GAGAL NAPAS
OLEH
KELOMPOK 7
NAMA NPM
ELSYA LOKOLO 12114201180119
FRANSINA LAKUTERU 12114201200225
FRILLY PATTISINAY 12114201180072
HENI LATUIHAMALLO 12114201180022
HERLISA SEPTIANI 12114201180187
PAAIS
Sasaran : Masyarakat
Waktu : 30 menit
Tempat : Disesuaikan
C. Materi penyuluhan
D. Metode
Persentasi,dan Tanya jawab
E. Media
Leaflet, Laptop
F. Kegiatan Penyuluhan
G. Evaluasi
Pertanyaan :
1. Apa pengertian Gagal Nafas
2. Apa penyebab Gagal Nafas
3. Sebutkan tanda dan Gagal Nafas
4. Apa saja komplikasi Gagal Nafas
5. Bagaimana cara pengobatan Gagal Nafas
MATERI PENYULUHAN
A. Pengertian
Gagal nafas adalah kegagalan system
pernafasan untuk mempertahankan pertukaran
O2 dan CO2 dalam tubuh yang dapat
mengakibatkan gangguan pada kehidupan.
Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran O2
terhadap CO2 dalam paru-paru tidak dapat
memelihara laju konsumsi O2 dan
pembentukan CO2 dalam sel-sel tubuh
sehingga menyebabkan PO2 < 50 mmHg
(hipoksemia) dan PCO2 > 45 mmHg
(hiperkapnia).
B. etiologi
1. penyebab sentral
a. kelainan neuromuskuler : GBS, tetanus,
trauma cervical, muscle relaxans
b. kelainan jalan napas : obstruksi jalan napas,
asma bronciale
c. kelainan diparu : edema paru, atelectasis,
ARDS
d. kelainan tulang iga/thoraks : fraktur costae,
pneumo thorax, haemathoraks
e. kelainan jantung : kegagalan jantung kiri
2. penyebab perifer
a. trauma kepala : contusion cerebbri
b. radang otak : encephalitis
c. gangguan vaskuler : pendarahan otak, infrak
otak.
d. Obat-obatan : narkoba, anestesi.
C. Manifestasi klinis
Tanda
1. gagal napas total
a. aliran udara dimulut, hidung tidak dapat
didengar/dirasakan
pada gerakan napas spontan
terlihat retraksi supra
klavikuladan sela iga serta
tdak ada pemngembangan
dada pada inspirasi.
b. Adanya kesulitan inflasi paru dalam usaha
meberikan ventilasi beaten
2. Gagal nafas parsial
a. Terdenga suara nafas tambahan gargling,
snoring, growing dan whizzing
b. Ada retraksi dada.
Gejala
3. Bronkodilator
Bronkodilator mempengaruhi langsung terhadap
kontraksi otot polos, tetapi beberapa mempunyai efek
tidak langsung terhadap edema dan inflamasi.
4. Agonis beta-adrenergik/simpatomimetik
Obat-obat ini lebih efektif bila diberikan dalam
bentuk inhalasi dibandingkan parenteral atau oral. Untuk
efek bronkodilatasi yang sama, efek sampingnya sangat
berkurang, sehingga dosis yang lebih besar dan lebih
lama dapat diberikan. Peningkatan dosis dan frekuensi
pemberian sering kali dibutuhkan.
Pemilihan jenis obat didasarkan pada potensi,
efikasi, kemudahan pemberian dan efek samping.
Diantara yang tersedia adalah albuterol, metaproterenol,
terbutalin. Epinefrin tidak digunakan karena tidak
spesifik terhadap reseptor α2, juga tidak menunjukan
kelebihan dalam mengatasi bronkospasme. Agonis beta-
adrenergik kerja lama (LABA), berguna untuk
penggunaan kronik seperti mencegah bronkospasme,
tetapi tidak direkomendasikan untuk serangan
bronkospasme akut.
5. Antikolinergik
Respon bronkodilator terhadap obat antikolinergik
(parasimpatolitik) tergantung pada derajat tonus
parasimpatis instrinsik. Antikolinergik
direkomendasikan terutama untuk bronkodilatasi pasien
dengan bronkitis kronik. Pada gagal napas,
antikolinergik harus selalu dikombinasikan dengan
agonis beta-adrenergik. Ipatropium bromide tersedia
dalam bentuk MDI (metered-dose-inhaler) atau larutan
untuk nebulisasi. Efek samping seperti takikardi,
palpitasi dan retensi urin jarang terjadi.
6. Teofilin
Teofilin kurang kuat sebagai bronkodilator
dibandingkan agonis beta-adrenergik. Mekanisme
kerjanya melalui inhibisi kerja fosfodiesterase pada
siklik AMP (cAMP), translokasi kalsium, antagonis
adenosin, stimulasi reseptor beta-adrenergik dan
aktivitas anti-inflamasi. Efek sampingnya antara lain
takikardi, mual, muntah, aritmi, hipokalemi, perubahan
status mental dan kejang.
7. Kortikosteroid
Kortikosteroid berfungsi untuk menurunkan
inflamasi jalan napas. Kortikosteroid aerosol kurang baik
distribusinya pada gagal napas akut, dan hampir selalu
digunakan preparat oral atau parenteral. Kortikosteroid
inhalasi sangat jarang menimbulkan efek samping
sistemik kecuali batuk karena provokasi bronkospasme.
Kortikosteroid yang lebih kuat mempunyai efek samping
jangka panjang pada pertumbuhan, osteoporosis dan
perkembangan katarak.
Penggunaan kortikosteroid bersama-sama dengan
obat penghambat neuromuskular non-depolarisasi telah
dihubungkan dengan kelemahan otot yang memanjang
dan menimbulkan kesulitan weaning.
Efek samping kortikosteroid parenteral adalah
hiperglikemi, hipokalemi, retensi natrium dan air, miopati
steroid akut, gangguan sistem imun, kelainan psikiatrik,
gastritis dan perdarahan gastrointestinal.
F. Penatalaksanaan
1. Terapi oksigen: pemberian oksigen rendah nasal
atau masker
2. Ventilator mekanik dengan memberikan tekanan
positif kontinu
3. Inhalasi nebulizer
4. Fisioterapi dada
5. Pemantauan hemodinamik / jantung
6. Pengobatan: bronkodilator, steroid
7. Dukungan nutrisi sesuai kebutuhan
DAFTAR PUSTAKA