Segala puji dan syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan
rahmat-Nya, “Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar”, dapat
kami selesaikan dengan baik. Penyusunan laporan ini diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai benda-benda cagar budaya maupun yang diduga cagar budaya, agar menjadi basis data
untuk Kantor Balai Pelestarian Cagar Budaya Maluku Utara dan bermanfaat bagi masyarakat.
Selama proses penulisan dan penyelesaian laporan ini, kami banyak memperoleh
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Kami menyadari sepenuhnya bahwa bantuan dan
dorongan yang tiada henti itu semakin menambah semangat kami untuk segera menyelesaikan
laporan dengan baik. Untuk itu dalam laporan yang sederhana ini dan dengan segala kerendahan
hati, kami ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Drs. Muhammad Husni, M.M. selaku Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya Maluku Utara,
yang telah memberikan kepercayaan kepada kami untuk melaksanakan tugas pendataan.
2. Rinawati Idrus, M.Pd. selaku Kasubag Tata Usaha Balai Pelestarian Cagar Budaya Maluku
Utara, yang selalu memberikan arahan dan masukan mengenai administrasi laporan.
3. Iwaulini, S.T. selaku Kasi Perlindungan Pengembangan Pemanfaatan, yang selalu
memberikan saran sehingga laporan ini dapat dikerjakan dengan baik.
Kami menyadari bahwa laporan ini jauh dari kata sempurna, sehingga saran maupun kritik
sangat kami butuhkan demi kesempurnaan laporan ini. Akhir kata, kami berharap apa yang telah
kami tulis dalam laporan ini dapat menjadi referensi dan acuan bagi Balai Pelestarian Cagar
Budaya Maluku Utara dalam merumuskan kebijakan pelestarian lainnya, serta menambah
wawasan kepada masyarakat mengenai tinggalan cagar budaya yang ada di sekitar mereka.
Ternate, 10 Maret 2020
Tim Pelaksana
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................................................... ii
ii
DAFTAR TABEL
Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020
iii
DAFTAR GAMBAR
Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020
2
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cagar Budaya dan Situs merupakan tinggalan budaya masa lalu yang memiliki nilai
penting bagi ilmu pengetahuan, sejarah dan kebudayaan, sehingga keberadaannya dilindungi
oleh Negara dengan diterbitkannya Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar
Budaya. Wilayah Indonesia sangatlah kaya dengan cagar budaya, baik bentuk maupun jenisnya,
dan tersebar hampir di seluruh Nusantara, termasuk di wilayah Maluku, Maluku Utara, Papua,
dan Papua Barat.
Benda cagar budaya merupakan sebuah tinggalan arkeologi yang memiliki nilai sejarah,
arsitektur, dan lainnya. Dalam era global perlu diwaspadai adalah kepunahan dan kehancuran.
Dengan demikian usaha-usaha untuk menggali dan menghimpun informasi tentang cagar budaya
untuk mempertahankan budaya bangsa dan citra sangatlah penting. Dari hasil penelitian
arkeologi yang telah dilaksanakan oleh Balai Arkeologi Maluku, terbukti masih ada beberapa
tradisi budaya religi dari budaya masa lampau yang masih berkembang hingga kini di daerah
Maluku. Bentuk religi yang dimaksud adalah adanya kepercayaan terhadap arwah nenek moyang
dan kekuatan-kekuatan alam yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia. Hal ini dapat
dibuktikan melalui benda-benda tinggalan budaya masa lampau terutama tinggalan budaya yang
berciri megalitik, Bangunan Perahu Batu. Bangunan Perahu batu ini dapat dijumpai di Pulau
Yamdena Selatan, wilayah Kecamatan Tanimbar Selatan, Kabupaten Kepulauan Tanimbar.
Agar benda cagar budaya tersebut dapat dimanfaatkan dengan optimal maka harus
dilestarikan dengan cara perlindungan, penyelamatan, pemeliharaan, pemanfaatan, dan
pengawasan dalam bentuk pengendalian secara tepat. Untuk mewujudkan hal tersebut di atas
maka dibutuhkan akurasi data benda cagar budaya yang dapat dijadikan rujukan untuk kebijakan
teknis pelestarian.
Dalam rangka mewujudkan hal tersebut, maka Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB)
Ternate, sebagai Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, maka pada tahun 2020 ini melakukan kegiatan Inventarisasi
Potensi Cagar Budaya dan Situs di wilayah Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Provinsi Maluku.
Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020
3
1. 2 Dasar Hukum
Dasar hukum kegiatan Inventarisasi Potensi Cagar Budaya dan Situs adalah sebagai
berikut:
a. Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar budaya;
b. Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2009 tentang Pariwisata;
c. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
d. Keputusan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 062/U/1995
Tentang Pemilikan, Penguasaan, Pengalihan, Dan Penghapusan Benda Cagar Budaya
Dan/Atau Situs;
e. Keputusan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 063/U/1995
Tentang Perlindungan Dan Pemeliharaan Benda Cagar Budaya;
f. Keputusan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 064/U/1995
Tentang Penelitian Dan Penetapan Benda Cagar Budaya Dan/Atau Situs;
g. Keputusan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 087/P/1993
Tentang Pendaftaran Benda Cagar Budaya;
h. Peraturan Menteri Kebudayaan Dan Pariwisata Nomor: Pm.49/Um.001/Mkp/2009
Tentang Pedoman Pelestarian Benda Cagar Budaya Dan Situs;
i. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1995 tentang Pemeliharaan dan Pemanfaatan
Benda Cagar Budaya di Museum;
j. Visi dan Misi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Direktorat Jenderal
Kebudayaan.
k. DIPA Balai Pelestarian Cagar Budaya Ternate Tahun Anggaran 2020.
Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020
4
mengidentifikasi dan menginformasikan tinggalan purbakala dalam bingkai visualisasi objek
tersebut dalam bentuk audiovisual serta mengadakan evaluasi terhadap tinggalan tersebut.
Tujuan
Tujuan Inventarisasi Potensi Cagar Budaya yaitu:
Menyediakan data awal (database) dari kondisi cagar budaya dan lingkungannya;
Untuk membuat database dalam bentuk audiovisual yang memuat tentang lokasi dan
bentuk bangunan serta detail cagar budaya;
Mengetahui informasi geografis setiap cagar budaya serta informasi pendukung lainnya
sebagai bahan pengkajian dan penilaian bagi landasan pelestarian;
Membuat penilaian mengenai jenis dan kondisi cagar budaya untuk kepentingan tindak
lanjut penanganannya secara kuratif dan preventif.
1. 4 Keluaran (output)
Hasil yang diharapkan dari kegiatan Inventarisasi Potensi Cagar Budaya dan Situs adalah
tersedianya database dalam bentuk peta delineasi objek cagar budaya, data perekaman
audiovisual cagar budaya cagar budaya di Provinsi Maluku khususnya di Kota Saumlaki,
Kabupaten Kepulauan Tanimbar.
1. 5 Hasil (outcome)
Terwujudnya database pendataan benda cagar budaya dalam bentuk verbal, piktorial, dan
audiovisual mengenai potensi cagar budaya di wilayah kerja BPCB Maluku Utara.
1. 6 Manfaat (benefit)
Meningkatnya pengawasan, pemantauan, evaluasi dan perlindungan mengenai Cagar Budaya
di wilayah Provinsi Maluku khususnya di Kota Saumlaki, Kabupaten Kepulauan Tanimbar.
Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020
5
BAB 2
METODE DAN PELAKSANAAN KEGIATAN
Cagar budaya sebagai bukti sekaligus kisah tentang perjalanan masa lampau manusia
secara tidak langsung di dalamnya memberi gambaran tentang peran manusia di atas panggung
sejarah budaya. Selanjutnya, maka peran tersebut sudah pasti akan mampu memberi eksplanasi
tentang peran manusia secara kolektif. Agar perjalanan sejarah kebudayaan di masa lampau
dapat dipetakan secara proporsional, lokasi Cagar Budaya (BCB) dan situs, pelaksanaan kegiatan
dilakukan dengan beberapa tahap.
2. 1 Metode
Pelaksanaan kegiatan inventarisasi potensi Cagar Budaya dan Situs dilakukan dengan
mengidentifikasi peninggalan purbakala (membuatnya dalam bentuk audiovisual sebagai bahan
informasi) dan survei yaitu usaha sistematis untuk mengumpulkan dan mendatakan peninggalan
purbakala untuk mengadakan evaluasi atas tinggalan tersebut.
Pendekatan, metode, dan juga teknik, ketiganya mempunyai tujuan untuk mendapatkan
data-data cagar budaya guna merekonstruksi sejarah kebudayaan, dan menentukan kebijakan
pelestarian peninggalan purbakala atau cagar budaya dan situs yang dilakukan melalui kaidah
yang saintifik.
2. 2 Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah proses perekaman data baik sebelum ke lapangan maupun di
lapangan/ lokasi. Mengumpulan data di bagi atas :
a). Studi Pustaka
Studi pustaka ialah pengumpulan (inventarisasi) data yang dilakukan dengan cara
mencari informasi dari berbagai macam literatur, arsip, laporan dan data dari internet
terkait objek ataupun lingkungan dimana tujuan penelitian atau kegiatan inventarisasi
akan dilakukan.
b). Pengumpulan Data Lapangan/ Observasi
Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020
6
Sebagai studi inisiasi untuk mengenali potensi, maka pendekatan penelitian yang digunakan
adalah survei. Sebelumnya, tim dari BPCB Maluku Utara telah melakukan kegiatan inventarisai
objek cagar budaya di Kota Saumlaki, yaitu pada tahun 2013 dan 2016. Maka dalam kegiatan
inventarisasi tahun 2020 ini tim BPCB Maluku Utara melengkapi data yang belum ada,
melakukan pemutakhiran data, serta membuat database audiovisual mengenai objek cagar
budaya yang ada di Kota Saumlaki, Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Melalui pendekatan ini
harapan kami, segenap potensi kepurbakalaan yang ada akan diidentifikasi melalui survei
permukaan dan direkam secara verbal dan visual. Termasuk data yang akan direkam adalah
pengetahuan masyarakat setempat terkait potensi arkeologis dimaksud dalam bentuk sejarah
tutur. Kajian juga akan diperkuat dengan pendekatan studi pustaka untuk menghimpun referensi
sejarah budaya dan observasi langsung di lapangan dilakukan pada tanggal 11 - 19 Februari 2020
yang dimaksudkan untuk mencatat dan merekam lokasi dan Benda Cagar Budaya (BCB),
kondisi BCB dan jenis cagar budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar khususnya di desa
Sangliat Dol dan Arui Bab kota Saumlaki. Observasi ini dilakukan dengan beberapa tahapan,
yaitu :
Pencatatan atau pendeskripsian, yang meliputi pendeskripsian lokasi/ lingkungan
maupun pendeskripsian objek/ artefak;
Pengukuran, yaitu pengukuran batas wilayah situs dan pengukuran temuan/
artefak maupun jarak antara lokasi situs dengan kota Saumlaki;
Perekaman objek cagar budaya berbasis visual/Pemotretan dan audiovisual,
dilakukan guna perekaman gambar digital dan video sebagai sampel kondisi
lingkungan maupun sampel kondisi temuan/ artefak.
Perekaman data GPS, Pencatatan lokasi cagar budaya yang diobservasi dilakukan
dengan bantuan alat Global Positioning System (GPS) untuk memperoleh data
koordinat posisinya. Koordinat posisi objek yang diinventarisasi dibutuhkan untuk
keperluan plotting pada peta dasar digital. Selanjutnya hasil plotting dioverlaykan pada
peta rupa bumi Indonesia (base map digital) sehingga dapat diketahui posisi cagar budaya
tersebut terhadap lokasi yang terdapat situs/cagar budaya. Pemetaan cagar budaya
dimaksudkan untuk kepentingan letak keberadaan.
Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020
7
2. 3 Pengolahan Data
Data-data yang diperoleh dari studi pustaka maupun yang diperoleh dari observasi
lapangan kemudian diolah atau disusun berdasarkan data yang ada kedalam bentuk
pendeskripsian secara detail yang kemudian dikelompokkan/disusun berdasarkan Bab-Bab
maupu sub bab yang berisi tema atau judul dalam setiap bab ataupun sub bab tersebut, seperti
berikut ini :
Bab I : Pendahuluan, yang sub babnya terdiri dari latar belakang, dasar hukum, maksud dan
tujuan, keluaran (output), hasil (outcome) dan manfaat kegiatan.
Bab II : Metode dan Pelaksanaan Kegiatan, yang sub babnya terdiri dari metode, pengumpulan
data dan pengolahan data.
Bab III : Cagar Budaya dan Situs di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Provinsi Maluku, yang
sub babnya terdiri dari Kondisi Geografis; Sekilas Prasejarah Kepulauan Tanimbar serta Cagar
Budaya dan Situs di kabupaten Kepulauan Tanimbar (Kota Saumlaki).
Bab IV : Penutup sub babnya terdiri dari kesimpulan dan saran/rekomendasi.
Lampiran-lampiran, yaitu berupa audiovisual, foto objek Cagar Budaya serta data pendukung
lainnya.
Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020
8
BAB 3
CAGAR BUDAYA DAN SITUS
DI KABUPATEN KEPULAUAN TANIMBAR
PROVINSI MALUKU
9
Yamdena, diikuti bahasa Fordata, Bahasa Selaru, Bahasa Seluwasa dan Bahasa Makatian.
Kelompok bahasa ini merupakan bagian dari rumpun bahasa Austronesia, Central Easter
Malayo-Polynesian (Ririmasse, 2010a; Le Bar, 1976). Hampir seluruh penduduk di Kepulauan
Tanimbar saat ini menganut agama Nasrani dengan sistem kepercayaan Kristen Khatolik (92%),
Kristen Protestan (5,5), Islam (2%) dan lainnya (0,5%). Namun praktik-praktik religi lama masih
dapat diamati dalam profil budaya tradisional masyarakat.
Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020
10
ragam pola hias fauna jenis burung yang terdapat di salah satu batuan perahu pada sisi timur laut
dekat haluan. Bagian haluan perahu batu ini ditata mengarah ke Timur dan bagian buritan
diarahkan ke sisi sebelah Barat. Pada sisi sebelah barat tepat di depan buritan terdapat tugu batu
(menhir) berbentuk meruncing pada bagian puncaknya dan terdapat ruang (ceruk), konon
menurut informan, ceruk ini dahulu sebagai tempat untuk meletakkan patung (arca). Pada bagian
geladak tepat di depan buritan terdapat beberapa elemen batu seperti meja batu (dolmen) dengan
4 tiang batu penyangga yang digunakan sebagai tempat duduk kepala suku adat, mereka dikenal
dengan nama ompok (nusa nduan) dan juru penerang (mangafuke). Elemen batu sebagai
perlengkapan lainnya yang terdapat di atas bangunan perahu adalah empat buah batu tegak yang
digunakan sebagai tempat duduk yang terletak di bagian barat laut, barat daya, timur laut, dan
tenggara. Tempat duduk ini ditata permanen mengacu pada kedudukan dan fungsi masing-
masing tokoh adat yang mencerminkan adanya empat soa besar yang ada di Desa Sangliat Dol.
Sudah cukup banyak referensi
yang membahas mengenai natar
Fampompar. Bangunan ini memang
terkenal dan telah menjadi salah satu
ikon budaya di Kepulauan Tanimbar.
Pelancong dari manca negara yang
berkunjung ke Tanimbar, umumnya
datang dengan alasan ingin melihat
monumen khas ini. Penduduk
Sangliat Dol mengenal natar ini
Gambar 2. Susunan tempat duduk pada Fampompar dengan nama Fampompar. Monumen
ini memiliki panjang 18 m dengan lebar 9 m dan tinggi 1,64 m. Perahu batu pada natar Sangliat
Dol 1 ini berada pada lingkungan yang datar dan sangat potensial untuk dikembangkan menjadi
objek wisata budaya, walaupun kini di halaman perahu batu telah di pasang paving dan disekitar
perahu batu terdapat gazebo yang sangat dekat dengan monument perahu batu sehingga perlu
peninjauan ulang agar tidak merusak objek utamanya dan tidak mengubah nilai holistic
monument tersebut selaku magnet yang menarik wisatawan budaya (Zona Inti).
Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020
11
Tabel 1. Bagian-bagian dari Natar Fampompar
Altar batu/Meja batu dengan 4 kaki Motif burung pada natar perahu batu
Bagian Buritan perahu (sisi Barat) Batu berdiri/menhir pada bagian buritan
Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020
12
Susunan batu Susunan Batu
Informasi lain terkait tinggalan perahu batu di desa Sangliat Dol 1 adalah potongan batu
perahu di bagian haluan, biasa disebut papan haluan (pamaru) yang menurut informan, memiliki
motif spiral, telah hilang dan dicuri oleh orang yang tidak bertanggungjawab. Papan haluan
tersebut diketahui hilang sekitar tahun 1990-an yang hingga kini tidak diketahui jejaknya,
walaupun berita kehilangan telah dilaporkan ke aparat berwajib namun sampai dengan saat ini
tidak membuahkan hasil. Tidak jauh dari natar Fampompar ini terdapat pula perahu batu lainnya
yang oleh masyarakat sekitar disebut dengan nama Wilempit atau sumur dalam perahu batu yang
secara detail diuraikan dibawah ini.
Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020
13
BPCB Maluku Utara yang berada dilokasi pada saat itu tidak melihat dan menemukan struktur
bangunan wilempit dan detail bagian-bagian lain karena banyaknya rumput liar tinggi yang
menutupi area bangunan ini. Sumur ini kini sudah diperbaiki dari bahan semen yang di
manfaatkan masyarakat sekitar sebagai sumber mata air untuk kebutuhan sehari-hari.
Gambar 4. Peta Lokasi Natar Fampompar, Tangga Batu, dan Wilempit (BPCB Malut 2019)
Gambar 5. Struktur Susunan Natar Sori (BPCB Malut 2019) kurang lebih 90 menit dari
Saumlaki ke Arui Bab dengan transportsi darat. Untuk wilayah Yamdena, desa ini termasuk
Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020
14
salah satu yang paling besar dengan penduduk mencapai lebih dari 3,000 jiwa. Desa Arui Bab
merupakan salah satu pusat penyebaran agama Katolik di Tanimbar pada awal abad ke-20.
Bangunan perahu batu (natar) yang terdapat di desa Arui Bab ini sering disebut dengan sebutan
natar Sori. Sekilas tampak bangunan dengan tujuan yang sama dengan natar Sori yang terdapat
di Sangliat Dol. Dalam lingkungan masyarakat sekitar, natar Sori disebut juga dengan Wein
Tenin yang artinya tempat untuk bermusyawarah. Situs ini terletak di salah satu bagian bukit
dengan lereng-lereng curam yang mengelilinginya dengan letak titik koordinat UTM X:
0778033, Y: 9144834 dengan kondisi kurang terawat dan dipenuhi rumput tinggi dan tanaman
liar. Pada bagian pintu masuk dikonstruksi tangga batu yang sudah agak rusak dan perlu hati-hati
untuk menaikinya. Dengan karakter lingkungan yang sedemikian rupa, akses menuju situs natar
Uluntutul ini memang minimal dan mempermudah pengawasan oleh para penghuninya di masa
lalu.
Serupa dengan bangunan natar lainnya, di desa Arui
Bab juga direka dengan teknik yang sama. Tanah yang
ditinggikan kemudian diberi pembatas yang terbuat dari
susunan lempengan batu balok dan batu gamping terumbu.
Berdasarkan dari data inventarisasi panjang monumen
perahu batu yang terdapat di Arui Bab ini adalah 17,80 m
dengan lebar 10,30 m dan tinggi 1,8 m kecuali bagian
haluan yang tinggi maksimalnya mencapai 2,1 m. Elemen
yang paling khas dari monumen perahu batu ini kiranya
diwakili oleh keberadaan pamaru atau papan haluan.
Elemen ini terletak di bagian haluan dan dipandang sebagai
bagian yang paling penting dalam monumen seperti ini. Jika
pamaru di Sangliat Dol sudah hilang maka papan haluan
Gambar 6. Pamaru (BPCB Malut 2020)
yang terdapat di Arui Bab masih sangat terawat. Papan haluan ini dipenuhi dengan ragam hias
yang begitu kaya dengan motif spiral. Terdapat beberapa motif fauna yang juga diterakan di
pamaru ini. Demikian halnya pada lempeng-lempeng batu yang menjadi pembatas bagian
‘lambung’ perahu batu ini juga diterakan aneka motif mulai dari antromorfik hingga motif hias
fauna.
Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020
15
Gambar 7. Peta Lokasi Natar Sori (BPCB Malut 2019)
Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020
16
Motif fauna Motif fauna
Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020
17
KONDISI FISIK PERAHU BATU NATAR SORI
Berdasarkan observasi di lapangan terhadap kondisi fisik Natar Sori di desa Arui Das secara
keseluruhan masih utuh tetapi kurang terawat. Beberapa batu penyusun bangunan Natar Sori
mengalami pelapukan, kerusakan, dan berlumut. Kerusakan fisis menurut pengamatan kami
dalam studi konservasi pada bangunan ini menjadi salah satu factor penyebab pelapukan. Bentuk
kerusakan fisis berupa lapuk dan berlumut pada batu penyusunnya. Penyebabnya bisa dari
beberapa faktor diantaranya suhu dan kelembapan. Faktor lingkungan dan menurunnya rasio
kekuatan bahan maupun struktur penyusun material dari batu tersebut juga menjadi factor lain.
Selain itu kerusakan dan pelapukan juga dapat terjadi akibat penurunan rasio kekuatan gaya
statis, dinamis, kimia-fisis, jenis material. Sumbangan yang besar terhadap kerusakan dan
pelapukan juga disebabkan oleh bencana alam, iklim, air serta pertumbuhan jasad renik. Proses-
proses kerusakan dan pelapukan meliputi kerusakan mekanis, fisis, kimia dan biologi (Munandar,
2006).
Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020
18
laut dengan jarak tempuh yang lumayan lama dari Kota Ambon atau dari Kota Surabaya. Sasaran
pembersihan secara mekanis pada batu meliputi seluruh permukaan bangunan perahu, karena
pada umumnya seluruh bangunan tersebut sudah ditumbuhi jamur, lumut kerak (lichen), algae
dan mikro organisme lainnya.
Teknis kegiatan pembersihannya dapat dilakukan menggunakan bahan dan peralatan sebagai
berikut: kemoceng/sulak, kuas, sikat ijuk, sikat plastik, sikat gigi, spatula, sapu lidi, ember dan
gayung serta air bersih. Pembersihan secara mekanis kering dilakukan dengan tujuan
membersihkan kotoran dan debu yang menempel pada batu, jirat dengan menggunakan
kemoceng dan kuas. Selanjutnya batu-batu disikat menggunakan sikat ijuk dan sikat plastik
halus. Sikat gigi digunakan pada bagian-bagian yang sulit dijangkau dengan sikat ijuk dan sikat
plastik halus. Setelah pembersihan kering selesai, dilanjutkan dengan pembersihan mekanis
basah dengan cara menyiram air dengan menggunakan gayung.
3. Nekara
Gambar 8. Nekara di desa Arui Das (BPCB Malut 2019) dikenal sebagai hasil karya
manusia masa lampau dan menjadi tolak ukur bagi peradaban masa itu. Zaman perunggu
disebut juga dengan kebudayaan Dongson – Tongkin China dimana manusia sudah mahir
mencampur logam tembaga dengan timah dengan perbandingan 3:10 sehingga diperoleh logam
yang lebih keras (Ririmase). Salah satu alat perunggu pada zaman logam adalah Gendang
Perunggu (Nekara). Salah satu specimen nekara ditemukan di Desa Arui Das, Kabupaten
Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020
19
Kepulauan Tanimbar. Menurut Tim dari Balai Arkeologi Maluku (2014) nekara ini merupakan
penemuan yang ke 13 di wilayah Maluku. Salah satu referensi mengenai penemuan specimen
nekara di Maluku ini adalah catatan dari seorang keturunan Jerman Georg Eberhard Rumphius,
beliau adalah peneliti VOC. Kondisi nekara ini sudah tidak utuh lagi, bagian bahu dan kaki
nekara sudah hampir tidak ada, hanya tersisa sedikit kepingan saja. Dari segi pemeliharaan,
nekara ini kurang terawatt. Peletakannya hanya di depan teras rumah dengan tidak diberi
tempat yang teduh (atap) ataupun pagar pembatas. Suhu dan udara di desa Arui Das yang
lumayan panas tidak bisa dipungkiri menjadi salah satu factor penyebab ausnya nekara
tersebut. Warna dasar nekara tersebut kehijauan hampir disemua bagian, apakah patina ataupun
kondisi logam perunggu yang mengalami reaksi karena terkena paparan matahari langsung.
Berdasarkan sumber
ethnohistori Belanda, ada 12
spesimen Nekara tipe Heger I yang
pernah ditemukan di berbagai
kawasan Maluku, hanya kemudian
dibawa keluar dari Maluku. Dua
specimen nekara dikirim ke Italia
dan Jerman. Nekara adalah produk
pada saat budaya logam mulai
Gambar 9. Nekara Tampak Atas (BPCB Malut 2019) tumbuh di bagian selatan Benua
Asia, dan menjadi bagian dari kisah akhir zaman pra sejarah menuju awal masa sejarah. Semua
budaya dari tradisi perunggu termasuk di kepulauan Asia Tenggara berasal dari wilayah Dong
Son yang terletak di sebelah utara Vietnam. Penemuan specimen Nekara di Maluku ini menjadi
penguat bahwa posisi Maluku sangat oenting dalam arus perdagangan pada waktu itu. Selain di
Maluku specimen Nekara juga ditemukan di Pulau Jawa sebanyak 19 buah. Dan Maluku
menjadi wiayah kedua di Indonesia yang memiiki sebaran penemuan Nekara terbanyak. Ini
menjadi penting karena nekara pada masanya termasuk benda yang langka dan secara social
hanya dimiliki oleh individu yang memiiki status social yang tinggi.
Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020
20
Tabel 3. Bagian-bagian Nekara Arui Das
Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020
21
Bidang Pukul Bagian Dalam Nekara Pinggang dan Kaki Bagian Dalam
Nekara
Morfologi fisik nekara yang berada di desa Arui Das berwarna agak kehijauan. Warna
hijau ini dapat diartikan sebagai proses korosi (terbentuk senyawa kimia perusak) atau lapisan
luar dari perunggu. Karena pada benda yang tersusun dari perunggu dikenal terdapat suatu
lapisan pelindung alami yang disebut patina. Menurut KBBI, Patina adalah balutan hijau pada
perunggu yang sebenarnya suatu oksida dan karbonat dari tembaga. Dia merupakan lapisan tipis
berwarna biru kehijauan yang terbentuk pada permukaan benda sebagai hasil reaksi dengan
lingkungan. Lapisan luar perunggu terdiri dari tembaga oksida, lapisan yang berfungsi sebagai
pelindung interior logam dari korosi lebih lanjut. Namun lapisan tembaga oksida akan
menghasilkan senyawa tembaga karbonat apabila bereaksi langsung dengan klorida (bersifat
garam, misal air laut, partikel udara kawasan pesisir). Hal ini juga bisa terjadi pada nekara yang
material penyusunnya adalah logam perunggu. Pada beberapa kasus ada senyawa kimia yang
mirip dengan patina yang terbentuk pada permukaan benda perunggu yang bersifat merusak.
Salah satu senyawa kimia perusak ini disebut dengan malachitte yang berwarna hijau sehingga
sulit dibedakan dengan patina. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya konservasi secara tepat
untuk mencegah terjadinya kerusakan pada benda perunggu khususnya nekara tanpa merusak
lapisan patinanya. Pada keadaan stabil, patina akan melindungi benda dari pengaruh lingkungan.
Apabila terdapat tembaga klorida (Copper chloride), perunggu tidak akan stabil dan mengalami
korosi lebih lanjut. Akibatnya tembaga klorida akan berubah menjadi nantokite, dan kemudian
menjadi atacamite karena pengaruh oksigen dan uap air yang ada di udara. Inilah yang disebut
penyakit perunggu (bronze disease).
Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020
22
Tabel 2. Jenis-jenis Patina (Sumber: Suyono, 1982:19)
Nama Patina Rumus Kimia Agensia Pemicu Warna
Cuprite Cu2O Oksida Merah Delima
Tenorite CuO Oksida Hitam
Malachite CuCO3Cu(OH)2 Karbonat Hijau
Azurite 2CuCO3Cu(OH)2 Karbonat Biru
Covelite CuS Sulfat Biru nila
Chalcochite Cu2S Sulfat Abu-abu kehitaman
Bornite Cu3FeS3 Sulfat Coklat ungu
Enargite Cu3AssS43 Sulfat Hitam abu
Na nto kite CuCl Klorida Bening, putih, abu-abu
Chrysocolla CuSiO32H2O - Hijau Kebiruan
Data Kerusakan
Bentuk tubuhnya yang sudah rusak dengan ornamen-ornamennya yang sudah tidak
lengkap, kondisi fisik nekara secara keseluruhan tidak utuh namun masih terawat. Tersimpan
rapi di depan rumah salah seorang keluarga pemilik benda tersebut di desa Arui Das, dengan
tanpa ditutup atap dan pembatas. Tidak tau persisnya alasan mengapa nekara tersebut diletakkan
di ruang terbuka, karena pada saat kegiatan pendataan, kami tidak bertemu dengan si tuan rumah.
Kebetulan beliau sedang ada kegiatan lain. Menurut hasil observasi kasat mata yang kami
lakukan, hampir di seluruh bagian nekara mengalami korosi dan kerusakan. Mengingat usia dari
nekara dan kurangnya pemeliharaan pada nekara tersebut.
Pendataan nekara di Desa Arui Das, Kabupaten Kepulauan Tanimbar yang dilakukan
oleh tim dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Maluku Utara (wilayah kerja Maluku,
Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat) ini tentu harus diikuti dengan upaya untuk melakukan
pemeliharaan dan konservasi pada nekara tersebut. Mengingat usia dan waktu penyimpanan yang
lama dapat mengakibatkan kerusakan pada benda perunggu itu sendiri. Konservasi menurut
Burra Charter (UNESCO,1981) merupakan seluruh proses kegiatan untuk menjaga benda-benda
arkeologi dalam mempertahankan signifikasi budayanya yang meliputi pemeliharaan dan agar
Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020
23
disesuaikan dengan keadaan semula yang meliputi konservasi, preservasi, rekonstruksi, restorasi,
dan adaptasi.
Faktor Eksternal
Lingkungan
Lingkungan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kondisi fisik benda cagar
budaya. Kelestarian dan keberadaan nekara tidak hanya bergantung pada perawatannya saja,
namun juga bergantung pada kestabilan keadaan lingkungan yang berada disekitar nekara.
Lingkungan dibagi menjadi empat tipe (Priyono, 1993:291).
Lingkungan udara industri atau perkotaan, karakteristiknya ditandai dengan polusi udara di
mana sebagian komponen udaranya sudah terkontaminasi senyawa reaktif dan gas polutan
seperti senyawa belerang dan gas karbon monoksida (CO).
Lingkungan udara laut, ditandai dengan adanya partikel-partikel halus dan uap air laut yang
mengandung garam-garam laut yang terbawa oleh arus angin dan akan mengendap pada
suatu permukaan benda di daratan.
Lingkungan udara pedalaman, karakteristiknya udara tidak mengandung zat-zat kimia yang
reaktif tapi hanya mengandung debu-debu dari dari zat-zat organik dan non organik.
Lingkungan udara rumah atau ruangan, karakteristiknya tidak ada kontaminan sama sekali
pada kondisi tertentu.
Dalam kaitannya dengan nekara, reaksi langsung yang terjadi antara lingkungan dengan nekara
dapat memberikan dampak negatif dan dampak positif bagi nekara itu sendiri. Kondisi
lingkungan juga merupakan faktor utama yang mengancam nekara perunggu. Lokasi tempat
penyimpanan yang berada di sebuah pulau kecil kurang menguntungkan bagi kondisi fisik
nekara tersebut. Desa Arui Das, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Pulau Yamdena adalah
Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020
24
kawasan pesisir yang terletak di sebelah selatan, dimana suhu dan kelembapan udara disana
lumayan cukup tinggi. Dan kemungkinan besar terdapat partikel-partikel halus dan uap air laut
yang mengandung garam-garam laut yang akan berinteraksi dengan nekara meskipun sudah
disimpan di dalam ruangan. Suhu dan kelembapan merupakan dua hal yang tidak dapat
dipisahkan, mereka mempunyai korelasi berbanding lurus. Dimana semakin tinggi suhu udara di
suatu tempat maka kelembapan relatifnya semakin tinggi, begitupun sebaliknya. Tingginya
temperatur akan berakibat pada kerusakan karena terjadi ketidakstabilan pada penyusun material
nekara, dan rendahnya temperatur akan berakibat pada tekanan pada struktur material penyusun
nekara. Hal ini kemudian mengarah pada salah satu tindakan penting dalam pemeliharaan nekara
yaitu untuk menjaga kestabilan keadaan nekara antara suhu dan kelembapan. Fluktuasi suhu
udara yang berlangsung dapat mengancam kondisi nekara. Korosi yang dipicu oleh temperatur
yang tidak stabil dapat menyebabkan logam penyusunnya habis dan menimbulkan lubang seperti
hipotesa observasi awal yang terjadi pada nekara perunggu yang terdapat di Desa Arui Das,
Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Pulau Yamdena.
Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020
25
kasat mata, nekara perunggu di pulau gorom menderita korosi selektif karena kerusakan hanya
terlihat di bagian-bagian tertentu saja. Pada bidang pukulnya terdapat bercak putih diduga
merupakan bekas bahan konservan yang tidak tuntas dalam pembersihan akhir. Sedangkan di
bagian badan nekara, kondisinya masih cukup baik walaupun di bagian kaki nekara terdapat
lubang-lubang kecil yang diakibatkan oleh korosi. Pada dasarnya logam yang berhubungan
langsung dengan udara terbuka, berada dalam keseimbangan antara fase padat permukaan logam
dengan fase gas dari logam itu sendiri. Pada akhirnya terjadilah proses korosi. Tidak dapat
dihindari, proses ini juga terjadi pada nekara perunggu. Namun korosi yang terjadi tidak
semudah pada nekara yang diletakkan di ruang terbuka. Karena nekara perunggu yang diletakkan
di udara terbuka akan lebih mudah terkorosi daripada perunggu yang diletakkan di ruang
tertutup. Semua faktor-faktor penyebab kerusakan tersebut harus disikapi dan selayaknya
dihindari untuk menjaga kelestarian nekara tersebut.
METODE PENANGANAN
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk melestarikan nekara perunggu adalah dengan
melakukan konservasi. Metode konservasi yang dapat dipergunakan yaitu metode konservasi
preventif dan kuratif. Bertujuan untuk menghentikan kerusakan dan mengurangi dampak
kerusakan).
Konservasi
Konservasi Preventif
Konservasi preventif adalah proses perawatan koleksi yang menitikberatkan pada upaya
pencegahan. Prinsip mencegah lebih baik daripada mengobati diterapkan pada benda koleksi
cagar budaya. Proses penting yang pertama harus dilakukan dalam konservasi preventif pada
nekara adalah pengidentifikasian. Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab kerusakan pada
koleksi adalah proses paling penting dalam konservasi (Yulita, 2008: 48). Metode ini dilakukan
berdasarkan hasil analisis terhadap faktor penyebab kerusakan dan akibat yang ditimbulkan.
Lingkungan dan suatu benda merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan. Faktor
lingkungan seperti suhu dan kelembapan udara sangat mempengaruhi proses percepatan
korosinya. Kerusakan yang terjadi akibat pengaruh suhu dan kelembapan udara dapat dicegah
dengan mengontrol suhu dan kelembapan udara agar selalu terkendali, bersih, dengan sirkulasi
Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020
26
udara yang sempurna. Idealnya suhu dan kelembapan yang sesuai untuk koleksi benda cagar
o
budaya adalah 20-24 C dan 45-60% RH (Soekartiningsih, 2008:4). Suhu dan kelembapan
dikontrol dengan thermometer dan hygrometer, thermohygrometer dan thermohygrograph
(Sadirin, 1979:35). Di pulau Gorom, suhu rata-rata perhari adalah 30oC, uap air yang terkandung
di udara yang memiliki kelembapan tinggi akan mempercepat terjadinya korosi. Untuk
menghindari kontak langsung antara koleksi dengan udara, maka sangat baik sekali apabila
koleksi diletakkan di dalam vitrine. Sedangkan salah satu cara untuk menstabilkan keadaan
lingkungan udara adalah dengan memasang debumidfier atau alat yang menyerap kelembapan
udara. Pengatur suhu dan kelembapan agar selalu stabil mutlak diperlukan oleh sebuah koleksi.
Pemasangan AC adalah salah satu cara untuk mencegah adanya fluktuasi suhu dan kelembapan.
Di pulau gorom, upaya pencegahan kerusakan koleksi nekara akibat pengaruh suhu dan
kelembapan baru dilaksanakan sebatas pada peletakan koleksi diruang keluarga yang terdapat
banyak fentilasi udara. Untuk ruangan yang tidak dipasangi AC pencegahan dilakukan dengan
membuat ventilasi yang sempurna sehingga pertukaran udara selalu terjadi. Vegetasi yang ada
disekitar lingkungan juga mampu mengurangi efek buruk polusi udara, diantaranya yaitu pohon
asam jawa (Tamarindus indica) dan bunga lily (Spathyphyllum). Pohon asam jawa dikenal
sebagai pohon yang mampu menyerap polutan terbanyak, sedangkan bunga lily dikenal dapat
menyerap polusi udara berupa benzone yang berasal dari asap rokok dan kantung plastik.
Konservasi Kuratif
Konservasi kuratif adalah suatu perawatan yang dilakukan terhadap benda koleksi yang
mengalami kerusakan. Konservasi kuratif dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu metode
tradisional yang menggunakan bahan alami dari tumbuhan dan metode modern yang
menggunakan bahan kimia. Hanya saja kami lebih menyarankan untuk menggunakan bahan
konservan tradisional sesuai dengan kearifan local. Dengan alasan, bahan konservan tradisional
lebih mudah diperoleh di Kabupaten Kepulauan Tanimbar.
Metode Tradisional
Korosi yang terjadi pada nekara perunggu di Desa Arui Das merupakan korosi yang besar.
Perlu tindakan pemeliharaan ekstra agar dapat dipertahankan bentuk keaslian dan ketahanan
umurnya. Kegiatan konservasi adalah salah satu langkah yang dapat dilakukan. Konservasi
Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020
27
nekara dapat dilakukan dengan membersihkannya menggunakan bahan-bahan alami.
Meskipun akan memakan waktu yang relatif lebih lama dibandingkan dengan pembersihan
modern (menggunakan bahan konservan kimia). Secara umum semua bahan alami yang
mengandung asam atau bersifat asam (pH<7) dapat digunakan untuk membersihkan logam
perunggu yang mengalami korosi. Berikut adalah bahan-bahan alami yang dapat digunakan
sebagai option dalam pembersihan korosi pada nekara perunggu sesuai dengan hasil
observasi tingkat korosi yang terjadi pada nekara:
Jeruk nipis (Citrus Aurantifolia)
Persebaran jeruk nipis di kepulauan Maluku sangat melimpah, khususnya di Pulau
Gorom. Harganya yang relatif terjangkau dan ketersediaannya di alam yang selalu ada
tentu memudahkan dalam proses pembersihan korosi yang terjadi pada nekara di desa
Arui Das. Dalam berbagai kajian yang telah dilakukan oleh Balai Konservasi Borobudur,
Pusat Konservasi di Indonesia, ekstrak jeruk nipis biasa digunakan dalam pembersihan
logam perunggu. Sifatnya yang asam dengan pH +/- 3,5 terbukti ampuh mengikat korosi
(bersifat basa) yang terjadi pada logam perunggu. Metode pembersihan yang dapat
dilakukan pada nekara yaitu dengan cara mengoleskan ekstrak jeruk nipis pada bagian
nekara perunggu yang mengalami korosi kemudian didiamkan selama +/- 10 menit.
Kemudian nekara perunggu dibersihkan dengan sikat nilon atau sikat ijuk di bawah air
yang mengalir. Tujuannya adalah supaya korosi yang menempel pada bagian nekara
langsung tergerus oleh air yang mengalir. Untuk hasil yang maksimal akan lebih baik
apabila pembersihan ini diulang hingga 3 sampai 4 kali atau hingga perunggu bersih.
Belimbing Wuluh (Averhoa bilimbi I)
Ekstrak belimbing wuluh mempunyai sifat asam dengan pH 2. Metode pembersihan pada
nekara perunggu dapat dilakukan dengan cara mengoleskan ekstrak belimbing wuluh
pada bidang perunggu yang mengalami korosi. Setelah didiamkan selama 5 menit, nekara
perunggu digosok dengan sikat ijuk di bawah air yang mengalir. Pembersihan dengan
menggunakan bahan konservan ekstrak belimbing wuluh cukup dilakukan sebanyak dua
kali pengulangan karena pH belimbing wuluh cukup tinggi. Selain itu kontak antara
belimbing wuluh dengan perunggu diusahakan tidak lebih dari 5 menit.
Buah Asam (Tamarindus indica)
Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020
28
Asam jawa mempunyi berbagai jenis kandungan diantaranya asam oksalat, asam tartrat,
dan asam suksinat. Kandungan asam sitrat pada asam jawa terbukti mampu
menghilangkan kotoran dan debu yang melekat pada nekara. Metode pembersihan yang
dilakukan adalah dengan cara menggosokkan buah asam jawa pada bidang nekara.
Diamkan beberapa saat agar terjadi reaksi kimia antara kandungan asam jawa dengan
senyawa penyusun korosi pada nekara, setelah dirasa cukup kemudian nekara disikat
menggunakan sikat ijuk di bawah air yang mengalir. Meskipun perunggu dapat
dibersihkan dengan asam jawa, namun penggunaan asam jawa sebagai bahan pembersih
perunggu jarang dilakukan karena proses yang dibutuhkan sangat lama.
Pada akhirnya, observasi ini hanyalah tahap awal dalam upaya pemeliharaan Nekara Perunggu
ini, masih sangat perlu dilakukan kajian-kajian yang lebih mendalam menyangkut tata cara
pemeliharaan dan pemanfaatannya yang tepat sasaran.
Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020
29
menjadi bahan pertimbangan kegiatan yang akan kami lakukan. Selain itu untuk
memudahkan pengunjung kiranya pengadaan papan nama sebagai petunjuk dan ruang
informasi mengenai situs tersebut juga sangat diperlukan
3. Penyelamatan Benda Cagar Budaya Nekara Arui Das
Peletakannya yang berada di depan rumah tanpa atap dan pembatas tentu menjadi catatan
buat kami untuk berfikir dan bertindak mengenai tindakan apa yang dapat kami lakukan
terkait keberadaan Nekara tersebut. Kiranya langkah yang tepat yang dapat dilakukan adalah
melakukan penyelamatan akan keberadaan Nekara tersebut. Pemasangan atap serta
pembatas sangat perlu kaitannya untuk melindungi dan menyelamatkan benda tersebut dari
faktor alam dan faktor manusia yang dapat merusaknya. Hal ini tentu harus dikoordinasikan
dengan pemilik nekara.
Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020
30
BAB 4
KESIMPULAN
Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020
31
Demikian Laporan ini kami buat sebagai bentuk pertanggungjawaban kami setelah
melaksanakan tugas inventarisasi potensi cagar budaya di kota saumlaki kabupaten Kepulauan
Tanimbar Provinsi Maluku guna menjadi database Cagar Budaya dan dapat di pergunakan
sebagaimana mestinya.
Mengetahui
Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Ririmasse, M. 2008. Monumen-monumen Perahu Batu di Kepulauan Tanimbar. Berita
Penelitian Arkeologi. Ambon: Balai Arkeologi Ambon.
2. Laporan Inventarisai Cagar Budaya Di Kabupaten Kabupaten Maluku tenggara barat (MTB)
Saumlaki 2013.
3. Laman Web Resmi Kabupaten Kepulauan Tanimbar (mtbkab.go.id).
Laporan Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, BPCB Maluku Utara; 2020
33