Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KUNJUNGAN

MUSEUM NEGERI BANTEN

Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas Pada


Mata Pelajaran Bahasa Indonesia

Disusun Oleh:
Muhamad Fardan Iftikhaar
Raditya Nugraha
Afdhal Raditya Rahadi
Muhammad Prabu Revolusi
Kelas : 9H

SMP Negeri 1 Kota Serang


2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang mana atas rahmat dan hidayahnya,
sampai detik ini kita masih diberikan kenikmatan, baik berupa nikmat hidup,
nikmat umur, nikmat rezeki dan nikmat kesehatan sehingga penulis bisa
menyelesaikan laporan kunjungan pada museum ini dengan baik dan tepat waktu
sebagaimana mestinya.
Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas mata pelajaran Bahasa Indonesia di
SMPN 1 Kota Serang. Dalam penyusunan laporan ini, penulis banyak
mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, oleh sebab itu penulis
ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya khususnya kepada:
1. Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat, nikmat, dan hidayahnya
sehingga dapat menyusun laporan ini dengan lancar.
2. Para guru yang telah membimbing dan mengarahkan dalam sebelum
pembuatan laporan ini.
3. Kedua Orang Tua beserta semua keluarga yang telah mendo’akan,
memberikan semangat moral maupun materil kepada penulis agar selama
penulisan laporan selalu diberikan kemudahan dan kelancaran
4. Teman-teman sebagai rekan satu tim yang telah bekerja sama dengan baik.
5. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, semoga terus
dapat memberi motivasi untuk dapat menambah semangat belajar.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini tidak terlepas dari
kesalahan dan kesilapan baik dari segi isi maupun dari segi penulisannya.
Untuk itu, kritik dan saran serta masukan yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan demi kesempurnaan laporan kunjungan ini.

ii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ...............................................................................................i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL..................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................................1
1.2 Tujuan Kunjungan ........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Museum Negeri Banten ..................................................................2
2.2 Isi Museum Negeri Banten ..........................................................................3
BAB III PENUTUP
3.1 Daftar Pustaka ............................................................................................10
3.2 Lampiran-lampiran .....................................................................................10

iii
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1 Koleksi Museum Negeri Banten .............................................................3

iv
DAFTAR GAMBAR

halaman
Gambar 2.1 Kerang/Mollusca ...............................................................................4
Gambar 2.2 Fosil ...................................................................................................5
Gambar 2.3 Domestikasi Hewan ...........................................................................6
Gambar 2.4 Keramologika ....................................................................................7
Gambar 2.5 Pipa Terakota dan Benda Tanah Liat ................................................8
Gambar 2.6 Numismatik .....................................................................................9

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Museum merupakan salah satu lembaga yang bertanggungjawab atas
warisan budaya, berfungsi melindungi dan melestarikan mulai dari
menyimpan, merawat, mengamankan benda-benda bukti materiil hasil
budaya manusia, alam, dan lingkungannya (Depbudpar dalam Laksmi,
2011:66). Berdasarkan peraturan pemerintah RI no.19 tahun 1995, Museum
merupakan lembaga, tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan dan
pemanfaatan benda-benda bukti material hasil budaya manusia serta alam
dan lingkungannya berguna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian
kekayaan budaya bangsa.
Museum Negeri Banten ini mengkoleksi benda-benda kuno dari seluruh
wilayah Banten. Antara lain yang termasuk koleksi adalah benda-benda
yang berkenaan dengan heraldika (kajian tentang lambang), numismatika
(mata uang), arkeologika (arkeologi), etnografika (benda-benda bahankajian
etnografi), benda-benda dari periode sejarah kontemporer, geologika
(benda-benda alam penting), tekstil, dan lainnya lagi. Di antara benda
koleksi tersebut memang terdapat dua kelompok koleksi yang dirasakan
dominan, yaitu (a) arkeologika dan etnografika. Benda-benda lainnya dapat
dijadikan koleksi pula setelah mendapat kajian yang memadai dari ahli-ahli
di bidangnya dan dinyatakan pantas dijadikan koleksi.

1.2 Tujuan Kunjungan


Adapun tujuan kunjungan yang dilakukan pada Museum Negeri Banten ini
antara lain:
1. Untuk mengetahui letak lokasi Museum Negeri Banten
2. Untuk mengetahui sejarah terbentuknya Museum Negeri Banten
3. Untuk mengetahui benda-benda bersejarah yang tedapat pada
Museum Negeri Banten.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Meseum Negeri Banten


Pada awalnya Museum Negeri Banten didirikan pada tahun 2013 di
kawasan pusat pemerintahan provinsi banten (KP3B). Namun, akses menuju
KP3B agak sulit untuk dilalui kendaraan umum menyebabkan jumlah
pengunjung yang kurang meningkat. Hingga pada akhirnya Museum Negeri
Banten dipindahkan ke Pendopo Gubernur Provinsi Banten pada 29 oktober
2015 dan disahkan oleh Bapak H. Rano Karno selaku plt Gubernur Provinsi
Banten pada masa itu.
Didirikannya Museum Negeri Banten dilandaskan oleh keinginan
pengurus untuk meningkatkan kecintaan masyarakat banten terhadap
budaya lokal dengan mengetahui sejarah banten masa dulu yang penuh
dengan semangat persatuan masyarakat Banten. Pilihan sebagai museum
umum tersebut didasarkan pada dua pertimbangan.
1. Pertimbangan pertama karena Provinsi Banten memiliki sumber daya
daerah yang sangat beragam, baik potensi alam, social maupun budaya.
Keseluruhan potensi itu dapat mencerminkan heterogenitas koleksi
museum yang tidak hanya terpaku pada salah satu disiplin ilmu atau
suatu cabang pengetahuan.
2. Pertimbangan kedua adalah di dasarkan pada pendekatan periodisasi
waktu. Banyak benda alam dan budaya di Provinsi Banten memiliki
nilai kelampauan yang sangat lama bila dilihat dari segi ilmu sejarah.
Beberapa ahli sejarah telah menyusun suatu kerangka pembabakan
sejarah Banten dari mulai periode prasejarah sampai terbentuknya
Provinsi Banten. Kronologi sejarah tersebut jika dihitung dari awal abad
Masehi sampai sekarang akan mencakup rentang waktu sekitar dua ribu
tahun.
Dengan adanya museum ini, diharapkan dapat memperkaya pengetahuan
masyarakat khususnya pelajar/mahasiswa banten mengenai daerah tempat
tinggalnya dalam rangka pelestarian budaya banten.

2.2 Isi Museum Negeri Banten


Isi atau koleksi yang dimiliki oleh Museum Negeri Banten saat ini
merupakan benda-benda koleksi yang berasal dari Museum Krakatau Carita
yang telah hancur. Tanggung jawab kepemilikan dan pengelolaannya
dilimpahkan oleh PT Carita Krakatau Internasional melalui Berita Acara
Serah Terima Barang-Barang Museum Carita Krakatau pada tanggal 8 April
2010. Adapun benda-benda koleksi tersebut setelah diinventarisasi terdiri
dari :
Tabel 2.1 Koleksi Museum Negeri Banten

No Benda Koleksi Kondisi Jumlah

1 Fosil Baik 4
2 Kerang/Mollusca Baik 15
3 Batu Bata Baik 9
4 Tengkorak Hewan Baik 3
5 Kerangka Hewan Tidak Baik 155
6 Uang Koin Baik 55
7 Uang Kertas Baik 8
8 Cula Badak Baik 10
9 Anyaman Bambu Baik 1
10 Gerabah Baik 6

1. Koleksi Pra-Sejarah (6000 SM - V SM)


Pada periode Prasejarah ada dua peristiwa penting, yaitu (1) dikenalnya
teknik berburu dan mengumpulkan makanan untuk memenuhi kebutuhan
ekonomi subsisten, dan (2) dikenalnya sistem religi yang didasarkan pada
prinsip ancestor worship (pemujaan roh nenek moyang).
a) Kulit Kerang/ Mollusca
Temuan moluska di beberapa situs cagar budaya di Banten

3
menunjukkan indikasi pemanfaatan moluska sebagai sumber
makanan, alat bantu, dan perhiasan. Adanya temuan moluska air laut
menunjukkan telah adanya interaksi masyarakat pedalaman dengan
masyarakat yang tinggal di daerah pesisir. Moluska sudah dikenal
sejak zaman prasejarah, yakni masa sebelum manusia mengenal
sumber tertulis, ribuan tahun yang lalu. Pada masa itu manusia purba
banyak mengonsumsi kerang dan keong, sebagaimana ditunjukkan
tumpukan kulit kerang pada beberapa situs arkeologi (istilah kerang
lebih populer daripada keong).Kerang dan keong merupakan hewan
bertubuh lunak. Beberapa jenis kerang dan keong dagingnya
mengandung gizi tinggi. Tak dipungkiri kalau manusia purba, baik
yang hidup di tepi pantai maupun didalam gua, sangat tergantung
pada bahan-bahan makanan itu. Eksploitasi laut mulai dikembangkan
masyarakat purba sekitar tahun 20.000 SM dengan hidup sebagai
nelayan atau pencari kerang. Moluska purba banyak digunakan untuk
berbagai keperluan rumah tangga, seperti alat pemotong atau
keperluan lain yang berhubungan dengan kelangsungan hidup dan
sebagai bekal kubur. Dulu, bersama si arwah yang dikubur disertakan
perhiasan-perhiasan dari kulit kerang. Mungkin ini dimaksudkan
sebagai penolak bala atau agar si arwah cepat mencapai “dunia sana”.

.Gambar 2.1 Kerang/Mollusca


b) Fosil
Fosil, dari bahasa Latin fossa yang berarti "menggali keluar dari
dalam tanah”. definisi Fosil merupakan sisa-sisa tulang-belulang
binatang atau tumbuhan purba yang telah membatu dan tertanam

4
dalam lapisan bumi. (M. Dahlan dan L. Liya Sofyan. 2003: 222).
Fosil mahluk hidup terbentuk ketika mahluk hidup pada zaman
dahulu (lebih dari 11.000 tahun) terjebak dalam lumpur atau pasir dan
kemudian jasadnya tertutup oleh endapan lumpur. Endapan lumpur
tersebut akan mengeras menjadi batu di sekeliling mahluk hidup yang
terkubur tersebut. Hewan atau tumbuhan yang dikira sudah punah
tetapi ternyata masih ada disebut fosil hidup. Fosil yang paling umum
adalah kerangka yang tersisa seperti cangkang, gigi dan tulang. Fosil
jaringan lunak sangat jarang ditemukan. Ilmu yang mempelajari fosil
adalah paleontologi, yang juga merupakan cabang ilmu yang
direngkuh arkeologi.

Gambar 2.2 Fosil


c) Domestikasi Hewan
Secara biologis, manusia dengan binatang ternak tidak memiliki
perbedaan. Keduanya merupakan jenis makhluk hidup yang berjenis
hewan. Moralitas lah yang membuat manusia menjadi benar-benar
berbeda dengan binatang ternak. Bagi binatang ternak, hidup bebas
sebebasnya tanpa aturan adalah pola hidupnya, akan tetapi bagi
manusia alur hidupnya terkontrol oleh aturan tata nilai kebenaran,
yang secara fitrah dipancarkan oleh hati nuraninya. Dan dengan akal
pikirannya, manusia dapat mengendalikan tarikan insting biologis
kebinatangannya, sehingga menjadi teratur berada dalam norma-
norma yang ada. Menurut Effendi (2002), proses yang menjadikan
spesies liar (wild species) menjadi spesies budidaya dikenal dengan
istilah domestikasi spesies. Dalam arti yang sederhana, domestikasi

5
merupakan proses "penjinakan" yang dilakukan terhadap hewan liar.
Perbedaannya, apabila penjinakan lebih pada individu, domestikasi
melibatkan populasi, seperti seleksi, pemuliaan (perbaikan
keturunan), serta perubahan perilaku/sifat dari organisme yang
menjadi objeknya. Bukti tertua adanya hewan peliharaan adalah
kerangka anjing berusia sekitar lima bulan di sisi kerangka seorang
perempuan yang ditemukan di dekat Ain Mahalla (Israel), yang
berusia hampir 10.000 tahun SM. Kerangka-kerangka anjing dari
masa antara 8.000 dan7.000 SM juga ditemukan pada situs-situs
purbakala di banyak tempat. Kerangka kucing peliharaan tertua
ditemukan di Siprus, berasal dari sekitar 6.000 tahun SM. Bersama
dengan domestikasi tumbuhan penghasil pangan, domestikasi hewan
adalah salah satu langkah penting yang dilakukan umat manusia.
Dalam periodesasi prasejarah di Indonesia, domestikasi hewan
dilakukan pada fase neolitikum dimana kehidupan manusia sudah
mulai menetap, mengenal sistem bercocok tanam, dan memiliki
kehidupan yang sudah teratur dengan mengenal norma yang harus
dipatuhi. Domestikasi ternak diperkirakan dilakukan dalam kaitan
dengan kepastian penyediaan sumber pangan (daging hewan),
sandang (kulit dan rambutnya dijadikan bahan pakaian dan
perhiasan), serta di kemudian hari sebagai komoditi perdagangan.

Gambar 2.3 Domestikasi Hewan


2. Koleksi Masa Hindu-Budha (V – IX Masehi)
Merupakan tonggak kemajuan penting dari suatu masyarakat dengan
masuknya Banten ke Zaman Sejarah dengan adanya bukti prasasti Raja
Purnawarman di Sungai Cidanghyang, Munjul di Kabupaten

6
Pandeglang.
a) Keramologika
Kata keramik atau ceramic berasal dari kata Yunani yaitu keramos
yang berarti barang pecah belah atau barang yang terbuat dari tanah
liat bakar (baked clay). Tetapi dalam dunia perkeramikkan dijumpai
beberapa istilah yang mengacu pada pengertian tanah liat bakar ini,
seperti terakota (terracotta = tanah merah), pottery (wadah dari
tanah liat bakar), earthenware (barang-barang yang terbuat dari
tanah liat yang berasal dari bumi, stoneware (barang-barang yang
terbuat dari bahan batuan bumi)dan porcelain (barang-barang yang
terbuat dari bahan yang hanya akan lebur pada suhu yang sangat
tinggi).

Gambar 2.4 Keramologika


3. Koleksi Masa Islam dan Kolonial
Model budaya yang berintikan Negara maritime dan agraris di bawah
otoritas Islam. Struktur kesultanan dibentuk oleh komponen-komponen
ibukota, istana, masjid, pasar dan pelabuhan. Islam memberi semangat
kepada masyarakat Banten untuk melawan kesewenangan pemerintahan
kolonial.
a) Pipa Terakota
Pipa terakota ini merupakan saluran air yang terbuat dari tanah liat
bakar. Pipa ini memiliki bentuk lebih kecil pada salah satu bagian
ujungnya yang berfungsi untuk menyambung dengan pipa yang lain.
Banten Lama sebagai situs ibu Kota Kesultanan Banten banyak
ditemukan jenis-jenis barang yang terbuat dan lempung bakar atau
terakota dalam jumlah yang sangat melimpah. Dapat disimpulkan
bahwa ketika itu terakota sangat berperan dalam kehidupan

7
penduduk kota. Terakota yang ditemukan di Situs Banten Lama
amat kaya ragamnya, di antaranya seperti unsur bangunan (bata,
genteng, jobong sumur, pipa saluran), wadah (periuk, pasu,
kendi,tempayan, boneka, vas bunga), ritus religi (sesaji,meterai), dan
alat kebutuhan praktis lainnya seperti timbangan, dan lampu(clupak).
Sebagian besar terakota ini diduga merupakan buatan setempat
karena ditemukan alat produksinya yang berupa pelandas.
b) Benda Tanah Liat
Banyaknya variasi produk yang dihasilkan, maka diduga
keterampilan membuat yang dimiliki oleh para penganjun
(pengrajin barang tanah liat) pun dapat dikatakan sudah berkembang.
Keadaan ini berbeda sekali dengan pembuat bata yang tidak atau
kurang membutuhkan keahlian tertentu dalam mencipta. Pembuat
bata tidak dapat mengerjakan pekerjaan yang dilakukan penganjun,
sebaliknya para penganjun dengan mudah dapat berlaku sebagai
pembuat bata. Sampai saat ini data mengenai para pembuat bata di
Kesultanan Banten hanya bertumpu pada data arkeologis semata,
karena belum pernah disebutkan dalam sumber tertulis mengenai
pengrajin barang serupa ini. Berlainan dengan yang terjadi pada
masa kerajaan Majapahit di Jawa Timur, sebagaimana yang tertulis
dalam prasasti Beluluk II (1391 M) yang menyebut tentang
sekelompok profesi diantaranya pabata atau pekerja pembuat bata
yang dibebaskan dari pajak karena mereka termasuk rakyat Beluluk
yang sangat disayangi raja (Heriyanti,2007:83).

Gambar 2.5 Pipa Terakota dan Benda Tanah Liat

8
c) Numismatik
Temuan arkeologis yang merupakan bukti penting untuk
menyingkap perdagangan adalah mata uang. Perlu diketahui, istilah
numismatik berasal dari bahasa Yunani numisma yang berarti “uang
logam” (Primastiti, 2014: 16). Sampai kini penemuan mata uang
dari kerajaan/kesultanan lokal dan mata uang asing banyak terdapat
di berbagai situs di Indonesia. Mulai yang berbahan perunggu dan
timah hingga berbahan perak dan emas. Di samping Belanda, mata
uang Inggris paling banyak dijumpai di Indonesia pada abad ke-18,
antara lain golden ropy, stuiver, ropij, duit, double suku, dan kepeng
.Mata uang, khususnya mata uang logam (koin) merupakan salah
satu benda yang berperanan penting untuk mengungkapkan
perjalanan sejarah bangsa. Para arkeolog dan sejarawan merasa
sangat terbantu apabila di situs ditemukan mata uang. Terlebih bila
berjumlah relatif besar, sehingga memudahkan penafsiran data.

Gambar 2.6 Numismatik

9
BAB III
PENUTUP

3.1 Daftar Pustaka


Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 1995, tentang
“pemeliharaan dan pemanfaatan benda cagar budaya di museum”.
Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala Departemen Kebudayaan dan
Pariwisata. 2007. “Pengelolaan Koleksi Museum”
Primastiti, Ria Diar Stya. 2014. “Uang Lama, Uangku Sayang dalam Buletin
Museum Benteng Vredeburg”. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.
Dahlan dan Liya, Sofyan. 2003. Kamus Induk Istilah Ilmiah. Surabaya:
Target Press.
Effendie, M. I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka
Nusantara.Yogyakarta.

3.2 Lampiran

Anda mungkin juga menyukai