Anda di halaman 1dari 35

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan
rahmat-Nya, “Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar”, dapat
kami selesaikan dengan baik. Penyusunan laporan ini diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai benda-benda cagar budaya maupun yang diduga cagar budaya, agar menjadi basis data
untuk Kantor Balai Pelestarian Cagar Budaya Maluku Utara dan bermanfaat bagi masyarakat.
Selama proses penulisan dan penyelesaian laporan ini, kami banyak memperoleh
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Kami menyadari sepenuhnya bahwa bantuan dan
dorongan yang tiada henti itu semakin menambah semangat kami untuk segera menyelesaikan
laporan dengan baik. Untuk itu dalam laporan yang sederhana ini dan dengan segala kerendahan
hati, kami ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Drs. Muhammad Husni, M.M. selaku Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya Maluku Utara,
yang telah memberikan kepercayaan kepada kami untuk melaksanakan tugas pendataan.
2. Rinawati Idrus, M.Pd. selaku Kasubag Tata Usaha Balai Pelestarian Cagar Budaya Maluku
Utara, yang selalu memberikan arahan dan masukan mengenai administrasi laporan.
3. Iwaulini, S.T. selaku Kasi Perlindungan Pengembangan Pemanfaatan, yang selalu
memberikan saran sehingga laporan ini dapat dikerjakan dengan baik.
Kami menyadari bahwa laporan ini jauh dari kata sempurna, sehingga saran maupun kritik
sangat kami butuhkan demi kesempurnaan laporan ini. Akhir kata, kami berharap apa yang telah
kami tulis dalam laporan ini dapat menjadi referensi dan acuan bagi Balai Pelestarian Cagar
Budaya Maluku Utara dalam merumuskan kebijakan pelestarian lainnya, serta menambah
wawasan kepada masyarakat mengenai tinggalan cagar budaya yang ada di sekitar mereka.
Ternate, 10 Maret 2020

Tim Pelaksana

Laporan Inventarisasi Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................................................... ii

DAFTAR TABEL .......................................................................................................................... iii

DAFTAR FOTO ............................................................................................................................ iv

BAB 1. PENDAHULUAN ..............................................................................................................1

1.1 Latar Belakang .......................................................................................................................1


1.2 Dasar Hukum ..........................................................................................................................2
1.3 Maksud dan Tujuan Latar Belakang ......................................................................................2
1.4 Keluaran (Output) ..................................................................................................................3
1.5 Hasil (Outcome) .....................................................................................................................3
1.6 Manfaat (Benefit) ...................................................................................................................3
BAB 2. METODE DAN PELAKSANAAN KEGIATAN .............................................................4

2.1 Metode ....................................................................................................................................4


2.2 Pengumpulan Data .................................................................................................................4
2.3 Pengolahan Data .....................................................................................................................5
BAB 3.2 CAGAR BUDAYA DAN SITUS DI KABUPATEN KEPULAUAN TANIMBAR .....7
3.1 Kondisi Geografi ....................................................................................................................7
3. 2 Cagar Budaya di Desa Sangliat Dol ......................................................................................8
1. Perahu Batu di Desa Sangliat Dol ...................................................................................8
2. Perahu Batu di Desa Arui Bab (Natar Sori) ..................................................................12
3. Nekara ...........................................................................................................................17
3.3 Arah Pelestarian dan Pengembangan Potensi ......................................................................27
BAB 4. KESIMPULAN.................................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................31

Laporan Inventarisasi Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Bagian-bagian dari Natar Fampompar ...................................................................... 10


Tabel 2. Bagian-bagian dari Natar Sori ................................................................................... 14
Tabel 3. Bagian-bagian dari Nekara ........................................................................................ 17

Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur Bangunan Natar Fampompar ..................................................................... 9


Gambar 2 Susunan tempat duduk pada Natar Fampompar ..................................................... 10
Gambar 3 Struktur Susunan Wilempit ..................................................................................... 11
Gambar 4 Peta Lokasi Natar Fampompar, Tangga Batu, dan Wilempit ................................. 12
Gambar 5 Struktur Susunan Natar Sori ................................................................................... 12
Gambar 6 Pamaru .................................................................................................................... 13
Gambar 7 Peta Lokasi Natar Sori ............................................................................................ 14
Gambar 8 Nekara di desa Arui Das ......................................................................................... 16
Gambar 9 Nekara Arui Das (Tampak Atas) ............................................................................ 17

Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020

2
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Cagar Budaya dan Situs merupakan tinggalan budaya masa lalu yang memiliki nilai
penting bagi ilmu pengetahuan, sejarah dan kebudayaan, sehingga keberadaannya dilindungi
oleh Negara dengan diterbitkannya Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar
Budaya. Wilayah Indonesia sangatlah kaya dengan cagar budaya, baik bentuk maupun jenisnya,
dan tersebar hampir di seluruh Nusantara, termasuk di wilayah Maluku, Maluku Utara, Papua,
dan Papua Barat.
Benda cagar budaya merupakan sebuah tinggalan arkeologi yang memiliki nilai sejarah,
arsitektur, dan lainnya. Dalam era global perlu diwaspadai adalah kepunahan dan kehancuran.
Dengan demikian usaha-usaha untuk menggali dan menghimpun informasi tentang cagar budaya
untuk mempertahankan budaya bangsa dan citra sangatlah penting. Dari hasil penelitian
arkeologi yang telah dilaksanakan oleh Balai Arkeologi Maluku, terbukti masih ada beberapa
tradisi budaya religi dari budaya masa lampau yang masih berkembang hingga kini di daerah
Maluku. Bentuk religi yang dimaksud adalah adanya kepercayaan terhadap arwah nenek moyang
dan kekuatan-kekuatan alam yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia. Hal ini dapat
dibuktikan melalui benda-benda tinggalan budaya masa lampau terutama tinggalan budaya yang
berciri megalitik, Bangunan Perahu Batu. Bangunan Perahu batu ini dapat dijumpai di Pulau
Yamdena Selatan, wilayah Kecamatan Tanimbar Selatan, Kabupaten Kepulauan Tanimbar.
Agar benda cagar budaya tersebut dapat dimanfaatkan dengan optimal maka harus
dilestarikan dengan cara perlindungan, penyelamatan, pemeliharaan, pemanfaatan, dan
pengawasan dalam bentuk pengendalian secara tepat. Untuk mewujudkan hal tersebut di atas
maka dibutuhkan akurasi data benda cagar budaya yang dapat dijadikan rujukan untuk kebijakan
teknis pelestarian.
Dalam rangka mewujudkan hal tersebut, maka Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB)
Ternate, sebagai Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, maka pada tahun 2020 ini melakukan kegiatan Inventarisasi
Potensi Cagar Budaya dan Situs di wilayah Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Provinsi Maluku.
Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020

3
1. 2 Dasar Hukum
Dasar hukum kegiatan Inventarisasi Potensi Cagar Budaya dan Situs adalah sebagai
berikut:
a. Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar budaya;
b. Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2009 tentang Pariwisata;
c. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
d. Keputusan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 062/U/1995
Tentang Pemilikan, Penguasaan, Pengalihan, Dan Penghapusan Benda Cagar Budaya
Dan/Atau Situs;
e. Keputusan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 063/U/1995
Tentang Perlindungan Dan Pemeliharaan Benda Cagar Budaya;
f. Keputusan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 064/U/1995
Tentang Penelitian Dan Penetapan Benda Cagar Budaya Dan/Atau Situs;
g. Keputusan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 087/P/1993
Tentang Pendaftaran Benda Cagar Budaya;
h. Peraturan Menteri Kebudayaan Dan Pariwisata Nomor: Pm.49/Um.001/Mkp/2009
Tentang Pedoman Pelestarian Benda Cagar Budaya Dan Situs;
i. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1995 tentang Pemeliharaan dan Pemanfaatan
Benda Cagar Budaya di Museum;
j. Visi dan Misi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Direktorat Jenderal
Kebudayaan.
k. DIPA Balai Pelestarian Cagar Budaya Ternate Tahun Anggaran 2020.

1. 3 Maksud dan Tujuan


Maksud
Kegiatan Inventarisasi Potensi Cagar Budaya dan Situs dimaksudkan untuk melakukan
pencatatan, identifikasi dan pemetaan benda dan situs cagar budaya, baik secara verbal
maupun piktorial. Inventarisasi potensi cagar budaya yang dimaksud disini adalah untuk

Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020

4
mengidentifikasi dan menginformasikan tinggalan purbakala dalam bingkai visualisasi objek
tersebut dalam bentuk audiovisual serta mengadakan evaluasi terhadap tinggalan tersebut.
Tujuan
Tujuan Inventarisasi Potensi Cagar Budaya yaitu:
 Menyediakan data awal (database) dari kondisi cagar budaya dan lingkungannya;
 Untuk membuat database dalam bentuk audiovisual yang memuat tentang lokasi dan
bentuk bangunan serta detail cagar budaya;
 Mengetahui informasi geografis setiap cagar budaya serta informasi pendukung lainnya
sebagai bahan pengkajian dan penilaian bagi landasan pelestarian;
 Membuat penilaian mengenai jenis dan kondisi cagar budaya untuk kepentingan tindak
lanjut penanganannya secara kuratif dan preventif.

1. 4 Keluaran (output)
Hasil yang diharapkan dari kegiatan Inventarisasi Potensi Cagar Budaya dan Situs adalah
tersedianya database dalam bentuk peta delineasi objek cagar budaya, data perekaman
audiovisual cagar budaya cagar budaya di Provinsi Maluku khususnya di Kota Saumlaki,
Kabupaten Kepulauan Tanimbar.

1. 5 Hasil (outcome)
Terwujudnya database pendataan benda cagar budaya dalam bentuk verbal, piktorial, dan
audiovisual mengenai potensi cagar budaya di wilayah kerja BPCB Maluku Utara.

1. 6 Manfaat (benefit)
Meningkatnya pengawasan, pemantauan, evaluasi dan perlindungan mengenai Cagar Budaya
di wilayah Provinsi Maluku khususnya di Kota Saumlaki, Kabupaten Kepulauan Tanimbar.

Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020

5
BAB 2
METODE DAN PELAKSANAAN KEGIATAN
Cagar budaya sebagai bukti sekaligus kisah tentang perjalanan masa lampau manusia
secara tidak langsung di dalamnya memberi gambaran tentang peran manusia di atas panggung
sejarah budaya. Selanjutnya, maka peran tersebut sudah pasti akan mampu memberi eksplanasi
tentang peran manusia secara kolektif. Agar perjalanan sejarah kebudayaan di masa lampau
dapat dipetakan secara proporsional, lokasi Cagar Budaya (BCB) dan situs, pelaksanaan kegiatan
dilakukan dengan beberapa tahap.

2. 1 Metode
Pelaksanaan kegiatan inventarisasi potensi Cagar Budaya dan Situs dilakukan dengan
mengidentifikasi peninggalan purbakala (membuatnya dalam bentuk audiovisual sebagai bahan
informasi) dan survei yaitu usaha sistematis untuk mengumpulkan dan mendatakan peninggalan
purbakala untuk mengadakan evaluasi atas tinggalan tersebut.
Pendekatan, metode, dan juga teknik, ketiganya mempunyai tujuan untuk mendapatkan
data-data cagar budaya guna merekonstruksi sejarah kebudayaan, dan menentukan kebijakan
pelestarian peninggalan purbakala atau cagar budaya dan situs yang dilakukan melalui kaidah
yang saintifik.

2. 2 Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah proses perekaman data baik sebelum ke lapangan maupun di
lapangan/ lokasi. Mengumpulan data di bagi atas :
a). Studi Pustaka
Studi pustaka ialah pengumpulan (inventarisasi) data yang dilakukan dengan cara
mencari informasi dari berbagai macam literatur, arsip, laporan dan data dari internet
terkait objek ataupun lingkungan dimana tujuan penelitian atau kegiatan inventarisasi
akan dilakukan.
b). Pengumpulan Data Lapangan/ Observasi

Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020

6
Sebagai studi inisiasi untuk mengenali potensi, maka pendekatan penelitian yang digunakan
adalah survei. Sebelumnya, tim dari BPCB Maluku Utara telah melakukan kegiatan inventarisai
objek cagar budaya di Kota Saumlaki, yaitu pada tahun 2013 dan 2016. Maka dalam kegiatan
inventarisasi tahun 2020 ini tim BPCB Maluku Utara melengkapi data yang belum ada,
melakukan pemutakhiran data, serta membuat database audiovisual mengenai objek cagar
budaya yang ada di Kota Saumlaki, Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Melalui pendekatan ini
harapan kami, segenap potensi kepurbakalaan yang ada akan diidentifikasi melalui survei
permukaan dan direkam secara verbal dan visual. Termasuk data yang akan direkam adalah
pengetahuan masyarakat setempat terkait potensi arkeologis dimaksud dalam bentuk sejarah
tutur. Kajian juga akan diperkuat dengan pendekatan studi pustaka untuk menghimpun referensi
sejarah budaya dan observasi langsung di lapangan dilakukan pada tanggal 11 - 19 Februari 2020
yang dimaksudkan untuk mencatat dan merekam lokasi dan Benda Cagar Budaya (BCB),
kondisi BCB dan jenis cagar budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar khususnya di desa
Sangliat Dol dan Arui Bab kota Saumlaki. Observasi ini dilakukan dengan beberapa tahapan,
yaitu :
 Pencatatan atau pendeskripsian, yang meliputi pendeskripsian lokasi/ lingkungan
maupun pendeskripsian objek/ artefak;
 Pengukuran, yaitu pengukuran batas wilayah situs dan pengukuran temuan/
artefak maupun jarak antara lokasi situs dengan kota Saumlaki;
 Perekaman objek cagar budaya berbasis visual/Pemotretan dan audiovisual,
dilakukan guna perekaman gambar digital dan video sebagai sampel kondisi
lingkungan maupun sampel kondisi temuan/ artefak.
 Perekaman data GPS, Pencatatan lokasi cagar budaya yang diobservasi dilakukan
dengan bantuan alat Global Positioning System (GPS) untuk memperoleh data
koordinat posisinya. Koordinat posisi objek yang diinventarisasi dibutuhkan untuk
keperluan plotting pada peta dasar digital. Selanjutnya hasil plotting dioverlaykan pada
peta rupa bumi Indonesia (base map digital) sehingga dapat diketahui posisi cagar budaya
tersebut terhadap lokasi yang terdapat situs/cagar budaya. Pemetaan cagar budaya
dimaksudkan untuk kepentingan letak keberadaan.

Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020

7
2. 3 Pengolahan Data
Data-data yang diperoleh dari studi pustaka maupun yang diperoleh dari observasi
lapangan kemudian diolah atau disusun berdasarkan data yang ada kedalam bentuk
pendeskripsian secara detail yang kemudian dikelompokkan/disusun berdasarkan Bab-Bab
maupu sub bab yang berisi tema atau judul dalam setiap bab ataupun sub bab tersebut, seperti
berikut ini :
Bab I : Pendahuluan, yang sub babnya terdiri dari latar belakang, dasar hukum, maksud dan
tujuan, keluaran (output), hasil (outcome) dan manfaat kegiatan.
Bab II : Metode dan Pelaksanaan Kegiatan, yang sub babnya terdiri dari metode, pengumpulan
data dan pengolahan data.
Bab III : Cagar Budaya dan Situs di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Provinsi Maluku, yang
sub babnya terdiri dari Kondisi Geografis; Sekilas Prasejarah Kepulauan Tanimbar serta Cagar
Budaya dan Situs di kabupaten Kepulauan Tanimbar (Kota Saumlaki).
Bab IV : Penutup sub babnya terdiri dari kesimpulan dan saran/rekomendasi.
Lampiran-lampiran, yaitu berupa audiovisual, foto objek Cagar Budaya serta data pendukung
lainnya.

Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020

8
BAB 3
CAGAR BUDAYA DAN SITUS
DI KABUPATEN KEPULAUAN TANIMBAR
PROVINSI MALUKU

3.1 Kondisi Geografi


Kabupaten Kepulauan Tanimbar Sesuai Peraturan Pemerintah No 2 Tahun 2019 tentang
Perubahan Nama Kabupaten Maluku Tenggara Barat Menjadi Kabupaten Kepulauan Tanimbar
di Provinsi Maluku, sebelumnya merupakan wilayah administrasi dari kabupaten Maluku
Tenggara. Kepulauan Tanimbar terletak di Selatan Provinsi Maluku, pada posisi geografis
124°40′ – 124°50′ BT dan 1°30′ – 1°40′ LU. Iklim di kota ini adalah iklim tropis dengan suhu
rata-rata 24° – 27 °C. Curah hujan rata-rata 3.187 mm/tahun dengan iklim terkering di sekitar
bulan Agustus dan terbasah pada bulan Januari. Intensitas penyinaran matahari rata-rata 53% dan
kelembaban nisbi ±84 %. (mtbkab.go.id).

Saumlaki adalah ibukota Kabupaten Kepulauan Tanimbar yang mencakup seluruh


kepulauan Tanimbar. Pada 28 Januari 2019 secara resmi di sahkan menjadi Kabupaten
Kepulauan Tanimbar. Sebutan untuk Kepulauan Tanimbar sendiri mengacu kepada gugus pulau
yang terletak di sebelah Tenggara Kepulauan Banda. Geografi Kepulauan ini berbatasan dengan
Laut Arafura di sebelah Timur dan Gugus Pulau Babar Sermatang di sebelah Barat. Laut Banda
menjadi pembatas di Utara sementara Laut Arafura dan Australia menjadi pembatas di Selatan.
(BPS Kabupaten MTB 2016).
Gugus Kepulauan Tanimbar dibentuk oleh lebih dari 174 pulau yang membentuk wilayah
seluas 53, 251 Km2. Pulau terbesar dalam Kepulauan Tanimbar adalah Yamdena. Beberapa
pulau utama lain adalah Selaru, Fordata, Wuliaru dan Sera. Pulau paling utara adalah Pulau
Molu dan pulau paling Selatan adalah Selaru. Pulau Selaru merupakan salah satu dari sembilan
puluh enam (96) pulau terluar di Indonesia (Ririmasse, 2010b).
Dalam bentang luas kepulauan ini hidup lebih dari 100,000 jiwa penduduk. Mereka
berbicara dalam lima bahasa berbeda. Bahasa dengan kelompok penutur terbesar adalah bahasa
Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020

9
Yamdena, diikuti bahasa Fordata, Bahasa Selaru, Bahasa Seluwasa dan Bahasa Makatian.
Kelompok bahasa ini merupakan bagian dari rumpun bahasa Austronesia, Central Easter
Malayo-Polynesian (Ririmasse, 2010a; Le Bar, 1976). Hampir seluruh penduduk di Kepulauan
Tanimbar saat ini menganut agama Nasrani dengan sistem kepercayaan Kristen Khatolik (92%),
Kristen Protestan (5,5), Islam (2%) dan lainnya (0,5%). Namun praktik-praktik religi lama masih
dapat diamati dalam profil budaya tradisional masyarakat.

3. 2 Cagar Budaya Di Kepulauan Tanimbar


1. Perahu Batu di Desa Sangliat Dol
Bangunan perahu batu merupakan susunan lempengan-lempengan atau balok-balok batu yang
dibangun menyerupai bentuk perahu. Bangunan perahu batu yang terdapat di Kabupaten
Kepulauan Tanimbar disusun dari sejumlah balok batu dari jenis tufa pasiran, tufa dan batu
gamping (Fadlan, 1996). Terdapat dua natar perahu batu di desa Sangliat Dol, dimana yang
pertama berada pada kawasan penduduk dan berada pada atas ketinggian sedangkan yang kedua
berada dibagian bawah tepatnya sekitar pemukiman penduduk pesisir pantai. Untuk lebih
jelasnya detail bangunan perahu batu dapat diuraikan sebagai berikut:
a). Natar Perahu Batu Sangliat Dol 1 (Fampompar)
Tinggalan perahu batu di
Sangliat Dol yang
mempunyai tangga masuk di
sisi sebelah timur ini berada
pada titik koordinat UTM X:
0773765; Y:9141490 dengan
kondisi yang relatif terawat.
Bangunan ini terletak pada
sebuah natar yang luasnya
kurang lebih 500 m2 yang
Gambar 1. Struktur Bangunan Natar Fampompar (BPCB Malut 2019) langsung berhadapan dengan
laut Arafuru disebelah timur. Bentuknya sungguh cantik dan menarik lengkap dengan detail
ragam pola hias yang terpahat pada susunan batu-batu nya. Salah satu yang menarik adalah

Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020

10
ragam pola hias fauna jenis burung yang terdapat di salah satu batuan perahu pada sisi timur laut
dekat haluan. Bagian haluan perahu batu ini ditata mengarah ke Timur dan bagian buritan
diarahkan ke sisi sebelah Barat. Pada sisi sebelah barat tepat di depan buritan terdapat tugu batu
(menhir) berbentuk meruncing pada bagian puncaknya dan terdapat ruang (ceruk), konon
menurut informan, ceruk ini dahulu sebagai tempat untuk meletakkan patung (arca). Pada bagian
geladak tepat di depan buritan terdapat beberapa elemen batu seperti meja batu (dolmen) dengan
4 tiang batu penyangga yang digunakan sebagai tempat duduk kepala suku adat, mereka dikenal
dengan nama ompok (nusa nduan) dan juru penerang (mangafuke). Elemen batu sebagai
perlengkapan lainnya yang terdapat di atas bangunan perahu adalah empat buah batu tegak yang
digunakan sebagai tempat duduk yang terletak di bagian barat laut, barat daya, timur laut, dan
tenggara. Tempat duduk ini ditata permanen mengacu pada kedudukan dan fungsi masing-
masing tokoh adat yang mencerminkan adanya empat soa besar yang ada di Desa Sangliat Dol.
Sudah cukup banyak referensi
yang membahas mengenai natar
Fampompar. Bangunan ini memang
terkenal dan telah menjadi salah satu
ikon budaya di Kepulauan Tanimbar.
Pelancong dari manca negara yang
berkunjung ke Tanimbar, umumnya
datang dengan alasan ingin melihat
monumen khas ini. Penduduk
Sangliat Dol mengenal natar ini
Gambar 2. Susunan tempat duduk pada Fampompar dengan nama Fampompar. Monumen
ini memiliki panjang 18 m dengan lebar 9 m dan tinggi 1,64 m. Perahu batu pada natar Sangliat
Dol 1 ini berada pada lingkungan yang datar dan sangat potensial untuk dikembangkan menjadi
objek wisata budaya, walaupun kini di halaman perahu batu telah di pasang paving dan disekitar
perahu batu terdapat gazebo yang sangat dekat dengan monument perahu batu sehingga perlu
peninjauan ulang agar tidak merusak objek utamanya dan tidak mengubah nilai holistic
monument tersebut selaku magnet yang menarik wisatawan budaya (Zona Inti).

Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020

11
Tabel 1. Bagian-bagian dari Natar Fampompar

Salah satu batu tegak (dari 4 buah batu tegak) di


Pahatan di salah satu tangga batu
sisi sebelah

Altar batu/Meja batu dengan 4 kaki Motif burung pada natar perahu batu

Bagian Buritan perahu (sisi Barat) Batu berdiri/menhir pada bagian buritan

Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020

12
Susunan batu Susunan Batu

Informasi lain terkait tinggalan perahu batu di desa Sangliat Dol 1 adalah potongan batu
perahu di bagian haluan, biasa disebut papan haluan (pamaru) yang menurut informan, memiliki
motif spiral, telah hilang dan dicuri oleh orang yang tidak bertanggungjawab. Papan haluan
tersebut diketahui hilang sekitar tahun 1990-an yang hingga kini tidak diketahui jejaknya,
walaupun berita kehilangan telah dilaporkan ke aparat berwajib namun sampai dengan saat ini
tidak membuahkan hasil. Tidak jauh dari natar Fampompar ini terdapat pula perahu batu lainnya
yang oleh masyarakat sekitar disebut dengan nama Wilempit atau sumur dalam perahu batu yang
secara detail diuraikan dibawah ini.

b). Natar Perahu Batu Sangliat Dol 2 (Wilempit)


Di sebelah timur laut dari bangunan
natar Fampompar terdapat sebuah bangunan
perahu yang berbeda. Letaknya dipinggir pantai
Sangliat Dol. Berada di lokasi yang posisinya
miring, berada pada titik koordinat UTM
X:0773862, Y:9141573 bangunan wilempit -
sebutan masyarakat sekitar untuk bangunan
perahu batu ini- kondisinya kurang terawat,
batu balok sebagai penyusunnya berantakan.
Gambar 3. Struktur susunan wilempit (BPCB Malut 2020)
Yang menarik dari monument ini dan sekaligus menjadi penanda khas dari bangunan wilempit
ini adalah terdapatnya sebuah sumur pada bagian tengahnya (Gambar 2). Tim inventarisasi dari

Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020

13
BPCB Maluku Utara yang berada dilokasi pada saat itu tidak melihat dan menemukan struktur
bangunan wilempit dan detail bagian-bagian lain karena banyaknya rumput liar tinggi yang
menutupi area bangunan ini. Sumur ini kini sudah diperbaiki dari bahan semen yang di
manfaatkan masyarakat sekitar sebagai sumber mata air untuk kebutuhan sehari-hari.

Gambar 4. Peta Lokasi Natar Fampompar, Tangga Batu, dan Wilempit (BPCB Malut 2019)

2. Perahu Batu di Desa Arui Bab (natar Sori)


Desa Arui Bab berada
kurang lebih 10 Km ke arah utara
Sangliat Dol. Desa ini juga
terletak di pesisir timur pulau
Yamdena dan langsung
menghadap Laut Arafura di
sebelah Timur. Untuk mencapai
desa Arui Bab dibutuhkan waktu

Gambar 5. Struktur Susunan Natar Sori (BPCB Malut 2019) kurang lebih 90 menit dari
Saumlaki ke Arui Bab dengan transportsi darat. Untuk wilayah Yamdena, desa ini termasuk

Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020

14
salah satu yang paling besar dengan penduduk mencapai lebih dari 3,000 jiwa. Desa Arui Bab
merupakan salah satu pusat penyebaran agama Katolik di Tanimbar pada awal abad ke-20.
Bangunan perahu batu (natar) yang terdapat di desa Arui Bab ini sering disebut dengan sebutan
natar Sori. Sekilas tampak bangunan dengan tujuan yang sama dengan natar Sori yang terdapat
di Sangliat Dol. Dalam lingkungan masyarakat sekitar, natar Sori disebut juga dengan Wein
Tenin yang artinya tempat untuk bermusyawarah. Situs ini terletak di salah satu bagian bukit
dengan lereng-lereng curam yang mengelilinginya dengan letak titik koordinat UTM X:
0778033, Y: 9144834 dengan kondisi kurang terawat dan dipenuhi rumput tinggi dan tanaman
liar. Pada bagian pintu masuk dikonstruksi tangga batu yang sudah agak rusak dan perlu hati-hati
untuk menaikinya. Dengan karakter lingkungan yang sedemikian rupa, akses menuju situs natar
Uluntutul ini memang minimal dan mempermudah pengawasan oleh para penghuninya di masa
lalu.
Serupa dengan bangunan natar lainnya, di desa Arui
Bab juga direka dengan teknik yang sama. Tanah yang
ditinggikan kemudian diberi pembatas yang terbuat dari
susunan lempengan batu balok dan batu gamping terumbu.
Berdasarkan dari data inventarisasi panjang monumen
perahu batu yang terdapat di Arui Bab ini adalah 17,80 m
dengan lebar 10,30 m dan tinggi 1,8 m kecuali bagian
haluan yang tinggi maksimalnya mencapai 2,1 m. Elemen
yang paling khas dari monumen perahu batu ini kiranya
diwakili oleh keberadaan pamaru atau papan haluan.
Elemen ini terletak di bagian haluan dan dipandang sebagai
bagian yang paling penting dalam monumen seperti ini. Jika
pamaru di Sangliat Dol sudah hilang maka papan haluan
Gambar 6. Pamaru (BPCB Malut 2020)
yang terdapat di Arui Bab masih sangat terawat. Papan haluan ini dipenuhi dengan ragam hias
yang begitu kaya dengan motif spiral. Terdapat beberapa motif fauna yang juga diterakan di
pamaru ini. Demikian halnya pada lempeng-lempeng batu yang menjadi pembatas bagian
‘lambung’ perahu batu ini juga diterakan aneka motif mulai dari antromorfik hingga motif hias
fauna.

Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020

15
Gambar 7. Peta Lokasi Natar Sori (BPCB Malut 2019)

Tabel 2. Bagian-bagian dari Natar Sori

Motif spiral pada Motif spiral Haluan

Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020

16
Motif fauna Motif fauna

Gambar 5. Motif Motif Spiral

Meja Batu (Dolmen) Lempeng Batu Balok Penyusun “lambung” Perahu


(Dolmen)
Dibandingkan dengan situs Natar Fampompar yang lebih terbuka dan cenderung komersil,
situs Natar Sori ini masih sangat dijaga kesakralannya oleh para pemuka desa. Selain akses
yang terbatas, aneka ritual juga masih harus dilalui oleh tim sebelum meninjau situs ini yaitu
tradisi buang sofi (minum arak bersama-sama).

Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020

17
KONDISI FISIK PERAHU BATU NATAR SORI
Berdasarkan observasi di lapangan terhadap kondisi fisik Natar Sori di desa Arui Das secara
keseluruhan masih utuh tetapi kurang terawat. Beberapa batu penyusun bangunan Natar Sori
mengalami pelapukan, kerusakan, dan berlumut. Kerusakan fisis menurut pengamatan kami
dalam studi konservasi pada bangunan ini menjadi salah satu factor penyebab pelapukan. Bentuk
kerusakan fisis berupa lapuk dan berlumut pada batu penyusunnya. Penyebabnya bisa dari
beberapa faktor diantaranya suhu dan kelembapan. Faktor lingkungan dan menurunnya rasio
kekuatan bahan maupun struktur penyusun material dari batu tersebut juga menjadi factor lain.
Selain itu kerusakan dan pelapukan juga dapat terjadi akibat penurunan rasio kekuatan gaya
statis, dinamis, kimia-fisis, jenis material. Sumbangan yang besar terhadap kerusakan dan
pelapukan juga disebabkan oleh bencana alam, iklim, air serta pertumbuhan jasad renik. Proses-
proses kerusakan dan pelapukan meliputi kerusakan mekanis, fisis, kimia dan biologi (Munandar,
2006).

METODE PENANGANAN DAN TEKNIK KONSERVASI


Untuk menanggulani kerusakan progresif yang lebih parah maka dapat dilakukan tindakan
pemeliharaan berupa konservasi. Sebelum menentukan tindakan konservasi yang tepat dilakukan
sebaiknya dilakukan studi tentang konservasi pada bangunan Natar Sori. Baru kemudian dapat
diputuskan tindakan apa tepat untuk dilakukan. Dari hasil observasi terhadap jenis kerusakan
pada bangunan Natar Sori dapat dilakukan dengan metode tradisional. Menurut informasi lisan
dari keluarga pemilik Natar Sori, bangunan belum pernah mendapat perawatan, baik secara
tradisional maupun secara modern. Hanya dibersihkan rumput liar yang tumbuh, itupun tidak
berkala dilakukan. Konservasi yang dapat dilakukan dalam pembersihan batu berlumut yang
sudah berusia ratusan tahun lalu ini dapat dilakukan secara manual dengan mengadopsi kearifan
local.
Untuk menanggulangi kerusakan pada batu penyusun bangunan Natar Sori diperlukan tindakan
perawatan dan pemeliharaan. Tindakan perawatan yang dilakukan salah satunya adalah
pembersihan, baik mekanis kering maupun mekanis basah, namun tidak disarankan untuk
metode perawatan kimiawi karena tidak tersedianya bahan kimiawi disana. Pun kalau mau
mendatangkan bahan kimia ke pulau Yamdena, moda transportasi bahan kimia hanya via kapal

Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020

18
laut dengan jarak tempuh yang lumayan lama dari Kota Ambon atau dari Kota Surabaya. Sasaran
pembersihan secara mekanis pada batu meliputi seluruh permukaan bangunan perahu, karena
pada umumnya seluruh bangunan tersebut sudah ditumbuhi jamur, lumut kerak (lichen), algae
dan mikro organisme lainnya.
Teknis kegiatan pembersihannya dapat dilakukan menggunakan bahan dan peralatan sebagai
berikut: kemoceng/sulak, kuas, sikat ijuk, sikat plastik, sikat gigi, spatula, sapu lidi, ember dan
gayung serta air bersih. Pembersihan secara mekanis kering dilakukan dengan tujuan
membersihkan kotoran dan debu yang menempel pada batu, jirat dengan menggunakan
kemoceng dan kuas. Selanjutnya batu-batu disikat menggunakan sikat ijuk dan sikat plastik
halus. Sikat gigi digunakan pada bagian-bagian yang sulit dijangkau dengan sikat ijuk dan sikat
plastik halus. Setelah pembersihan kering selesai, dilanjutkan dengan pembersihan mekanis
basah dengan cara menyiram air dengan menggunakan gayung.

3. Nekara

Zaman logam adalah


zaman dimana manusia mengenal
teknik melebur logam dan
mencetaknya menjadi alat-alat
yang mereka inginkan. Zaman
logam di Indonesia didominasi
oleh alat-alat dari perunggu
sehingga kerap dikenal sebagai
zaman perunggu. Alat-alat ini

Gambar 8. Nekara di desa Arui Das (BPCB Malut 2019) dikenal sebagai hasil karya
manusia masa lampau dan menjadi tolak ukur bagi peradaban masa itu. Zaman perunggu
disebut juga dengan kebudayaan Dongson – Tongkin China dimana manusia sudah mahir
mencampur logam tembaga dengan timah dengan perbandingan 3:10 sehingga diperoleh logam
yang lebih keras (Ririmase). Salah satu alat perunggu pada zaman logam adalah Gendang
Perunggu (Nekara). Salah satu specimen nekara ditemukan di Desa Arui Das, Kabupaten

Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020

19
Kepulauan Tanimbar. Menurut Tim dari Balai Arkeologi Maluku (2014) nekara ini merupakan
penemuan yang ke 13 di wilayah Maluku. Salah satu referensi mengenai penemuan specimen
nekara di Maluku ini adalah catatan dari seorang keturunan Jerman Georg Eberhard Rumphius,
beliau adalah peneliti VOC. Kondisi nekara ini sudah tidak utuh lagi, bagian bahu dan kaki
nekara sudah hampir tidak ada, hanya tersisa sedikit kepingan saja. Dari segi pemeliharaan,
nekara ini kurang terawatt. Peletakannya hanya di depan teras rumah dengan tidak diberi
tempat yang teduh (atap) ataupun pagar pembatas. Suhu dan udara di desa Arui Das yang
lumayan panas tidak bisa dipungkiri menjadi salah satu factor penyebab ausnya nekara
tersebut. Warna dasar nekara tersebut kehijauan hampir disemua bagian, apakah patina ataupun
kondisi logam perunggu yang mengalami reaksi karena terkena paparan matahari langsung.

Berdasarkan sumber
ethnohistori Belanda, ada 12
spesimen Nekara tipe Heger I yang
pernah ditemukan di berbagai
kawasan Maluku, hanya kemudian
dibawa keluar dari Maluku. Dua
specimen nekara dikirim ke Italia
dan Jerman. Nekara adalah produk
pada saat budaya logam mulai
Gambar 9. Nekara Tampak Atas (BPCB Malut 2019) tumbuh di bagian selatan Benua
Asia, dan menjadi bagian dari kisah akhir zaman pra sejarah menuju awal masa sejarah. Semua
budaya dari tradisi perunggu termasuk di kepulauan Asia Tenggara berasal dari wilayah Dong
Son yang terletak di sebelah utara Vietnam. Penemuan specimen Nekara di Maluku ini menjadi
penguat bahwa posisi Maluku sangat oenting dalam arus perdagangan pada waktu itu. Selain di
Maluku specimen Nekara juga ditemukan di Pulau Jawa sebanyak 19 buah. Dan Maluku
menjadi wiayah kedua di Indonesia yang memiiki sebaran penemuan Nekara terbanyak. Ini
menjadi penting karena nekara pada masanya termasuk benda yang langka dan secara social
hanya dimiliki oleh individu yang memiiki status social yang tinggi.

Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020

20
Tabel 3. Bagian-bagian Nekara Arui Das

Bidang pukul Nekara Pinggang Nekara

Kaki Nekara Bahu Nekara

Pegangan Nekara Bidang Pukul Bagian Dalam Nekara

Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020

21
Bidang Pukul Bagian Dalam Nekara Pinggang dan Kaki Bagian Dalam
Nekara

Morfologi fisik nekara yang berada di desa Arui Das berwarna agak kehijauan. Warna
hijau ini dapat diartikan sebagai proses korosi (terbentuk senyawa kimia perusak) atau lapisan
luar dari perunggu. Karena pada benda yang tersusun dari perunggu dikenal terdapat suatu
lapisan pelindung alami yang disebut patina. Menurut KBBI, Patina adalah balutan hijau pada
perunggu yang sebenarnya suatu oksida dan karbonat dari tembaga. Dia merupakan lapisan tipis
berwarna biru kehijauan yang terbentuk pada permukaan benda sebagai hasil reaksi dengan
lingkungan. Lapisan luar perunggu terdiri dari tembaga oksida, lapisan yang berfungsi sebagai
pelindung interior logam dari korosi lebih lanjut. Namun lapisan tembaga oksida akan
menghasilkan senyawa tembaga karbonat apabila bereaksi langsung dengan klorida (bersifat
garam, misal air laut, partikel udara kawasan pesisir). Hal ini juga bisa terjadi pada nekara yang
material penyusunnya adalah logam perunggu. Pada beberapa kasus ada senyawa kimia yang
mirip dengan patina yang terbentuk pada permukaan benda perunggu yang bersifat merusak.
Salah satu senyawa kimia perusak ini disebut dengan malachitte yang berwarna hijau sehingga
sulit dibedakan dengan patina. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya konservasi secara tepat
untuk mencegah terjadinya kerusakan pada benda perunggu khususnya nekara tanpa merusak
lapisan patinanya. Pada keadaan stabil, patina akan melindungi benda dari pengaruh lingkungan.
Apabila terdapat tembaga klorida (Copper chloride), perunggu tidak akan stabil dan mengalami
korosi lebih lanjut. Akibatnya tembaga klorida akan berubah menjadi nantokite, dan kemudian
menjadi atacamite karena pengaruh oksigen dan uap air yang ada di udara. Inilah yang disebut
penyakit perunggu (bronze disease).

Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020

22
Tabel 2. Jenis-jenis Patina (Sumber: Suyono, 1982:19)
Nama Patina Rumus Kimia Agensia Pemicu Warna
Cuprite Cu2O Oksida Merah Delima
Tenorite CuO Oksida Hitam
Malachite CuCO3Cu(OH)2 Karbonat Hijau
Azurite 2CuCO3Cu(OH)2 Karbonat Biru
Covelite CuS Sulfat Biru nila
Chalcochite Cu2S Sulfat Abu-abu kehitaman
Bornite Cu3FeS3 Sulfat Coklat ungu
Enargite Cu3AssS43 Sulfat Hitam abu
Na nto kite CuCl Klorida Bening, putih, abu-abu
Chrysocolla CuSiO32H2O - Hijau Kebiruan

Data Kerusakan
Bentuk tubuhnya yang sudah rusak dengan ornamen-ornamennya yang sudah tidak
lengkap, kondisi fisik nekara secara keseluruhan tidak utuh namun masih terawat. Tersimpan
rapi di depan rumah salah seorang keluarga pemilik benda tersebut di desa Arui Das, dengan
tanpa ditutup atap dan pembatas. Tidak tau persisnya alasan mengapa nekara tersebut diletakkan
di ruang terbuka, karena pada saat kegiatan pendataan, kami tidak bertemu dengan si tuan rumah.
Kebetulan beliau sedang ada kegiatan lain. Menurut hasil observasi kasat mata yang kami
lakukan, hampir di seluruh bagian nekara mengalami korosi dan kerusakan. Mengingat usia dari
nekara dan kurangnya pemeliharaan pada nekara tersebut.
Pendataan nekara di Desa Arui Das, Kabupaten Kepulauan Tanimbar yang dilakukan
oleh tim dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Maluku Utara (wilayah kerja Maluku,
Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat) ini tentu harus diikuti dengan upaya untuk melakukan
pemeliharaan dan konservasi pada nekara tersebut. Mengingat usia dan waktu penyimpanan yang
lama dapat mengakibatkan kerusakan pada benda perunggu itu sendiri. Konservasi menurut
Burra Charter (UNESCO,1981) merupakan seluruh proses kegiatan untuk menjaga benda-benda
arkeologi dalam mempertahankan signifikasi budayanya yang meliputi pemeliharaan dan agar

Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020

23
disesuaikan dengan keadaan semula yang meliputi konservasi, preservasi, rekonstruksi, restorasi,
dan adaptasi.

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KERUSAKAN NEKARA


Faktor Internal
Beberapa faktor utama penyebab kerusakan benda-benda logam antara lain:
1. Perubahan susunan kimia dari benda.
2. Perubahan susunan kimia dari lingkungan di sekitar benda.

Faktor Eksternal
Lingkungan
Lingkungan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kondisi fisik benda cagar
budaya. Kelestarian dan keberadaan nekara tidak hanya bergantung pada perawatannya saja,
namun juga bergantung pada kestabilan keadaan lingkungan yang berada disekitar nekara.
Lingkungan dibagi menjadi empat tipe (Priyono, 1993:291).
 Lingkungan udara industri atau perkotaan, karakteristiknya ditandai dengan polusi udara di
mana sebagian komponen udaranya sudah terkontaminasi senyawa reaktif dan gas polutan
seperti senyawa belerang dan gas karbon monoksida (CO).
 Lingkungan udara laut, ditandai dengan adanya partikel-partikel halus dan uap air laut yang
mengandung garam-garam laut yang terbawa oleh arus angin dan akan mengendap pada
suatu permukaan benda di daratan.
 Lingkungan udara pedalaman, karakteristiknya udara tidak mengandung zat-zat kimia yang
reaktif tapi hanya mengandung debu-debu dari dari zat-zat organik dan non organik.
 Lingkungan udara rumah atau ruangan, karakteristiknya tidak ada kontaminan sama sekali
pada kondisi tertentu.
Dalam kaitannya dengan nekara, reaksi langsung yang terjadi antara lingkungan dengan nekara
dapat memberikan dampak negatif dan dampak positif bagi nekara itu sendiri. Kondisi
lingkungan juga merupakan faktor utama yang mengancam nekara perunggu. Lokasi tempat
penyimpanan yang berada di sebuah pulau kecil kurang menguntungkan bagi kondisi fisik
nekara tersebut. Desa Arui Das, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Pulau Yamdena adalah

Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020

24
kawasan pesisir yang terletak di sebelah selatan, dimana suhu dan kelembapan udara disana
lumayan cukup tinggi. Dan kemungkinan besar terdapat partikel-partikel halus dan uap air laut
yang mengandung garam-garam laut yang akan berinteraksi dengan nekara meskipun sudah
disimpan di dalam ruangan. Suhu dan kelembapan merupakan dua hal yang tidak dapat
dipisahkan, mereka mempunyai korelasi berbanding lurus. Dimana semakin tinggi suhu udara di
suatu tempat maka kelembapan relatifnya semakin tinggi, begitupun sebaliknya. Tingginya
temperatur akan berakibat pada kerusakan karena terjadi ketidakstabilan pada penyusun material
nekara, dan rendahnya temperatur akan berakibat pada tekanan pada struktur material penyusun
nekara. Hal ini kemudian mengarah pada salah satu tindakan penting dalam pemeliharaan nekara
yaitu untuk menjaga kestabilan keadaan nekara antara suhu dan kelembapan. Fluktuasi suhu
udara yang berlangsung dapat mengancam kondisi nekara. Korosi yang dipicu oleh temperatur
yang tidak stabil dapat menyebabkan logam penyusunnya habis dan menimbulkan lubang seperti
hipotesa observasi awal yang terjadi pada nekara perunggu yang terdapat di Desa Arui Das,
Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Pulau Yamdena.

Korosi pada perunggu sebagai material penyusun utama nekara


Dalam bahasa sehari-hari korosi dikenal dengan sebutan karatan. Dalam kajian ilmu kimia,
korosi adalah terjadinya reaksi reduksi oksidasi (redoks) antara logam dan berbagai zat yang
berada di lingkungannya. Hasil reaksi tersebut menghasilkan senyawa-senyawa yang tidak
dikehendaki yang justru malah mengancam keberadaan logam tersebut. Adanya senyawa reaktif
berbentuk gas yang terkandung di udara tersebut yang akan memicu timbulnya reaksi antara fase
gas logam dengan senyawa reaktif tersebut. Korosi merupakan penguraian dan kehilangan bahan
oleh agresi kimia (Suhardi dkk, 2001:4). Pada peristiwa korosi yang menurut observasi awal
terjadi pada nekara di Desa Kataloka, perunggu sebagai material penyusun utama nekara
mengalami oksidasi, sedangkan oksigen (udara disekitar nekara) mengalami reduksi
menghasilkan senyawa oksida dan karbonat. Korosi merupakan sebuah penyakit bagi benda yang
material penyusunnya berupa logam. Perlunya studi dan observasi tentang korosi yang terjadi
pada nekara merupakan salah satu bentuk usaha untuk mencegah dan mengendalikan kerusakan.
Hal ini tentu bertujuan untuk mempertahankan keaslian nekara dan mempertahankan usia
material agar dapat dimanfaatkan sebagaimana fungsinya. Berdasarkan hasil observasi secara

Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020

25
kasat mata, nekara perunggu di pulau gorom menderita korosi selektif karena kerusakan hanya
terlihat di bagian-bagian tertentu saja. Pada bidang pukulnya terdapat bercak putih diduga
merupakan bekas bahan konservan yang tidak tuntas dalam pembersihan akhir. Sedangkan di
bagian badan nekara, kondisinya masih cukup baik walaupun di bagian kaki nekara terdapat
lubang-lubang kecil yang diakibatkan oleh korosi. Pada dasarnya logam yang berhubungan
langsung dengan udara terbuka, berada dalam keseimbangan antara fase padat permukaan logam
dengan fase gas dari logam itu sendiri. Pada akhirnya terjadilah proses korosi. Tidak dapat
dihindari, proses ini juga terjadi pada nekara perunggu. Namun korosi yang terjadi tidak
semudah pada nekara yang diletakkan di ruang terbuka. Karena nekara perunggu yang diletakkan
di udara terbuka akan lebih mudah terkorosi daripada perunggu yang diletakkan di ruang
tertutup. Semua faktor-faktor penyebab kerusakan tersebut harus disikapi dan selayaknya
dihindari untuk menjaga kelestarian nekara tersebut.

METODE PENANGANAN
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk melestarikan nekara perunggu adalah dengan
melakukan konservasi. Metode konservasi yang dapat dipergunakan yaitu metode konservasi
preventif dan kuratif. Bertujuan untuk menghentikan kerusakan dan mengurangi dampak
kerusakan).
Konservasi
Konservasi Preventif
Konservasi preventif adalah proses perawatan koleksi yang menitikberatkan pada upaya
pencegahan. Prinsip mencegah lebih baik daripada mengobati diterapkan pada benda koleksi
cagar budaya. Proses penting yang pertama harus dilakukan dalam konservasi preventif pada
nekara adalah pengidentifikasian. Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab kerusakan pada
koleksi adalah proses paling penting dalam konservasi (Yulita, 2008: 48). Metode ini dilakukan
berdasarkan hasil analisis terhadap faktor penyebab kerusakan dan akibat yang ditimbulkan.
Lingkungan dan suatu benda merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan. Faktor
lingkungan seperti suhu dan kelembapan udara sangat mempengaruhi proses percepatan
korosinya. Kerusakan yang terjadi akibat pengaruh suhu dan kelembapan udara dapat dicegah
dengan mengontrol suhu dan kelembapan udara agar selalu terkendali, bersih, dengan sirkulasi

Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020

26
udara yang sempurna. Idealnya suhu dan kelembapan yang sesuai untuk koleksi benda cagar
o
budaya adalah 20-24 C dan 45-60% RH (Soekartiningsih, 2008:4). Suhu dan kelembapan
dikontrol dengan thermometer dan hygrometer, thermohygrometer dan thermohygrograph
(Sadirin, 1979:35). Di pulau Gorom, suhu rata-rata perhari adalah 30oC, uap air yang terkandung
di udara yang memiliki kelembapan tinggi akan mempercepat terjadinya korosi. Untuk
menghindari kontak langsung antara koleksi dengan udara, maka sangat baik sekali apabila
koleksi diletakkan di dalam vitrine. Sedangkan salah satu cara untuk menstabilkan keadaan
lingkungan udara adalah dengan memasang debumidfier atau alat yang menyerap kelembapan
udara. Pengatur suhu dan kelembapan agar selalu stabil mutlak diperlukan oleh sebuah koleksi.
Pemasangan AC adalah salah satu cara untuk mencegah adanya fluktuasi suhu dan kelembapan.
Di pulau gorom, upaya pencegahan kerusakan koleksi nekara akibat pengaruh suhu dan
kelembapan baru dilaksanakan sebatas pada peletakan koleksi diruang keluarga yang terdapat
banyak fentilasi udara. Untuk ruangan yang tidak dipasangi AC pencegahan dilakukan dengan
membuat ventilasi yang sempurna sehingga pertukaran udara selalu terjadi. Vegetasi yang ada
disekitar lingkungan juga mampu mengurangi efek buruk polusi udara, diantaranya yaitu pohon
asam jawa (Tamarindus indica) dan bunga lily (Spathyphyllum). Pohon asam jawa dikenal
sebagai pohon yang mampu menyerap polutan terbanyak, sedangkan bunga lily dikenal dapat
menyerap polusi udara berupa benzone yang berasal dari asap rokok dan kantung plastik.

Konservasi Kuratif
Konservasi kuratif adalah suatu perawatan yang dilakukan terhadap benda koleksi yang
mengalami kerusakan. Konservasi kuratif dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu metode
tradisional yang menggunakan bahan alami dari tumbuhan dan metode modern yang
menggunakan bahan kimia. Hanya saja kami lebih menyarankan untuk menggunakan bahan
konservan tradisional sesuai dengan kearifan local. Dengan alasan, bahan konservan tradisional
lebih mudah diperoleh di Kabupaten Kepulauan Tanimbar.
 Metode Tradisional
Korosi yang terjadi pada nekara perunggu di Desa Arui Das merupakan korosi yang besar.
Perlu tindakan pemeliharaan ekstra agar dapat dipertahankan bentuk keaslian dan ketahanan
umurnya. Kegiatan konservasi adalah salah satu langkah yang dapat dilakukan. Konservasi

Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020

27
nekara dapat dilakukan dengan membersihkannya menggunakan bahan-bahan alami.
Meskipun akan memakan waktu yang relatif lebih lama dibandingkan dengan pembersihan
modern (menggunakan bahan konservan kimia). Secara umum semua bahan alami yang
mengandung asam atau bersifat asam (pH<7) dapat digunakan untuk membersihkan logam
perunggu yang mengalami korosi. Berikut adalah bahan-bahan alami yang dapat digunakan
sebagai option dalam pembersihan korosi pada nekara perunggu sesuai dengan hasil
observasi tingkat korosi yang terjadi pada nekara:
 Jeruk nipis (Citrus Aurantifolia)
Persebaran jeruk nipis di kepulauan Maluku sangat melimpah, khususnya di Pulau
Gorom. Harganya yang relatif terjangkau dan ketersediaannya di alam yang selalu ada
tentu memudahkan dalam proses pembersihan korosi yang terjadi pada nekara di desa
Arui Das. Dalam berbagai kajian yang telah dilakukan oleh Balai Konservasi Borobudur,
Pusat Konservasi di Indonesia, ekstrak jeruk nipis biasa digunakan dalam pembersihan
logam perunggu. Sifatnya yang asam dengan pH +/- 3,5 terbukti ampuh mengikat korosi
(bersifat basa) yang terjadi pada logam perunggu. Metode pembersihan yang dapat
dilakukan pada nekara yaitu dengan cara mengoleskan ekstrak jeruk nipis pada bagian
nekara perunggu yang mengalami korosi kemudian didiamkan selama +/- 10 menit.
Kemudian nekara perunggu dibersihkan dengan sikat nilon atau sikat ijuk di bawah air
yang mengalir. Tujuannya adalah supaya korosi yang menempel pada bagian nekara
langsung tergerus oleh air yang mengalir. Untuk hasil yang maksimal akan lebih baik
apabila pembersihan ini diulang hingga 3 sampai 4 kali atau hingga perunggu bersih.
 Belimbing Wuluh (Averhoa bilimbi I)
Ekstrak belimbing wuluh mempunyai sifat asam dengan pH 2. Metode pembersihan pada
nekara perunggu dapat dilakukan dengan cara mengoleskan ekstrak belimbing wuluh
pada bidang perunggu yang mengalami korosi. Setelah didiamkan selama 5 menit, nekara
perunggu digosok dengan sikat ijuk di bawah air yang mengalir. Pembersihan dengan
menggunakan bahan konservan ekstrak belimbing wuluh cukup dilakukan sebanyak dua
kali pengulangan karena pH belimbing wuluh cukup tinggi. Selain itu kontak antara
belimbing wuluh dengan perunggu diusahakan tidak lebih dari 5 menit.
 Buah Asam (Tamarindus indica)

Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020

28
Asam jawa mempunyi berbagai jenis kandungan diantaranya asam oksalat, asam tartrat,
dan asam suksinat. Kandungan asam sitrat pada asam jawa terbukti mampu
menghilangkan kotoran dan debu yang melekat pada nekara. Metode pembersihan yang
dilakukan adalah dengan cara menggosokkan buah asam jawa pada bidang nekara.
Diamkan beberapa saat agar terjadi reaksi kimia antara kandungan asam jawa dengan
senyawa penyusun korosi pada nekara, setelah dirasa cukup kemudian nekara disikat
menggunakan sikat ijuk di bawah air yang mengalir. Meskipun perunggu dapat
dibersihkan dengan asam jawa, namun penggunaan asam jawa sebagai bahan pembersih
perunggu jarang dilakukan karena proses yang dibutuhkan sangat lama.
Pada akhirnya, observasi ini hanyalah tahap awal dalam upaya pemeliharaan Nekara Perunggu
ini, masih sangat perlu dilakukan kajian-kajian yang lebih mendalam menyangkut tata cara
pemeliharaan dan pemanfaatannya yang tepat sasaran.

3.3 Arah studi lanjutan dan pengembangan Potensi


Bercermin pada potensi arkeologi dan karakteristik situs-situs di atas, kiranya sangat jelas bahwa
Saumlaki kaya dengan potensi kepurbakalaan dan sejarah budaya. Ini dapat di artikan bahwa
terdapat ruang bagi dunia pelestarian untuk meninjau kembali dan mengembangkan lebih lanjut
baik dalam kerangka studi maupun pengembangan. Berikut beberapa aspek yang kiranya dapat
ditindaklanjuti dalam bingkai pelestarian dan pengembangan potensi.
1. Publikasi audiovisual potensi kepurbakalaan di Kabupaten Kepulauan Tanimbar.
Publikasi adalah media komuniksi yang melekat pada pengembangan segenap pengetahuan
sejarah budaya serta potensi kepurbakalaan yang ada di Saumlaki, dalam kaitannya dengan
pengembangan wilayah ini sebagai salah satu pulau terdepan. Harapannya adalah bahwa
pengetahuan masa lalu ini dapat diabadikan dalam berbagai kerangka kajian ilmu dan
pelestariannya.
2. Penunjukan Juru Pelihara dan Plangisasi di Situs Wilempit dan Natar Sori
Survei pendataan yang kami lakukan di Situs Wilempit dan Natar Sori memmbuahkan hasil
bahwa kondisi situs kurang terawat dan banyak ditumbuhi rumput liar. Penetapan Juru
Pelihara merupakan suatu langkah awal yang tepat untuk memudahkan BPCB Maluku Utara
melakukan kontrol atas keadaan situs. Laporan setiap bulan yang mereka lakukan akan

Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020

29
menjadi bahan pertimbangan kegiatan yang akan kami lakukan. Selain itu untuk
memudahkan pengunjung kiranya pengadaan papan nama sebagai petunjuk dan ruang
informasi mengenai situs tersebut juga sangat diperlukan
3. Penyelamatan Benda Cagar Budaya Nekara Arui Das
Peletakannya yang berada di depan rumah tanpa atap dan pembatas tentu menjadi catatan
buat kami untuk berfikir dan bertindak mengenai tindakan apa yang dapat kami lakukan
terkait keberadaan Nekara tersebut. Kiranya langkah yang tepat yang dapat dilakukan adalah
melakukan penyelamatan akan keberadaan Nekara tersebut. Pemasangan atap serta
pembatas sangat perlu kaitannya untuk melindungi dan menyelamatkan benda tersebut dari
faktor alam dan faktor manusia yang dapat merusaknya. Hal ini tentu harus dikoordinasikan
dengan pemilik nekara.

Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020

30
BAB 4
KESIMPULAN

Kabupaten Kepulauan Tanimbar, khususnya di Kota Saumlaki memiliki begitu banyak


Potensi Cagar Budaya, saat ini bukti-bukti Sejarah tersebut masih dapat kita temui diantaranya
berupa Bangunan Perahu Batu dan Nekara. Sejarah bukan semata mata sebuah peristiwa yang
tidak mempunyai arti terutama bangsa kita, meneliti kembali sejarah kemarin berarti dapat
menilai pasang naik dan pasang surutnya perjuangan serta keberhasilan kegagalan masa lalu.
Salah satu upaya implementasi dari kebijakan politik etis ini adalah dimunculkannya
kebijakan pasifikasi di tanah jajahan Hindia Belanda. Wilayah-wilayah yang dipandang selama
ini terisolasi harus dijangkau, dibuka dan diperkenalkan kepada peradaban barat untuk
dimajukan. Kepulauan Maluku Tenggara di pandang sebagai salah satu wilayah yang selama ini
terpinggirkan dan karena itu menjadi salah satu wilayah utama yang coba diperhatikan dalam
pelaksanaan kebijakan pasifikasi ini. Agama nasrani kemudian mulai diintroduksi kembali dan
pendidikan mulai dikembangkan. Namun bagian terpenting adalah bagaimana mendapatkan
kontrol penuh atas berbagai komunitas tradisional yang selama ini bermukim di wilayah-wilayah
yang sukar dijangkau. Kebijakan relokasi pemukiman menuju kawasan pesisir yang terbuka
merupakan salah satu solusi.
Dalam sejarah penjajahan barat selalu terkait dengan pemboncengan misi penyebaran
agama Kristen, agama yang di anut oleh sebagian orang tersebut dari berbagai negara seperti
Portugis, Belanda, inggris dengan implikasi politik dan ekonomi negara penjajah terhadap
daerah jajahan lainya, pada hakekatnya syarat juga dengan implikasi nilai nilai agama Kristen
dan daerah jajahan dengan terpaksa menerima nilai nilai tersebut, misalnya selain perubahan
politik ekonomi juga perubahan nilai spiritual yang dalam masyarakat sejak dahulu (menjadi
tradisi) berbagai reaksi yang kadang kala bernuansa kekerasaan oleh daerah jajahan merupakan
respon terhadap system system baru.
Masyarakat Kabupaten Kepulauan Tanimbar mayoritas menganut Agama Nasrani, namun
tradisi tradisi lama atau hukum adat istiadat masih tetap di pegang teguh hingga kini,
keduanya saling berdampingan satu sama lainnya.

Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020

31
Demikian Laporan ini kami buat sebagai bentuk pertanggungjawaban kami setelah
melaksanakan tugas inventarisasi potensi cagar budaya di kota saumlaki kabupaten Kepulauan
Tanimbar Provinsi Maluku guna menjadi database Cagar Budaya dan dapat di pergunakan
sebagaimana mestinya.

Ternate, 28 Februari 2020


Menyetujui
Kepala Seksi Pelindungan, Pengembangan, Koordinator Tim
dan Pemanfaatan

Iwaulini, S.T. Fauziah Rasid, S.S.


NIP. 198212202009122001 NIP. 198207222011012006

Mengetahui

Drs. Muhammad Husni, M.M.


NIP. 196802011993031002

Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020

32
DAFTAR PUSTAKA
1. Ririmasse, M. 2008. Monumen-monumen Perahu Batu di Kepulauan Tanimbar. Berita
Penelitian Arkeologi. Ambon: Balai Arkeologi Ambon.
2. Laporan Inventarisai Cagar Budaya Di Kabupaten Kabupaten Maluku tenggara barat (MTB)
Saumlaki 2013.
3. Laman Web Resmi Kabupaten Kepulauan Tanimbar (mtbkab.go.id).

Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020

33

Anda mungkin juga menyukai