Anda di halaman 1dari 9

ANALISIS NASKAH DRAMA “BULAN BUJUR SANGKAR”

KARYA IWAN SIMATUPANG

Diajukan untuk Memenuhi salah satu Tugas Mata Kuliah Kajian Drama

Dosen Pengampu:

Man Hakim, M.Pd

Disusun Oleh:

Yesi Ratna Sari (2188201045)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU


Hasil
 UNSUR INTRINSIK
1. Alur/Plot
Alur adalah rangkaian peristiwa dan konflik yang menggerakkan jalan cerita. Alur
drama mencakup bagian-bagian pengenalan cerita, konflik awal, perkembangan
konflik, hingga penyelesaian. Sebuah plot yang menarikakan bisa mengigiring
penonton atau pembaca menuju kegentingan yang diiginkan penulis drama.

Analisis Alur (plot) pada naskah drama “Bulan Bujur Sangkar” karya Iwan Simatupang
No Peristiwa Jenis Peristiwa Kutipan
1. Adegan 1 Perdebatan Orang Tua: Ah, sama saja. Lagipula
bagaimana mungkin Maut dapat
digambarkan sebagai sifat Semula?
Anak Muda: Soal ini bagi saya atau Bapak?
Orang Tua: Menurut kau untuk siapa?
Anak Muda: Untuk Bapak
Orang Tua: Pertanyaan itu bukan soal.
Anak Muda: Sungguh suatu Soal. Itulah
hakikat cita Bapak itu. Oleh sebab ituh saya
protes terhadapnya. Ia dapat dijadikan dalil
kesewenangan .
2. Adegan 2 Pembunuhan Perempuan: Sebaiknya? Adakah tiang
gantungan ini bapak dirikan berasas Susila
yang dikandung pengertian “Sebaiknya” ini
juga? Saya kuatir, sampai kiamat tak akan
ada orang yang Bapak gantung
Orang Tua: Dan ini?
Perempuan: Ia Bapak paksa, Bapak bunuh!
3. Adegan 2 Bunuh diri Gembala: Seorang perempuan yang
menggantung dirinya di atas pohon.
Orang Tua: Bagaimana rupanya?
Gembala: Telanjang, Pakaiannya dirobek-
robek jadi tali gantungannya.

2. Latar
Latar adalah keterangan mengenai tempat, ruang, dan waktu di dalam naskah drama.
 Latar tempat, yaitu penggambaran tempat kejadian di dalam naskah drama.
 Latar waktu, yaitu penggambaran waktu kejadian di dalam naskah drama.
 Latar Suasana, yaitu berkaitan dengan situasi atau kondisi yang terjadinya
peristiwa dalam cerita (Mengacu kata sifat).
Analisis latar (tempat, waktu, dan suasana) pada naskah drama drama “Bulan Bujur Sangkar”
karya Iwan Simatupang.
No Latar Tempat Kutipan
1. Gunung Orang tua: (Menunjuk gunung di kejauhan).

No Latar Waktu Kutipan


1. Petang Perempuan: Selamat Petang

No Latar Suasana Kutipan


1. Tegang Anak muda: Bapak ingin bunuh saya?
2. Marah Orang tua: “Persetan sarjana. Kesarjanaan! Ha ha ha. Mari
kita bangun kembali peristiwa ini.” (Ia merasa tersinggung
karena perempuan mengiranya orang yang tidak
berpendidikan.

3. Tokoh
Tokoh dalam drama adalah orang-orang yang hidup dalam arti watak dan karakternya
terungkap melalui penampilan fisik, tindakan, ucapan, perasaan, dan kehendak diri
sendiri maupun kehendak orang lain.

Analisis tokoh pada naskah drama “Bulan Bujur Sangkar” karya Iwan Simatupang
Tabel 1: Jumlah tokoh dan berdasarkan dari segi peran
No Nama Tokoh Peran Kutipan
1. Orang Tua Orang tua berumur 60 Orang Tua: Aku, yang sudah berusia
Tahun 60 tahun
2. Anak Muda Pemuda MASUK PEMUDA,
BERTAMPANG LIAR, LETIH,
DAN MENENTENG MITRALIUR.
IA KAGET, MELIHAT TIANG
GANTUNGAN DAN ORANG
YANG BERDIRI TENANG DI
SAMPINGNYA
3. Perempuan Perempuan SEORANG PEREMPUAN MASUK.
USIANYA LEBIH KURANG 25
TAHUN
4. Gembala Pengembala Kecil . GEMBALA KECIL MUNCUL
Tabel 2: Tokoh Utama dan Pendamping.
No Nama Interaksi dengan tokoh Muncul setiap Keterangan
Tokoh lain Adegan
1. Orang tua Anak  A.1  Tokoh Utama
Muda A.2 
Perempuan  A.3 
Gembala 

2. Anak Orang Tua  A.1  Tokoh Pendamping


Muda Perempuan - A.2 -
Gembala - A.3 -

3. Perempuan Orang Tua  A.1 - Pendamping


Anak - A.2 
Muda A.3 -
Gembala -

4. Gembala Orang Tua  A.1 - Pendamping


Anak - A.2 -
Muda A.3 
Perempuan -

Tabel 3: Penokohan dan Karakter


Analisis penokohan pada naskah drama “Bulan Bujur Sangkar” karya Iwan Simatupang
No Nama Tokoh Karakter Kutipan
1. Orang Tua Sombong, ego Orang tua: “ (Mengakhiri hidupnya).
Aku membunuh, oleh sebab itu aku
ada”.
2. Anak Muda Rasional “Anak muda: Bapak ingin memaksa
saya? Ini membunuh saya namanya.
Sedang rencana Bapak itu bertolak dari
kemauan bebas”.
3. Perempuan Penyayang Perempuan: “Ia baru saja dari sini.
Baunya masih mengendap di sini.
Bagaimana rupanya kini, Pak?
Kuruskah? Gemukkah? Masih utuhkah
tubuhnya? Belum pincang? Tuli?
Buta? Adakah masih tahi lalat pada
keningnya atas alis matanya sebelah
kiri? Tahi lalat sebesar biji delima?
Tahi lalat berwarna ungu tua, sandaran
bibirku di kala rindu… Ke mana
bibirku harus kusandarkan?”
4. Gembala Rasionaitas Orang tua: “Apakah ia masih gadis?
Buah dadanya! Buah dadanya!”
Gembala: (gembala pergi diam-diam.
suara belantara makin ramai.)

4. Amanat
Amanat adalah pesan moral yang ingin disampaikan seorang pengarang kepada
pembaca atau penonton. Amanat drama selalu berhubungan dengan tema dan
ceritanya, amanat juga menyangkut nilai yang ada di masyarakat, dan disampaikan
secara implisit.
Amanat atau pesan yang dapat di ambil dari naskah drama di atas adalah [1]
janganlah mudah terpengaruh dengan kata-kata orang lain jika belum mengetahui
kebenarannya dan [2] pentingnya membentengi diri dengan memperkuat iman
agar tidak mudah digoyahkan oleh godaan perilaku yang tidak baik. Hal ini sejalan
dengan pendapat (Nur, 2018) bahwa adanya ilmu agama yang kuat dapat
mengontrol diri seseorang dan terhindar dari perbuatan buruk. Saat ini khususnya
remaja sangat membutuhkan ilmu agama dan pendidikan karakter yang kuat,
karena pergaulan zaman sekarang bisa dikatakan pergaulan bebas. Langkah utama
untuk menyelamatkan generasi saat ini dapat dimulai dari diri sendiri, keluarga,
sekolah, dan lingkungan masyarakat yang baik
5. Tema
Tema adalah gagasan pokok atau jug ide yang mendasari pembuatan dari sebuah
drama. Tema merupakan gagasan utama yang menjalin struktur isi drama, tema
berkaitan dengan proses jalan cerita sebuah drama.
Tema dalam naskah drama Bulan Bujur Sangkar karya Iwan Simatupang,
adalah mengajarkan tentang nafsu keangkaramurkaan, yang akhirnya membinasakan
dirinya sendiri. Kehidupan selalu tidak pernah terlepas dari kekuasaan,
pemberontakan, dan wanita.
6. Gaya Bahasa
Gaya Bahasa yang digunakan dalam naskah drama “Bulan Bujur Sangkar” karya
Iwan Simatupang
Gaya Bahasa Petentangan
 Personifikasi
Analisis majas personifikasi yang terdapat dalam naskah drama Bulan Bujur
Sangkar cukup intens sebagaimana terdapat pada data berikut.
“Orang Tua: … Ya, tak lama lagi kau akan siap. Tak lama lagi! Ah,
sebenarnya kau sudah siap. Praktis siap! Coba lihat: betapa megahnya!
(Mengelus Tiang). Betapa jelitanya! Betapa tidak! Seluruh hidupku
kuhabiskan guna mencari kayu yang terbangsawan bagi kau (hlm.1).”
 Hiperbola
“Orang Tua: … Ya, tak lama lagi kau akan siap. Tak lama lagi! Ah,
sebenarnya kau sudah siap. Praktis siap! Coba lihat: betapa megahnya!
(mengelus tiang). Betapa jelitanya, (elusannya kian mesra) betapa tidak!
Seluruh hidupku kuhabiskan guna mencari kayu yang terbangsawan bagi kau.
(hlm. 1).
Ekstrimis: (Buas) Orang Tua jahanam!. Bertanya, dengan alasan apa, dengan
tujuan apa …(hlm. 2)”

7. Petunjuk Teknis
Pada petunjuk teks yang ditemukan ada beberapa diantaranya yaitu:
 Gembala: Seorang perempuan yang menggantung dirinya di atas pohon.
(Dari kutipan ini, pembaca dapat memahami bahwa perempuan itu bunuh
diri).

 UNSUR EKSTRINSIK
 Biografi Pengarang
Iwan Simatupang adalah sastrawan tahun 1960-an yang menulis karya-karya yang
bersifat inkonvensional sebagai pertanda angin baru dalam kesusastraan Indonesia.
Iwan Simatupang lahir di Sibolga, Sumatera Utara, tanggal 18 Januari dengan nama
Iwan Martua Dongan Simatupang. Sebagian masa kecil Iwan dilaluinya di Aceh,
daerah yang dikenal sebagai “serambi Mekah”. Kemudian, pada masa remajanya dia
tinggal di Sibolga, tempat kelahirannya, yaitu pusat agama Protestan di Sumatra
Utara. Iwan Simatupang akhirnya memilih agama Katolik sebagai agamanya sampai
akhir hayat.
Iwan mulai menulis pada awal 1950an. Kala itu, ia tengah belajar di Fakultas
Kedokteran, Sekolah Kedokteran Surabaya. Mula-mula Iwan mengirimkan
naskahnaskahnya ke Siasat, Zenith, Mimbar Indonesia. Karya-karya awal atau
setidaktidaknya yang mula ia publikasikan, adalah sajak-sajak. Namun, menurut
pendapat Dami N. Toda, sajak-sajak tersebut kurang berhasil. Diksi dan verifikasinya
terlampau dipaksa-paksakan menanggung beban ide atau tema, sehingga tak memberi
harapan bagi kepengarangan Iwan di dunia kepenyaira.

 PENDEKATAN MIMETIK
1. Teori Pendekatan Mimetik
Pendekatan mimetik adalah suatu jenis pendekatan yang dalam
analisisnya, mengkaji hubungan antara suatu karya sastra dengan kenyataan
yang terjadi di kehidupan sehari-hari. Menurut Semi (2021, hlm 7), kritik
mimetik (mimetic criticism), yaitu kritik yang bertolak pada pandangan bahwa
karya sastra merupakan suatu tiruan atau penggambaran dunia dan kehidupan
manusia. Oleh sebab itu, kritik sastra mimetik cenderung untuk mengukur
kemampuan satu karya sastra menangkap gambaran kehidupan yang dijadikan
sebagai objek.
Dalam berbagai aspek kehidupan banyak hal yang dapat dinilai dengan
pendekatan mimetik ini. Peneliti dapat menganalisis dari segi agama,
pendidikan, sosial, politik, budaya, dan hal yang lainnya. Khusus dalam
penelitian ini, penulis memilih untuk memfokuskan analisis pada aspek sosial
dan budaya saja. Menurut penulis pendekatan mimetik ini, merupakan jenis
pendekatan yang tepat untuk mengkaji nilai sosial dan budaya dalam suatu
cerpen. Penulis berharap dengan adanya analisis aspek sosial dan budaya
terhadap suatu cerpen ini dapat membuat seorang siswa dapat menghargai, dan
juga melestarikan setiap kebudayaan yang ada di Indonesia.
Seperti yang dikatakan oleh Semi (2021, hlm 21), Kritik sastra
berfungsi pula untuk membina tradisi kebudayaan, membentuk suatu tempat
berpijak cita rasa yang benar, melatih kesadaran, dan secara sadar pula
mengarahkan pembaca kepada pembinaan pengertian tentang makna
kehidupan. Hal yang dijelaskan oleh Semi tersebut bermaksud untuk
pembinaan terhadap kebudayaan dan apresiasi seni.
Pemahaman unsur sosial pada naskah drama akan memberikan
gambaran nilai-nilai sosial kemasyarakatan. Nilai sosial tersebut melingkupi
hubungan pengarang dengan masyarakat dan hasil karya sastra dengan
masyarakat. Nilai sosial akan memudahkan pembaca untuk memahami nilai
sosial masyarakat drama, sehingga pemahaman terhadap isi drama dapat
menyeluruh. Oleh sebab itu dalam mengkaji naskah drama tersebut harus tepat
dalam penggunaan pendekatan, dalam hal ini pendekatan sosiologi.

2. Analisis Pendekatan Mimetik pada Naskah Drama (Aspek Sosial)


Seperti pada pada karya-karyanya yang lain Iwan Simatupang
memberikan ke khasan yang sama pada naskah drama Bulan Bujur Sangkar.
Kekhasan karya Iwan Simatupang adalah imaji manusia “gelandangan”, yakni
manusia yang memiliki banyak pilihan, terlepas dari semua konvensi
kehidupan.
Imaji kegelandangan ini ditunjukkan oleh sosok tokoh Orang Tua,
datanya adalah sebagai berikut.
“Orang Tua: (terharu) mengapa batas yang kaucari itu tak ingin kau
melihatnya pada tali ini? (mengelus tali penuh sayang). Ia terbuat dari
jenis yang terbangsawan, dari bawah himpitan salju di puncak Mount
Everest. Ayo lekaslah nak. Waktumu tidak banyak, tak banyak.
(dengan gairahnya mengguling sebuah batu ke bawah tiang gantungan,
dengan maksud sebagai tempat berdiri sebelum digantung) (hlm. 7).”

Pada data tersebut terlihat bahwa keinginan dari tokoh Orang Tua
akhirnya adalah menggantung dirinya sendiri di tiang gantungan
kesayangannya. Watak tokoh Orang Tua memang sering berubah-ubah, dan
tidak terduga sebelumnya. Selain kuat, tegas, licik, dia juga seorang yang
galak.

Anda mungkin juga menyukai