Tugas Pribadi
Tugas Pribadi
Nim : 23232009
Definisi Interprofessional Education (IPE) Menurut The Center for the Advancement of
Interprofessional Education (CAIPE, 1997), IPE adalah dua atau lebih profesi belajar dengan,
dari, dan tentang satu sama lain untuk meningkatkan kolaborasi dan kualitas pelayanan.
Sebuah rekomendasi dari WHO (2010) yang bertema “Framework For Action On
Interprofessional Education & Collaborative Practice” menjelaskan bahwa IPE merupakan
strategi pembelajaran inovatif yang menekankan pada kerjasama dan kolaborasi interprofesi
dalam melakukan proses perawatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan pasien.
Dengan pengalaman pembelajaran IPE ini mahasiswa akan dapat saling bertukar pengalaman
tentang pengetahuan, keterampilan terkait peran dan tugas masingmasing profesi dalam
menangani pasien sehingga akan muncul sikap saling menghargai antar profesi yang nantinya
akan meningkatkan mutu pelayanan kepada pasien.
Tujuan Interprofessional Education (IPE)
Tujuan IPE adalah untuk melatih mahasiswa untuk lebih mengenal peran profesi kesehatan
yang lain, sehingga diharapkan mahasiswa akan mampu untuk berkolaborasi dengan baik saat
proses perawatan pasien. Proses perawatan pasien secara interprofessional akan
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan meningkatkan kepuasan pasien. Menurut
The Canadian InterprofessionalHealth Collaborative (2009), praktek kolaborasi terjadi ketika
penyelenggara pelayanan kesehatan bekerja dengan orang yang berasal dari profesinya
sendiri, luar profesinya sendiri, dan dengan pasien atau klien serta keluarganya. WHO (2010)
juga menekankan pentingnya penerapan kurikulum IPE dalam meningkatkan hasil perawatan
pasien. IPE merupakan langkah yang sangat penting untuk dapat menciptakan kolaborasi
yang efektif antar tenaga kesehatan profesional sehingga dapat meningkatkan hasil perawatan
pasien. Menurut Cooper (2001) dalam Fauziah (2010), tujuan pelaksanaan IPE antara lain
meningkatkan pemahaman interdisipliner dan meningkatkan kerjasama, membina kerjasama
yang kompeten, membuat penggunaan sumberdaya yang efektif dan efisien, meningkatkan
kualitas perawatan pasien yang komprehensif. ACCP (2009) menyebutkan bahwa hasil yang
diharapkan dari sebuah pembelajaran IPE antara lain, reaksi, modifikasi sikap dan persepsi,
tambahan pengetahuan dan keterampilan, perubahan sikap, perubahan dalam sebuah praktek
berorganisasi, serta manfaat untuk pasien.
A. Rangkuman Kasus
Tn A, laki-laki,45 tahun, datang ingin kontrol diabetes melitus (DM)
tiap bulan. Pasien tidak merasakan adanya keluhan yang memberat, tetapi pasien mengeluh
sering mengantuk, gigi ngilu dan kadang-kadang badan terasa pegal sejak ±2 minggu SMRS.
Pasien menderita DM sejak 3 tahun yang lalu, dan rutin minum obat(metformin 500 mg,
3x1). Pasien juga menderita hipertensi dan rutin minum obatcaptopril 3x12.5 mg). Riwayat
DM pada keluarga (+) yaitu kakak pasien. Pasien memiliki kendala dalam mengatur diet dan
pola makan. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, TD:150/100
mmHg, N: 92x/menit, R:16x/menit, S:38.6°C Hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu 324.
Pasien didiagnosa dengan Diabetes melitus tipe II dengan hipertensi grade I. Terapi yang
diberikan oleh dokter sp.pd : Metformin tab 500mg 3x1, Glimepirid tab 2mg 1-0-0,
Amlodipin tab 5mg 1-0-0, Captopril tab12.5mg 3x1.
C. Evaluasi
Dalam pelaksanaan program dianjurkan melibatkan IAI dan Stakeholder lain maupun
organisasi kesehatan lainnya dalam perwujudan IPE (Inter ProfessionalEducation).
Kerjasama dapat berupa keikutsertaan, pembuatan panduan maupun sponsor untuk
pelaksanaan kegiatan. Program ini diharapkan terlaksana sesuai arahandan panduan serta
tepat sasaran. Dengan adanya kerja sama yang baik antar disiplinilmu diharapkan pasien yang
terkena penyakit Diabetes dapat menjadi lebih peduli lagi terhadap penyakitnya.
D. ANALISIS KASUS
Dari masalah-masalah pasien yang ada tersebut diatas, saya akan mencoba menganalisis
masalah yang ada pasien tersebut yaitu:
1. KEPATUHAN DAN KURANG PENGETAHUAN PASIEN: Dalam hal ini saya
membahas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien diabetes
melitus yang ditinjau dari faktor predisposisi, faktor dorongan dan faktor dukungan.
Ketiga hal tersebut dirincikan menjadi lima faktor yaitu: faktor pengetahuan, sikap,
lingkungan fisik, sarana dan prasarana serta faktor dukungan keluarga. Kepatuhan
berobat dinilai dari kepatuhan dalam minum obat dan kontrol menurut anjuran dokter.
bahwa masih banyak penderita diabetes melitus yang kurang pengetahuan tentang
penyakit tersebut, sehingga penderita bersikap tidak setuju dengan apa yang
dianjurkan oleh dokter. Faktor lainnya yang mempengaruhi kekurangpatuhan
penderita adalah kurangnya dukungan keluarga dalam memberi bantuan dan dorongan
kepada penderita
dalammenjalani pengobatan di puskesmas sesuai yang dianjurkan oleh dokter. Hal ter
sebut diatas memiliki peran penting bagi pasien agar konsisten dalam menjalani
terapi. Jadi,dapat disimpulkan bahwa bila faktor predisposisi, dukungan dan dorongan
telah dimiliki dan dikuasai oleh penderita diabetes, maka tingkat kepatuhan akan
tinggi sehingga penderita diabetes melitus patuh baik dalam menelan obat diabetes
maupun kontrol ke dokter. Sebaliknya, bila faktor-faktor tersebut tidak dimiliki oleh
penderita, maka tingkat kepatuhan akan rendah. Oleh karena itu, perlu ditingkatkan
program penyuluhan kesehatan masyarakat yang dapat dilakukan dengan berbagai
macam media serta ditambahkan penyuluhan-penyuluhan ditingkat yang lebih khusus,
agar masyarakat memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi tentang penyakit diabetes
melitus. Kepribadian masyarakat juga berperandalam hal menyikapi penyakit ini
dengan menyetujui segala anjuran yangdiberikan oleh dokter. Pada hal ini, diperlukan
juga dukungan keluarga dalammenasehati dan mengawasi penderita menelan obat
serta membantu penderitauntuk pergi kontrol ke puskesmas.
3. PERAWATAN KAKI:Salah satu komplikasi yang sering terjadi pada pasien diabetes
melitus adalah masalah kaki. Misalnya luka pada kaki yang tidak kunjung sembuh,
infeksi bakteriatau jamur, dan yang paling parah adalah pembusukan jaringan
sehingga perludilakukan amputasi. Masalah pada kaki penderita DM disebabkan oleh
dua hal,yakni :
Aliran darah yang buruk.
Hal ini terjadi karena kerusakan pembuluh darah yang disebabkan oleh kadar gula
darah yang tinggi dalam waktu lama.Aliran darah yang tergangu menyebabkan kaki
tidak mendapatkan nutrisiyang cukup, sehingga kulit kaki menjadi lemah, mudah
luka dan sukar sembuh jika terjadi luka.
Kerusakan saraf.
Hal ini juga terjadi karena kadar gula darah yang tinggi dalam waktu lama.
Kerusakan saraf menyebabkan kepekaan seorang pasien DM terhadap rasa nyeri
menjadi berkurang, sehingga pasien tidak sadar saat kakinya terluka.Untuk
mencegah terjadinya masalah kaki pada pasien DM, langkah pertama yang harus
dilakukan adalah
1. Mengajarkan dan menganjurkan pasien untuk senam kaki/ menggerakan kaki selama
15 menit perhari.
2. Menganjurkan pasien untuk memakai alas kaki yang tertutup serta pasdan nyaman
digunakan.
3. Mengajarkan dan menganjurkan kepada pasien untuk melakukan perawatan kaki
secara rutin.
4. Apabila memotong kuku, jangan terlalu pendek, agar tidak terjadi luka.
5. ORAL HYGIENE:Pada kerusakan gigi yang parah, bakteri dapat masuk ke aliran
darah dan mengganggu sistem kekebalan tubuh. Sel sistem kekebalan tubuh yang
rusak melepaskan sejenis protein yang disebut cytokines. Cytokines inilah
penyebabkerusakan sel pankreas penghasil insulin, hormon yang memicu diabetes.
Jika initerjadi sekali saja, walaupun orang itu sebelumnya dalam keadaan sehat
makaorang tersebut berpeluang menderita diabetes tipe 2. Selain itu
tingginyakandungan kolesterol dari glukosa yang dibutuhkan tubuh merupakan faktor
utama pemicu risiko diabetes bagi orang yang mengalami kerusakan
gigi. Dan kolesterol rendah dapat menolong orang sehat untuk tidak terserang
problem gangguan gigiyang mampu memicu diabetes. Untuk itu, penderita diabetes
sebaiknya mengikuti diet rendah kalori, rajin mengonsumsi obat pengatur hormon
insulin dan menjaga kesehatan gigi. Dan alangkah baiknya jika orang sehat juga ikut
menjaga kesehatan giginya agar tidak berisiko terkena diabetes.
6. TERAPI
Dalam menjelaskan ke pasien bahwa terapinya hanya untuk mencegah terjadinya komplikasi,
dan mengontrol saja, dan menerangkan kepada pasien agar
selalu patuh terhadap anjuran pemberian obat, karena apabila terjadi komplikasi maka biaya
perobatan akan lebih mahal, sehingga membuat pasien semakin patuh.
E. KESIMPULAN: Dari pengalaman tersebut diatas, pasien DM dibuat untuk merasa
nyaman terhadap penyakitnya agar lebih peduli dan patuh terhadap pengobatan yang
diberikan oleh dokter.
Penatalaksanaan pada kasus diatas, yaitu : Penerapan IPC secara komprehensif dan
Terintegrasi di Rumah Sakit