Anda di halaman 1dari 6

Waspadai Obesitas Selama Pandemi Covid-19

Anda makin gemuk selama pandemi? Masa pandemi Covid-19 yang sedang dihadapi saat ini
jelas memberikan tantangan dalam menjaga kesehatan. Sebab, pandemi ini ternyata ikut
memengaruhi kondisi obesitas di dunia. World Health Organization (WHO) pun
mengungkapkan dampak pembatasan sosial selama pandemi Covid-19 dalam meningkatkan
risiko obesitas dan menghambat program penanganan obesitas.

Kondisi ini berkaitan dengan kesulitan mendapatkan makanan sehat, berkurangnya aktivitas
fisik, serta terbatasnya akses pelayanan kesehatan. Selain itu, kita juga cenderung
mengonsumsi lebih banyak cemilan tidak sehat selama masa pandemi.

Obesitas dan pandemi Covid-19, ini hasil penelitiannya

World Obesity Federation pun mengungkapkan kekhawatiran serupa, yaitu bahwa pandemi
Covid-19 berkaitan dengan peningkatan kasus obesitas karena terhentinya program
penurunan berat badan (yang umum dilakukan dalam kelompok) dan intervensi penurunan
berat badan lainnya.

Adanya kecenderungan untuk memilih produk makanan olahan dengan umur simpan lebih
panjang juga dapat berpengaruh terhadap meningkatnya konsumsi kalori, gula, garam, dan
lemak. Hal ini jelas dapat menyebabkan dan bahkan memperburuk kondisi obesitas.

Sebagai bukti ilmiah, sebuah survei di bulan Mei 2020 menunjukkan bahwa 22% responden
melaporkan mengalami kenaikan berat badan sebesar 2,3-4,5 kg dibandingkan sebelum masa
pandemi.

Kenaikan berat badan ini diketahui berkaitan dengan perubahan pola hidup menjadi tidak
sehat selama masa pembatasan sosial, seperti waktu tidur yang berkurang, tingkat aktivitas
fisik yang menurun, kebiasaan mengemil setelah makan malam, kecenderungan makan lebih
banyak saat stres, serta keinginan untuk makan saat melihat atau mencium aroma makanan.

Dampak obesitas terhadap kesehatan tubuh

Peningkatan masalah obesitas jelas perlu dikhawatirkan karena berkaitan erat dengan
berbagai penyakit kronis seperti diabetes dan penyakit jantung. Terlebih di masa pandemi
Covid-19 ini, obesitas menjadi ancaman lebih untuk kesehatan kita.
Data menunjukkan bahwa obesitas merupakan salah satu faktor risiko terhadap keparahan
infeksi Covid-19. Sebab, kelompok individu dengan kondisi obesitas diketahui lebih berisiko
mengalami gejala yang lebih parah akibat infeksi virus tersebut. Pengidap obesitas ternyata
lebih berisiko hingga 2 kali lipat untuk memerlukan perawatan di rumah sakit, termasuk di
ruang perawatan intensif. Pasien Covid-19 dengan obesitas juga cenderung membutuhkan
perawatan invasive mechanical ventilation, seperti penggunaan ventilator.

Mengapa obesitas dipercaya berkaitan dengan peningkatan keparahan Covid-19? Salah


satunya adalah akibat gangguan metabolisme akibat obesitas. Sebab, ketidakseimbangan
hormon dan nutrisi karena obesitas, dapat berpengaruh negatif kepada respons tubuh terhadap
infeksi. Selain itu, penderita obesitas juga rentan mengalami gangguan pernapasan, yang
berisiko memperburuk kondisi kesehatan, jika terinfeksi Covid-19.

Tak hanya berhenti sampai di situ. Berdasarkan data, para penderita obesitas juga lebih
berisiko, yaitu 48% lebih tinggi mengalami kematian apabila terinfeksi Covid-19. Ternyata,
semakin tinggi berat badan, semakin meningkat pula risiko tersebut.

Berdasarkan penelitian, risiko kematian akibat Covid-19 bisa mencapai hingga 2,6 kali lebih
tinggi pada para pengidap obesitas ekstrem, atau dengan indeks massa tubuh 40 kg/m2 dan
selebihnya.

Angka kasus obesitas di Indonesia

Mungkin banyak yang menduga bahwa masalah berat badan berlebih bukanlah persoalan
yang penting diperhatikan di Indonesia. Hal ini tidak tepat! Kasus obesitas sesungguhnya
sudah merupakan masalah yang penting diperhatikan karena data Riset Kesehatan Dasar
Indonesia 2018 menunjukkan bahwa kasus kelebihan berat badan dan obesitas di Indonesia
terus meningkat setiap tahunnya.

Data tahun tersebut menunjukkan bahwa sekitar 1 dari 8 (13,6%) orang dewasa di Indonesia
memiliki berat badan berlebih, dan sekitar 1 dari 5 (21,6%) bahkan mengalami obesitas.
Dengan banyaknya ancaman kesehatan akibat obesitas, jelas diperlukan tindakan segera
untuk mengatasinya.

Sumber Kasus :

Yuniar, Maria. 2021. Waspadai Obesitas Selama Pandemi Covid-19.


https://www.sehatq.com/artikel/obesitas-selama-pandemi-covid-19-yang-harus-diwaspadai
(diakses pada tanggal 3 Juni 2021)

PEMBAHASAN

Pada kasus diatas, dipaparkan bahwa kasus obesitas di masa pandemi dikhawatirkan
akan terus meningkat. Hal ini bisa terjadi karena selama masa pandemi semua orang diminta
untuk tetap berada di dalam rumah saja sehingga membuat mereka tidak dapat melakukan
aktivitas diluar rumah dan dituntut untuk melakukan pekerjaan dan bersekolah secara daring.
Bahkan tak jarang dari mereka yang hanya menghabiskan waktunya di depan gadget ataupun
televisi saja. Keadaan seperti ini membuat mereka menjadi kurang melakukan aktivitas fisik
yang menguras energi seperti saat sebelum masa pandemi. Selain itu, mereka juga semakin
sering mengonsumsi makanan siap saji yang artinya terjadi peningkatan asupan garam,gula
dan lemak. Akibatnya, kondisi ini membuat mereka menghadapi risiko obesitas yang tinggi
karena peningkatan asupan junk food dan kurangnya beraktivitas.

Obesitas adalah kondisi kronis akibat penumpukan lemak dalam tubuh yang sangat
tinggi. Obesitas terjadi karena asupan kalori yang masuk lebih banyak dibanding kalori yang
dibakar melalui olahraga dan kegiatan normal sehari-hari, sehingga kalori yang berlebih
menumpuk dalam bentuk lemak.

Lemak berasal dari asupan makanan berkalori yang tidak larut oleh air. Lemak berfungsi
untuk menyediakan energi dalam jangka panjang. Selain itu, lemak juga membantu
penyerapan vitamin A, vitamin D, dan vitamin E di dalam tubuh. Akan tetapi, lemak bukan
lagi hal yang baik jika terlalu banyak tersimpan di dalam tubuh.

Ada 3 jenis lemak, yaitu lemak tak jenuh, lemak jenuh, dan lemak trans.

a) Lemak tak jenuh : adalah salah satu jenis asam lemak yang baik untuk tubuh. Lemak
tak jenuh dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
1. Lemak Tak Jenuh Tunggal : lemak ini bisa didapatkan dari buah alpukat, minyak
zaitun, kacang hazel, kacang almon, dan jenis kacang-kacangan lainnya.
2. Lemak Tak Jenuh Ganda : lemak ini dapat membantu menurunkan kadar
kolesterol tinggi di dalam tubuh kita. Beberapa sumber lemak tak jenuh ganda,
misalnya ikan salmon, tuna, buah kenari, dan alpukat.
b) Lemak jenuh : Lemak jenuh lebih baik benar-benar dibatasi atau dihindari. Ini karena
dapat meningkatkan kadar kolesterol jahat (LDL). Lemak jenuh bisa ditemukan pada
mentega, telur, daging merah, susu, keju, atau kulit ayam.
c) Lemak trans : Lemak trans termasuk jenis lemak tidak sehat. Ini karena dapat
meningkatkan kadar kolesterol jahat (LDL) di dalam tubuh. Lemak jenis ini banyak
ditemukan pada produk olahan dan makanan cepat saji, seperti gorengan, biskuit, donat,
burger, dan pizza.

Semua lemak yang masuk ke dalam tubuh bisa dibagi jadi lemak jenuh dan tak jenuh.
Namun, tubuh kita tidak akan mampu mengolahnya bila kedua jenis lemak itu masuk ke
dalam tubuh secara berlebihan. Hal ini menyebabkan lemak dapat berkumpul di beberapa
bagian tubuh seperti pinggang ataupun lengan. Penumpukan lemak ini dapat menyebabkan
obesitas yang merupakan sumber dari berbagai penyakit membahayakan seperti penyakit
jantung, stroke dan paru-paru.

CARA PENCEGAHAN

Adapun cara pencegahan yang dapat dilakukan pada kasus tersebut, yaitu :

1. Membatasi mengonsumsi makanan yang mengandung lemak


Berikut adalah tabel sumber dan nilai lemak yang bisa dijadikan sebagai pedoman agar
tidak berlebihan dalam mengonsumsi lemak.

Menurut Permenkes Nomor 30 Tahun 2013 tentang Pencantuman Informasi Kandungan


Gula, Garam dan Lemak Serta Peran Kesehatan Pada Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji,
Anjuran konsumsi lemak perhari adalah 20-25% dari total energi (702 kkal) atau setara
dengan Lemak 5 sendok makan ( 67 gram ) perhari.

Agar pola makan menjadi sehat, kita disarankan untuk mengganti asupan lemak jenuh
dan lemak trans dengan lemak yang lebih sehat, yaitu lemak tak jenuh.

2. Membatasi mengonsumsi makanan yang mengandung gula dan garam

Gula

Gula merupakan salah satu sumber energi utama bagi tubuh. Meski memiliki peran
yang penting, gula tidak boleh dikonsumsi secara berlebihan. Untuk mencapai kesehatan
tubuh yang maksimal, asupan gula yang diperbolehkan hanyalah 5% dari kebutuhan kalori
harian. Hal ini berlaku untuk orang dewasa maupun anak-anak.

Untuk memudahkan, berikut adalah acuan konsumsi gula berdasarkan usia yang bisa
dipakai:

 Dewasa: tidak lebih dari 50 gram (4 sendok makan) per hari


 Anak-anak 7–10 tahun: tidak lebih dari 24 gram (6 sendok teh) per hari
 Anak-anak 2–6 tahun: tidak lebih dari 19 gram (4 sendok teh) per hari

Garam
Garam merupakah salah satu bumbu wajib pada masakan untuk memberikan rasa gurih
dan sedap. Namun, sayangnya banyak orang yang tidak menyadari bahwa mereka sudah
mengonsumsi garam melebihi batas yang dianjurkan. Hal ini tentu bisa membahayakan
kesehatan.

Berikut ini adalah rekomendasi batas maksimal asupan garam berdasarkan usia:

 Kurang dari 1 tahun: 1 gram per hari


 1–3 tahun: 2 gram per hari
 4–6 tahun: 3 gram (1/2 sendok teh) per hari
 7–10 tahun: 5 gram per hari
 11 tahun ke atas: 6 gram (1 sendok teh) per hari

3. Mengatur jadwal makan

Dengan mengatur jadwal makanan, asupan nutrisi akan terpenuhi secara berkala.
Jadwal makan teratur dapat membantu kerja metabolisme tubuh lebih baik, sehingga berat
badan bisa dikendalikan. Selain itu, susunlah menu makanan dan cemilan untuk pagi, siang
dan malam hari. Hal ini membantu untuk menencegah pemilihan makanan yang tidak sehat
secara impulsif.

4. Menerapkan pola makan gizi seimbang

Hal ini bisa dilakukan dengan cara mengonsumsi aneka ragam makanan dari sumber
pangan lokal sesuai panduan 'Isi Piringku'. Isi Piringku menggambarkan porsi makan yang
dikonsumsi dalam satu piring yang terdiri dari 50% buah dan sayur, dan 50% sisanya terdiri
dari karbohidrat dan protein. Hal ini menekankan untuk membatasi gula, garam, dan lemak
dalam konsumsi sehari-hari. Untuk orang yang suka ngemil pada saat zoom meeting,
sebaiknya cemilan digantikan dengan buah-buahan. Orang dewasa direkomendasikan untuk
mengonsumsi setidaknya 5-9 porsi buah atau sayuran per harinya. Dengan begitu, kadar
kalori di dalam tubuh bisa terjaga dan obesitas pun bisa dicegah.

5. Mengecek kandungan gizi pada kemanasan makanan olahan

Selain pangan lokal, mengonsumsi pangan olahan juga diperbolehkan untuk memenuhi
kebutuhan gizi, namun jangan terlalu sering. Sebelum membeli atau mengonsumsi pangan
olahan, ada baiknya memerhatikan label kemasan.

Label kemasan berisi informasi nilai gizi dalam kemasan. Informasi menyangkut jumlah
sajian per kemasan, total energi per sajian, zat gizi (lemak, lemak jenuh, protein, karbohidrat
termasuk gula), dan proporsi AKG (angka kecukupan gizi). Jumlah sajian yang dikonsumsi
dari makanan kemasan memengaruhi jumlah kalori dan dan asupan zat gizi harian.

Dengan membaca label kemasan, kita dapat menghitung kandungan gizi yang
dikonsumsinya. Hal Ini membantu kita mengetahui apakah gizi dari makanan kemasan sudah
memenuhi kebutuhan harian atau belum. Selain itu, membaca label kemasan akan membuat
kita lebih cerdas untuk memilih zat gizi yang harus dipenuhi dan dibatasi agar terhindar dari
obesitas.

6. Rajin berolahraga

Meskipun kita dianjurkan untuk tetap berada dirumah saja, namun tubuh kita harus
tetap beraktivitas dan bergerak, salah satunya dengan berolahraga. Pusat Pengendalian dan
Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) menyarankan orang dewasa untuk berolahraga
dengan intensitas sedang selama 150 menit selama satu minggu. Jadikan kegiatan ini sebagai
kebiasaan sebagai cara mencegah obesitas. Tak mesti olahraga berat, Aktivitas fisik ringan
seperti membersihkan rumah dan halaman cukup membantu membakar lemak dalam tubuh
sehingga tidak menumpuk dan mengakibatkan obesitas.

7. Batasi waktu menonton televisi dan bermain ponsel

Semakin banyak waktu yang dihabiskan di depan layar kaca atau ponsel, semakin
sedikit waktu untuk beraktivitas fisik. Batasi waktu penggunaan televisi atau ponsel supaya
kita dapat lebih aktif bergerak.

8. Tidur teratur

Sebuah penelitian membuktikan, anak-anak dan orang dewasa yang kurang tidur
cenderung memiliki berat badan yang berlebih. Oleh sebab itu, biasakan untuk tidur secara
teratur setiap malamnya.

9. Selalu memantau berat badan secara teratur

Ahli kesehatan menyarankan agar tidak lupa untuk memantau berat badan secara rutin
sebagai salah satu cara menghindari obesitas. Dengan memantau berat badan secara rutin
maka kita bisa tahu saat berat badan mulai naik, sehingga bisa memulai untuk memperbaiki
pola makan menjadi sehat dan menambah aktivitas fisik.

10. Hindari stress

Stres dapat berdampak buruk pada kesehatan fisik dan mental. Masalah ini juga dapat
merangsang respons otak yang bisa mengubah pola makan dan mengundang nafsu makan
berlebih. Oleh karena itu, cobalah untuk mengendalikan stres dengan berbagai aktivitas
sebagai cara mencegah stres, seperti melakukan teknik relaksasi, menjalani hobi, dan
semacamnya.

Anda mungkin juga menyukai