Anda di halaman 1dari 3

Masjid Pacinan Tinggi

Sejarah Banten sudah berlangsung lama. Beberapa bangunan tua dan bersejarah di
wilayah ini pun menjadi saksi berbagai budaya yang hidup di tengah masyarakat. Salah
satunya adalah Masjid Pacinan Tinggi yang berada di kampung Dermayon daerah
Banten Lama. Masjid ini berada di sebuah pemukiman Cina ketika masa Kesultanan
Banten. Kehadirannya sudah cukup lama sebagai penunjang umat beragama Islam di
sekitaran daerah tersebut untuk bisa melangsungkan ibadah.

Seperti namanya, Masjid Pecinan Tinggi dibangun di sebuah pemukiman Cina pada
masa Kesultanan Banten. Bangunan ini terletak kurang lebih 500 meter ke arah barat
dari masjid Agung Banten, atau 400 meter ke arah selatan dari Vihara dan Benteng
Speelwijk. Masjid Pecinan Tinggi terletak di kampung Dermayon, di sebelah kiri jalan
raya. Penamaan Masjid Pecinan Tinggi dikarenakan pada masa silam, banyak pedagang
Cina yang berdagang dan bertempat tinggal di daerah ini di masa Maulana Hasanudin.
Menurut catatan sejarah, masjid ini merupakan masjid pertama yang dibangun oleh
Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati dan kemudian pembangunan masjid ini
dilanjutkan oleh putranya Maulana Hasanudin. Dinamakan Masjid Pecinan Tinggi
sebab masjid ini dibangun untuk warga Cina beragama Islam yang tinggal di kawasan
pecinan atau perkampungan Cina pada masa Kesultanan Banten. Tidak banyak
literatur yang menjelaskan asal usul didirikannya mesjid ini kecuali hanya menjelaskan
bahwa Masjid Pacinan Tinggi ini lebih tua dari pada Masjid Agung Banten. Hanya saja
bangunannya tentu berbeda dengan Masjid Agung Banten yang masih berdiri dengan
kokoh hingga kini, sedangkan Masjid Pacinan Tinggi bisa dikatakan tinggal puing-
puingnya saja. Selain sisa fondasi bangunan induknya yang terbuat dari batu bata dan
batu karang, masih ada juga bagian dinding mihrabnya. Disamping itu, dihalaman
depan disebelah kiri (utara) masjid tersebut, masih terdapat pula sisa bangunan
menaranya yang berdenah persegi empat bujur sangkar dan bentuknya menyerupai
menara di Masjid Kasunyatan. Menara ini terbuat dari bata dengan fondasi dan bagian
bawahnya terbuat dari batu karang. Pada bagian atas menaranya sudah hancur,
sehingga tidak lagi menampakkan bentuk secara utuh dari keseluruhan bangunan
masjid seperti sebelumnya. Akan tetapi bagian lain masjid seperti menara masih
menyisakan sisa-sisa kemegahannya.

Masjid bagian utara terdapat sebuah makam Cina. Namun tidak diketahui hubungan
makam di sisi utara tersebut dengan keberadaan masjid Pecinan Tinggi. Hingga saat
ini, peneliti belum bisa menentukan apakah makam itu berkaitan atau tidak dengan
bangunan masjid. Sementara itu diketahui bahwa makam Cina tersebut terdapat
tulisan yang dapat dijelaskan bahwasanya dalam makam tersebut terdapat pasangan
suami istri bernama Tio Mo Sheng dan Chou Kong Chian. Keduanya berasal dari Desa
Yin Shaao dan batu nisan pada makam itu menuliskan tahun berdirinya yaitu pada
tahun 1843 M. Pembangunan masjid diperkirakan berasal dari sejarah kedatangan
orang Cina atau Thionghoa ini. Pasalnya masjid dirikan sebagai sarana tempat ibadah
oleh para pedagang dan juga warga lokal di daerah tersebut. Sebab sebagian besar
pedagang Cina yang datang untuk berdagang menganut agama Islam. Selain untuk
sarana ibadah juga dijadikan sebagai tempat musyawarah ataupun melakukan syiar
agama Islam.

Pada masa kesultanan Banten, orang-orang Cina memiliki pengaruh yang cukup besar.
Mereka tidak hanya menjadi pedagang, tetapi ada juga yang menduduki jabatan resmi
dalam kerajaan, seperti bagian administrasi, pemegang pembukuan perbendaharaan
raja, tukang timbang, juru bahasa, dan sebagainya. Besarnya komunitas Cina Muslim
pada masa kesultanan Banten tampak dari peninggalan bangunan masjid yang kini
sudah tidak utuh lagi. Memang banyak orang Cina berdagang dan bermukim di Banten
dan banyak pula yang melakukan kerja sama perdagangan dengan masyarakat Banten,
selain dengan masyarakat Eropa.

Sangat disayangkan, masjid itu kini hanya tinggal puingnya saja. Sisa-sisa peninggalan
yang masih tersisa adalah sebuah tiang, pondasi, dan sebagian mihrab. Reruntuhan
Masjid Pecinan Tinggi yang wujudnya sudah tidak jelas. Banten dahulunya dikenal
sebagai kota pelabuhan dan perdagangan. Saudagar dari Arab dan Cina sering
berlabuh dan bertransaksi dagang dijalur ini. Jika tidak ada situs Pecinan Tinggi,
pengunjung atau wisatawan tidak akan mengetahui bahwa di kawasan ini dahulunya
berdiri sebuah masjid bersejarah. Tidak jauh dari reruntuhan masjid ini terdapat
klenteng atau Vihara Avalokitesvara yang berdiri sejak abad ke-16. Vihara ini dikenal
sebagai salah satu vihara tertua di Indonesia. Keberadaan vihara ini diyakini
merupakan bukti bahwa pada masa itu penganut agama yang berbeda dapat hidup
berdampingan dengan damai.

Masjid Pecinan Tinggi merupakan masjid pertama yang dibangun di Banten lama untuk
kepentingan beribadah kaum imigran Cina yang tinggal di kawasan tersebut. Masjid ini
dibangun masa Sultan Syarif Hidayatullah tahun 1522-1570 yang istrinya juga berasal
dari cina. Dalam sebuah penelitan diperkirakan bangunan utama masjid berukuran
12.5 m x 12.5 m, tinggi menara sekitar 10.8 m. Adapun bangunan menggunakan
material bata merah dan pondasi dari batu karang.

Kini, Masjid Pecinan Tinggi tinggal menyisakan puing fondasi saja. Namun ini sudah
membuktikan, adanya akulturasi budaya yang sudah berlangsung sejak berabad lalu di
Banten. Proses akulturasi budaya local dan China telah berlangsung sejak abad ke-2.
Sangat mengherankan jika di masa sekarang masih ada orang yang selalu
mempertentangkan masalah etnis dan budaya di republik tercinta ini. Meski
demikian, Masjid Pacinan Tinggi merupakan wujud nyata toleransi beragama yang ada
di Indonesia sejak zaman dahulu.

Anda mungkin juga menyukai