Anda di halaman 1dari 11

BAB III

PEMBAHASAN
3.1

Analisis Citraan dalam Puisi WS Rendra


SAJAK MATAHARI
Oleh: WS Rendra
Matahari bangkit dari sanubariku.
Menyentuh permukaan samodra raya.
Matahari keluar dari mulutku,
menjadi pelangi di cakrawala.
Wajahmu keluar dari jidatku,
wahai kamu, wanita miskin !
kakimu terbenam di dalam lumpur.
Kamu harapkan beras seperempat gantang,
dan di tengah sawah tuan tanah menanammu !
Satu juta lelaki gundul
keluar dari hutan belantara,
tubuh mereka terbalut lumpur
dan kepala mereka berkilatan
memantulkan cahaya matahari.
Mata mereka menyala
tubuh mereka menjadi bara
dan mereka membakar dunia.
Matahari adalah cakra jingga
yang dilepas tangan Sang Krishna.
Ia menjadi rahmat dan kutukanmu,
ya, umat manusia !
Yogya, 5 Maret 1976
Potret Pembangunan dalam Puisi

a.

1)

Citraan dalam Puisi Sajak Matahari


Citraan yang telah dianalisis pemakalah dalam puisi Sajak Matahari yaitu citraan
penglihatan, citra perabaan, citra gerak, dan citra perasaan.
Citraan Penglihatan (visual imagery)
Citraan ini dapat dilihat pada bait pertama dan baris ketiga dan keempat puisi tersebut.
Matahari keluar dari mulutku,
menjadi pelangi di cakrawala

Kemudian pada bait ketiga puisi tersebut.


Satu juta lelaki gundul
keluar dari hutan belantara,
tubuh mereka terbalut lumpur
dan kepala mereka berkilatan
memantulkan cahaya matahari.
Mata mereka menyala
tubuh mereka menjadi bara
dan mereka membakar dunia
Dari beberapa penggalan bait puisi tersebut diatas, dimana seorang penyair menginginkan
bahwa apa yang ia rasakan, juga dirasakan oleh pembaca mengenai semangatnya yang membara,
bersahaja, yang tak kenal lelah hingga dunia tergentar dan terbakar karena semangat itu.
2)

Citra Perabaan (tactile imagery)


Citraan pendengaran yang terdapat pada puisi ini yaitu dapat dilihat pada bait pertama baris
kedua.
Menyentuh permukaan samodra raya
Kemudian pada bait ketiga baris ketujuh yaitu.
tubuh mereka menjadi bara
dan mereka membakar dunia
Pada bait-bait ini dimana penyair memberikan pemahaman kepada pembaca bahwa
seseorang harus memiliki keinginan dan kemauan yang besar untuk menggapai sesuatu,
hingga menjadi bara yaitu mengindikasikan semangat yang membara tidak kenal putus asa.

3)

4)

Citra Gerak
Citraan gerak dalam puisi karya WS Rendra ini yaitu terdapat pada penggalan bait pertama
dan ketiga yaitu sebagai berikut:
Matahari bangkit dari sanubariku
Satu juta lelaki gundul
keluar dari hutan belantara
Citra Perasaan
Citraan ini pada puisi Sajak Matahari dapat dilihat pada bait pertama yaitu.
Matahari bangkit dari sanubariku
Disini penyair menggunakan perasaannya sebagai penyampaian imajinya terhadap
gambaran-gambaran masa pembangunan, yang membuat ia mencoba bangkit dari keterpurukan.

SAJAK SEBATANG LISONG


Oleh: WS Rendra
Menghisap sebatang lisong
melihat Indonesia Raya,
mendengar 130 juta rakyat,
dan di langit
dua tiga cukong mengangkang,
berak di atas kepala mereka
Matahari terbit.
Fajar tiba.
Dan aku melihat delapan juta kanak-kanak
tanpa pendidikan.
Aku bertanya,
tetapi pertanyaan-pertanyaanku
membentur meja kekuasaan yang macet,
dan papantulis-papantulis para pendidik
yang terlepas dari persoalan kehidupan.
Delapan juta kanak-kanak
menghadapi satu jalan panjang,
tanpa pilihan,
tanpa pepohonan,
tanpa dangau persinggahan,
tanpa ada bayangan ujungnya.

Menghisap udara
yang disemprot deodorant,
aku melihat sarjana-sarjana menganggur
berpeluh di jalan raya;
aku melihat wanita bunting
antri uang pensiun.
Dan di langit;
para tekhnokrat berkata :
bahwa bangsa kita adalah malas,
bahwa bangsa mesti dibangun;
mesti di-up-grade
disesuaikan dengan teknologi yang diimpor
Gunung-gunung menjulang.
Langit pesta warna di dalam senjakala
Dan aku melihat
protes-protes yang terpendam,
terhimpit di bawah tilam.
Aku bertanya,
tetapi pertanyaanku
membentur jidat penyair-penyair salon,
yang bersajak tentang anggur dan rembulan,
sementara ketidakadilan terjadi di sampingnya

b.

1)

dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan


termangu-mangu di kaki dewi kesenian.
Bunga-bunga bangsa tahun depan
berkunang-kunang pandang matanya,
di bawah iklan berlampu neon,
Berjuta-juta harapan ibu dan bapak
menjadi gemalau suara yang kacau,
menjadi karang di bawah muka samodra.

Kita harus berhenti membeli rumus-rumus asing.


Diktat-diktat hanya boleh memberi metode,
tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan.
Kita mesti keluar ke jalan raya,
keluar ke desa-desa,
mencatat sendiri semua gejala,
dan menghayati persoalan yang nyata.
Inilah sajakku
Pamplet masa darurat.
Apakah artinya kesenian,
bila terpisah dari derita lingkungan.
Apakah artinya berpikir,
bila terpisah dari masalah kehidupan.
19 Agustus 1977
ITB Bandung
Potret Pembangunan dalam Puisi
Citraan dalam Puisi Sajak Sebatang Lisong
Dalam puisi ini citraan yang telah dianalisis pemakalah yaitu citraan penglihatan, citra
pendengaran, citra perabaan, citra penciuman, citra gerak, dan citra perasaan.
Citra Penglihatan (visual imagery)
Citraan ini dapat dilihat pada bait pertama baris kedua, yaitu sebagai berikut.
Menghisap sebatang lisong
melihat Indonesia Raya,
Kemudian pada bait kedelapan baris pertama, kedua, dan ketiga pada puisi tersebut.
...Gunung-gunung menjulang
Langit pesta warna di dalam senjakala
Dan aku melihat
protes-protes yang terpendam
Dari penggalan puisi diatas, penyair menyampaikan kepada pembaca mengenai buramnya
negara Indonesia, yang dikelilingi asap keburaman. Orang-orang kaya (pejabat) berpesta pora,
sedangkan orang-orang dibawah protes akan tingkah para pejabat tersebut.

2)

Citra Pendengaran (auditory imagery)

Citraan pendengaran ini terlihat pada bait kesepuluh baris kelima yaitu sebagai berikut.
menjadi gemalau suara yang kacau,
menjadi karang di bawah muka samodra
Disini pemakalah menganalisis, penyair menyampaikan bahwa suara-suara yang
dikumandangkan oleh masyarakat tidak pernah didengarkan, hanya seperti gema yang memantul.
Sehingga menjadi karang di bawah muka samodra, disini juga melukiskan ketidak adilan
yang mengacuhkan suara-suara masyarakat, sehingga diabaratkan seperti karang.
3)

Citra Perabaan (tactile imagery)


Citraan pendengaran yang terdapat pada puisi ini yaitu dapat dilihat pada bait ketiga baris
ketiga.
Aku bertanya,
tetapi pertanyaan-pertanyaanku
membentur meja kekuasaan yang macet
Pada bait baris ketiga ini, penyair menyampaikan kepada pembaca melalui keterlibatan
dirinya dengan citra perabaan membentur.

4)

Citra Penciuman (olfactory)


Citra ini terdapat pada bait kelima baris kedua, yaitu sebagai berikut.
Menghisap udara
yang disemprot deodorant

5)

Citra Gerak
Citra gerak terletak pada bait kesebelas baris keempat dan lima, yaitu sebagai berikut.
Kita mesti keluar ke jalan raya,
keluar ke desa-desa

6)

Pada bait ini, penyair mencoba menyampaikan kepada pembaca, mengenai keinginannya.
Penyair mengajak pembaca untuk bersatu, berkumpul untuk menggapai keadilan.
Citra Perasaan
Citraan ini terlihat pada bait kesebelas bari ketujuh
mencatat sendiri semua gejala,
dan menghayati persoalan yang nyata
Pada baris ketujuh bait ini, dimana pengarang atau penyair mengajak
pembacamenghayati persoalan yang telah terjadi. Yaitu dengan melibatkan suasana perasaan
pembaca, sehingga pembaca dapat terlibat perasaannya dalam menghayati puisi ini.

c.

1)

TAHANAN
Oleh: WS Rendra
Atas ranjang batu
tubuhnya panjang
bukit barisan tanpa bulan
kabur dan liat
dengan mata sepikan terali
Di lorong-lorong
jantung matanya
para pemuda bertangan merah
serdadu-serdadu Belanda rebah
Di mulutnya menetes
lewat mimpi
darah di cawan tembikar
dijelmakan satu senyum
barat di perut gunung
(Para pemuda bertangan merah
adik lelaki neruskan dendam)
Dini hari bernyanyi
di luar dirinya
Anak lonceng
menggeliat enam kali
di perut ibunya
Mendadak
dipejamkan matanya
Sipir memutar kunci selnya
dan berkata
-He, pemberontak
hari yang berikut bukan milikmu !
Diseret di muka peleton algojo
ia meludah
tapi tak dikatakannya
-Semalam kucicip sudah
betapa lezatnya madu darah.
Dan tak pernah didengarnya
enam pucuk senapan
meletus bersama
Kisah
Th VI, No 11
Nopember 1956
Citraan dalam Puisi Tahanan
Pada puisi Tahanan ini citraan yang telah dianalisis yaitu citraan penglihatan, citraan
perasaan, citra pendengaran, dan citra pengecapan.
Citra penglihatan
Citraan ini terdapat pada bait kedua baris pertama yaitu sebagai berikut.

Di lorong-lorong
jantung matanya
Kemudian pada bait ketiga baris pertama
Di mulutnya menetes
lewat mimpi

2)

3)

4)

Pada bait-bait puisinya, WS Rendra selalu memasukkan citraan penglihatan. Dimana ia


memberitahukan kepada pembaca tentang peristiwa dan kejadian dengan citra penglihatan.
Citra Perasaan
Citraan ini terlihat pada bait pertama baris kelima yaitu sebagai berikut.
kabur dan liat
dengan mata sepikan terali
Citra Pendengaran
Citra pendengaran terdapat pada bait keempat, lima dan tujuh yaitu sebagai berikut.
Dini hari bernyanyi
di luar dirinya
dan berkata
-He, pemberontak
hari yang berikut bukan milikmu!...
Dan tak pernah didengarnya
enam pucuk senapan
meletus bersama
Dengan citraan ini penyair menyampaikan kepada pembaca mengenai kepedihan seorang
tahanan didalam selnya.
Citra Pengecapan
Citraan ini ditemukan pada bait keenam baris kelima, yaitu sebagai berikut.
Semalam kucicip sudah
betapa lezatnya madu darah
Melalui citraan pada bait ini juga, penyair mencoba menyampaikan kepada pembaca
mengenai tragisnya menjadi seorang tahanan. Bermandikan darah karena disiksa, diintrogasi
dengan kekerasan, dan didihina oleh petugas algojo yang menghukumnya.
SAJAK WIDURI UNTUK JOKI TOBING
Oleh: WS Rendra
Debu mengepul mengolah wajah tukang-tukang parkir.
Kemarahan mengendon di dalam kalbu purba.
Orang-orang miskin menentang kemelaratan.
Wahai, Joki Tobing, kuseru kamu,
kerna wajahmu muncul dalam mimpiku.
Wahai, Joki Tobing, kuseru kamu
karena terlibat aku di dalam napasmu.
Dari bis kota ke bis kota

kamu memburuku.
Kita duduk bersandingan,
menyaksikan hidup yang kumal.
Dan perlahan tersirap darah kita,
melihat sekuntum bunga telah mekar,
dari puingan masa yang putus asa.
Nusantara Film, Jakarta, 9 Mei 1977
Potret Pembangunan dalam Puisi
d.

1)

2)

Citraan dalam Puisi Sajak Widuri untuk Joki Tobing


Pada puisi Sajak Widuri untuk Joki Tobing ini, pemakalah menganalisis dimana terdapat
tiga citraan didalam puisi ini yaitu citra perabaan, perasaan, citra pendengaran, dan citra
penglihatan.
Citra Perabaan
Citraan ini terdapat pada baris pertama yaitu sebagai berikut.
Debu mengepul mengolah wajah tukang-tukang parkir
Penyair menggunakan kata-kata dengan citraan ini, untuk menggambarkan bagaimana rupa
tukang-tukang parkir, yang berkecimpung dengan debu sehingga mengepul diwajah mereka.
Citra Perasaan
Citraan ini terlihat pada baris kedua, dan baris terakhir puisi tersebut, yaitu sebagai berikut.
Kemarahan mengendon di dalam kalbu purba.
Orang-orang miskin menentang kemelaratan
dari puingan masa yang putus asa

3)

4)

Pada baris ini, penyair menggunakan perasaan baik perasaan marah, sedih dan lain-lain.
Dimana menggambarkan penderitaan orang-orang miskin ditengah kemelaratan, sehingga
mereka menentang kemelaratan tersebut dengan kemarahan mengendon di dalam kalbu purba.
Citra Pendengaran
Citra pendengaran dalam puisi ini terletak pada baris keempat yaitu sebagai berikut.
Wahai, Joki Tobing, kuseru kamu

Citra Penglihatan
Citraan ini terletak pada baris kesebelas dan tigabelas puisi tersebut yaitu sebagai berikut:
...menyaksikan hidup yang kumal.
Dan perlahan tersirap darah kita,
melihat sekuntum bunga telah mekar
Pada baris ini, dimana penyair melibatkan pembaca dalam menyampaikan isi puisinya.
Disini terlihat bahwa kehidupan yang kumal atau kotor tukang-tukang parker, terlihat

pengorbanan dan pada akhirnya melihat sekuntum bunga telah mekar. Menandakan penantian
sebuah kebahagiaan nantinya.
SAJAK SEORANG TUA UNTUK ISTERINYA

Aku tulis sajak ini


untuk menghibur hatimu
Sementara kau kenangkan encokmu
kenangkanlah pula masa remaja kita yang gemilang
Dan juga masa depan kita
yang hampir rampung
dan dengan lega akan kita lunaskan.
Kita tidaklah sendiri
dan terasing dengan nasib kita
Kerna soalnya adalah hukum sejarah kehidupan.
Suka duka kita bukanlah istimewa
kerna setiap orang mengalaminya.
Hidup tidaklah untuk mengeluh dan mengaduh
Hidup adalah untuk mengolah hidup
bekerja membalik tanah
memasuki rahasia langit dan samodra,
serta mencipta dan mengukir dunia.
Kita menyandang tugas,
kerna tugas adalah tugas.
Bukannya demi sorga atau neraka.
Tetapi demi kehormatan seorang manusia.
Kerna sesungguhnyalah kita bukan debu
meski kita telah reyot, tua renta dan kelabu.
Kita adalah kepribadian
dan harga kita adalah kehormatan kita.
Tolehlah lagi ke belakang
ke masa silam yang tak seorangpun kuasa menghapusnya.
Lihatlah betapa tahun-tahun kita penuh warna.
Sembilan puluh tahun yang dibelai napas kita.
Sembilan puluh tahun yang selalu bangkit
melewatkan tahun-tahun lama yang porak poranda.
Dan kenangkanlah pula
bagaimana kita dahulu tersenyum senantiasa
menghadapi langit dan bumi, dan juga nasib kita.
Kita tersenyum bukanlah kerna bersandiwara.
Bukan kerna senyuman adalah suatu kedok.
Tetapi kerna senyuman adalah suatu sikap.
Sikap kita untuk Tuhan, manusia sesama,
nasib, dan kehidupan.
Lihatlah! Sembilan puluh tahun penuh warna
Kenangkanlah bahwa kita telah selalu menolak menjadi koma.
Kita menjadi goyah dan bongkok

kerna usia nampaknya lebih kuat dari kita


tetapi bukan kerna kita telah terkalahkan.
Aku tulis sajak ini
untuk menghibur hatimu
Sementara kaukenangkan encokmu
kenangkanlah pula
bahwa kita ditantang seratus dewa.
WS. Rendra, Sajak-sajak sepatu tua,1972
BAHWA KITA DITANTANG SERATUS DEWA.
e.

1)

2)

Citraan dalam Puisi Sajak Seorang Tua untuk Istrinya

Dalam puisi Sajak Seorang Tua untuk Istrinya ini, pemakalah menganalisis dimana terlihat
beberapa citraan didalam puisi ini yaitu citra perabaan, perasaan, dan citra penglihatan.
Citra Perabaan/Perasa
Citraan ini terdapat pada bait pertama baris kedua, yaitu sebagai berikut.
Sementara kau kenangkan encokmu
kenangkanlah pula masa remaja kita yang gemilang
Pada baris ini dimana penyair memasukkan kata encok, encok ini yaitu perasaan sakit pada
tulang seperti rematik dan lain-lain.
Citra Perasaan

Pemakalah menganalisis, pada puisi Sajak Seorang Tua untuk Istrinya didominasi oleh
citraan perasaan, dimana kebanyakan dari bait puisi ini terkandung citra perasaan yaitu sebagai
berikut.
Pada bait pertama baris kedua puisi tersebut.
Aku tulis sajak ini
untuk menghibur hatimu
Pada bait ini penyair melibatkan dirinya masuk kedalam pengisahan puisi ini, dengan kata
Aku. Disini penyair mengungkapkan bahwa apa yang ia lakukan untuk menghibur orang-orang
terdekatnya.
Kemudian pada bait kedua baris keempat.
...Suka duka kita bukanlah istimewa
kerna setiap orang mengalaminya
Pada bait kedua ini dengan kata Suka duka penyair menyampaikan, tentang suasana
perasaan hati, yang terkadang suka dan dirundung duka, dan setiap orang pasti akan
mengalaminya
Kemudian pada bait ketiga baris pertama.
Hidup tidaklah untuk mengeluh dan mengaduh
Hidup adalah untuk mengolah hidup

Pada bait ini penyair menyampaikan kepada pembaca, tentang gejolak kehidupan. Dimana
hidup itu bukanlah dilampiaskan hanya untuk mengeluh dan hanya mengaduh saja, tetapi penyair
mengajak pembaca untuk mengelola hidup agar menjadi lebih baik.
Kemudian pada bait kelima baris keenam.
bagaimana kita dahulu tersenyum senantiasa
menghadapi langit dan bumi, dan juga nasib kita...
Pada bait ini juga penyair menyampaikan tentang bagaimana ia selalu tersenyum
menghadapi masalah dan nasib yang dialaminya.
3)

Citra Penglihatan
Citraan ini dapat terlihat pada bait kelima, yaitu sebagai berikut.
...Lihatlah betapa tahun-tahun kita penuh warna.
Sembilan puluh tahun yang dibelai napas kita.
Sembilan puluh tahun yang selalu bangkit
melewatkan tahun-tahun lama yang porak poranda
Disini penyair menggunakan kata Lihatlah yang merupakan citra penglihatan, disini
bermaksud mengajak pembaca masuk dalam penghayatan puisinya.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Citraan atau pengimajian adalah gambar-gambar dalam pikiran, atau gambaran angan si
penyair. Setiap gambar pikiran disebut citra atau imaji (image). Gambaran pikiran ini adalah
sebuah efek dalam pikiran yang sangat menyerupai gambaran yang dihasilkan oleh penangkapan
kita terhadap sebuah objek yang dapat dilihat oleh mata (indera penglihatan). Citraan tidak
membuat kesan baru dalam pikiran.
Dari puisi-puisi karya WS Rendra yang telah dianalasis oleh pemakalah, terlihat jelas
bahwa dalam puisinya tersebut, penyair memperhatikan setiap katanya agar memiliki makna dari
imaji atau citraan dari kata-kata yang telah dihasilkannya. Jadi dalam lima puisi WS Rendra yang
pemakalah analisis, setiap puisinya didominasi oleh citra perasaan.
Saran
Semoga apa yang pemakalah samapaikan ini, dapat bermanfaat bagi kita semua.
Kemudian dapat dijadikan contoh maupun referensi untuk pemakalah selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai