Anda di halaman 1dari 11

Dinamika Perekonomian Indonesia: Sebuah Tinjauan Historis dari sentralisasi

ke desentralisasi
Dedek ayu¹, Mawarda Daulay², Retno Kaldianus Gowasa³
Email : dedekayu915@gmail.com, mawardadaulay65@gmail.com, retnogowasa@gmail.com
Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Islam Sumatera Utara, Indonesia

Abstrak
Sejak Indonesia merdeka pada tahun 1945, Indonesia telah mengalami berbagai transformasi dalam
struktur dan dinamika perekonomiannya. Perekonomian Indonesia telah mengalami evolusi yang
signifikan sepanjang sejarahnya. Dari era kolonial hingga masa kemerdekaan, dan dari orde lama
hingga era reformasi, dinamika perekonomian tanah air telah dipengaruhi oleh berbagai faktor,
termasuk politik, sosial, dan globalisasi. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif
jenis deskriptif. Informasi yang terkumpul bukanlah berupa angka, melainkan data yang diperoleh
dari transkrip wawancara, catatan lapangan, dokumen pribadi, memo, dan dokumen resmi lainnya.
Tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah untuk menggambarkan realitas empiris di balik fenomena
secara menyeluruh, detail, dan komprehensif. Penelitian ini menggunakan metode penelitian
kualitatif deskriptif. Pengertian dan Konsep Sentralisasi dan Desentralisasi Desentralisasi memiliki
pengertian yang luas mencakup setiap penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat baik kepada
pemerintah daerah maupun kepada pejabat pemerintah pusat yang ditugaskan di daerah. Sejarah
Sentralisasi Perekonomian di Indonesia Pada masa awal kemerdekaan, perekonomian Indonesia
sebagian besar terkonsentrasi di Jakarta dan Jawa. Perubahan Menuju Desentralisasi Konsep
desentralisasi di Indonesia mulai digulirkan sejak era reformasi tahun 1998. Dampak Perubahan
Sentralisasi Menuju Desentralisasi Perekonomian Indonesia Sepanjang sejarah, perekonomian
Indonesia telah mengalami dinamika dari sistem yang sangat sentralistis di bawah penjajahan
Belanda menuju sistem yang lebih terdesentralisasi pasca kemerdekaan. Pada masa kolonial,
perekonomian Indonesia dikelola secara sentralistis oleh Pemerintahan Hindia Belanda untuk
kepentingan mereka sendiri.

Kata Kunci:

Abstract

Since Indonesia's independence in 1945, Indonesia has experienced various transformations


in the structure and dynamics of its economy. The Indonesian economy has experienced
significant evolution throughout its history. From the colonial era to the period of
independence, and from the old order to the reform era, the dynamics of the country's
economy have been influenced by various factors, including political, social and
globalization. This research uses a descriptive qualitative approach. The information
collected is not in the form of numbers, but rather data obtained from interview transcripts,
field notes, personal documents, memos and other official documents. The aim of this
qualitative research is to describe the empirical reality behind the phenomenon in a
thorough, detailed and comprehensive manner. This research uses descriptive qualitative
research methods. Understanding and Concepts of Centralization and Decentralization
Decentralization has a broad meaning including any transfer of authority from the central
government to both regional governments and to central government officials assigned to
the regions. History of Economic Centralization in Indonesia During the early days of
independence, the Indonesian economy was mostly concentrated in Jakarta and Java.
Changes towards Decentralization The concept of decentralization in Indonesia began to be
implemented since the reform era in 1998. The Impact of Changes from Centralization
towards Decentralization in the Indonesian Economy. Throughout history, the Indonesian
economy has experienced dynamics from a very centralized system under Dutch colonialism
to a more decentralized system after independence. During the colonial period, the
Indonesian economy was managed centrally by the Dutch East Indies Government for their
own interests.

keywords:
Pendahuluan

Sejak Indonesia merdeka pada tahun 1945, Indonesia telah mengalami berbagai transformasi
dalam struktur dan dinamika perekonomiannya. Perekonomian Indonesia telah mengalami evolusi
yang signifikan sepanjang sejarahnya. Dari era kolonial hingga masa kemerdekaan, dan dari orde
lama hingga era reformasi, dinamika perekonomian tanah air telah dipengaruhi oleh berbagai faktor,
termasuk politik, sosial, dan globalisasi. Salah satu aspek yang menonjol dalam perjalanan
perekonomian Indonesia adalah transisi dari model sentralisasi menuju desentralisasi. Pada era awal
kemerdekaan hingga tahun 1960-an, pemerintah Indonesia menerapkan model ekonomi yang sangat
terpusat dengan mengutamakan pembangunan infrastruktur nasional dan industri berat (Booth,
1998). Model ini tercermin dalam berbagai kebijakan, seperti nasionalisasi aset asing dan
pembentukan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang besar. Meskipun ada keberhasilan dalam
menciptakan stabilitas makroekonomi dan pertumbuhan ekonomi selama periode ini, sentralisasi
juga menghadirkan tantangan, seperti ketidakmerataan pembangunan regional dan ketergantungan
terhadap sumber daya alam.Faktor utama dari sentralisasi ini adalah kebutuhan untuk membangun
ekonomi nasional yang kuat dan merata di seluruh wilayah.

Namun, pada tahun 1970-an, dengan adanya krisis ekonomi global dan tekanan dari
masyarakat, pemerintah mulai melihat kebijakan desentralisasi sebagai solusi untuk meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan ekonomi dan mempercepat pembangunan
daerah-daerah (Hill, 2000). Reformasi kebijakan ekonomi dan politik pada tahun 1998 mempercepat
proses desentralisasi dengan memberikan otonomi lebih besar kepada daerah dalam mengelola
sumber daya dan pembangunan lokal (Mietzner, 2009).

Desentralisasi di Indonesia juga diiringi dengan tantangan, seperti disparitas pembangunan


antar daerah, kurangnya kapasitas administratif, dan potensi konflik kepentingan antara pusat dan
daerah. Namun, langkah ini menjadi momentum penting dalam sejarah ekonomi Indonesia,
menunjukkan komitmen pemerintah untuk membangun negara yang lebih inklusif dan
berkelanjutan. Meskipun tantangan tetap ada, terobosan menuju desentralisasi memberikan
peluang baru bagi Indonesia untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

Dengan demikian, dinamika perekonomian Indonesia dari sentralisasi ke desentralisasi


merupakan topik yang kompleks dan penting untuk dipahami. Referensi yang relevan tentang hal ini
dapat ditemukan dalam berbagai karya akademis dan buku yang membahas sejarah, teori, dan
empiris perekonomian Indonesia. Dalam konteks ini, pemahaman mendalam tentang perubahan
perekonomian Indonesia dari sentralisasi ke desentralisasi dapat memberikan wawasan yang
berharga tentang evolusi sistem ekonomi negara ini. Hal ini juga dapat menjadi landasan untuk
menganalisis dampak dan implikasi dari perubahan tersebut terhadap berbagai aspek kehidupan
masyarakat dan pembangunan ekonomi di tingkat lokal maupun nasional.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif jenis deskriptif. Informasi yang
terkumpul bukanlah berupa angka, melainkan data yang diperoleh dari transkrip wawancara, catatan
lapangan, dokumen pribadi, memo, dan dokumen resmi lainnya. Tujuan dari penelitian kualitatif ini
adalah untuk menggambarkan realitas empiris di balik fenomena secara menyeluruh, detail, dan
komprehensif. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Lexy J. Moleong
mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena
tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan,
secara holistik dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus
yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Penggunaan metode penelitian
kualitatif ini membantu peneliti dalam mengumpulkan berbagai informasi.(Moleong & Edisi, 2004)

Selain menggunakan pendekatan kualitatif penulis juga menggunkan studi literatur yang
mana, metode penelitian ini sangat efektif digunakan untuk mengumpulkan informasi dan
menganalisis data dengan menggunakan sumber-sumber tertulis seperti buku, jurnal, artikel, dan
dokumen lainnya yang berkaitan dengan topik penelitian.

Pembahasan

Pengertian dan Konsep Sentralisasi dan Desentralisasi

Desentralisasi memiliki pengertian yang luas mencakup setiap penyerahan kewenangan dari
pemerintah pusat baik kepada pemerintah daerah maupun kepada pejabat pemerintah pusat yang
ditugaskan di daerah. Berdasarkan definisi tersebut bahwa desentralisasi demikian luas
pengertiannya. Penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada daerah atau unit yang
ada di bawahnya dalam hal perencanaan, pengambilan keputusan dan penyelenggaraan
administrasi, adalah sebagaiinti dari desentralisasi. Dengan demikian substansi dari desentralisasi
berdasarkan pengertian di atas terletak padawewenang (otoritas) dalamhal merencanakan,
memutuskan danmengelola tugas yang menjadi kewenangan dia secara mandiri. Dalam
padangan ini desentralisasi sebagai salah satu halyang dipertimbangkan sebagai solusi untuk
masalah pada banyak negara-terutama di pengaturan pasca konflik. Oleh karena itu, desentralisasi
dijadikan sebagai salah satu alat dalam penyelesaian konflik dalampemerintahan, terutama
dalam pola hubungan pemerintah pusat dan pemerintahan daerah. Melalui desentralisasi
diharapkan konflik yang terjadi antara pemerintah pusat dan daerah dapat dikurangi.
Konflik kepentingan antara pemerintah Pusat dan daerah sering terjadi terutama menyangkut
sumber daya dan pengelolaannya serta manfaat dari pengelolaan sumber daya tersebut. Maka
akomodatifnya antara pemerintah Pusat dan daerah tersebut untuk penyelesaian konflik tersebut
dilakukan melalui desentralisasi dalam hal kewenangan bidang pemerintahan sekaligus
pengelolaannya (Nuradhawati, 2019) .

Dalam (Ribot, 2002) bahwa yang dimaksud dengan desentralisasi adalah setiap tindakan
dalam mana pemerintah pusat secararesmi menyerahkan kekuasaan untuk aktor dan lembaga di
tingkat bawah dalam hirarkipolitik-administratifdan teritorial. Dalam pengertian ini desentralisasi
lebih memiliki kekuatan karena menyangkut kekuasaan yang diserahkan oleh Pemerintah Pusat
kepada daerah. Kekuasaan disini menyangkut politik (biasanya terkait kekuasaan pengambilan
keputusan) yang menyangkut kegiatan administrasi dankewilayahan di daerah. Pihak yang
diberikan kewenangan (kekuasaan) yaitu pemerintah daerah memiliki keleluasaan dan keluwesan
dalam mengatur dan mengelola penyelenggaraan urusan pemerintahan di daerah. Konsep
desentralisasi banyak dikemukakan oleh para ahli dalamberbagai kajian ilmu politik maupun
ilmu pemerintahan. Setiap ahli memberikan pemahaman yang berbeda baik dari aspek
kewenangan, administrasi maupun hal lainnya dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Sebagai sebuah konsep, desentralisasi mempunyai berbagai pengertian. desentralisasi
adalah sebuah terminologi yang merefer kepada transfer kekuasaankekuasaan dari sebuah
pemerintah pusat kepada otoritas yang berfungsi secara spesial dan legal personal berbeda (sebagai
contoh, peningkatan tingkat otonomi dari sebuah pemerintah daerah atau sebuah perusahaan publik
atau BUMN). Secara lebih luas Bank Dunia (World Bank) mendefinisikan desentralisasi sebagai
penugasan dan responsibiltas dari aspek keuangan, politik dan administrasi yang diberikan kepada
tingkatan-tingkatan pemerintahan yang lebih rendah (Abdullah, 2005). Berdasarkan beberapa
definisi di atas, konsep desentralisasi berhubungan dengan transfer kekuasaan dan kewenangan dari
level pemerintahan yang tinggi kepada yang lebih rendah dalam suatu sistem pemerintahan. Namun
demikian, disebabkan arti dari konsep desentralisasi dapat dihubungkan dengan berbagai aktor dan
juga mekanisme dari sebuah sistem pemerintahan, konsep desentralisasi dalam tulisan ini dapat
secara umum diberi karakteristik sebagai transfer dari tugas-tugas, resources dan kekuatan politik
kepada level menengah (regions) dan level yang lebih rendah (communities) dalam kerangka
hubungan yang sekooperatif mungkin. Konsep desentralisasi bukan tanpa debat. Ada beberapa
mainstream teori yang melihat konsep desentralisasi dari berbagai persfektif.

Sentralisasi adalah pemusatan semua kewenangan pemerintahan (politik dan administrasi)


pada pemerintah pusat. Pemerintah pusat adalah presiden dan para menteri. Jika suatu negara
memusatkan semua kewenangan pemerintahannya pada tangan presiden dan para menteri, tidak
dibagi-bagi kepada pejabatnya di daerah atau pada daerah otonom; hal itu disebut sentralisasi.
Adapun desentralisasi adalah pemencaran sebagian kewenangan pemerintahan pada daerah-daerah
otonom yang dibentuk pusat. Pemerintah pusat yang dipimpin presiden membawahi pemerintah
provinsi yang dipimpin gubernur. Gubernur membawahi pemerintah kabupaten/kota yang dipimpin
bupati/wali kota. Dalam sentralisasi, semua kewenangan tersebut, baik politik maupun administrasi,
berada di tangan presiden dan para menteri (pemerintah pusat) sebagai penanggung jawab
organisasi pemerintahan tertinggi. Dengan kata lain, semua kewenangan tersebut berada pada
puncak jenjang organisasi. Sebagai konsekuensinya, dalam melaksanakan kewenangan ini,
anggarannya dibebankan pada APBN.

Sentralisasi berasal dari bahasa inggris yang berakar dari kata Centre yang artinya adalah
pusat atau tengah. Sentralisasi adalah memusatkan seluruh wewenang kepada sejumlah kecil
manajer atau yang berada di posisi puncak pada suatu struktur organisasi. Sentralisasi banyak
digunakan pada pemerintahan lama di Indonesia sebelum adanya otonomi daerah.

Dalam konsep sentralisasi dan desentralisasi, kewenangan yang dipusatkan di tangan


presiden dan para menteri (pemerintah pusat) hanya kewenangan pemerintahan/eksekutif.
Kewenangan lain (legislatif dan yudikatif) tidak masuk di sini. Itu artinya kewenangan legislatif dan
yudikatif tidak termasuk dalam kerangka sentralisasi dan desentralisasi ini. Oleh karena itu, daerah
otonom tidak mempunyai kewenangan legislasi (membuat undang-undang) dan kewenangan
yudikatif (peradilan).

Sejarah Sentralisasi Perekonomian di Indonesia

Pada masa awal kemerdekaan, perekonomian Indonesia sebagian besar terkonsentrasi di


Jakarta dan Jawa. Kebijakan ekonomi terpusat menempatkan banyak keputusan ekonomi berada di
tangan pemerintah pusat. Hal ini menyebabkan terjadinya ketimpangan ekonomi antara Pulau Jawa
dan luar Pulau Jawa sehingga berdampak pada kurangnya kesempatan bagi daerah di luar Pulau Jawa
untuk berkembang secara ekonomi. Sentralisasi perekonomian ini menciptakan ketimpangan
regional yang signifikan antara Jawa dan luar Jawa. Wilayah Jawa menjadi pusat pertumbuhan
ekonomi, sementara daerah-daerah di luar Jawa mengalami keterbelakangan dalam hal
pembangunan ekonomi dan infrastruktur. Hal ini juga berdampak pada kurangnya kesempatan bagi
daerah-daerah di luar Jawa untuk berkembang secara ekonomi (Glover, 2006).

Pada masa kolonial, Indonesia mengalami eksploitasi sumber daya alam dan penindasan
ekonomi oleh pemerintah kolonial Belanda. Pada saat ini, perekonomian Indonesia sebagian besar
terkonsentrasi di tangan pihak asing, dengan pemerintah kolonial mempunyai kendali utama atas
penguasaan sumber daya alam dan perdagangan.Hal ini menciptakan kesenjangan ekonomi yang
signifikan antara orang asing dan penduduk lokal. Setelah kemerdekaan, Indonesia mengalami
perubahan besar untuk mengurangi sentralisasi ekonomi.

Pemerintah Indonesia telah mulai menerapkan kebijakan ekonomi yang bertujuan untuk
memperkuat partisipasi masyarakat lokal dalam pengelolaan sumber daya alam dan perekonomian
secara umum.Namun upaya tersebut tidak selalu berjalan mulus karena berbagai faktor seperti
korupsi, lambatnya birokrasi, dan kurangnya infrastruktur yang memadai. Pada masa Orde Baru,
pemerintahan Suharto menerapkan kebijakan sentralisasi perekonomi yang kuat melalui program
pembangunan nasional yang berpusat di Jakarta.

Meskipun kebijakan ini menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang signifikan, kebijakan ini
juga memperlebar kesenjangan ekonomi antara Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa. Perekonomian
Indonesia cenderung berfokus pada kepentingan pengusaha besar dan elit politik. Namun, reformasi
ini membuka pintu bagi partisipasi yang lebih luas dalam perekonomian dan mendorong inovasi dan
kewirausahaan. Hal ini dapat menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan distribusi kekayaan
yang lebih merata di seluruh lapisan masyarakat. Namun, terdapat perbedaan pandangan mengenai
sentralisasi ekonomi setelah reformasi tahun 1998, dimana beberapa pihak berpendapat bahwa
upaya sentralisasi ekonomi dapat mengurangi keragaman ekonomi di berbagai daerah. Hal ini dapat
menimbulkan ketimpangan ekonomi antara perkotaan dan perdesaan serta antar pulau di Indonesia.
Misalnya, sentralisasi perekonomian di Jakarta dan Pulau Jawa dapat menyebabkan kurangnya
perhatian terhadap pembangunan ekonomi di daerah lain(Garcia & Oliveira, 2018).

Sentralisasi perekonomian di Indonesia dimulai pada masa kolonial Belanda. Pemerintah


kolonial menerapkan sistem Tanam Paksa (Cultuurstelsel) pada tahun 1830 yang mewajibkan petani
menanam tanaman ekspor tertentu. Hal ini memberi kontrol ekonomi yang besar kepada
pemerintah kolonial Sistem ini memaksa petani untuk menanam tanaman ekspor tertentu seperti
tebu, kopi, teh, dan nila dalam jumlah yang telah ditentukan. Hasil panen kemudian disetorkan ke
pemerintah kolonial dengan harga murah untuk diekspor ke Eropa. Kebijakan ini memberi kontrol
yang sangat besar kepada pemerintah kolonial atas perekonomian Indonesia (Ricklefs, 2012).

Sentralisasi ekonomi semakin kuat pada masa Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto.
Banyak perusahaan dan sumber daya alam dikuasai negara melalui BUMN dan peraturan yang ketat
Misalnya pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan infrastruktur banyak dipegang BUMN. Hal ini
mengakibatkan Jakarta menjadi pusat politik dan ekonomi Indonesia (Dick et al., 2002). Setelah
reformasi 1998, beberapa kebijakan dilakukan untuk mendesentralisasikan perekonomian seperti
otonomi daerah. Namun pada praktiknya, perekonomian nasional masih terkonsentrasi di Pulau Jawa
terutama Jakarta. seperti diberlakukannya otonomi daerah. Namun pada praktiknya, perekonomian
nasional masih sangat terkonsentrasi di Pulau Jawa khususnya Jakarta. Misalnya 60% PDB Indonesia
tahun 2020 masih disumbang Jawa.

Perubahan Menuju Desentralisasi

Konsep desentralisasi di Indonesia mulai digulirkan sejak era reformasi tahun 1998.
Sebelumnya, Indonesia menganut sistem sentralisasi yang memusatkan kekuasaan di tangan
pemerintah pusat. Sentralisasi dinilai telah gagal menciptakan kesejahteraan di daerah dan menuai
banyak kritik. Oleh karena itu, desentralisasi menjadi tuntutan daerah agar mendapatkan
kewenangan yang lebih besar (Sadu, 2003).

Perubahan menuju desentralisasi diawali dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor


22 Tahun 1999 (Indonesia, 1999) tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25
Tahun 1999 (MAHMUD, 2001) tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Kedua UU tersebut memberikan otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah.
Penerapan otonomi daerah 1999 dinilai masih belum optimal. Oleh karena itu dikeluarkan UU Nomor
32 Tahun 2004 (Undang-Undang, 2005) sebagai revisi yang bertujuan untuk memperkuat otonomi
daerah. Perubahan signifikan dalam UU ini termasuk pemilihan kepala daerah yang sebelumnya
dipilih DPRD menjadi dipilih secara langsung oleh rakyat.

Selain itu, pemerintah juga terus meningkatkan proporsi dana perimbangan untuk daerah
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pada 2021, dana perimbangan mencapai
sekitar 36% dari total belanja APBN atau sekitar Rp768 Triliun. Kemudian pada 2014, dikeluarkan UU
Nomor 23 Tahun 2014 (Nomor, 23 C.E.) tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti UU
sebelumnya. UU ini mengatur soal pembagian urusan pemerintahan yang konkuren antara
pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Dengan berbagai regulasi dan kebijakan tersebut,
telah terjadi pergeseran yang signifikan dari sentralisasi menuju sistem desentralisasi di Indonesia.
Walaupun dinilai masih perlu banyak perbaikan, desentralisasi dipandang sebagai jalan menuju tata
kelola pemerintahan yang lebih baik di daerah.

Setelah reformasi, terjadi perubahan menuju desentralisasi perekonomian, Pemerintah


memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengelola sumber daya ekonominya
sendiri. Hal ini diharapkan dapat mengurangi ketimpangan wilayah dan memberikan peluang
pembangunan yang lebih adil bagi wilayah di luar Pulau Jawa. Desentralisasi ekonomi meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan ekonomi. Dengan mendelegasikan
kewenangan kepada pemerintah daerah, desentralisasi memungkinkan lahirnya kebijakan yang lebih
tepat dan responsif terhadap kebutuhan daerah Hal ini dapat memberikan berbagai dampak positif,
mulai dari meningkatkan pertumbuhan ekonomi hingga mengurangi kesenjangan sosial dan ekonomi
antar wilayah (Wibowo, 2006).

Namun perubahan menuju desentralisasi juga mempunyai banyak tantangan yang perlu
diatasi. Salah satunya adalah ketimpangan antar daerah, karena tidak semua daerah memiliki sumber
daya dan kapasitas yang memadai untuk mengelola otonomi yang diberikan. Hal ini dapat
menimbulkan perbedaan pembangunan daerah dan pada akhirnya menimbulkan konflik sosial dan
politik. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk memastikan adanya mekanisme redistribusi
yang adil dan efektif di bawah desentralisasi (Yusuf & GUNANTO, 2014).
Beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan menuju desentralisasi dalam dinamika
perekonomian Indonesia antara lain:

1. Reformasi Politik adalah Perubahan menuju desentralisasi perekonomian Indonesia


dipengaruhi oleh reformasi politik yang terjadi setelah tahun 1998. Reformasi ini
menciptakan landasan hukum bagi desentralisasi ekonomi dan memberikan kewenangan
lebih besar kepada pemerintah daerah.
2. Keterbatasan Sumber Daya adalah tingkat pusat mendorong kebijakan desentralisasi untuk
memberikan kewenangan kepada daerah dalam mengelola sumber daya ekonomi mereka
sendiri. Ketimpangan Regional: Ketimpangan ekonomi antara Jawa dan luar Jawa menjadi
faktor penting yang mendorong perubahan menuju desentralisasi. Desentralisasi diharapkan
dapat mengurangi ketimpangan regional dan memperkuat ekonomi daerah di luar Jawa.
3. Otonomi Daerah adalah Peningkatan otonomi daerah menjadi faktor kunci dalam perubahan
menuju desentralisasi. Dengan memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah,
diharapkan tercipta kebijakan yang lebih sesuai dengan kondisi lokal dan mendukung
pertumbuhan ekonomi daerah.
4. Tuntutan Partisipasi Masyarakat adalah dalam pengambilan keputusan ekonomi di tingkat
lokal juga mempengaruhi perubahan menuju desentralisasi. Desentralisasi diharapkan dapat
menciptakan kesempatan bagi masyarakat untuk terlibat dalam pembangunan ekonomi di
wilayahnya.

Dampak Perubahan Sentralisasi Menuju Desentralisasi Perekonomian Indonesia

Perekonomian Indonesia telah mengalami perubahan besar dengan semakin meningkatnya


desentralisasi dan sentralisasi kebijakan ekonomi.Desentralisasi mengacu pada pengalihan
kewenangan dan tanggung jawab dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, sedangkan
sentralisasi mengacu pada pemusatan kewenangan dan kendali di tangan pemerintah pusat.
Desentralisasi perekonomian memungkinkan pemerintah daerah untuk mengambil keputusan yang
lebih sesuai dengan kebutuhan lokal. Ini menciptakan peluang bagi pengembangan ekonomi di
berbagai wilayah, mendorong pertumbuhan ekonomi yang merata, dan mengurangi kesenjangan
antara daerah (Hariyanto, 2012).
Dengan adanya desentralisasi, pemerintah daerah dapat mengembangkan kebijakan yang
lebih responsif terhadap kebutuhan ekonomi lokal, termasuk pendanaan infrastruktur, pendidikan,
dan kesehatan. Namun, dampak desentralisasi juga dapat menimbulkan tantangan, terutama dalam
hal koordinasi dan pengawasan. Kekurangan sumber daya manusia dan keuangan di beberapa
daerah dapat menghambat implementasi kebijakan ekonomi yang efektif. Selain itu, desentralisasi
dapat menyebabkan ketidakpastian hukum dan peraturan yang berbeda-beda antar daerah,
menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (Siagian & MIYASTO, 2010).
Perubahan dari sentralisasi ke desentralisasi perekonomian Indonesia memiliki dampak
antara lain :
1. Dampak Desentralisasi:
a. Pertumbuhan Ekonomi yang Lebih Merata adalah Desentralisasi telah membantu
mendorong pertumbuhan ekonomi di berbagai daerah di luar Jawa, mengurangi
ketergantungan pada pusat ekonomi di Jakarta dan Jawa.
b. Pengurangan Ketimpangan Regional adalah Desentralisasi telah membantu mengurangi
ketimpangan ekonomi antara Jawa dan daerah-daerah di luar Jawa, serta antara daerah-
daerah di Indonesia.
c. Peningkatan Otonomi Daerah adalah Desentralisasi telah memberikan kesempatan bagi
pemerintah daerah untuk mengelola sumber daya ekonomi mereka sendiri,
menciptakan kebijakan yang lebih sesuai dengan kondisi lokal, dan mendukung
pertumbuhan ekonomi daerah.
d. Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Ekonomi adalah Desentralisasi telah
menciptakan kesempatan bagi masyarakat untuk terlibat dalam pembangunan ekonomi
di wilayahnya, meningkatkan partisipasi dan keterlibatan masyarakat dalam
pengambilan keputusan ekonomi.
2. Dampak Sentralisasi:
a. Pusat Pertumbuhan Ekonomi yang Kuat adalah Sentralisasi perekonomian cenderung
menciptakan pusat pertumbuhan ekonomi yang kuat di wilayah tertentu, seperti Jakarta
dan Jawa, yang dapat menjadi pusat investasi dan pengembangan ekonomi nasional.
b. Ketimpangan Regional adalah Sentralisasi dapat menyebabkan ketimpangan ekonomi
antara wilayah pusat dan daerah-daerah di luar pusat, karena sumber daya dan investasi
cenderung terkonsentrasi di wilayah pusat.
c. Ketergantungan pada Pusat adalah Sentralisasi dapat menciptakan ketergantungan
daerah-daerah di luar pusat pada kebijakan dan investasi dari pusat, yang dapat
mengurangi otonomi daerah dalam mengelola perekonomiannya.

Kesimpulan

Sepanjang sejarah, perekonomian Indonesia telah mengalami dinamika dari sistem yang
sangat sentralistis di bawah penjajahan Belanda menuju sistem yang lebih terdesentralisasi pasca
kemerdekaan. Pada masa kolonial, perekonomian Indonesia dikelola secara sentralistis oleh
Pemerintahan Hindia Belanda untuk kepentingan mereka sendiri. Sumber daya alam dieksploitasi
dan diekspor ke Belanda tanpa memberi kemakmuran bagi rakyat Indonesia. Setelah merdeka,
pemerintahan Soekarno menerapkan sistem ekonomi yang sangat sentralistis dan menitikberatkan
pada perencanaan. Namun, kinerja ekonominya kurang optimal karena campur tangan negara yang
berlebihan.

Kemudian pada era Orde Baru, pemerintahan Soeharto menjalankan sistem ekonomi yang
lebih terbuka dan memberi insentif bagi sektor swasta untuk berkembang. Tetapi pengendalian
negara masih sangat kuat sehingga Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN) juga meluas. Reformasi 1998
menandai transisi ke sistem ekonomi yang lebih terdesentralisasi dan demokratis. Kekuasaan
ekonomi dibagi antara pemerintah pusat dan daerah. Namun, korupsi masih menjadi tantangan
besar dalam memaksimalkan hasil desentralisasi. Maka, meskipun sudah ada kemajuan dari
sentralisasi menuju desentralisasi, perekonomian Indonesia perlu terus diperbaiki agar kemakmuran
dapat dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia. Aspek demokrasi, transparansi, akuntabilitas, dan
keadilan perlu dijunjung tinggi.
Daftar Pustaka

Abdullah, S. (2005). Desentralisasi: Konsep, Teori, dan Perdebatannya. Dalam Jurnal Desentralisasi,
6(4).
Booth, A. (1998). The Indonesian economy in the nineteenth and twentieth centuries: A history of
missed opportunities. Springer.
Dick, H., Houben, V. J. H., Lindblad, J. T., & Thee, K. W. (2002). Emergence of a national economy: An
economic history of Indonesia, 1800-2000. University of Hawaii Press.
Garcia, M. T. M., & Oliveira, R. A. A. (2018). Value versus growth in PIIGS stock markets. Journal of
Economic Studies, 45(5), 956–978.
Glover, D. (2006). Indonesia’s fires and haze: the cost of catastrophe. IDRC.
Hariyanto, D. T. (2012). Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah di
Provinsi Jambi. Skripsi: Universitas Indonesia.
Hill, H. (2000). The Indonesian Economy. Cambridge University Press.
Indonesia, R. (1999). Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah. Bagian
Proyek Peningkatan Publikasi Pemerintah, Direktorat Publikasi, Ditjen ….
MAHMUD, I. (2001). Implikasi Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 terhadap struktur penerimaan
daerah Propinsi Maluku Utara. Universitas Gadjah Mada.
Mietzner, M. (2009). Military politics, Islam, and the state in Indonesia: from turbulent transition to
democratic consolidation. Institute of Southeast Asian Studies.
Moleong, L. J., & Edisi, P. (2004). Metodelogi penelitian. Bandung: Penerbit Remaja Rosdakarya.
Nomor, U.-U. (23 C.E.). tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Nuradhawati, R. (2019). Dinamika Sentralisasi Dan Desentralisasi Di Indonesia. Academia Praja:
Jurnal Ilmu Politik, Pemerintahan, Dan Administrasi Publik, 2(01), 152–170.
Ribot, J. (2002). African decentralization: local actors, powers and accountability.
Ricklefs, M. C. (2012). Islamisation and Its Opponents in Java. nus Press Singapore.
Sadu, W. (2003). Kapita Selekta Penyelenggaraan Pemerintah Daerah. Bandung: Fokusmedia.
Siagian, A. R., & MIYASTO, M. (2010). Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Daerah dan Ketimpangan Wilayah (Studi Kasus Propinsi Jawa Barat). Universitas Diponegoro.
Undang-Undang, R. I. (2005). Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Direktorat
Jenderal Otonomi Daerah, Jakarta.
Wibowo, M. A. (2006). Analisa pengaruh desentralisasi fiskal.
Yusuf, N. A. F., & GUNANTO, E. Y. A. (2014). Analisis Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Indeks
Pembangunan Manusia Di Kabupaten/Kota Eks Karesidenan Surakarta. Fakultas Ekonomika
dan Bisnis.
https://doi.org/10.36859/jap.v2i01.90

Anda mungkin juga menyukai