A. Pendahuluan
Kehidupan manusia yang dinamis selalu diikuti oleh peluang dan tantangan,
bangsa yang mampu memanfaatkan peluang dan menjawab tantangan akan
bertahan, dan yang tidak berdaya tahan akan musnah, secara fisik atau kehilangan
jati diri. Hal ini membuat diskursus seputar ketahanan nasional selalu menarik untuk
dibahas, di era globalisasi menuju Revolusi Industri 4.0 ini perkembangan isu
ketahanan nasioanal semakin dinamis serta tantangannya semakin nyata.
Dua hari lalu, 8 Oktober 2018 warga Kabupaten Garut dihebohkan oleh
munculnya grup jejaring sosial Facebook kelompok gay dan homoseks yang
anggotanya merupakan pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah
Menengah Atas (SMA). Grup terbuka yang diisi oleh orang-orang yang mengalami
penyimpangan orientasi seksual tersebut beranggotakan 2.500 orang. 1
Selain itu, demoralisasi secara kolektif juga terus terjadi di Indonesia, pada 1
Agustus 2018 dua kelompok siswa SMK terlibat tawuran di Pamulang. Kejadian ini
memakan korban, bahkan sebilah samurai tertancap dan melkat di pipi seorang
siswa. 2 Tawuran merupakan salah satu tindakan amoral dan hewani yang klasik di
kalangan pelajar, hingga kini kejadian serupa terus berulang terjadi.
Selain kedua kejadian di atas, masih banyak tindakan kriminal dan amoral
yang dilakukan oleh pelajar, seperti dalam aksi bom bunuh diri di gereja di
1
Redaksi, “Heboh Grup Gay Warga Garut di Facebook, Anggotanya Pelajar SMP dan SMA:
Begini Tanggapan KPAI”, dalam www.tribunnews.com/nasional/2018/10/08/heboh-grup-gay, diakses
pada 9 Oktober 2018.
2
Redaksi, “Siswi SMK Terlibat Tawuran, Samurai Tertancap dan Melekat di Pipi Siswa”, dalam
www.tribunnews.com/2018/08/01/siswa-smk-terlibat-tawuran, diakses pada 9 Oktober 2018.
1
MMQ MTQ Nasional XXVII 2018
Surabaya, 3 siswa SMA menjadi bos begal di palembang, 4 dan seorang anak
perempuan berusia 18 melakukan aborsi pasca diperkosa kakak kandungnya, bahkan
tindakan aborsinya tersebut diketahui oleh ibunya. 5
Fenomena yang penulis paparkan di atas adalah bukti bahwa ada ancaman
serius bagi ketahanan nasional bangsa ini, tindakan amoral dan kriminal oleh anak-
anak adalah “jalan tol” bangsa ini menuju keterpurukan. Menurut Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), sepanjang tahun 2018 telah terjadi 504 kasus
hukum yang melibatkan anak-anak. Hasil penelusuran KPAI menyatakan bahwa
salah satu faktor penyebab anak berhadapan dengan hukum adalah, pola asuh anak
oleh orang tua yang buruk.7
Makalah ini akan memaparkan bagaimana pola asuh anak dalam perspektif
Alquran dan bagaimana kontribusinya dalam menopang ketahanan nasional. Penulis
akan memulai dengan kajian teori pola asuh, wawasan Alquran seputar pola asuh
dan ketahanan nasional, dilanjutkan dengan analisis dan langkah-langkah solutif
dari penulis.
3
Kanavino Ahmad Rizqo, “Bagaimana Anak Bisa Terdoktrin Radikalisme?”, dalam
www.news.detik.com/berita/4035378, diakses pada 9 Oktober 2018.
4
Nefri Inge, “Masih SMA Sudah Jadi Bos Begal”, dalam
www.liputan6.com/regional/read/2410317, diakses pada 9 Oktober 2018.
5
Widia Primastika, “Penyebab Kriminalitas Anak: Kurang Kasih Sayang dan Pengakuan
Sosial”, dalam www.tirto.id/penyebab-kriminalitas-anak-cP3F, diakses pada 9 Oktober 2018.
6
Redaksi, “Gagal masuk Sekolah Favorit, Siswi di Blitar Nekat Bunuh Diri”, dalam
www.liputan6.com/regional/read/3546745, diakses pada 9 Oktober 2018.
7
Widia Primastika, “Penyebab Kriminalitas Anak: Kurang Kasih Sayang dan Pengakuan
Sosial”, dalam www.tirto.id/penyebab-kriminalitas-anak-cP3F, diakses pada 9 Oktober 2018.
8
Tim Penggerak PKK Pusat, Pola Asuh Anak dalam Keluarga: Pedoman bagi Orang Tua,
(Jakarta: Tim Penggerak PKK Pusat, 1995), hal. 5.
2
MMQ MTQ Nasional XXVII 2018
2. Ketahanan Nasional
Ketahanan nasional mengandung makna adanya kondisi dinamis suatu bangsa,
berisikan keuletan dan ketangguhan, yang membentuk ketahanan nasional yang
mampu menghadapi dan mengatasi setiap macam ancaman, tantangan,
hambatan, dan gangguan baik yang datang dari luar maupun dalam negeri,
secara langsung atau tidak langsung membahayakan kelangsungan hidup serta
pencapaian tujuan nasionalnya. 12
9
Tim Penggerak PKK Pusat, Pola Asuh Anak dalam Keluarga: Pedoman bagi Orang Tua,
(Jakarta: Tim Penggerak PKK Pusat, 1995), hal. 5.
10
Puji Lestari, “Pola Asuh Anak Dalam Keluarga”, Jurnal Dimensia, Vol. 2, No. 1, Tahun 2008,
hal. 52.
11
Padjrin, “Pola Asuh Anak Dalam Perspektif Pendidikan Islam”, Jurnal Intelektualita, Vol. 5 ,
No. 1, Tahun 2016, hal. 8.
12
Sayidiman Suryohadiprojo, “Ketahanan Nasional Indonesia”, Jurnal Ketahanan Nasional,Vol.
2, No. 1, Tahun 1997, hal. 14.
3
MMQ MTQ Nasional XXVII 2018
Pada sub ini penulis akan memaparkan wawasan Alquran seputar pola asuh
dan ketahanan nasional, wawasan tersebut akan dielaborasi dan dieksplor dari kitab-
kitab tafsir yang selanjutnya akan dikomentari atau dianalisa oleh penulis.
13
Wardji Reksohutomo, “Meningkatkan Ketahanan Nasional Dalam Bidang Sosial-Budaya
Lewat Jalur Mahasiswa”, Jurnal Cakrawala Pendidikan, Vol. 6, No. 1, Tahun 1987, hal. 90.
14
Syekh Khalid bin Abdurrahman al-‘Ilk, Prophetic Parenting, (Yogyakarta: Penerbit Laksana,
2017), hal. 121.
4
MMQ MTQ Nasional XXVII 2018
Dalam ayat ini Luqman secara gamblang menerapkan pola asuh otoriter
kepada anaknya, terlihat dari penggunaan lam nahyi yang mengandung larangan,
namun yang perlu diperhatikan adalah komunikasi ini bersifat argumentatif,
yaitu Luqman tidak sekedar melarang, namun memberikan penjelasan bahwa
syirik adalah kedzaliman yang nyata.
Pola ini juga terlihat jelas pada ayat-ayat berikutnya, pada Q.S. Luqman:
17, ia kembali memberikan memperingatkan anaknya dengan fi’il amri, berupa
kalimat perintah tegas atau negasi, namun luqman tetap menggunakan “ ya
bunayya”1516 kepada anaknya, bukan ibni, waladi, dan lain sebagainya.
Jika ditelusuri lebih jauh, Luqman menggunakan pola asuh anak otoriter
dalam hal-hal qath’i, seputar akidah, 17 menjalankan syariat Islam, 18 dan
akhlak. 19 Tidak ada tawar menawar dalam ketiga hal tersebut, mutlak harus
dijalankan oleh seorang hamba Allah Swt. Dalam aqidah ahlus sunnnah wa al
jamaah adalah sebuah klausul bahwa beriman “bi laa takyifin”,yaitu beriman
tanpa bertanya kenapa.
15
Menurut M. Qurasih Shihab, panggilan “Ya Bunayya” merupakan panggilan mesra, sebagai
isyarat bahwa mendidik hendakanya didasari oleh rasa kasih sayang terhadap peserta didik. Lihat: M.
Quraish Shihab, Secercah Cahaya Ilahi, (Jakarta: Penerbit Mizan, 2013), hal. 95.
16
Al-Qurthubi berpendapat bahwa lafazh “Ya Bunayya” bukan bentuk hakikat tashgir,
sekalipun lafazhnya tashgir, namun merupakan tarqiq (Ungakapan kelembutan dan kasih sayang), Lihat:
Syaikh Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), Juz 14, hal. 150.
17
Q.S. Luqman: 13-14.
18
Q.S. Luqman: 17.
19
Q.S. Luqman: 18-19.
5
MMQ MTQ Nasional XXVII 2018
Gaya pola asuh ini juga diterapkan Ibrahim a.s sebagaimana terdapat
dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 132, nabi Ibrahim berwasiat kepada anaknya
“Janganlah kamu mati kecuali kecuali dalam keadaan muslim”, ini juga
berkaitan dengan akidah yang tidak dapat ditawar.
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur yang sanggup) berusaha bersama-
sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku. Sesungguhnya aku melihat dalam
mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah pendapatmu!”. Ia
menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya
Allah kamu akan mendapattiku termasuk orang-orang yang sabar”
Dalam hal-hal yang menyangkut hak asasi anak-anak, pola asuh yang tepat
digunakan adalah pola demokratis, sehingga terjadi komunikasi dua arah yang
membangun hubungan keduanya semakin harmonis.
6
MMQ MTQ Nasional XXVII 2018
Seperti sikap Nabi Ya’qub a.s lah seharusnya orang tua jika menerapkan
pola asuh permisif, bukan membiarkan saja tanpa mengontrol atau membimbing,
namun memberikan rambu-rambu agar anak tetap terjaga. Menurut Hamka,
Yusuf diizinkan pergi oleh Ya’qub setelah mempertimbangkan keadaan si
anak,20 dapat difahami sebagai keadaan psikologisnya.
Pola asuh permisif tanpa bimbingan akan menghancurkan sendiri diri sang
anak, karena ia akan sangat mudah dipengaruhi oleh lingkungannya. Apalagi
jika pola asuh ini difasilitasi uang saku yang banyak, kendaraan bermotor, kartu
kredit dan lain sebagainya.
Pola asuh permisif tepat digunakan untuk hal-hal yang disenangi anak tapi
tidak melanggar hukum, etika serta norma-norma yang berlaku. Dalam hal
20
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hal. 351.
7
MMQ MTQ Nasional XXVII 2018
akidah tentu orang tua tidak boleh permisif, atau jika kerjanya dalam hal-hal
menyangkut masa depan anak, hak asasi anak yang berpengaruh terhadap
kehidupannya.
Kehilangan yang dimaksud tentu bukan hanya kehilangan fisik atau musnahnya
suatu bangsa, namun juga adalah kehilangan identitas kebangsaan, kehilangan
ideologi, sehingga tertinggallah generasi yang tidak memiliki identitas kebangsaan
yang jelas.
21
Wahbah al-Zuhaily, at-Tafsir al-Munir fi al-Aqidati wa asy Syariati wa al Manhaj,
(Damaskus: Darul Fikr al-Muasir, 1418 H), hal. 260.
22
Muhammad bin Aly as-Syaukani, Fathu al-Qadir, Juz I (Beirut: Daru ibn Katsir, 1414 H), hal.
194.
23
M. Quraish Shihab, Membumikan Alquran, (Jakarta: Penerbit Mizan, 2013), hal. 395.
8
MMQ MTQ Nasional XXVII 2018
Ada beberapa langkah yang dapar ditempuh agar pola asuh anak dalam
keluarga dapat berkontribusi terhadap ketahanan nasional, antara lain:
24
Hamka, Tafsir Al-Azhar, Juz 2 (Depok: Gema Insani Press, 2015), hal. 103.
25
Syaikh Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), Juz 14, hal.
686.
9
MMQ MTQ Nasional XXVII 2018
Selama ini yang difahami oleh masyarakat, terutama masyarakat Barat adalah
bahwa ketiga (otoriter, demokratis, dan permisif) pola asuh anak dapat dipilih
salah satu untuk diterapkan kepada anak. Paradigma ini memiliki kekurangan
dan tidak sesuai dengan pandangan Alquran.
Pendekatan yang harus diterapkan kepada anak adalah eclictic approach
atau pendekatan gabungan ketiganya. Ketiga pola asuh anak tersebut diterapkan
bersamaan sesuai konteks dan kebutuhan. Dalam teori kepemimpinan, ini
disebut juga dengan gaya situational leadership (kepemimpinan situasional).
Dalam urusan aqidah dan akhlak tentu harus otoriter, kalau tidak anak bisa
jadi murtad dan terjerumus ke jalan yang sesat. Oleh karenanya Alquran
menggunakan kalimat-kalimat “amr” dan “nahy” dalam hal ini. Orang tua yang
permisif akan hal-hal aqidah dan akhlak akan menghasilkan anak yang hidup
sesuka, tidak hanya meninggalkan syariat, bahkan bisa jadi murtad atau menjadi
ateis. Namun orang tua juga harus mampu menyodorkan dalil-dalil aqly atau
naqly dalam memberikan perintah maupun larangan, sebagaimana dicontohkan
Luqman dan Nabi Ibrahim. 26
Untuk urusan hak-hak asasi anak, perkembangan dan pertumbuhan anak,
merangsang kepemimpinan anak, dan lain sebagainya pola yang tepat adalah
pola asuh demokratis. Karena akan terbangun komunikasi dua arah yang secara
simultan akan mendidik anak lebih terbuka dalam berpendapat dan berfikir
kreatif. Pola ini perlu diterapkan kepada anak dalam memilih jurusan, sekolah
atau universitas, kegiatan ekstrakulikuler, dan lain sebagainya. Jangan otoriter
dalam menetapkan hal-hal tersebut sebelumnya, akan membuat anak berontak,
depresi, bahkan tertekan.
Pola asuh permisif digunakan dalam menentukan hal-hal yang disukai anak
dan bukan hal-hal prinsipil, seperti memilih warna baju anak misalnya, menu
makanan, atau untuk balita yang suka angkat-angkat piring, dibiarkan saja, jika
takut jatuh dan pecah ganti dengan berbahan plastik. Jangan sebaliknya, anak
menjatuhkan malah dimarahi, bahkan ada ibu-ibu yang lebih sayang
tupperware-nya daripada anaknya.
26
Lihat: Q.S. Luqman: 13, 17,18 dan Q.S. Al-Baqarah: 132.
10
MMQ MTQ Nasional XXVII 2018
Keluarga hendakya berfungsi dengan baik dalam pola asuh anak, fungsi-
fungsi tersebut adalah: fungsi keagamaan27, fungsi biologis, 28 fungsi ekonomis,29
fungsi pendidikan,30 fungsi sosial, 31 fungsi komunikasi32 dan fungsi
penyelamatan.33 Anak-anak yang mendapatkan pola asuh yang tepat akan
berimplikasi pada berjalannya fungsi-fungsi tersebut.
Bagaimana mungkin suatu bangsa akan bertahan jika banyak gay dan lesbi,
selain melanggar norma agama, hukum, adat, tindakan-tindakan penyimpangan
ini juga membuat keluarga kehilangan fungsi biologisnya, karena tidak dapat
melahirkan keturunan.
27
Lihat Q.S. At-Tahrim: 6.
28
Lihat Q.S. Ali-Imran: 14.
29
Lihat Q.S. Al-Baqarah: 233 dan At-Talaq: 7.
30
Lihat Q.S. Thaha: 132.
31
Lihat Q.S. Al-Hujarat: 13.
32
Lihat Q.S. Al-Isra: 23-24.
33
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran, Tafsir Tematik Alquran, (Jakata: Kamil Pustaka, 2014),
Juz 2, hal. 5.
34
Imamul Authan Nur, Dinul Islam, (Medan: Raudhah Press, 2017), hal. 25.
35
Lihat: Q.S. Al-Qasas: 26.
11
MMQ MTQ Nasional XXVII 2018
E. Kesimpulan
Pola asuh anak dalam perspektif Alquran adalah gabungan pola otoriter,
demokratis dan permisif, yang disebut dengan eclictic approach. Menerapkannya
bukanlah opsional terhadap salah satu pola, namun ketiganya diaplikasikan secara
bersama sesuai kebutuhan dan konteks. Karena ketiga pola ini adalah satu kesatuan
yang dapat saling mendukung dan menopang satu sama lain.
12
MMQ MTQ Nasional XXVII 2018
DAFTAR PUSTAKA
Jurnal Ilmiah
Lestari, Puji, “Pola Asuh Anak Dalam Keluarga”, dalam Jurnal Dimensia, Vol. 2, No.
1, Tahun 2008.
Padjrin, “Pola Asuh Anak Dalam Perspektif Pendidikan Islam”, dalam Jurnal
Intelektualita,Vol. 5. No. 1, Tahun 2016.
Suryohadiprojo, Sayidiman, “Ketahanan Nasional Indonesia”, dalam Jurnal Ketahanan
Nasional,Vol. 2, No. 1, Tahun 1997.
13
MMQ MTQ Nasional XXVII 2018
Media Daring
Redaksi, “Heboh Grup Gay Warga Garut di Facebook, Anggotanya Pelajar SMP dan
SMA: Begini Tanggapan KPAI”, dalam
www.tribunnews.com/2018/10/08/heboh-grup-gay, diakses pada 9 Oktober
2018.
Redaksi, “Siswi SMK Terlibat Tawuran, Samurai Tertancap dan Melekat di Pipi
Siswa”, dalam www.tribunnews.com/2018/08/01/siswa-smk-terlibat-tawuran,
diakses pada 9 Oktober 2018.
Kanavino Ahmad Rizqo, “Bagaimana Anak Bisa Terdoktrin Radikalisme?”, dalam
www.news.detik.com/berita/4035378, diakses pada 9 Oktober 2018.
Nefri Inge, “Masih SMA Sudah Jadi Bos Begal”, dalam
www.liputan6.com/regional/read/2410317, diakses pada 9 Oktober 2018.
Widia Primastika, “Penyebab Kriminalitas Anak: Kurang Kasih Sayang dan Pengakuan
Sosial”, dalam www.tirto.id/penyebab-kriminalitas-anak-cP3F, diakses pada 9
Oktober 2018.
Redaksi, “Gagal masuk Sekolah Favorit, Siswi di Blitar Nekat Bunuh Diri”, dalam
www.liputan6.com/regional/read/3546745, diakses pada 9 Oktober 2018.
14