Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas Praktek Prodi Profesi Ners
Stase Keperawatan Medikal Bedah
Disusun Oleh:
Aji UTOMO
(2021030003)
i
Daftar Isi
HALAMAN PENGESAHAN
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Pengertian
B. Etiologi
C. Batasan Karakteristik
D. Kondisi Klinis Terkait
E. Fokus Pengkajian
F. Patofisiologi dan Pathway
G. Masalah Keperawatan Lain yang Mungkin Muncul
H. Pemeriksaan Penunjang
I. Fokus Intervensi Keperawatan
BAB II
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian (terlampir)
B. Pemeriksaan penunjang
C. ANALISA DATA
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
E. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
F. EVALUASI KEPERAWATAN
BAB III
PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Pengertian
Pola napas tidak efektif merupakan suatu keadaan dimana inspirasi dan atau ekspirasi
yang tidak memberikan ventilasi adekuat (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
B. Etiologi
Pola napas tidak efektif dapat disebabkan oleh beberapa hal menurut (Tim Pokja SDKI
DPP PPNI, 2016) yaitu :
1) Depresi pusat pernapasan
2) Hambatan upaya napas (mis. Nyeri saat bernapas, kelemahan otot pernapasan).
3) Deformitas dinding dada.
4) Deformitas tulang dada.
5) Gangguan neuromuskuler.
6) Gangguan neurologis (mis.EEG positif, cedera kepala, gangguan kejang).
7) Imaturitas neurologis.
8) Penurunan energi.
9) Obesitas.
10) Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru.
11) Sindrom hipoventilasi.
12) Kerusakan inervasi diagfragma (kerusakan saraf C5 ke atas)
13) Cedera pada medulla spinalis
14) Efek agen farmakologis
15) Kecemasan
C. Batasan Karakteristik
Pola napas tidak efektif terdiri dari gejala dan tanda mayor serta gejala dan tanda
Gejala minor (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).
3
a. Gejala dan tanda mayor
Tabel 1
Gejala dan tanda maayor pola napas tidak efektif
Subyektif Objektif
1. Dispnea 1. Penggunaan otot bantu
pernapasan.
2. Fase ekspirasi memanjang
3. Pola napas abnormal.
Subyektif Objektif
1. Ortopnea 1. Pernapasan pursed-lip
2. Pernapasan cuping hidung
3. Diameter thoraks anterior-posterior
meningkat
4. Ventilasi semenit menurun
5. Kapasitas vital menurun
6. Tekanan ekspirasi menurun
7. Tekanan inspirasi menurun
8. Ekskursi dada berubah
4
6. Myastenia gravis
7. Stroke
8. Kuadriplegia
9. Intoksikasi alkohol
E. Manifestasi Klinis Pola Napas Tidak Efektif
Pola Napas Tidak Efektif Adalah keadaan dimana terjadinya perubahan frekuensi
napas, perubahan dalamnya inspirasi, perubahan irama napas, rasio antara durasi
inspirasi dengan durasi ekspirasi (Djojodibroto, 2014).
a. Takipnea adalah bernapas dengan cepat dimana frekuensi napas lebih dari 24x/menit
(Donna L. Wong, 2003). Keadaan ini biasanya menunjukkan adanya penurunan
keteregangan paru atau rongga dada.
b. Bradipnea adalah penurunan frekuensi napas atau pernapasan yang melambat.
Keadaan ini ditemukan pada depresi pusat pernapasan.
c. Hiperventilasi merupakan cara tubuh dalam mengompensasi peningkatan jumlah
oksigen dalam paru-paru agar pernafasan lebih cepat dan dalam. Proses ini ditandai
dengan adanya peningkatan denyut nadi, nafas pendek, adanya nyeri dada, menurunnya
konsentrasi CO2, dan lain-lain. Keadaan demikian dapat disebabkan oleh adanya
infeksi, keseimbangan asam basa, atau gangguan psikologis. Hiperventilasi dapat
menyebabkan hipokapnea, yaitu berkurangnya CO2 tubuh di bawah batas normal,
sehingga rangsangan terhadap pusat pernafasan menurun.
d. Kussmaul merupakan pernapasan dengan panjang ekspirasi dan inspirasi sama,
sehingga pernapasan menjadi lambat dan dalam.
e. Cheyne-stokes merupakan pernapasan cepat dan dalam kemudian berangsur – angsur
dangkal dan diikuti periode apnea yang berulang secara teratur.
F. Fokus Pengkajian
1. Pengkajian yang dapat dilakukan pada klien meliputi beberapa hal, yaitu:
a) Biodata
Tanyakan identitas klien meliputi nama lengkap, tanggal lahir, alamat dan
sebagainya lalu cocokkan dengan label nama untuk memastikan bahwa setiap
rekam medis, catatan, hasil tes dan sebagainya memang milik klien.
b) Keluhan utama
Klien mengalami penurunan kesadaran, dan nafas cepat dan terjadi penurunan
berat badan 8 kg selama 6 bulan terakhir.
5
c) Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengalami penurunan kesadaran, nafas cepat dan terjadi penurunan berat
badan 8 kg selama 6 bulan terakhir.
d) Riwayat penyakit dahulu
Klien mengeluh sakit punggung, tidak nafsu makan, badan sebelah kiri lemas
2. Kebutuhan dasar manusia meliputi:
a) Neurosensori
Gejala: Pusing, sakit kepala, kelemahan, hilangnya rangsangan sensorik
kontralateral, gangguan rasa pengecapan, penciuman dan penglihatan, penurunan
kesadaran sampai dengan koma.
b) Sirkulasi
Gejala: Nyeri dada (angina)
Tanda: Distritmia (Vibrilasi Atrium), irama gallop, mur-mur, peningkatan darah
dengan tekanan nada yang kuat, takikardimsaat istirahat, sirkulasi kolaps (krisis
tirotoksikosi)
c) Pernafasan
Gejala: Frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea, edema paru (pada
krisis tirotoksikosis).
d) Nyeri/Ketidaknyamanan.
Gejala: Adanya nyeri derajat bervariasi, misalnya ketidaknyamanan ringan
sampai nyeri hebat (dihubungkan dengan proses penyakit).
e) Makanan/cairan
Gejala: Kesulitan menelan (gangguan pada refleks palatum dan Faringeal), nafsu
makan hilang, kehilangan sensasi pada lidah, pipi dan tenggorokan, kehilangan
berat badan yang mendadak, kehausan, mual, muntah, kebiasaan diet buruk
(misalnya rendah serat, tinggi lemak, adiktif, bahan pengawet rasa).
f) Eliminasi
Gejala: Perubahan pola berkemih dan buang air besar (Inkontinensia) misalnya
nyeri, bising usus negatif.
g) Seksualitas
Gejala: Adanya gangguan seksualitas dan penyimpangan seksualitas,
Pengaruh/hubungan penyakit terhadap seksualitas.
Tanda: Perubahan pola respons seksual.
h) Aktivitas / Istirahat
6
Gejala: Perubahan pola istirahat dan kebiasaan tidur pada malam hari, adanya
faktor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri, ansietas, dan keringat
malam.
i) Integritas Ego
Gejala: Faktor stress, merokok, minum alcohol, menunda
mencari pengobatan, keyakinan religious, atau spiritual, masalah tentang lesi
cacat, pembedahan, menyangkal diagnosa, dan perasaan putus asal.
j) Interaksi Sosial
Gejala : Menarik diri, tidak percaya diri, menyendiri.
k) Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala: Riwayat tumor pada keluarga, sisi prime, penyakit primer, riwayat
pengobatan sebelumnya.
l) Keamanan
Gejala: Tidak toleransi terhadap aktifitas, keringat berlebihan, alergi, (mungkin
digunakan pada pemeriksaan).
Tanda: Suhu meningkat 37,4 derajat Celcius, diaphoresis kulit halus, hangat dan
kemerahan.
m) Perencanaan Pulang
Gejala: Mungkin membutuhkan bantuan untuk perawatan diri dan aktivitas.
3. Pemeriksaan Fisik (Head To Toe)
Pemeriksaan pertama yang harus dilakukan sebelum melakukan pemeriksaan fisik
meliputi:
a) Keadaan umum, klien terlihat lemah, letih dan sesak napas.
b) TTV :
1) TD : lebih/kurang dari 120/80mmhg
2) Nadi : lebih/kurang dari 100x/menit
3) RR : lebih/kurang dari16x/menit
4) Suhu : 37,5-38,50C
c) Kepala
1) Inspeksi:
Pada klien kaji adanya rambut tampak tipis dan kering, berubah warna dan
mudah rontok, wajah akan tampak pucat, kulit tampak kering dan kusam
(Williams & Wilkins, 2011; Debora 2017).
2) Palpasi:
7
Kaji adanya ambut akan terasa kasar, kulit terasa kasar (Haryono, 2013).
d) Telinga
1) Inspeksi:
Periksa kesimetrisan dan posisi kedua telinga, produksi serumen, warna,
kebersihan dan kemampuam mendengar.
2) Palpasi:
Periksa ada tidaknya massa, elastisitas atau nyeri tekan pada tragus.
e) Mata
Inspeksi: Klien mengalami konjungtiva akan terlihat pucat jika ada yang
mengalami anemia berat.
f) Hidung
1) Inspreksi:
Periksa adanya produksi sekret, ada atau tidak pernapasan cuping hidung,
kesimetrisan kedua lubang hidung, pada kulit akan telihat kering dan kusam.
2) Palpasi:
Periksa ada massa dan nyeri tekan pada sinus atau tidak, ada dislokasi
tulang hidung atau tidak, akan terasa kasar.
g) Mulut
Inspeksi: Periksa adanya ulserasi pada gusi, bibir tampak kering, mulut terasa
asam, pahit.
h) Leher
1) Inspeksi:
Periksa ada massa atau tidak, pembengkakan atau kekakuan leher, kulit
kering, pucat, kusam.
2) Palpasi:
Periksa adanya pembesaran kelenjar limfe, massa atau tidak. Periksa posisi
trakea ada pergeseran atau tidak, kulit terasa kasar.
i) Paru
1) Inspeksi:
Pada klien bila ada kelainan pergerakan dada akan cepat karena pola napas
juga cepat dan dalam (kusmaul), batuk dengan ada tidaknya sputum kental dan
banyak apabila ada edema paru batuk akan produktif menghasilkan sputum
merah muda dan encer, pada kulit akan ditemukan kulit kering, uremic frost,
pucat atau perubahan warna kulit dan bersisik.
8
2) Palpasi:
Periksa pergerakan dinding dada teraba sama atau tidak, terdapat nyeri
dan edema atau tidak, kulit terasa kasar dan permukaan tidak rata.
3) Perkusi:
Perkusi pada seluruh lapang paru normalnya resonan.
4) Auskultasi:
Dengarkan apa ada suara napas tambahan seperti ronchi, wheezing, pleural
friction rub dan stridor.
j) Jantung
1) Inspeksi:
Normalnya akan tampak pulsasi pada ICS 5 midklavikula kiri katup
mitrialis pada beberapa orang dengan diameter normal 1-2 cm.
2) Palpasi:
Normalnya akan teraba pulsasi pada ICS 5 midkalvikula kiri katup
mitrialis
3) Perkusi:
Normalnya pada area jantung akan terdengar pekak pada ICS 3-5 di
sebelah kiri sternum.
4) Auskultasi:
Pada klien fraktur bisa atau tidak terjadi disritmia jantung dan akan
terdengar bunyi jantung murmur (biasanya pada lansia).
k) Abdomen
1) Inspeksi:
Kulit abdomen tidak tampak mengkilap karena asites dan kulit kering,
pucat, bersisik, warna cokelat kekuningan, akan muncul pruritus.
2) Auskultasi:
Dengarkan bising usus di keempat kuadran abdomen.
3) Perkusi:
Klien dengan fraktur kaji ada keluhan nyeri pada bagian bawah perut atau
tidak.
4) Palpasi:
Lakukan palpasi pada daerah terakhir diperiksa yang terasa nyeri, teraba
ada massa.
9
G. Patofisiologi dan Pathway
10
degeneratif berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung
merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun. Ventrikel kanan dan
kiri dapat mengalami kegagalan secara terpisah. Gagal ventrikel kiri paling sering
mendahului gagal jantung ventrikel kanan. Gagal ventrikel kiri murni sinonim dengan
edema paru akut. Karena curah ventrikel brpasangan atau sinkron, maka kegagalan
salah satu ventrikel dapat mengakibatkan penurunan perfusi jaringan.
11
12
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan kasus gagal
jantung kongestive di antaranya sebagai berikut :
1. Elektrokardiogram : Hiperatropi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis,
iskemia, disaritmia, takikardia, fibrilasi atrial.
2. Uji stress : Merupakan pemeriksaan non-invasif yang bertujuan untuk
menentukan kemungkinan iskemia atau infeksi yang terjadi sebelummnya.
3. Ekokardiografi
a. Ekokardiografi model M (berguna untuk mengevaluasi volume balik dan
kelainan regional, model M paling sering diapakai dan ditanyakan bersama
EKG) 2) Ekokardiografi dua dimensi (CT scan)
b. Ekokardiografi dopoler (memberikan pencitraan dan pendekatan
transesofageal terhadap jantung)
4. Katerisasi jantung : Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung kanan dan kiri dan stenosis katup atau insufisiensi
5. Radiografi dada : Dapat menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan
mencerminkan dilatasi atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh
darah abnormal
6. Elektrolit : Mungkin berubah karena perpindahan cairan/penurunan fungsi ginjal
terapi diuretik
7. Oksimetrinadi : Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung
kongestif akut menjadi kronis.
8. Analisa gas darah : Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratory
ringan (dini) atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir)
9. Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin : Peningkatan BUN menunjukkan
penurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik BUN dan kreatinin merupakan indikasi
10. Pemeriksaan tiroid : Peningkatan aktifitas tiroid menunjukkan hiperaktifitas
tiroid sebagai pencetus gagal jantung
13
.
14
BAB II
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian (terlampir)
B. Pemeriksaan Penunjang
15
TERAPI
C. ANALISA DATA
16
liter/menit Perubahan preload
- Terdapat edema pada kedua
tungkai Penurunan curah jantung
- TD : 128/79 mmHg, N : 105
x/mnt, RR 28 x/m, S 36.4oC
- CRT > 2 detik
- Bacaan EKG Sinus takikardi
- RO Thorax : Pancardiomegali
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan Hambatan upaya napas dibuktikan
dengan dispnea
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan Perubahan preload dibuktikan dengan
Edema tungkai
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
17
Kriteria Hasil : (peningkatan berat terapi
- Lelah menurun badan, 2. Teraupetik
- Edema menurun palpitasi,oliguria, - Meningkatkan ekspansi
- Disnea Menurun batuk) paru sehingga
- Oliguria -Monitor intake dan memudahkan pasie
Menurun output cairan bernapas
- Tekanan darah -Monitor saturasi - Mencegah komplikasi
membaik oksigen dan mempercepat
- CRT membaik -Monitor keluhan penyembuhan
nyeri dada - Mengurangi tekanan
-Periksa tekanan darah
darah dan frekuensi - Menguatkan mental dan
nadi menenangkan pasien
- Memenuhi kebutuhan
2. Terapeutik oksigenasi
3. Edukasi
- Posisikan pasien - Memahami batas
semi-fowler atau toleransi jantung
fowler dengan kaki - Mengurangi beban
kebawah jantung berlebihan
- Motivasi pasien dan - Melibatkan pasien dan
keluarga untuk keluarga untuk
modifikasi hidup memahami kebutuhan
sehat cairan pasien
- Berikan terapi 4. Kolaborasi
relaksasi untuk - Terapi farmakologi
mengurangi stres untuk mengurangi
- Berikan dukungan beban jantung
emosional dan - Terapi gizi untuk
spiritual memenuhi kebutuhan
- Berikan terapi gizi tanpa
oksigen memperburuk kondisi
pasien
3. Edukasi
- Anjurkan
beraktivitas fisik
sesuai toleransi
-Anjurkan
beraktivitas fisik
secara bertahap
-Ajarkan pasien dan
keluarga mengukur
intake dan output
cairan harian
4. Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian obat
deuretik, anti
hipertensi,
- Kolaborasi
pemberikan diet
jantung yang sesuai
(mis. Batasi asupan
kafein, natrium,
18
kolestrol, dan
makanan tinggi
lemak)
-
E. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Senin, 18 Oktober 2021
Dx Jam Implementasi Respon Paraf
Kep
1, 2 08.00 Menciptakan lingkungan yang S:Pasien mengatakan bersedia dikaji
terapeutik untuk menumbuhkan O: Pasien tampak kooperatif
kepercayaan
1,2 08.10 Mengkaji keadaan klien S: Pasien mengatakan mengalami
sesak nafas dan kelelahan setelah
beraktifitas, kedua tungkai bengkak
serta berdebar saat melakukan aktifitas
O:
- Kesadaran CM
- Keadaan umum sedang
- Pasien tampak sesak nafas
- Terpasang Nasal kanul 5 liter/menit
1,2 08.20 Mengkaji utama keluhan S: Pasien mengeluh sesak napas
pasien O:
- Pasien tampak kelelahan dan sesak
napas setelah ke toilet
- Pasien tampak sesak nafas
- Pasien terpasang O2 kanul 5
liter/menit
- Terdapat edema pada kedua tungkai
1,2 08.30 Memonitor tanda – tanda vital S: -
O: TD : 128/79 mmHg, N : 105 x/mnt,
RR 28 x/m, S 36.4oC
1,2 08.40 Memonitor saturasi oksigen S:-
O: SPO2: 98%
1 09.00 Memonitor status pernafasan S :-
O:
- Pasien bernafas dibantu nasal kanul
5 l/menit
- Nafas vesikuler, nafas cepat dan
dangkal
1 09.10 Memposisikan semi fowler S :-
O :Pasien diposisikan kepala tinggi
450
19
1 09.15 Memberikan terapi oksigenasi S: -
O: pasien terpasang O2 kanul 5
liter/menit
2 09.20 Monitor keluhan nyeri dada S: Pasien mengatakan tidak merasa
nyeri dada, nyeri dada terjadi kadang-
kadang
O:-
2 09.25 Monitor intake dan output S:
cairan O: I: 1300 cc, O: 800 cc BC: +500
2 09.35 Melatih terapi relaksasi nafas S: Pasien mengatakan paham cara
dalam untuk mengurangi stres melakukan relaksasi napas dalam
dan mengurangi nyeri yang O: Pasien tampak dapat
muncul sewaktu waktu mempraktekan relaksasi napas dalam
2 09.40 Menganjurkan pasien S: Pasien mengatakan lelah setiap
beraktivitas fisik sesuai kembali dari toilet
toleransi O: Pasien tampak kelelahan setelah
dari kamar mandi
2 09,45 Memberikan terapi obat S: -
Spironolakton 1 x 25 mg, O: Pasien tampak koooperatif
CPG
1 x 75 mg, Miniaspi 1 x 80
mg, Atorvastatin 1 x 20 mg,
Bisoprolol 1 x 1,25 mg
2 10.00 Mengkaji pola tidur S: Pasien mengatakan tidur jam 22.00
dan bangun jam 04.00. Terkadang
bangun ditengah malam. Saat sing hari
tidak bisa tidur. Pasien mengatakan
sebelum sakit sudah terbiasa tidur 6
jam per hari
O: Pasien tidak tampak mengantuk
2 10.15 Memotivasi untuk tetap S: Pasien mengatakan masih
melakukan aktivitas ringan membatasi aktivitas
O: Pasien tampak sering
menggerakkan anggota geraknya
20
- Pasien tampak kelelahan dan sesak
napas setelah ke toilet
- Pasien tampak sesak nafas
- Pasien terpasang O2 kanul 5
liter/menit
- Terdapat edema pada kedua tungkai
1,2 08.25 Memonitor tanda – tanda vital S: -
O: TD : 133/79 mmHg, N : 102 x/mnt,
RR 24 x/m, S 36.4oC
1,2 08.30 Memonitor saturasi oksigen S:-
O: SPO2: 98%
1 08.35 Memonitor status pernafasan S :-
O:
- Pasien bernafas dibantu nasal kanul
5 l/menit
- Nafas vesikuler, nafas cepat dan
dangkal
1 08.40 Memposisikan semi fowler S :-
O :Pasien diposisikan kepala tinggi
450
1 08.45 Memberikan terapi oksigenasi S: -
O: pasien terpasang O2 kanul 5
liter/menit
2 08.50 Monitor keluhan nyeri dada S: Pasien mengatakan tidak merasa
nyeri dada, nyeri dada terjadi kadang-
kadang
O:-
2 09.00 Monitor intake dan output S:
cairan O: I: 1200 cc, O: 900 cc BC: +300
2 09.10 Melatih terapi relaksasi nafas S: Pasien mengatakan paham cara
dalam untuk mengurangi stres melakukan relaksasi napas dalam
dan mengurangi nyeri yang O: Pasien tampak dapat
muncul sewaktu waktu mempraktekan relaksasi napas dalam
2 09.15 Menganjurkan pasien S: Pasien mengatakan lelah setiap
beraktivitas fisik sesuai kembali dari toilet
toleransi O: Pasien tampak kelelahan setelah
dari kamar mandi
2 09.20 Memberikan terapi obat S: -
Spironolakton 1 x 25 mg, O: Pasien tampak koooperatif
CPG
1 x 75 mg, Miniaspi 1 x 80
mg, Atorvastatin 1 x 20 mg,
Bisoprolol 1 x 1,25 mg
2 09.25 Mengkaji pola tidur S: Pasien mengatakan tidur jam 22.00
dan bangun jam 04.00. Terkadang
bangun ditengah malam. Saat sing hari
tidak bisa tidur. Pasien mengatakan
sebelum sakit sudah terbiasa tidur 6
jam per hari
O: Pasien tidak tampak mengantuk
2 09.35 Memotivasi untuk tetap S: Pasien mengatakan masih
melakukan aktivitas ringan membatasi aktivitas
O: Pasien tampak sering
21
menggerakkan anggota geraknya
F. EVALUASI KEPERAWATAN
selasa, 19 Oktober 2021
No Jam Evaluasi Paraf
Dx
1 15.00 S : - Pasien mengatakan sesak napas mulai berkurang
- Pasien mengatakan sesak berkurang ketika berjalan dari toilet
dibanding 6 hari yang lalu
O:
- Pasien tampak sesak berkurang
- Pasien Terpasang oksigen O2 kanul 5 liter/menit
- SpO2 99%
- RR : 22 x/mnt
- Nadi 97x/menit
- TD : 118/76 mmHg
- S 36.4oC
- Pernafasan agak cepat dan dalam
- RR membaik
A : Masalah keperawatan pola nafas tidak efektif belum beratasi
P : Lanjutkan Intervensi
- Observasi KU
- Monitor hemodinamik
- Monitor pola napas, frekuensi napas
2 DS :
- Pasien mengatakan sesak napas berkurang
- Pasien mengatakan mudah lelah ketika berjalan ± 10 meter
DO :
- Pasien tampak kelelahan dan sesak napas setelah ke toilet
- Pasien tampak sesak nafas
- Pasien terpasang O2 kanul 5 liter/menit
- Terdapat edema pada kedua tungkai
- Bacaan EKG Sinus normal
- SpO2 99%
- RR : 22 x/mnt
- Nadi 97x/menit
- TD : 118/76 mmHg
- S 36.4oC
22
BAB III
Pembahasan
Congestive Heart Failure adalah suatu keadaan dimana jantung tidak mampu
memompakan darah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi tubuh untuk
keperluan metabolisme jaringan tubuh pada kondisi tertentu, sedangkan tekanan
pengisian ke dalam jantung masih cukup tinggi (Aspiani, 2014).
Ada beberapa etiologi gagal jantung menurut diantaranya Kelainan otot jantung,
gagal jantung sering terjadi pada seseorang yang menderita kelainan otot jantung,
dimana yang disebabkan karna menurunnya kontraktilitas jantung. Penyebab yang
mendasarai terjadinya kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis coroner, hipertensi
arterial, dan penyakit degenerative atau inflamasi. Selain itu, aterosklerosis yang
mengakibatkan disfungsi miokardium karena terjadinya gangguan aliran darah ke otot
jantung juga dapat menyebabkan gagal jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat
penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya
mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan penyakit miokardium
degenerative, berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara langsung
merusak serabut jantung, menyebabkan terjadinya kontraktilitas menurun (Kasron,
2016).
23
Menurut Wijaya & Putri (2013), manifestasi gagal jantung dapat dibedakan
menjadi 2 yaitu:Gagal jantung kiri dan gagal jantung kanan. Gagal jantung kiri
menyebabkan bendungan pada paru dan gangguan pada mekanisme kontrol pernafasan.
Gejala yang khas antara lain: Dyspnea, Orthopnea, Batuk, dan Mudah lelah. Sementara
itu, gagal jantung kanan menyebabkan peningkatan vena sistemik yang mana
menimbulkan gejala berupa: Oedima parifer, Peningkatan BB, Distensi vena jugularis,
Anoreksia dan Mual.
Tn. B datang ke RSMS dengan keluhan sesak napas dan kaki bengkak. Tn.B
mengalami peningkatan berat badan yang disebabkan terperangkapnya cairan di
tungkai bawah. Setelah dikaji pasien tidak merasakan nyeri dada, namun Tn. B tidak
dapat beraktifitas secara normal karena Tn. B akan sangat merasa lelah hanya dengan
berjalan beberapa meter. Selama di rumah sakit sebagian aktifitas nya dibantu oleh
keluarganya. Tn. B mendapatkan terapi Inj Furosemid, O2 kanul 5 liter/menit,
Spironolakton, Atorvastatin, dan Bisoprolol.
Terapi oksigen telah menjadi prosedur penanganan CHF dan masih terus diteliti
hingga saat ini. Alasan pemberian terapi oksigen pada pasien CHF adalah untuk
meningkatkan oksigenasi sampai tingkat seluler. Akan tetapi terdapat konsekuensi dari
pemberian terapi yang tidak sesuai yaitu hiperoksia. Menurut penelitian lebih dari
setengah dari pasien yang diberikan terapi oksigen tidak mempertimbangkan kadar SpO 2.
Hingga saat ini masih terjadi pro dan kontra terkait pemberian terapi oksigen pada pasien
gagal jantung kongestif dengan normoksia. Hiperoksia dapat menyebabkan masah
kesehat serius diantaranya kerusakan lapisan pembuluh darah, dan penyempitan
pembuluh darah di otak, jantung dan pembuluh darah sistemik.
Penderita congestive heart failure (CHF) sangat memerlukan program rehabilitatif
yang komprehensif untuk mengembalikan kemampuan fisik paska serangan serta
mencegah terjadinya serangan ulang. Latihan fisik pada penderita congestive heart failure
(CHF) bertujuan untuk mengoptimalkan kapasitas fisik tubuh, memberi penyuluhan pada
pasien dan keluarga dalam mencegah perburukan dan membantu pasien. Agar dapat
kembali dapat beraktifitas fisik seperti sebelum mengalami congestive heart failure (CHF)
(Arovah, 2010). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Chung & Schulze, 2011)
menyatakan bahwa latihan olahraga terbukti memperbaiki beberapa hal seperti adanya
perubahan perbaikan terhadap pada otot rangka, pembuluh darah dan sistem ventilasi
24
pasien CHF. Peneliti berasumsi bahwa melakukan rehabilitasi jantung perlu dilakukan
karena membantu pasien untuk kembali dapat beraktifitas fisik seperti sebelum
mengalami congestive heart failure (CHF).
Daftar Pustaka
American Heart Association. (2020). 2020 Heart Disease and Stroke Statistical Update Fact
Sheet At-a-Glance. American Heart Association.
Aspiani, R. Y. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Kardiovaskular
Aplikasi NIC & NOC. Jakarta : EGC
Cahalin LP, A. R. (2015). Breathing Exercise and inspiratory muscle training in heart failure.
Heart Fail Cli, 11(1): 149-72
25
26
27
28