Anda di halaman 1dari 10

MITIGASI BENCANA ALAM DAERAH KABUPATEN

BOGOR DAN SEKITARNYA

Oleh :

Claudio Zakaria Thurana

0551 19 023

Tanggal Pengumpulan : Jumat, 20 Oktober 2023

TEKNIK GEOLOGI

FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS PAKUAN

BOGOR

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas izin
dan Karunia-Nya kepada kita semua, saya dapat menyelesaikan Makalah dengan
judul “MITIGASI BENCANA ALAM DAERAH KABUPATEN BOGOR DAN
SEKITARNYA”. Penulisan dan pembuatan makalah ini
disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas Mitigasi Bencana, pada
jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Pakuan.

Dalam Penulisan Makalah ini penulis menemui berbagai hambatan yang


dikarenakan terbatasnya ilmu pengetahuan saya mengenai hal berkenan. Oleh
karena itu sudah sepatutnya berterimakasih kepada Dosen pengajar bapak
Ir.Agus Karmadi M.T.
yang telah memberikan limpahan ilmu yang berguna kepada
penulis dan membuka pengetahuan untuk mencari informasi lebih dalam
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................Error! Bookmark not defined.

DAFTAR ISI ............................................................................Error! Bookmark not defined.

BAB 1 ........................................................................................Error! Bookmark not defined.

PENDAHULUAN ....................................................................Error! Bookmark not defined.

1.1. Latar Belakang .............................................................Error! Bookmark not defined.

1.2. Rumusan Masalah ........................................................Error! Bookmark not defined.

1.3. Ruang Lingkup Wilayah ..............................................Error! Bookmark not defined.

1.3.1 Ruang Lingkup Wilayah Substansi...........................................................................6

BAB 2 ........................................................................................Error! Bookmark not defined.

PEMBAHASAN .......................................................................Error! Bookmark not defined.

2.1. Mitigasi Bencana ...........................................................Error! Bookmark not defined.

BAB 3 ........................................................................................Error! Bookmark not defined.

3.1. PENUTUP..........................................................................Error! Bookmark not defined.

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................Error!
Bookmark not defined.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara geografis wilayah Indonesia berada pada kawasan rawan bencana alam, salah
satunya adalah bencana longsor. Longsoran merupakan salah satu jenis gerakan masa tanah
atau batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari
terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut (Peraturan Kepala BNPB
No 2 Tahun 2012). Bencana longsor disebabkan oleh faktor fisik alami seperti kemiringan
lereng, karakteristik tanah (soil), lapisan batuan (litosfer), struktur geologi, curah hujan dan
hidrologi lereng sedangkan faktor aktivitas manusia seperti, jenis kegiatan, penggunaan lahan
pemotongan lereng dan pencetakan kolam.
Dari hasil pencatatan BPBD Kabupaten Bogor (2020), pada tahun 2019 tercatat bencana
yang terjadi di Kabupaten Bogor bagian Barat dengan jumlah 71 kejadian bencana longsor.
Bencana longsor di Kabupaten Bogor bagian Barat ini terjadi di Kecamatan Ciampea,
Kecamatan Cibungbulang, Kecamatan Cigudeg, Kecamatan Dramaga, Kecamatan Jasinga,
Kecamatan Leuwiliang, Kecamatan Leuwisadeng, Kecamatan Nanggung, Kecamatan
Pamijahan, Kecamatan Rumpin, Kecamatan Sukajaya dan Kecamatan Tenjolaya sementara
untuk Kecamatan Parung Panjang dan Kecamatan Tenjo tidak mengalami kejadian bencana
longsor.
Bencana longsor yang terjadi di Kabupaten Bogor bagian Barat diakibatkan oleh faktor
alam seperti tingginya intensitas curah hujan, kondisi tanah di Kabupaten Bogor bagian Barat
yang masih terbilang labil, masih terdapat daerah perbukitan di sejumlah wilayah Kabupaten
Bogor bagian Barat dan faktor aktivitas manusia seperti aktivitas masyarakat yang menggali
pasir secara ilegal hingga menyebabkan tebing runtuh di sekitar wilayah Kabupaten Bogor
bagian Barat.
Bencana longsor yang baru terjadi di Kecamatan Sukajaya pada 1 Januari 2020 diakibatkan
oleh melapuk-nya batuan breksi vulkanik dan tuft (tumpuk) saat terjadi hujan di wilayah
tersebut, bencana longsor di Kecamatan Sukajaya mengakibatkan 2.747 kepala keluarga
mengungsi, 3.265 rumah rusak ringan, 102 rumah rusak sedang dan 100 rumah rusak berat.
Bencana longsor yang terjadi menimbulkan berbagai macam kerusakan serta memberikan
dampak langsung dan tidak langsung terhadap masyarakat. Dampak langsung seperti korban
jiwa, kerugian harta benda dan gangguan psikologis. Sedangkan dampak tidak langsung
seperti rusaknya fungsi - fungsi produktivitas yang akan berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi masyarakat. Untuk mengurangi dampak bencana longsor bisa dilakukan dengan
berbagai cara salah satunya mitigasi bencana sebelum terjadi bencana longsor. Mitigasi
bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman
bencana. Mitigasi bencana bisa berupa peta risiko bencana longsor untuk meminimalisir
dampak yang ditimbulkan oleh kejadian suatu bencana dan menjadi acuan dalam
mengevaluasi RTRW Kabupaten Bogor yang mempertimbangkan risiko bencana longsor.
Peta risiko bencana longsor dibuat dengan pengelolaan data spasial menggunakan perangkat
lunak sistem informasi geografis (SIG) melalui overlay variabel terkait risiko bencana
longsor berupa variabel ancaman (hazard) dan variabel kerentanan (vulnerability). Analisis
overlay merupakan proses integrasi data dari kriteria -kriteria yang berpengaruh terhadap
bencana longsor, dimana beberapa peta yang menjadi variabel atau kriteria ancaman dan
kerentanan bencana longsor di overlay yang kemudian menghasilkan peta baru hasil analisis
berupa peta risiko bencana longsor.
Penelitian ini mengambil lokasi studi di wilayah Kabupaten Bogor bagian Barat memiliki
lokasi yang dinilai cukup rawan bencana alam, hal tersebut dikarenakan Kabupaten Bogor
bagian Barat memiliki fisik lingkungan alami yang berpotensi menimbulkan bencana alam
seperti kondisi topografi Kabupaten Bogor di bagian Barat yaitu berbukit dan bergunung
yang memiliki kemiringan lereng >25%, kondisi batuan ataupun tanah penyusun lereng dan
intensitas curah hujan. Bencana alam yang berpotensi dapat terjadi di Kabupaten Bogor
bagian Barat salah satunya bencana tanah longsor, yang ancamannya berasal dari kondisi
curah hujan, jenis tanah, jenis batuan dan kemiringan lereng di Kabupaten Bogor bagian
Barat. Diharapkan dengan melakukan pemetaan risiko bencana dengan metode SIG ini dapat
memberikan peringatan dini mengenai bencana tanah longsor jauh sebelum terjadinya
bencana dan menjadi bahan evaluasi terhadap penataan ruang mengenai kesesuaian
pemanfaatan ruang di Kabupaten Bogor.

1.2 Perumusan Masalah

Peristiwa longsor sangat berdampak buruk bagi masyarakat di Kabupaten Bogor bagian
Barat, dimana dapat mengakibatkan hilangnya korban jiwa dan materi/harta benda seperti
rusaknya bangunan, infrastruktur dan rusaknya pusat kegiatan ekonomi masyarakat.
Ancaman longsor Kabupaten Bogor di bagian Barat berasal dari faktor alam seperti tingginya
intensitas curah hujan, kondisi tanah diKabupaten Bogor bagian Barat yang masih terbilang
labil, masih terdapat daerah perbukitan di sejumlah wilayah Kabupaten Bogor dan faktor
aktivitas manusia. Oleh sebab itu perlunya pengaturan rencana tata ruang untuk mengatur
peruntukan wilayah yang aman dari bencana longsor. Pengaturan dapat berupa peraturan
zonasi maupun syarat mendirikan bangunan pada lokasi yang berisiko bencana longsor.
Dalam melakukan pengaturan pemanfaatan ruang pada kawasan risiko bencana longsor,
dapat melihat Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum No 22/PRT/M/2007 dan Peraturan Kepala Badan Nasional
Penanggulangan Bencana No 2 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Rencana
Penanggulangan Bencana. Dengan mengacu pada kebijakan tersebut diharapkan dapat
memberikan antisipasi atau meminimalisir korban jiwa maupun kerusakan akibat bencana
longsor ke depannya.

Untuk melakukan penataan ruang pada daerah risiko bencana longsor, perlu
mengidentifikasi wilayah yang masuk kepada risiko bencana longsor. Dengan
mengumpulkan kriteria - kriteria yang berpengaruh terhadap bencana longsor.
Berdasarkan uraian diatas terdapat beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1 Apa saja faktor yang berpengaruh dalam risiko bencana longsor?
2 Apakah RTRW Kabupaten Bogor telah mempertimbangkan tingkat risiko bencana longsor?
3 Bagaimana bentuk pengendalian dan mitigasi bencana untuk wilayah risiko bencana
longsor?
4 Pemanfaatan ruang seperti apa yang dapat diterapkan pada wilayah risiko bencana longsor
Kabupaten Bogor bagian Barat sesuai dengan arahan kebijakan yang ada?

1.3. Ruang Lingkup Wilayah

Ruang lingkup wilayah dari studi ini berada pada Kabupaten Bogor di bagian Barat, Jawa
barat. Kabupaten Bogor di bagian Barat memiliki frekuensi kejadian bencana longsor yang
paling tinggi dengan jumlah yaitu 161 kejadian longsor pada bulan Januari – Juni 2020.
Sedangkan Kabupaten Bogor di bagian timur dengan jumlah yaitu 99 kejadian longsor pada
bulan Januari – Juni 2020. Sehingga Kabupaten Bogor di bagian Barat dipilih sebagai
wilayah untuk penelitian ini.
Kabupaten Bogor terbagi menjadi 40 kecamatan dengan 416 desa dan 19 kelurahan, tetapi
wilayah Kabupaten Bogor bagian Barat hanya berjumlah 14 Kecamatan yaitu Kecamatan
Ciampea, Kecamatan Cibungbulang, Kecamatan Cigudeg, Kecamatan Dramaga, Kecamatan
Jasinga, Kecamatan Leuwiliang, Kecamatan Leuwisadeng, Kecamatan Nanggung,
Kecamatan Pamijahan, Kecamatan Parung Panjang, Kecamatan Rumpin, Kecamatan
Sukajaya, Kecamatan Tenjo, dan Kecamatan Tenjolaya. Kabupaten Bogor bagian Barat
memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:

# Utara : Kecamatan Tigaraksa, Kecamatan Jambe, Kecamatan Pagedangan, dan Kecamatan


Legok Kabupaten Tangerang

# Selatan : Kecamatan Curug, Kecamatan Cidahu, Kecamatan Parakan Salak, Kecamatan


Kabandungan Kabupaten Sukabumi, dan Kecamatan Cibiber Kabupaten Lebak

# Barat : Kecamatan Lebak Gedong, Kecamatan Cipanans, Kecamatan Tamansari,


Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor, dan Kecamatan Tigaraksa Kabupaten Tangerang

# Timur : Kecamatan Gunungsindur, Kecamatan Ciseeng, Kecamatan Tamansari,


Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor, dan Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor.

1.3.1 Ruang Lingkup Substansi

Ruang lingkup substansi dari studi ini yaitu pemetaan daerah risiko bencana longsor,
dimana tingkat risiko bencana ukuran yang menyatakan tinggi rendahnya atau besar kecilnya
kemungkinan suatu kawasan atau zona dapat mengalami bencana longsor, serta besarnya
korban dan kerugian bila terjadi bencana longsor yang diukur berdasarkan tingkat bencana
dari kondisi fisik alamiah dan tingkat kerentanan karena aktivitas manusia. Pemetaan daerah
risiko bencana longsor ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi variabel yang berpengaruh
terhadap bencana longsor yang terdiri dari variabel ancaman dan variabel kerentanan, bentuk
mitigasi yang sesuai dengan daerah tersebut, dan mengidentifikasi pola pemanfaatan ruang
pada kawasan risiko bencana longsor. Pemetaan daerah risiko bencana longsor akan menjadi
masukan terhadap evaluasi RTRW Kabupaten Bogor bagian Barat dengan mengidentifikasi
kesesuaian antara rencana pola ruang dengan arahan pemanfaatan ruang pada kawasan risiko
bencana longsor.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Mitigasi Bencana

Mitigasi adalah segala tindakan yang dilakukan untuk mengurangi atau


menghilangkan resiko jangka panjang bahaya bencana alam dan akibatnya terhadap
manusia dan harta-benda. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 64 tahun
2010 Pasal 1 (4) yang dimaksud Mitigasi Bencana adalah upaya untuk mengurangi
risiko bencana, baik secara struktur atau fisik melalui pembangunan fisik alami
dan/atau buatan maupun nonstruktur atau nonfisik melalui peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana di wilayah pesisir dan pulau – pulau
kecil.

Kegiatan mitigasi bencana non struktur/non fisik (pasal 16) mencakup 7 (tujuh)
aspek yakni :
1. Penyusunan peraturan perundang-undangan;
2. Penyusunan peta rawan bencana;
3. Penyusunan peta risiko bencana;
4. Penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal);
5. Penyusunan tata ruang;
6. Penyusunan zonasi;
7. Pendidikan, penyuluhan, dan penyadaran masyarakat.

Menurut Pasal 1 ayat 6 PP No 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan


Penanggulangan Bencana, Mitigasi Bencana merupakan serangkaian upaya untuk
mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran
dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Mitigasi bencana
melibatkan semua kalangan baik oleh individu, masyarakat, maupun pemerintah
dan lembaga – lembaga lain.

Ada tiga unsur penting dalam mitigasi bencana :


1. Penilaian bahaya (hazard assessment).
2. Peringatan (warning).
3. Persiapan (preparedness).

Tujuan mitigasi bencana :


1. Mengurangi dampak yang ditimbulkan, khususnya bagi penduduk.
2. Sebagai landasan (pedoman) untuk perencanaan pembangunan.
3. Meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam menghadapi serta
mengurangi dampak/resiko bencana, sehingga masyarakat dapat hidup dan
bekerja dengan aman.

Beberapa kegiatan mitigasi bencana di antaranya :


1. Pengenalan Dan Pemantauan Risiko Bencana
2. Perencanaan Partisipatif Penanggulangan Bencana
3. Pengembangan Budaya Sadar Bencana;
4. Penerapan Upaya Fisik, Nonfisik, Dan Pengaturan Penanggulangan
Bencana
5. Identifikasi Dan Pengenalan Terhadap Sumber Bahaya Atau Ancaman
Bencana
6. Pemantauan Terhadap Pengelolaan Sumber Daya Alam
7. Pemantauan Terhadap Penggunaan Teknologi Tinggi
8. Pengawasan Terhadap Pelaksanaan Tata Ruang Dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.

Berdasarkan siklus waktunya, kegiatan penanganan bencana dapat dibagi


dalam empat kategori :
1. Kegiatan sebelum bencana terjadi (mitigasi).
2. Kegiatan saat bencana terjadi (perlindungan dan evakuasi).
3. Kegiatan tepat setelah bencana terjadi (pencarian dan penyelamatan).
4. Kegiatan pasca bencana (pemulihan/penyembuhan dan
perbaikan/rehabilitasi).

1.Tahap prabencana dapat dibagi menjadi kegiatan mitigasi dan preparedness


(kesiapsiagaan). Selanjutnya, pada tahap tanggap darurat adalah respon sesaat setelah terjadi
bencana. Pada tahap pascabencana, manajemen yang digunakan adalah rehabilitasi dan
rekonstruksi.

2. Tahap prabencana meliputi mitigasi dan kesiapsiagaan. Upaya tersebut sangat penting bagi
masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana sebagai persiapan menghadapi bencana.
Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana
melalui pengorganisasian.

3. Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada
saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan.

4. Tahap pascabencana meliputi usaha rehabilitasi dan rekonstruksi sebagai upaya


mengembalikan keadaan masyarakat pada situasi yang kondusif, sehat, dan layak sehingga
masyarakat dapat hidup seperti sedia kala sebelum bencana terjadi, baik secara fisik dan
psikologis.
BAB III

PENUTUP

Demikianlah makalah ini saya buat. Semoga makalah ini dapat diterima dan dapat
bermanfaat bagi kita semua. Tidak lupa kami ucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
karena atas segala Rahmat dan Hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini. Dan tidak
lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Ir.Agus Karmadi M.T.
DAFTAR PUSTAKA

Sucipto, Desember 2020 “Data kebencanaan alam kabupaten Bogor”


http://repository.iti.ac.id/bitstream/123456789/650/3/3.%20BAB%20I.pdf
(diakses pada 18 Oktober 2023)

Anda mungkin juga menyukai