Anda di halaman 1dari 14

A.

PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Karya sastra merupakan suatu ungkapan yang menggunakan makna tertentu dalam
mengungkapkan suatu suatu perasaan yang mengandung nilai – nilai yang disampaikan
penulis dalam sebuah sajak. Karya sastra juga sering dikaitkan dengan kehidupan nyata dan
memiliki hubungan batin dari si penulis sendiri.

Dalam makalah ini, penulis mencoba mecoba menafsirkan makna tersirat dari sajak
“salak” karya Abdul wachid B.S, dalam sajak ini “aku lirik” menggambarkan sebuah rumah
tangga atau keluarga yang di dalamnya terdapat banyak kemungkinan dari isi rumah.

Keluarga dalam Islam mencakup suami istri dan anak – anak yang merupakan buah
perkawinan dan dan keturunan mereka, juga mencakup garis keturunan ke atas termasuk
bapak, ibu, kakek, dan nenek, mencakup pula saudara – saudara kandung dan anak – anak
mereka, dan mencakup pula sekakek dan nenek yaitu paman – paman dan bibi – bibi
termasuk anak – anak mereka.

2. Rumusan Masalah

a. Bagaimana interpretasi metafora dalam sajak “salak”?


b. Bagaimana interpretasi simbol dalam sajak “salak”?
c. Bagaimana konsep rumah tangga atau keluarga dalam sajak “salak”

3. Tujuan

a. Menjelaskan makna metafora dalam sajak “salak”.


b. Menjelaskan makna simbol dalam sajak “salak”.
c. Menjelaskan konsep rumah tangga atau keluarga dalam sajak “salak”.

PAGE \* MERGEFORMAT 1
A. LANDASAN TEORI

1. Teori Hermeneutika1

Hermeneutika adalah teori tentang bekerjanya pemahaman dalam menafsirkan teks


(Ricoeur, 1981: 43), dan palmer (2003: 8) menjelaskan bahwa dua fokus dalam kajian
hermeneutika mencakup; (1) peristiwa pemahaman terhadap teks, (2) persoalan yang lebih
mengarah mengenai pemahaman dan interpretasi. Hal ini memperlihatkan bahwa gagasan
utama dalam hermeneutika adalah “pemahanman (understanding) pada teks”. Teks sebagai
wacana yang dikembangkan riceour ini mengacu pada dialektika antaara peristiwa sebagai
preposisi yang dianggap sebagai fungsi predikatif yang digabung dengan identifikasi.

Dengan demikian wacana, wacana diaktualisasikan sebagai peristiwa, semua wacana


di pahami sebagai makna. Penekanan dan pelampauan peristiwa dalam makna inilah yang
menjadi ciri utama wacana. (Riceour, 1976: 12).

Dengan cara lain, dialektika peristiwa dan makna menerima suatu perkembangan baru
dari dialektika sense dan reference. Orisinalitas dialektika sense dan reference membuat hal
ini dapat mengatur seluruh teori bahasa sebagai wacana.

Dilihat dari cara kerjanya hermeneitika adalah teori tentang bekerjanya pemahaman
dalam menafsirkan teks (Riceour, 1981: 43). Apa yang dimaksud riceour tentang teks, pada
dasarnya adalah setiap wacana yang dibakukan lewat tulisan, dan apa yang dibakukan lewat

1
Heru kurniawan, Mistisisme Cahaya (Purwokerto: Kaldera. 2013). Hlm. 18-22.

PAGE \* MERGEFORMAT 1
tulisan adalah wacana yang diucapkan. Akan tetapi karena teks ditulis, tidak diucapkan maka
pembakuan tulisan melalui tulisan menempati diri dalam posisi.

Menurut Riceour (1976: 19-20), tugas hermeneutika tidak lagi ditafsirkan sebagai
mencari kesamaan antara pemahaman penafsir dengan maksud pengarang. Tugas
hermeneutika adalah:

1. Mencari di dalam teks itu sendiri, dinamika yang diarahkan oleh strukturasi karya atau
dinamika internal teks (sese).
2. Mencari di dalam teks kemampuan karya untuk memproyeksikan diri keluar dari
dirinya sehingga melahirkan suatu dunia yang merupakan halnya atau pesan itu
(reference).
2. Teori Metafora

Metafora, kata monroe adalah puisi dalam miniatur. Metafora menghubungkan makna
harfiah dengan makna figuratif dalam karya sastra. Dalam hal ini, karya sastra merupakan
karya wacana yang menyatukan makna eksplisit dan implisit. Perbedaan makna eksplisit dan
Implisit diperlakukan dalam perbedaan antara bahasa kognitif dan emotif, yang kemudian
dialihkan menjadi perbedaan menjadi vokabuler denotasi dan konotasi.2

Dalam retorika tradisional, metafora digolongkan sebagai majas yang


mengelompokkan variasi – variasi dalam makna ke dalam pengalaman kata – kata, atau lebih
tepatnya proses denominasi. Tujuan majas adalah mengisi tempat kosong semantik dalam
kode leksikal atau menghiasi wacana dan membuatnya lebih menyenangkan. Oleh karena itu,
metafora memiliki ide lebih banyak dari kata untuk mengungkapkan kata itu, metafora akan
meregangkan makna kata – kata yang dimiliki melampaui pemakaian biasanya
(Ricoeur,1976:45).

Metafora dianggap sebagai kreasi sejenak, suatu inovasi semantik yang tidak memiliki
status dalam bahasa yang mapan. Metafoara adalah hasil ketegangan antara dua kata dalam
suatu tuturan metaforis.

Konsep metafora menurut Paul Ricoeur dapat di simpulkan yaiti; (1) metafora terjadi pada
wilayah interpretasi dalam suatu pproporsisi yang ditandai unsur predikasi. (2) Metafora

2
Heru kurniawan, Mistisisme Cahaya (Purwokerto: Kaldera. 2013). Hlm. 22.
PAGE \* MERGEFORMAT 1
bukanlah hiasan wacan. Metafora hakikatnya menceritakan realitas baru yang dikonstruksi
oleh wacana.

3. Teori simbol

Kata “simbol” beraasal dari kata Yunanai sumballo berarti “menghubungkan atau
menggabungkan”. Simbol merupakan suatu tanda, tetapi tidak semua tanda adalah simbol.
Ricoeur merumuskan bahwa setiap struktur pengertian adalah suatu arti langsung primer,
harfiah, yang menunjukan arti lain yang bersifat tidak langsung sekunder, figuratif yang tidak
dapat dipahami selain lewat arti pertama (Poespoprodjo, 2004: 119).

Ricoeur mendefinisikan simbol sebagai struktur penandaan yang di dalamnya ada


sebuah makna langsung, pokok atau literer menunjukan kepada makna tambahan, makna lain
yang tidak langsung, sekunder dan figuratif yang dapat dipahami hanya melalui yang
pertama. (Bleicher, 2003: 376).3

Kajian terhadap simbol berjalan dengan dua kesulitan untuk masuk ke struktur
gandanya; pertama, simbol memiliki bidang penelitian yang terlalu banyak dan terlalu
beraneka ragam, misalnya bidang psikonalisis, misalnya berhubungan dengan mimpi –
mimpi, gejala – gejala lain, dan objek budaya yang dekat dengan mereka sebagai
penyimbolan konflik psikis yang dalam. Kedua, Konsep simbol mendekatkan pada dua
dimensi yaitu satu tatanan linguistik dan tatanan nonlinguistik. Simbol linguistik dibuktikan
oleh fakta bahwa simbol dibangun oleh semantik simbol, yaitu teori yang menjelaskan
struktur simbol berdasarkan makna signifikasi. Dimensi nonlinguistik hanya bisa dijelaskan
oleh linguistik.

Makna simbolik tersusun dalam dua makna, makna pertama adalah satu – satunya
sarana memasuki makna tambahan. Arti primer memberi makna sekunder, betul – betul
sebagai arti dari suatu arti (Ricoeur, 1976: 54). Simbol hubungan maknanya lebih kacau,
tidak dapat dijabarkan dengan baik dan logis. Simbol berbicara tentang asimilasi/pembaruan
bukan aprehensi/pengertian. Simbol mengasimilasi sesuatu yang ditandai dari satu hal ke hal
lain. Inilah yang menyebabkan simbol begitu memukau meskipun menipu.

3
Heru kurniawan, Mistisisme Cahaya (Purwokerto: Kaldera. 2013). Hal. 27.
PAGE \* MERGEFORMAT 1
4. Teori Psikoanalisis Freud

Psikoanalisis digagas oleh Sigmund Freud. Sebelum membahas substansi teori


Psikoanalisis, ada baiknya dikemukakan asumsi-asumsi dasar Freud dalam landasan teori
psikoanalisisnya. Dasar asumsi pertamanya adalah materialisme. Freud mengakui adanya
suatu perbedaan antara kondisi-kondisi kejiwaan dan kondisi-kondisi fisiologis, namun
menurutnya itu hanya berbeda dalam bahasa saja, bukanya dualisme dua substansi(jiwa dan
tubuh). banyak (meski tidak semua) filsuf sekarang bahwa untuk berbicara mengenai kondisi-
kondisi kesadaran (pemikiran, harapan dan emosi) tidak harus terikat dengan dualisme
metafisis dan tidak ada alasan untuk menolak teori bawah sadar sebagai dasar jiwa manusia,
seperti postulat Freud4.

4
Wahyu Budiantoro. APLIKASI TEORI PSIKOLOGI SASTRA , (Banyumas : Penerbit Kaldera. 2016.), hal 15-
16

PAGE \* MERGEFORMAT 1
B. PEMBAHASAN
ANALISIS METAFORA DAN SIMBOL
DALAM SAJAK ” SALAK”

PAGE \* MERGEFORMAT 1
1. Sajak Salak5

SALAK

seperti salak
berapa siung di dalamnya

kau aku tidak pernah menduga

berapa anggota keluarga berdesak

berapa anak kau aku

dan siapa yang dipanggil “ibu”

kau aku tidak mampu mengelak

ketika ada biji salak yang

dikawinkan oleh angin

tidak terduga rasa ingin

tahutahu angin tertiup

hingga jumlah buah genap terkatup

2. Analisis Metafora dalam Sajak Salak

Judul sajak salak menceritakan sesuatu yang berhubungan dengan rumah tangga atau
keluarga. Konsep metafora kata (word metaphore) terjadi karena ketegangan (tension) kata
“salak”. Kata salak merujuk pada sebuah nama suatu buah. Hal ini menyiratkan ada sesuatu
5
Abdul Wachid B.S, Hyang (Kumpulan Sajak 2013-2014) (Yogyakarta: Cinta Buku. 2013). hlm
PAGE \* MERGEFORMAT 1
yang di hiperbolakan dari judul “salak”, yaitu salak dipersepsi sebagai suatu rumah tangga
atau keluarga yang di dalamnya terdapat banyak kemungkinan dari isi rumah atau keluarga
tersebut.
Apa yang dimaksud dengan “salak” dapat diungkapkan makna sense dan reference
setelah menganalisis isi puisi sebagai wacana.
(1) seperti salak
berapa siung didalamnya
kau aku tidak pernah menduga
berapa anggota keluarga berdesak

Pada bait pertama di atas, menunjukan satu proposisi yang terbentuk atas “seperti
salak//berapa siung didalamnya” sebagai identifikasi singular; “kau aku tidak pernah
menduga” sebagai prediksi universal; “berapa anggota keluarga berdesak” sebagai atribusi
objek. Kata “salak//berapa siung di dalamnya” menceritakan suatu rumah tangga atau
keluarga yang didalamnya ada beberapa orang dalam keluarga. Kata “kau aku tidak pernah
menduga” menceritakan “aku lirik” merasa tidak tahu dengan yang terjadi dalam keluarga,
yang “berapa anggota keluarga berdesak” menunjukan atribusi keterangan yaitu
kebimbangan.

(2) berapa anak kau aku


dan siapa yang dipanggil “ibu”

bait kedua di atas, pada baris pertama dan kedua menunjukan metafora pernyataan
“berapa anak kau aku//dan siapa yang dipanggil ibu”, kata “ibu” disini sebagai penjelas dari
metafora pernyataan yang berkaitan dengan siapa yang akan di panggil “ibu” ketika terlahir
seorang bayi dari kandungannya. Dan akan dijelaskan lagi pada bait selanjutnya.

(2)...

kau aku tidak mampu mengelak


PAGE \* MERGEFORMAT 1
ketika ada biji salak yang

“kau aku tidak pernah mengelak”, kata “mengelak disini” mengasosiasikan “pasrah”
terhadap apa yang akan diberikan oleh sang pencipta. “ketika ada biji salak yang” merupakan
penjelasan dari baut sebelumnya “aku lirik” pasrah dengan apa yang Tuhan berikan terhadap
anak yang terlahir dari kandungan seorang ibu.

Wacana kepasrahan yang disebabkan oleh ketidaktahuan akan dilanjutkan pada bait
selanjutnya.

(3) dikawinkan oleh angin


tidak terduga oleh ingin

Baris pertama dan kedua pada bait ketiga di atas, sebagai penjelas terhadap konsep
rumah tangga atau keluarga yang merupakan metafora kata (word metahapor) terjadi pada
“dikawinkan oleh angin dan tidak terduga oleh angin”, kata “angin” dipersepsi dengan orang
yang sudah menikah dan dalam suatu waktu melakukan hubungan antara suami istri dengan
suka sama suka. Kemudian pada saatnya seorang istri akan merasakan kehamilan akan
dijelaskan pada bait berikutnya.

(3)...

tahutahu angin bertiup


...

Baris ketiga dari bait keempat di atas, merupakan lanjutan dari baris sebelumnya.
Kata “bertiup” merupakan metafora pernyataan (statment metaphor) yang mengasosiakan

PAGE \* MERGEFORMAT 1
kehamilan dari seorang istri yang tidak terduga sebelumnya selama 9 bulan 10 hari lamanya
selalu di bawa kemanapun pergi.

(3)...

hingga jumlah genap terkatup

baris terakhir dari bait ketiga, merupakan penjelasan dari baris “tahutahu angin
bertiup” sampai saatnya melahirkan “hingga jumlah buah genap terkatup”. Kata “hingga buah
genap terkatup menunjukan” sebuah keluarga yang melahirkan anak kembar dari seorang ibu
setelah bersusah payah membawanya setiap kemanapun pergi dalam kandungannya.

3. Analis simbol dalam Sajak Salak

Secara teks (sense) sajak “salak” merupakan “aku lirik” menceritakan tentang suatu
rumah tangga atau keluarga yang di dalam keluarga ada seorang ayah, ibu, dan anak

Simbol keluarga pada sajak ini muncul pada bait pertama, yaitu:

(1) seperti salak

berapa siung di dalamnya

kau aku tidak pernah menduga

berapa anggota keluarga berdesak

PAGE \* MERGEFORMAT 1
kata “salak” disini disimbolkan sebagai keluarga yang “aku lirik” tidak pernah tau
berapa anak yang ada dalam keluarga karena dalam keluarga tentunya berbeda-beda dari
setiap anggota keluarga.

Simbol keluarga juga terlihat pada bait kedua, baris pertama dan kedua.

(2) berapa anak kau aku


dan siapa yang di panggil “ibu”

disini terlihat jelas bahwa dalam sebuah keluarga tentunya ada seorang ibu yang
melahirkan anaknya. Kata “ibu” termasuk dalam anggota keluarga yang merupakan seorang
istri dari suaminya. Ibu sangat berperan penting dalam keluarga karena anak pertama kali
mengenal adalah ibunya yang sudah melahirkannya, menyusuinya hingga besar.

Pada bait ke tiga baris ketiga dan keempat juga terlihat simbol keluarga, yaitu:

(3) tahutahu angin tertiup


hingga jumlah buah genap terkatup

Dalam keluarga ada yang namanya suami istri setelah menikah, setiap keluarga
menginginkan buah hati dari pernikahannya. Hingga saat yang ditentukan oleh Tuhan
seorang istri hamil dari hasil pernikahannya, selama 9 bulan 10 hari istri mengandung tibalah
saatnya melahirkan yang ternyata bayinya genap terkatup (kembar).

PAGE \* MERGEFORMAT 1
4. Konsep Rumah Tangga atau Keluarga dalam Sajak Salak

Konsep Rumah Tangga atau keluarga pada sajak “salak” menceritakan “aku lirik ’
tentang keadaan manusia dalam sebuah keluarga yang tidak pernah tau akan isi dari sebuah
rumah dan dalam sajak ini juga menceritakan tentang pernikahan, dari hasil pernikahannya
menghasilkan buah hati yang “aku lirik” tidak bisa menghindar dari apa yang diberikan oleh
Tuhan dalam artian pasrah dengan apa yang dilahirkan dari seorang ibu baik itu laki-laki atau
perempuan, baik kembar maupun tidak.

Keluarga dalam Islam mencakup suami istri dan anak – anak yang merupakan buah
perkawinan dan dan keturunan mereka, juga mencakup garis keturunan ke atas termasuk
bapak, ibu, kakek, dan nenek, mencakup pula saudara – saudara kandung dan anak – anak
mereka, dan mencakup pula sekakek dan nenek yaitu paman – paman dan bibi – bibi
termasuk anak – anak mereka.6

Dasar hubungan (yang mengikat sebagai keluarga) antara seorang laki – laki dan
perempuan dalam Islam adalah perkawinan atau penikahan. Segala bentuk apapun di luar
perkawinan adalah haram yang mendatangkan adanya hukuman berat. Allah SWT. berfirman
dalam surah Al-Mukminun ayat 5 – 6: “Dan orang - orang yang menjaga kemaluan mereka,
kecuali terhadap istri – istri mereka atau sahaya – sahaya mereka, maka sesungguhnya
mereka tidak tercela” (QS. Al-Mukminun: 5 - 6).

Kata nikah sendiri berasal dari bahasa arab yang berarti menghimpun atau
mengumpulkan. Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara pria dan wanita untuk
membangun rumah tangga yang bahagia berdasarkan ketentuan agama.7

Salah satu tujuan dari pernikahan yaitu sebagai cara terbaik bagi manusia untuk
melestarikan dan memelihara kerukunan anak cucu (keturunan) , sebab kalau tidak dengan

6
Muhammad Abu Zahroh, Membangun Masyarakat Islam (Jakarta: Pustaka Firdaus. 1994). Hlm. 62.

7
Ali Sunarso, Islam Praparadigma. (Yogyakarta: Tiara Wacana. 2009). Hlm. 172.
PAGE \* MERGEFORMAT 1
nikahtentu anak tidak berketentuan siapa yang mengurusnya dan siapa yang bertanggung
jawabatasnya. Dari perkawinan itu akan melahirkan keturunan yang sahdalam masyarakat,
kemudian keturunan tersebut akan membangun rumah tangga yang baru dan keluarga yang
baru, dan begitu seterusnya.8

C. PENUTUP

1. Kesimpulan

Dalam menafsirkan sajak puisi, penulis menggunakan beberapa metode untuk


menafsirkan sebuah sajak puisi seperti dengan metode metafora, metode simbol, dengan
tujuan agar pembaca mengetahui isi dari sebuah sajak puisi. Namun sebelumnya kita harus
mengetahui dan memahami terlebih dahulu apa itu hermeneutika. Dimana hermeneutika
adalah teori tentang bekerjanya pemahaman dalam menafsirkan teks, sehingga kita bisa
memahami dan mengartikan atau menafsirkan teks tersebut dengan sesuatu yang disangkut
pautkan dengan teoti metafora dan simbol.
Dalam sajak ini, penulis menceritakan tentang konsep keluarga yang pada hakikatnya
keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa
orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling
tergantung.
Dalam sajak ini juga menceritakan tentang pernikahan, dari hasil pernikahannya
menghasilkan buah hati yang “aku lirik” tidak bisa menghindar dari apa yang diberikan oleh
Tuhan dalam artian pasrah dengan apa yang dilahirkan dari seorang ibu baik itu laki-laki atau
perempuan, baik kembar maupun tidak.

8
Kaelany HD, Islam dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan. (Jakarta: Bumi Aksara. 2005). Hlm. 142.

PAGE \* MERGEFORMAT 1
DAFTAR PUSTAKA

Kurniawan, Heru. 2013. Mistisisme Cahaya. Purwokerto: Kaldera.

Wachid B.S, Abdul. 2014. Hyang (Kumpulan Sajak 2013-2014). Yogyakarta: Cinta Buku.

Zahroh, Muhammad Abu. 1994. Membangun Masyarakat Islam. Jakarta: Pustaka Firdaus.

HD, Kaelany. 2005. Islam dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan. Jakarta: Bumi Aksara.

Budiantoro, Wahyu. 2016. APLIKASI TEORI PSIKOLOGI SASTRA, Banyumas : Penerbit


Kaldera.

PAGE \* MERGEFORMAT 1

Anda mungkin juga menyukai