gagal napas hipoksemi harus diatasi, terutama jika pneumoni, sepsis, anemia

berat, serta curah jantung yang adekuat harus dipertahankan.

1. Jalan napas

Pada semua pasien dengan gangguan pernapasan, harus dipikirkan dan

diperiksa adanya obstruksi jalan napas atas. Pertimbangan untuk insersi

jalan napas artifisial, seperti endotracheal tube (ETT) berdasarkan manfaat

dan risikonya.

Risiko jalan napas artifisial ialah trauma insersi, trauma orofaring

atau nasofaring karena penekanan kronik, kerusakan trakea (erosi,

trakeomalasia), gangguan respon batuk, risiko aspirasi meningkat,

gangguan fungsi mukosiliar, risiko infeksi meningkat, tak dapat berbicara,

meningkatnya resistensi dan kerja pernapasan.

Keuntungan jalan napas artifisial ialah dapat melintasi obstruksi

jalan napas atas, menjadi jalur pemberian oksigen dan obat-obatan,


memfasilitasi ventilasi tekanan positif dan PEEP, memfasilitasi

penyedotan sekret, dan jalur untuk bronkoskopi fiberoptik.

Indikasi intubasi dan ventilasi mekanik adalah:

a) Secara fisiologis: hipoksemi menetap setelah pemberian oksigen, PCO2 >

55 mmHg dengan pH < 7,25, kapasitas vital < 15 mL/kg dengan penyakit

neuromuskular.

b) Secara klinis: perubahan status mental dengan gangguan proteksi jalan

napas, gangguan repirasi dengan ketidakstabilan hemodinamik, obstruksi

jalan napas atas, sekret yang banyak yang tidak dapat dikeluarkan oleh

pasien dan membutuhkan penyedotan.

2. Oksigen

Besarnya oksigen tambahan yang diperlukan tergantung pada mekanisme

hipoksemi, tipe alat pemberi oksigen tergantung pada jumlah oksigen yang

diperlukan, potensi efek samping oksigen pada konsentrasi yang berbeda-

beda, dan ventilasi semenit pasien. Karena oksigen konsentrasi tinggi

merusak paru, harus diupayakan untuk meminimalkan jumlah dan lama terapi

oksigen.

3. Bronkodilator

Bronkodilator mempengaruhi langsung terhadap kontraksi otot polos,

tetapi beberapa mempunyai efek tidak langsung terhadap edema dan

inflamasi.

4. Agonis beta-adrenergik/simpatomimetik
Obat-obat ini lebih efektif bila diberikan dalam bentuk inhalasi

dibandingkan parenteral atau oral. Untuk efek bronkodilatasi yang sama,

efek sampingnya sangat berkurang, sehingga dosis yang lebih besar dan

lebih lama dapat diberikan. Peningkatan dosis dan frekuensi pemberian

sering kali dibutuhkan.

Pemilihan jenis obat didasarkan pada potensi, efikasi, kemudahan

pemberian dan efek samping. Diantara yang tersedia adalah albuterol,

metaproterenol, terbutalin. Epinefrin tidak digunakan karena tidak spesifik

terhadap reseptor α2, juga tidak menunjukan kelebihan dalam mengatasi

bronkospasme. Agonis beta-adrenergik kerja lama (LABA), berguna untuk

penggunaan kronik seperti mencegah bronkospasme, tetapi tidak

direkomendasikan untuk serangan bronkospasme akut.

5. Antikolinergik

Respon bronkodilator terhadap obat antikolinergik (parasimpatolitik)

tergantung pada derajat tonus parasimpatis instrinsik. Antikolinergik

direkomendasikan terutama untuk bronkodilatasi pasien dengan bronkitis

kronik. Pada gagal napas, antikolinergik harus selalu dikombinasikan

dengan agonis beta-adrenergik. Ipatropium bromide tersedia dalam bentuk

MDI (metered-dose-inhaler) atau larutan untuk nebulisasi. Efek samping

seperti takikardi, palpitasi dan retensi urin jarang terjadi.

6. Teofilin

Teofilin kurang kuat sebagai bronkodilator dibandingkan agonis beta-

adrenergik. Mekanisme kerjanya melalui inhibisi kerja fosfodiesterase pada


siklik AMP (cAMP), translokasi kalsium, antagonis adenosin, stimulasi

reseptor beta-adrenergik dan aktivitas anti-inflamasi. Efek sampingnya

antara lain takikardi, mual, muntah, aritmi, hipokalemi, perubahan status

mental dan kejang.

7. Kortikosteroid

Kortikosteroid berfungsi untuk menurunkan inflamasi jalan napas.

Kortikosteroid aerosol kurang baik distribusinya pada gagal napas akut, dan

hampir selalu digunakan preparat oral atau parenteral. Kortikosteroid

inhalasi sangat jarang menimbulkan efek samping sistemik kecuali batuk

karena provokasi bronkospasme. Kortikosteroid yang lebih kuat mempunyai

efek samping jangka panjang pada pertumbuhan, osteoporosis dan

perkembangan katarak. Penggunaan kortikosteroid bersama-sama dengan

obat penghambat neuromuskular non-depolarisasi telah dihubungkan

dengan kelemahan otot yang memanjang dan menimbulkan kesulitan

weaning.Efek samping kortikosteroid parenteral adalah hiperglikemi,

hipokalemi, retensi natrium dan air, miopati steroid akut, gangguan sistem

imun, kelainan psikiatrik, gastritis dan perdarahan gastrointestinal.

8. Ekspektoran dan nukleonik

Obat mukolitik dapat diberikan langsung pada sekret jalan napas, terutama

pada pasien dengan ETT. Kalium yodida oral mungkin berguna untuk

meningkatkan volume dan menipiskan sputum yang kental. Larutan NaCl

0,9% 3-5ml, larutan salin hipertonik, dan natrium bikarbonat hipertonik

dapat diteteskan sebelum penyedotan (suctioning).


9. Ventilasi Mekanik

a) Ventilasi mekanik Konvensional

Ventilasi mekanik meningkatkan ventilasi semenit dan menurunkan

ruang rugi. Pendekatan ini adalah pengobatan utama untuk

hiperkapni akut dan hipoksemi berat. Strategi utama untuk ventilasi

mekanik harus menghindari tekanan tinggi puncak inspirasi dan

optimalisasi perekrutan paru-paru.

Pada orang dewasa dengan ARDS, strategi untuk memberikan

volum tidal yang rendah (6 mL/kg) dengan mengoptimalisasikan

tekanan akhir ekspirasi positif (PEEP) menawarkan manfaat

kelangsungan hidup lebih besar dibandingkan dengan volum tidal

yang tinggi (12 mL/kg).

Menurut strategi hiperkapni ARDS, CO2 arteri diperbolehkan

meningkat sampai 100 mmHg namun pH darah dipertahankan lebih

dari 7,2 dengan cara pemberian larutan buffer intravena. Hal ini

dilakukan untuk membatasi tekanan udara inspirasi kurang dari

35 cmH2O. PEEP harus diterapkan ke titik di atas tekanan infleksi

seperti pada distensi alveolar dipertahankan sepanjang siklus ventilasi.

Ventilasi mekanik konvensional mengoptimalkan rekrutmen paru-

paru, meningkatkan tekanan rata-rata jalan napas dan kapasitas

residu fungsional, dan mengurangi atelektasis diantara siklus napas.


b) Ventilasi mekanik non konvensional

 Inverse ratio ventilation

Selama ventilasi tekanan positif, fase inspirasi memanjang pada

fase ekspirasi yang berlebih. Hal ini memperbaiki tekanan rata-

rata jalan napas dan memperbaiki oksigenasi selama penyakit

paru-paru akut yang berat. Ini adalah pola nonfisiologi untuk

bernafas, sehingga pasien tersebut diberi sedasi berat.

 Airway pressure release ventilation (APRV)

APRV adalah bentuk yang relatif baru dari inverse ratio

ventilation yang menggunakan suatu rangkaian aliran gas secara

kontinyu. Metode ini memungkinkan pasien untuk bernapas secara

spontan sepanjang siklus ventilasi.

APRV menerapkan tekanan napas kontinyu (P high) identik

dengan CPAP untuk mempertahankan volum paru-paru dan

mempromosikan perekrutan alveolar. Selain itu, siklus waktu

menghasilkan fase tekanan yang lebih rendah untuk

meningkatkan ventilasi.

Studi eksperimental dan klinis dengan APRV menunjukkan

perbaikan dalam pertukaran gas, curah jantung, dan aliran

darah sistemik. Beberapa data menunjukkan pengurangan

penggunaan obat penenang dan penghambat neuromuskular.


 High-frequency oscillatory ventilation (HFOV)

HFOV menggabungkan volum tidal rendah dengan frekuensi lebih

dari 1 Hz untuk meminimalkan efek dari tekanan puncak dan

tekanan rata-rata jalan napas.

HFOV telah terbukti bermanfaat dalam pengobatan sindrom

kebocoran udara terkait dengan cedera paru-paru akut neonatal dan

pediatrik.
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. 2001. Bukusaku Patofisiologi. Edisi bahasa Indonesia.
Jakarta : EGC
Doengoes, E. Marilyn, et all, alih bahasa Kariasa IM. 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan, Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
Hudak and Gallo. 1994. Critical Care Nursing, A Holistic Approach. Philadelpia :
JB Lippincott company
Reksoprodjo Soelarto. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Binarupa
Aksara
Anonim.(2012). Asuhan Keperawatan Gagal Napas. www.ilmukeperawatan.com.
Diakses tanggal 18 Januari 2012.
Corwin, Elizabeth J, (2001), Buku saku Patofisiologi, Edisi bahasa Indonesia,
EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai