Anda di halaman 1dari 14

MMQ MTQ Nasional XXVII 2018

KONTRIBUSI POLA ASUH ANAK PERSPEKTIF ALQURAN


TERHADAP KETAHANAN NASIONAL
Mhd Handika Surbakti

A. Pendahuluan

Kehidupan manusia yang dinamis selalu diikuti oleh peluang dan tantangan,
bangsa yang mampu memanfaatkan peluang dan menjawab tantangan akan
bertahan, dan yang tidak berdaya tahan akan musnah, secara fisik atau kehilangan
jati diri. Hal ini membuat diskursus seputar ketahanan nasional selalu menarik untuk
dibahas, di era globalisasi menuju Revolusi Industri 4.0 ini perkembangan isu
ketahanan nasioanal semakin dinamis serta tantangannya semakin nyata.

Merebaknya tindakan kriminal yang dilakukan oleh kalangan remaja kian


meresahkan masyarakat dan merongrong ketahanan nasional, selain itu anak remaja
di Indonesia juga mengalami demoralisasi. Media massa selalu diisi oleh berita-
berita kriminal, tindakan-tindakan amoral yang dilakukan oleh remaja.

Dua hari lalu, 8 Oktober 2018 warga Kabupaten Garut dihebohkan oleh
munculnya grup jejaring sosial Facebook kelompok gay dan homoseks yang
anggotanya merupakan pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah
Menengah Atas (SMA). Grup terbuka yang diisi oleh orang-orang yang mengalami
penyimpangan orientasi seksual tersebut beranggotakan 2.500 orang. 1

Selain itu, demoralisasi secara kolektif juga terus terjadi di Indonesia, pada 1
Agustus 2018 dua kelompok siswa SMK terlibat tawuran di Pamulang. Kejadian ini
memakan korban, bahkan sebilah samurai tertancap dan melkat di pipi seorang
siswa. 2 Tawuran merupakan salah satu tindakan amoral dan hewani yang klasik di
kalangan pelajar, hingga kini kejadian serupa terus berulang terjadi.

Selain kedua kejadian di atas, masih banyak tindakan kriminal dan amoral
yang dilakukan oleh pelajar, seperti dalam aksi bom bunuh diri di gereja di

1
Redaksi, “Heboh Grup Gay Warga Garut di Facebook, Anggotanya Pelajar SMP dan SMA:
Begini Tanggapan KPAI”, dalam www.tribunnews.com/nasional/2018/10/08/heboh-grup-gay, diakses
pada 9 Oktober 2018.
2
Redaksi, “Siswi SMK Terlibat Tawuran, Samurai Tertancap dan Melekat di Pipi Siswa”, dalam
www.tribunnews.com/2018/08/01/siswa-smk-terlibat-tawuran, diakses pada 9 Oktober 2018.

1
MMQ MTQ Nasional XXVII 2018

Surabaya, 3 siswa SMA menjadi bos begal di palembang, 4 dan seorang anak
perempuan berusia 18 melakukan aborsi pasca diperkosa kakak kandungnya, bahkan
tindakan aborsinya tersebut diketahui oleh ibunya. 5

Hal yang mengkhawatirkan lainnya seputar tindakan remaja adalah,


merebaknya kasus depresi hingga bunuh diri, bahkan di Blitar seorang siswi bunuh
diri hanya karena gagal masuk ke sekolah favorit.6

Fenomena yang penulis paparkan di atas adalah bukti bahwa ada ancaman
serius bagi ketahanan nasional bangsa ini, tindakan amoral dan kriminal oleh anak-
anak adalah “jalan tol” bangsa ini menuju keterpurukan. Menurut Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), sepanjang tahun 2018 telah terjadi 504 kasus
hukum yang melibatkan anak-anak. Hasil penelusuran KPAI menyatakan bahwa
salah satu faktor penyebab anak berhadapan dengan hukum adalah, pola asuh anak
oleh orang tua yang buruk.7

Makalah ini akan memaparkan bagaimana pola asuh anak dalam perspektif
Alquran dan bagaimana kontribusinya dalam menopang ketahanan nasional. Penulis
akan memulai dengan kajian teori pola asuh, wawasan Alquran seputar pola asuh
dan ketahanan nasional, dilanjutkan dengan analisis dan langkah-langkah solutif
dari penulis.

B. Diskursus Pola Asuh Anak dan Ketahanan Nasional


1. Pola Asuh
Menurut Tim Penggerak PKK Pusat, pola asuh adalah usaha orang tua dalam
membina anak dan membimbing anak baik jiwa maupun raganya sejak lahir
hingga dewasa.8 Menurut Padjrin pola asuh adalah cara yang digunakan dalam

3
Kanavino Ahmad Rizqo, “Bagaimana Anak Bisa Terdoktrin Radikalisme?”, dalam
www.news.detik.com/berita/4035378, diakses pada 9 Oktober 2018.
4
Nefri Inge, “Masih SMA Sudah Jadi Bos Begal”, dalam
www.liputan6.com/regional/read/2410317, diakses pada 9 Oktober 2018.
5
Widia Primastika, “Penyebab Kriminalitas Anak: Kurang Kasih Sayang dan Pengakuan
Sosial”, dalam www.tirto.id/penyebab-kriminalitas-anak-cP3F, diakses pada 9 Oktober 2018.
6
Redaksi, “Gagal masuk Sekolah Favorit, Siswi di Blitar Nekat Bunuh Diri”, dalam
www.liputan6.com/regional/read/3546745, diakses pada 9 Oktober 2018.
7
Widia Primastika, “Penyebab Kriminalitas Anak: Kurang Kasih Sayang dan Pengakuan
Sosial”, dalam www.tirto.id/penyebab-kriminalitas-anak-cP3F, diakses pada 9 Oktober 2018.
8
Tim Penggerak PKK Pusat, Pola Asuh Anak dalam Keluarga: Pedoman bagi Orang Tua,
(Jakarta: Tim Penggerak PKK Pusat, 1995), hal. 5.

2
MMQ MTQ Nasional XXVII 2018

usaha membantu anak tumbuh dan berkembang dengan merawat, membimbing


dan mendidik, agar anak mencapai kemandiriannya.9
Secara garis besar pola asuh yang diterapkan orang tua kepada anaknya
dapat digolongkan menjadi:
a. Pola Asuh Otoriter
Pola asuh otoriter adalah setiap usaha orang tua dalam mendidik anak
mengharuskan setiap anak patuh tunduk terhadap setiap kehendak orang tua.
Tidak diberi kesempatan untuk menanyakan segala sesuatu yang
menyangkut tentang tugas, kewajiban, dan hak yang diberikan kepadanya.
b. Pola Asuh Demokratis
Pola asuh demokratis adalah sikap orang tua yang mau mendengarkan
pendapat anaknya, kemudian dilakukan musyawarah antara pendapat orang
tua dan anak, lalu diambil suatu keputusan secara bersama, tanpa ada yang
merasa terpaksa.
c. Pola Asuh Permisif
Pola asuh permisif adalah sikap orang tua dalam mendidik anak memberikan
kebebasan secara mutlak kepada anak dalam bertindak tanpa ada
pengarahan. 10 Orang tua cenderung tidak menegur atau memperingatkan
anak dan sangat sedikit memberikan bimbingan. 11

2. Ketahanan Nasional
Ketahanan nasional mengandung makna adanya kondisi dinamis suatu bangsa,
berisikan keuletan dan ketangguhan, yang membentuk ketahanan nasional yang
mampu menghadapi dan mengatasi setiap macam ancaman, tantangan,
hambatan, dan gangguan baik yang datang dari luar maupun dalam negeri,
secara langsung atau tidak langsung membahayakan kelangsungan hidup serta
pencapaian tujuan nasionalnya. 12

9
Tim Penggerak PKK Pusat, Pola Asuh Anak dalam Keluarga: Pedoman bagi Orang Tua,
(Jakarta: Tim Penggerak PKK Pusat, 1995), hal. 5.
10
Puji Lestari, “Pola Asuh Anak Dalam Keluarga”, Jurnal Dimensia, Vol. 2, No. 1, Tahun 2008,
hal. 52.
11
Padjrin, “Pola Asuh Anak Dalam Perspektif Pendidikan Islam”, Jurnal Intelektualita, Vol. 5 ,
No. 1, Tahun 2016, hal. 8.
12
Sayidiman Suryohadiprojo, “Ketahanan Nasional Indonesia”, Jurnal Ketahanan Nasional,Vol.
2, No. 1, Tahun 1997, hal. 14.

3
MMQ MTQ Nasional XXVII 2018

Ketahanan nasional dapat juga dipahami sebagai upaya mempertahankan


eksistensi bangsa secara fisik maupun non-fisik dalam menghadapi ancaman
dari dalam maupun dari luar bangsa tersebut yang dapat menggerogoti keutuhan
suatu bangsa.
Ketanahan nasional sendiri memiliki enam ruang lingkup, yaitu: 13
1. Ketahanan Ideologi
2. Ketahanan Politik
3. Ketahanan Ekonomi
4. Ketahanan Sosial Budaya
5. Ketahanan Pertahanan dan Keamanan.

Secara langsung makalah ini akan berkontribusi pada aspek sosial


budaya, namun secara tidak langsung akan berkaitan kepada lima aspek
ketahanan nasional diatas. Penulis akan memaparkan bagaimana kontribusi
keluarga, melalui pola asuh anak dalam menopang ketahanan nasional di setiap
aspek-aspeknya.

C. Wawasan Alquran tentang Pola Asuh Anak dan Ketahanan Nasional

Pada sub ini penulis akan memaparkan wawasan Alquran seputar pola asuh
dan ketahanan nasional, wawasan tersebut akan dielaborasi dan dieksplor dari kitab-
kitab tafsir yang selanjutnya akan dikomentari atau dianalisa oleh penulis.

1. Pola Asuh Anak dalam Alquran


Alquran telah memberikan panduan yang komprehensif dalam pendidikan anak,
terutama pola asuh anak, dalam bahasa Arab disebut hadhamah14. Hal ini dapat
kita temukan dalam kisah-kisah anak orang tua dalam Alquran. Hubungan baik
dan bersih antara keduanya terlihat dari pola asuh Nabi Ibrahim a.s, Nabi
Ya’qub a.s, Nabi Nuh a.s, dan Luqman.
Berikut bagaimana pola asuh yang diterapkan oleh tokoh-tokoh yang
diabadikan di dalam Alquran tersebut, beserta konteksnya:

13
Wardji Reksohutomo, “Meningkatkan Ketahanan Nasional Dalam Bidang Sosial-Budaya
Lewat Jalur Mahasiswa”, Jurnal Cakrawala Pendidikan, Vol. 6, No. 1, Tahun 1987, hal. 90.
14
Syekh Khalid bin Abdurrahman al-‘Ilk, Prophetic Parenting, (Yogyakarta: Penerbit Laksana,
2017), hal. 121.

4
MMQ MTQ Nasional XXVII 2018

a. Penerapan Pola Asuh Otoriter dalam Alquran


Luqman menerapkan pola asuh otoriter terhadap anaknya, hal ini tergambar
jelas dalam Q.S. Luqman ayat 13:
   
   
    
  
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi
pelajaran kepadanya, “Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan
Allah, sesungguhnya mempersekutan (Allah) adalah benar-benar kedzaliman
yang besar”.

Dalam ayat ini Luqman secara gamblang menerapkan pola asuh otoriter
kepada anaknya, terlihat dari penggunaan lam nahyi yang mengandung larangan,
namun yang perlu diperhatikan adalah komunikasi ini bersifat argumentatif,
yaitu Luqman tidak sekedar melarang, namun memberikan penjelasan bahwa
syirik adalah kedzaliman yang nyata.

Pola ini juga terlihat jelas pada ayat-ayat berikutnya, pada Q.S. Luqman:
17, ia kembali memberikan memperingatkan anaknya dengan fi’il amri, berupa
kalimat perintah tegas atau negasi, namun luqman tetap menggunakan “ ya
bunayya”1516 kepada anaknya, bukan ibni, waladi, dan lain sebagainya.

Jika ditelusuri lebih jauh, Luqman menggunakan pola asuh anak otoriter
dalam hal-hal qath’i, seputar akidah, 17 menjalankan syariat Islam, 18 dan
akhlak. 19 Tidak ada tawar menawar dalam ketiga hal tersebut, mutlak harus
dijalankan oleh seorang hamba Allah Swt. Dalam aqidah ahlus sunnnah wa al
jamaah adalah sebuah klausul bahwa beriman “bi laa takyifin”,yaitu beriman
tanpa bertanya kenapa.

15
Menurut M. Qurasih Shihab, panggilan “Ya Bunayya” merupakan panggilan mesra, sebagai
isyarat bahwa mendidik hendakanya didasari oleh rasa kasih sayang terhadap peserta didik. Lihat: M.
Quraish Shihab, Secercah Cahaya Ilahi, (Jakarta: Penerbit Mizan, 2013), hal. 95.
16
Al-Qurthubi berpendapat bahwa lafazh “Ya Bunayya” bukan bentuk hakikat tashgir,
sekalipun lafazhnya tashgir, namun merupakan tarqiq (Ungakapan kelembutan dan kasih sayang), Lihat:
Syaikh Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), Juz 14, hal. 150.
17
Q.S. Luqman: 13-14.
18
Q.S. Luqman: 17.
19
Q.S. Luqman: 18-19.

5
MMQ MTQ Nasional XXVII 2018

Gaya pola asuh ini juga diterapkan Ibrahim a.s sebagaimana terdapat
dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 132, nabi Ibrahim berwasiat kepada anaknya
“Janganlah kamu mati kecuali kecuali dalam keadaan muslim”, ini juga
berkaitan dengan akidah yang tidak dapat ditawar.

2. Penerapan Pola Asuh Demokratis dalam Alquran


Tokoh yang secara eksplisit menerapkan pola asuh ini adalah Nabi Ibrahim a.s,
ketika beliau bermimpin mendpatkan perintah dari Allah Swt untuk
menyembelih anaknya Ismail a.s, yang terdapat dalam Q.S. As-Saffat ayat 102:
    
   
  
   
   
    
   

“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur yang sanggup) berusaha bersama-
sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku. Sesungguhnya aku melihat dalam
mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah pendapatmu!”. Ia
menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya
Allah kamu akan mendapattiku termasuk orang-orang yang sabar”

Nabi Ibrahim a.s menggunakan metode demokratis-dialogis dalam konteks


ini, walaupun Nabi Ibrahim a.s memiliki otoritas atas anaknya ia tetap
membangun dialog bersama anaknya guna mendapat solusi terbaik.

Dalam hal-hal yang menyangkut hak asasi anak-anak, pola asuh yang tepat
digunakan adalah pola demokratis, sehingga terjadi komunikasi dua arah yang
membangun hubungan keduanya semakin harmonis.

Pola asuh demokratis yang diterapkan Nabi Ibrahim a.s menghasilkan


pribadi yang kuat dan kreatif seperti Nabi Ismail a.s, tidak hanya itu Nabi Ismail
a.s juga berhasil menjadi anak yang patuh dan sopan kepada orang tuanya,
terlihat dari tutur katanya ketika merespon pendapat ayahnya. Sifat Nabi Ismail
a.s merupakan manifestasi dari perintah Allah Swt pada Q.S. Al-Isra ayat 23-24

6
MMQ MTQ Nasional XXVII 2018

yang mengisyaratkan bagaimana seharusnya komunikasi seorang anak kepada


orang tua.

Demokratis dalam mengasuh anak akan menghasilkan generasi-generasi


yang kreatif, penuh tanggung jawab dan kesadaran diri. Dalam teori eksistensial
humanistik, karakter inilah yang harus dimiliki oleh manusia, yaitu sadar fungsi,
menjalankannya dan bertanggungjawab.

3. Penerapan Pola Asuh Permisif dalam Alquran


Nabi Ya’qub a.s terhadap Nabi Yusuf a.s diabadikan oleh Alquran pernah
menerapkan pola asuh permisif, kejadian tersebut terdapat pada Q.S. Yusuf ayat
66-67, ayat ini mengisahkan bahwa Nabi Ya’qub pada dasarnya enggan
mengizikan Nabi Yusuf untuk pergi, namun karena dia tahu Yusuf juga ingin ia
mengizinkannya untuk pergi namun dengan syarat:
   
   
   
Dan dia (Ya’qub) berkata, “Wahai anak-anakku! Janganlah kamumasuk dari
satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu gerbang-gerbang yang berbeda!”

Seperti sikap Nabi Ya’qub a.s lah seharusnya orang tua jika menerapkan
pola asuh permisif, bukan membiarkan saja tanpa mengontrol atau membimbing,
namun memberikan rambu-rambu agar anak tetap terjaga. Menurut Hamka,
Yusuf diizinkan pergi oleh Ya’qub setelah mempertimbangkan keadaan si
anak,20 dapat difahami sebagai keadaan psikologisnya.
Pola asuh permisif tanpa bimbingan akan menghancurkan sendiri diri sang
anak, karena ia akan sangat mudah dipengaruhi oleh lingkungannya. Apalagi
jika pola asuh ini difasilitasi uang saku yang banyak, kendaraan bermotor, kartu
kredit dan lain sebagainya.
Pola asuh permisif tepat digunakan untuk hal-hal yang disenangi anak tapi
tidak melanggar hukum, etika serta norma-norma yang berlaku. Dalam hal

20
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hal. 351.

7
MMQ MTQ Nasional XXVII 2018

akidah tentu orang tua tidak boleh permisif, atau jika kerjanya dalam hal-hal
menyangkut masa depan anak, hak asasi anak yang berpengaruh terhadap
kehidupannya.

2. Wawasan Ketahanan Nasional Alquran


Dalam konteks ketahanan nasional, Alquran memiliki beberapa perspektif
dan konteks. Namun yang paling mengena sekaligus mengisyaratkan menjaga
regenerasi adalah Q.S. An-Nisa ayat 9:
   
   
 

“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka


meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir
terhadap (kesejahteraan) nya”.

Wahbah al-Zuhaily menjelaskan bahwa ayat ini mengisyaratkan agar suatu


bangsa takut kehilangan generasinya, al-Zuhaily menggunakan term “khafuu
alahim ad-dhiya’.21 Senada dengan al-Zuhaily, asy-Syaukani juga mengatakan
bahwa hendaklah suatu kaum takut kehilangan generasi berikutnya pasca ditinggal
oleh orang yang menanggungnya selama ini, asy-Syaukani menggunakan term
“Kaafiluhum” dan “Kaasibuhum” yang berarti penangggung. 22

M. Quraish Shihab berpendapat bahwa jiwa dan tulang punggung masyarakat


adalah keluarga, 23 oleh karenanya keluarga harus mengambil peran aktif dalam
mempersiapkan generasi selanjutnya, agar tidak hilang.

Kehilangan yang dimaksud tentu bukan hanya kehilangan fisik atau musnahnya
suatu bangsa, namun juga adalah kehilangan identitas kebangsaan, kehilangan
ideologi, sehingga tertinggallah generasi yang tidak memiliki identitas kebangsaan
yang jelas.

21
Wahbah al-Zuhaily, at-Tafsir al-Munir fi al-Aqidati wa asy Syariati wa al Manhaj,
(Damaskus: Darul Fikr al-Muasir, 1418 H), hal. 260.
22
Muhammad bin Aly as-Syaukani, Fathu al-Qadir, Juz I (Beirut: Daru ibn Katsir, 1414 H), hal.
194.
23
M. Quraish Shihab, Membumikan Alquran, (Jakarta: Penerbit Mizan, 2013), hal. 395.

8
MMQ MTQ Nasional XXVII 2018

Dalam konteks keindonesiaan misalnya, ideologi yang disepakati di negara ini


adalah Pancasila. Sudah barang tentu ideologi ini harus dilindungi dan diamalkan
sehingga tidak hilang tergerus oleh globalisasi, westernisasi, atau oleh ideologi-
ideologi lainnya, PKI misalnya.

Alquran kaya akan wawasan ketahanan nasional, diantaranya: 1) Musyawarah


dan lemah lembut pemimpin dan dilarang arogan kepada kaumnya akan menjaga
keutuhan suatu bangsa dan negara, sebagaimana tercantum dala Q.S. Ali-Imran
ayat 159. Ayat ini berwawasan ketahanan nasional dalam aspek politik, ekonomi
dan sosial budaya. Dalam ayat ini ditekankan bahwa syura adalah sendi masyarakat
Islam, sekaligus mengisyaratkan bahwa manusia harus mampu menjaga human
relation dalam bermuamalah;24 2) Beriman, pemenuhan konsumsi, dan kemananan
adalah pilar dari ketahanan nasional. Konsep in terdapat pada Q.S. Quraisy ayat 3-
4, ayat ini juga menegaskan bahwa ketahanan nasional dalam Alquran berbeda
dengan teori secara umum, yaitu adanya konsep iman, tauhid dan
pengejewantahannya dalam syariat, hal ini ditegaskan dalam Q.S. Quraisy ayat 3;
3) Ujung tonggak negara yang berdaya tahan itu adalah negeri yang baik (nyaman,
aman, subur) dan Allah Swt mengampuninya. Artinya tidak lengkap keutuhan
negara tanpa adanya kehadiran ampunan dari Allah Swt. Ampunan dalam artian,
rahman dan rahim-nya Allah Swt atas dosa yang bisa jadi dilakukan oleh manusia
tanpa disadari, seperti makan haram dan lain sebagainya, 25 sebagaimana terdapat
dalam Q.S. Saba’ ayat 15.

D. Konsep Pola Asuh Anak Perspektif Alquran dan Kontribusinya terhadap


Ketahanan Nasional

Ada beberapa langkah yang dapar ditempuh agar pola asuh anak dalam
keluarga dapat berkontribusi terhadap ketahanan nasional, antara lain:

1. Eclictic Approach dalam Pola Asuh Anak

24
Hamka, Tafsir Al-Azhar, Juz 2 (Depok: Gema Insani Press, 2015), hal. 103.
25
Syaikh Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), Juz 14, hal.
686.

9
MMQ MTQ Nasional XXVII 2018

Selama ini yang difahami oleh masyarakat, terutama masyarakat Barat adalah
bahwa ketiga (otoriter, demokratis, dan permisif) pola asuh anak dapat dipilih
salah satu untuk diterapkan kepada anak. Paradigma ini memiliki kekurangan
dan tidak sesuai dengan pandangan Alquran.
Pendekatan yang harus diterapkan kepada anak adalah eclictic approach
atau pendekatan gabungan ketiganya. Ketiga pola asuh anak tersebut diterapkan
bersamaan sesuai konteks dan kebutuhan. Dalam teori kepemimpinan, ini
disebut juga dengan gaya situational leadership (kepemimpinan situasional).
Dalam urusan aqidah dan akhlak tentu harus otoriter, kalau tidak anak bisa
jadi murtad dan terjerumus ke jalan yang sesat. Oleh karenanya Alquran
menggunakan kalimat-kalimat “amr” dan “nahy” dalam hal ini. Orang tua yang
permisif akan hal-hal aqidah dan akhlak akan menghasilkan anak yang hidup
sesuka, tidak hanya meninggalkan syariat, bahkan bisa jadi murtad atau menjadi
ateis. Namun orang tua juga harus mampu menyodorkan dalil-dalil aqly atau
naqly dalam memberikan perintah maupun larangan, sebagaimana dicontohkan
Luqman dan Nabi Ibrahim. 26
Untuk urusan hak-hak asasi anak, perkembangan dan pertumbuhan anak,
merangsang kepemimpinan anak, dan lain sebagainya pola yang tepat adalah
pola asuh demokratis. Karena akan terbangun komunikasi dua arah yang secara
simultan akan mendidik anak lebih terbuka dalam berpendapat dan berfikir
kreatif. Pola ini perlu diterapkan kepada anak dalam memilih jurusan, sekolah
atau universitas, kegiatan ekstrakulikuler, dan lain sebagainya. Jangan otoriter
dalam menetapkan hal-hal tersebut sebelumnya, akan membuat anak berontak,
depresi, bahkan tertekan.
Pola asuh permisif digunakan dalam menentukan hal-hal yang disukai anak
dan bukan hal-hal prinsipil, seperti memilih warna baju anak misalnya, menu
makanan, atau untuk balita yang suka angkat-angkat piring, dibiarkan saja, jika
takut jatuh dan pecah ganti dengan berbahan plastik. Jangan sebaliknya, anak
menjatuhkan malah dimarahi, bahkan ada ibu-ibu yang lebih sayang
tupperware-nya daripada anaknya.

26
Lihat: Q.S. Luqman: 13, 17,18 dan Q.S. Al-Baqarah: 132.

10
MMQ MTQ Nasional XXVII 2018

2. Menjalankan Fungsi Keluarga Secara Komprehensif dalam Pola Asuh Anak

Keluarga hendakya berfungsi dengan baik dalam pola asuh anak, fungsi-
fungsi tersebut adalah: fungsi keagamaan27, fungsi biologis, 28 fungsi ekonomis,29
fungsi pendidikan,30 fungsi sosial, 31 fungsi komunikasi32 dan fungsi
penyelamatan.33 Anak-anak yang mendapatkan pola asuh yang tepat akan
berimplikasi pada berjalannya fungsi-fungsi tersebut.

Bagaimana mungkin suatu bangsa akan bertahan jika banyak gay dan lesbi,
selain melanggar norma agama, hukum, adat, tindakan-tindakan penyimpangan
ini juga membuat keluarga kehilangan fungsi biologisnya, karena tidak dapat
melahirkan keturunan.

Apabila fungsi-fungsi keluarga berjalan dengan baik dan harmonis makan


masyarakat akan baik dan harmonis pula, karena keluarga adalah unit terkecil
dari komunitas masyarakat. sebagaimana yang disebut dengan “ahdafu al-
Islam”yaitu membina insan yang sholeh, maka akan terbentuk keluarga yang
shaleh, dan akhirnya terbentuklah mujtama’ yang shaleh. 34

3. Kontribusi Keluarga dengan Pola Asuh Perspektif Alquran terhadap Ketahanan


Nasional

Keluarga yang menerapkan eclictic approach dalama pola asuh, sesuai


dengan perspektif Alquran, tentu akan melahirkan insan-insan qurani yang
qawiyu al-amin.35 Manusia-manusia kuat secara mentalitas, fisik serta disertai
kecerdasan dan kreativitas yang memadai, bertanggungjawab tentu selain itu
memiliki sifat-sifat terpuji yang mulia.

27
Lihat Q.S. At-Tahrim: 6.
28
Lihat Q.S. Ali-Imran: 14.
29
Lihat Q.S. Al-Baqarah: 233 dan At-Talaq: 7.
30
Lihat Q.S. Thaha: 132.
31
Lihat Q.S. Al-Hujarat: 13.
32
Lihat Q.S. Al-Isra: 23-24.
33
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran, Tafsir Tematik Alquran, (Jakata: Kamil Pustaka, 2014),
Juz 2, hal. 5.
34
Imamul Authan Nur, Dinul Islam, (Medan: Raudhah Press, 2017), hal. 25.
35
Lihat: Q.S. Al-Qasas: 26.

11
MMQ MTQ Nasional XXVII 2018

Generasi seperti ini akan dapat berkontribusi di lima aspek ketahanan


nasional, dalam aspek politik dan keamanan dibutuhkan orang yang jujur
(amiin) dan bertanggungjawab, dalam aspek ekonomi dibutuhkan orang kreatif,
dalam aspek sosial budaya dibutuhkan karkater-krakter luhur, dan untuk
menjaga ideologi dibutuhkan mentalitas-mentalitas pejuang. Karakter-karakter
diatas merupakan hasil dari penerapan eclictic approach dalam pola asuh anak.

E. Kesimpulan

Pola asuh anak dalam perspektif Alquran adalah gabungan pola otoriter,
demokratis dan permisif, yang disebut dengan eclictic approach. Menerapkannya
bukanlah opsional terhadap salah satu pola, namun ketiganya diaplikasikan secara
bersama sesuai kebutuhan dan konteks. Karena ketiga pola ini adalah satu kesatuan
yang dapat saling mendukung dan menopang satu sama lain.

Penerapan eclictic approach dalam pola asuh akan secara otomatis


membentuk generasi-generasi tangguh dan berdaya tahan, karena pola asuh yang
diterapkan mendukung pertumbuhan dan perkembangan potensi anak. Generasi-
generasi tersebut akan menguatkan keluarga, keluarga akan menopang ketahanan
nasional. Wallahu a’lam.

12
MMQ MTQ Nasional XXVII 2018

DAFTAR PUSTAKA

Alquran dan Terjemahnya


Buku
al-Qurthubi, Syaikh Imam, Tafsir Al-Qurthubi,Juz 14, Jakarta: Pustaka Azzam, 2008.
al-Zuhaily, Wahbah, at-Tafsir al-Munir fi al-Aqidati wa asy Syariati wa al Manhaj,
Damaskus: Darul Fikr al-Muasir, 1418 H.
al-‘Ilk, Syekh Khalid bin Abdurrahman, Prophetic Parenting,Yogyakarta: Penerbit
Laksana, 2017.
as-Syaukani, Muhammad bin Aly, Fathu al-Qadir, Juz I, Beirut: Daru ibn Katsir, 1414
Hijriyah.
Hamka, Tafsir Al-Azhar, Juz 2, Depok: Gema Insani Press, 2015.
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran, Tafsir Tematik Alquran, Juz 2, Jakarta: Kamil
Pustaka, 2014.
Nur, Imamul Authan, Dinul Islam, Medan: Raudhah Press, 2017.
Shihab, M. Quraish, Secercah Cahaya Ilahi, Jakarta: Penerbit Mizan, 2013.
Shihab, M. Quraish, Membumikan Alquran, Jakarta: Penerbit Mizan, 2013.
Shihab, M. Quraish Tafsir al-Misbah, Jakarta: Lentera Hati, 2002.
Tim Penggerak PKK Pusat, Pola Asuh Anak dalam Keluarga: Pedoman bagi Orang
Tua,Jakarta: Tim Penggerak PKK Pusat, 1995.

Jurnal Ilmiah
Lestari, Puji, “Pola Asuh Anak Dalam Keluarga”, dalam Jurnal Dimensia, Vol. 2, No.
1, Tahun 2008.
Padjrin, “Pola Asuh Anak Dalam Perspektif Pendidikan Islam”, dalam Jurnal
Intelektualita,Vol. 5. No. 1, Tahun 2016.
Suryohadiprojo, Sayidiman, “Ketahanan Nasional Indonesia”, dalam Jurnal Ketahanan
Nasional,Vol. 2, No. 1, Tahun 1997.

13
MMQ MTQ Nasional XXVII 2018

Reksohutomo, Wardji, “Meningkatkan Ketahanan Nasional Dalam Bidang Sosial-


Budaya Lewat Jalur Mahasiswa”, dalam Jurnal Cakrawala Pendidikan, Vol. 6,
No. 1, Tahun 1987.

Media Daring

Redaksi, “Heboh Grup Gay Warga Garut di Facebook, Anggotanya Pelajar SMP dan
SMA: Begini Tanggapan KPAI”, dalam
www.tribunnews.com/2018/10/08/heboh-grup-gay, diakses pada 9 Oktober
2018.
Redaksi, “Siswi SMK Terlibat Tawuran, Samurai Tertancap dan Melekat di Pipi
Siswa”, dalam www.tribunnews.com/2018/08/01/siswa-smk-terlibat-tawuran,
diakses pada 9 Oktober 2018.
Kanavino Ahmad Rizqo, “Bagaimana Anak Bisa Terdoktrin Radikalisme?”, dalam
www.news.detik.com/berita/4035378, diakses pada 9 Oktober 2018.
Nefri Inge, “Masih SMA Sudah Jadi Bos Begal”, dalam
www.liputan6.com/regional/read/2410317, diakses pada 9 Oktober 2018.
Widia Primastika, “Penyebab Kriminalitas Anak: Kurang Kasih Sayang dan Pengakuan
Sosial”, dalam www.tirto.id/penyebab-kriminalitas-anak-cP3F, diakses pada 9
Oktober 2018.
Redaksi, “Gagal masuk Sekolah Favorit, Siswi di Blitar Nekat Bunuh Diri”, dalam
www.liputan6.com/regional/read/3546745, diakses pada 9 Oktober 2018.

14

Anda mungkin juga menyukai